Anda di halaman 1dari 4

Peluang dan Tantangan Bangkitnya UMKM Indonesia di Tengah Pandemi

UNS — Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang terdampak
pandemi Covid-19. Dampak tersebut salah satunya penurunan pendapatan sebesar 84,20%, sedangkan
pada Usaha Menengah Besar (UMB) juga mengalami penurunan sebesar 82,29%. Hal tersebut
mengakibatkan UMKM harus memangkas jumlah tenaga kerja yang dimilikinya.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS, Nurul Istiqomah memaparkan bahwa berdasarkan data,
pengurangan pegawai di Usaha Mikro Kecil (UMK) mencapai 33,23%, sedangkan pada UMB mencapai
46,64%. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020 juga merilis data pengangguran di
Indonesia yang meningkat 2,67 juta jiwa. Dampak-dampak tersebut mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia menurun menjadi 3,49% pada triwulan ketiga.

“Untuk menggerakkan UMKM dalam masa penanganan Covid-19, ada beberapa fase yang harus
dihadapi. Pertama, rescue, fase di mana bantuan ekonomi harus diberikan kepada masyarakat dan pihak
yang terkena dampak Covid-19. Pada fase tersebut, pemerintah harus mempertimbangkan adanya
trade-off antara kesehatan dan ekonomi,” jelasnya kepada uns.ac.id pada Kamis (31/12/2020).

Nurul menjelaskan kembali, fase kedua yaitu stability, tahap ketika masyarakat mampu beraktivitas
seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan. Hal tersebut juga menimbulkan pergeseran dari
ketakutan menjadi kesadaran dan ditandai dengan meningkatnya aktