PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran asuhan keperawatan lansia dengan penerapan
senam ergonomik untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran Asuhan Keperawatan lansia dengan
penerapan senam ergonomik untuk menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian keperawatan lansia dengan penerapan
senam ergonomik untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi.
b. Mengetahui diagnosa keperawatan lansia dengan penerapan senam
ergonomik untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi.
c. Mengetahui perencanaan keperawatan lansia dengan penerapan
senam ergonomik untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi.
d. Mengetahui implementasi keperawatan lansia dengan penerapan
senam ergonomik untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi.
e. Mengetahui evaluasi keperawatan lansia dengan penerapan senam
ergonomik untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi.
D. Manfaat Penulisan
1. Teoritis
Menambah keluasan ilmu di bidang keperawatan, khususnya
dalam bidang asuhan keperawatan lansia dengan penerapan senam
ergonomik untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
2. Praktis
a. Bagi Lansia
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan kepada
lansia yang mengalami hipertensi untuk menurunkan tekanan
darah dengan dilakukannya senam ergonomik.
b. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada keluarga
terutama yang memiliki lansia penderita hipertensi, agar terhindar
dari kemungkinan komplikasi penyakit-penyakit akibat hipertensi.
c. Bagi Peneliti Lain
Diharapkan menjadi masukan dan referensi bagi peneliti lain,
untuk mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan
asuhan keperawatan lansia penerapan senam ergonomik untuk
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Konsep Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi ialah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan
diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang tidak sinkron,
seseorang diklaim mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya
lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Dewi, 2019).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi artinya peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg 2 kali pengukuran dengan selang saat lima menit pada
keadaan relatif istirahat atau hening (Harsismanto, Andri, Payana,
Andrianto, 2020).
2. Etiologi
Menurut (Dewi 2019) berdasarkan penyebabnya, hipertensi
dibagi menjadi dua golongan yaitu :
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena
tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhi adalah :
genetik, lingkungan, hiperaktifitas syaraf simpatis system rennin,
Angiotensin dan peningkatan Na+Ca intraseluler, Obesitas,
merokok, alkohol, dan polisitemia merupakan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko hipertensi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, sindrom cusing dan hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan. Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
1) Hipertensi dengan tekanan sistolik sama atau lebih besar dari
140 mmHg dan tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
2) Hipertensi dengan sistolik karena tekanan sistolik lebih besar
dari 160 mmHg dan tekanan lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada lansia karena terjadinya perubahan pada:
1) Elastisitas pada dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% satu tahun
sesudah berusia 20 tahun, kemampuan jantung memompa
darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dalam
volumenya.
4) Hilangnya elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena
kekurangan efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-
ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor
kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk pertimbangan
gerontologi perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi
pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan
arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume
darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Mulyani,
2019).
4. Manifestasi klinis
Gejala klinis yang sering di rasakan pada penderita darah tinggi,
seperti :
a. Nyeri kepala ketika terjaga, terkadang disertai mual dan muntah
akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai
akibat dari hipertensi.
c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan
susunan saraf sentra.
d. Nokturia (sering berkemih di malam hari) karena adanya
peningkatan aliran darah ginjal serta filtrasi glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan dampak peningkatan tekanan
kapiler. Pada kasus hipertensi berat, gejala yang dialami pasien
antara lain sakit kepala (rasa berat di tengkuk), palpitasi, kelelahan,
nausea, muntah–muntah, kegugupan, keringat berlebih, tremor
otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda, tinnitus
(telinga mendenging), serta kesulitan tidur (Falabiba, Anggaran,
Mayssara, Affiifi, Wiyono, 2017).
5. Pathway Hipertensi
Gambar 1.1. Pathway Hipertensi
(Sumber : Lumbantoruan & Hidayat, 2013).
6. Faktor Risiko
Faktor-faktor risiko hipertensi terbagi dalam 2 kelompok yaitu faktor
yang dapat diubah dan faktor yang tidak dapat diubah :
d. Duduk Perkasa
f. Riwayat Rekreasi
Jelaskan hobi klien, kegiatan dalam organisasi, dan pengisian
waktu luang.
g. Sumber atau Sistem Pendukung
Termasuk perawat, klinik, apoteker dan dokter.
h. Deskripsi harian khusus kebiasan ritual tidur.
Biasanya menggambarkan aktivitas yang klien lakukan
sebelum tidur untuk membuat klien merasa nyaman.
i. Status kesehatan saat ini
Menjelaskan keadaan kesehatan satu tahun yang lalu, keadaan
kesehatan lima tahun yang lalu, dan keluhan yang dirasakan saat
ini, serta mengetahui cara mengatasi keluhan tersebut.
1) Obat-obatan
Jelaskan obat apa yang dikonsumsi pelanggan, dosisnya,
cara penggunaannya, siapa yang meresepkannya, dan tanggal
penulisan resepnya.
2) Status imunisasi
Menjelaskan status imunisasi klien dari bayi hingga saat
ini.
3) Nutrisi
Jelaskan makanan apa yang dikonsumsi, apakah ada alergi
makanan, makanan apa yang dianjurkan, makanan apa yang
dilarang dan makanan apa yang harus dibatasi pelanggan, dan
apakah akan terjadi penambahan atau penurunan berat badan.
j. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan kepala dan leher meliputi bentuk kepala, kulit
kepala, tengkorak, jenis rambut, warna rambut, pola distribusi
rambut, kelainan, struktur wajah, warna kulit.
Pemeriksaan kepala dan leher meliputi bentuk kepala, kulit
kepala, tengkorak, jenis rambut, warna rambut, pola distribusi
rambut, kelainan, struktur wajah, warna kulit. Kemudian
pemeriksaan mata meliputi kelengkapan dan kesimetrisan, kelopak
mata atau kelopak mata, kornea, konjungtiva dan sklera, pupil dan
iris, penglihatan atau ketajaman penglihatan, tekanan intraokular
dan kelainan penglihatan.
Hidung termasuk lubang hidung, lubang hidung, tulang
hidung, dan septum. Telinga meliputi bentuk telinga, ukuran
telinga, tegangan telinga, saluran telinga, dan ketajaman. Mulut
dan faring meliputi kondisi bibir, kondisi gusi dan gigi, kondisi
lidah, palatum atau palatum dan orofaring. Leher kemudian berisi
lokasi trakea, tiroid, suara, kelenjar getah bening, vena jugularis,
dan nadi karotis.
Pemeriksaan payudara dan ketiak meliputi ukuran dan bentuk
payudara, warna dan areola payudara, aksila dan klavikula, serta
kelainan payudara dan payudara lainnya. Pemeriksaan dada atau
dada atau tulang belakang meliputi pemeriksaan (bentuk dada dan
penggunaan otot bantu pernapasan), palpasi (ruang depan suara),
palpasi dan auskultasi dada (suara napas, suara bicara, dan suara
napas tambahan).
Pemeriksaan jantung meliputi pemeriksaan dan palpasi
jantung dan irama batas jantung (jantung primer, pinggang, apeks
jantung). Auskultasi jantung (bunyi jantung 1, bunyi jantung 2,
bunyi jantung ekstra, murmur atau frekuensi bunyi jantung).
Pemeriksaan abdomen selama pemeriksaan meliputi bentuk
abdomen, benjol atau benjol, dan bayangan pembuluh darah. Saat
auskultasi terdengar bising usus atau peristaltik. Pada palpasi
terdapat nyeri tekan, benjol, benjol, atau hepatosplenomegali dan
titik Mack. Bernie Irama termasuk suara perut dan pemeriksaan
asites.
Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya pada anus dan perineum
meliputi pubis, meatus uretra dan kelainan lainnya. Sedangkan
pada anus dan perineum meliputi lubang anus, kelainan pada anus
dan keadaan perineum. Pemeriksaan muskuluskeletal meliputi
kesimetrisan otot, pemeriksaan oedema, kekuatan otot dan kelainan
punggung dan ekstremitas serta kuku. Pemeriksaan integuman
meliputi kebersihan, kehangatan, tekstur, warna, turgor,
kelembapan dan kelainan pada kulit atau lesi. Pemeriksaan
neurologis meliputi tingkat kesadaran atau GCS, dan tanda
rangsangan otak atau meningeal sign. Kemudian pemeriksaan
syaraf otak (N1-NXII), fungsi motorik, fungsi sensorik, dan reflex
baik fisiologis maupun patologis
Pemeriksaan alat kelamin dan daerah sekitar anus dan
perineum meliputi tulang kemaluan, lubang uretra, dan kelainan
lainnya. Anus dan perineum meliputi lubang anus, kelainan anus
dan keadaan perineum. Pemeriksaan muskuloskeletal meliputi
simetri otot, pemeriksaan edema, kekuatan otot, dan kelainan pada
punggung, tungkai, dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi
kebersihan, kehangatan, tekstur, warna, pembengkakan,
kelembapan, dan kelainan atau lesi kulit. Pemeriksaan sistem saraf
meliputi tingkat kesadaran atau GCS, dan iritasi otak atau tanda-
tanda meningeal. Kemudian periksa saraf otak (N1-NXII), fungsi
motorik, fungsi sensorik dan refleks, termasuk fisiologi dan
patologi (Yusuf, 2018).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ialah hasil klinis berlandaskan kasus
kesehatan yang telah tumbuh atau masih beresiko. Diagnosa
keperawatan konsisten dengan diagnosa medik karena pada saat
pengumpulan data, keadaan penyakit dalam diagnosa medik
diperlukan untuk menegakkan diagnosa keperawatan (Sahdiyah,
2019).
Diagnosa keperawatan yang sering muncul antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
3. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung.
Tujuan : Setelah dilakukan pengkajian selama 3x24 jam
diharapkan tingkat nyeri menurun (L.08066)
Kriteria Hasil :
1) Keluhan nyeri menurun (5)
2) Meringis menurun (5)
3) Frekuensi nadi membaik (5)
Intervensi : Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri.
3) Identifikasi respon nyeri non verbal.
4) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri.
Terapeutik
1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(misalnya TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat atau dingin, terapi bermain).
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan).
3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
2) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
3) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan artinya serangkaian aktivitas yang
dilakukan oleh perawat buat membantu pasien dari persoalan status
kesehatan yang dihadapi status kesehatan yang baik yang
mendeskripsikan kriteria yang akan terjadi yang dibutuhkan. Proses
pelaksanaan implementasi wajib berpusat pada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, serta kegiatan komunikasi (Sahdiyah,
2019).
Jenis Implementasi Keperawatan Dalam pelaksanaanya terdapat
tiga jenis implementasi keperawatan,yaitu :
a. Independent Implementasions merupakan implementasi yang
diperkarsai sendiri oleh perawat untuk membantu pasien dalam
mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya :
membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan perawatan diri, mengatur posisi tidur, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi,
pemenuhan kebutuhan psiko-sosial - kultural, dan lain-lain.
b. Interdependent atau collaborative Implementasions merupakan
tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim
keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter.
Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus
kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain.
c. Dependent Implementations merupakan tindakan keperawatan atas
dasar rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies,
psikolog dan sebagainya, misalnya dalam hal : pemberian nutrisi
pada pasien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi,
latihan fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian
fisioterapi (Sari, 2020).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terhadap hasil dan proses. Evaluasi
hasil memutuskan seberapa jauh keberhasilan yang didapat sebagai
keluaran dan tindakan. Penilaian proses menentukan ada tidaknya
kesalahan dari setiap tahapan proses mulai dari penilaian, diagnosis,
perencanaan, tindakan dan evaluasi itu sendiri (Mulyani, 2019).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN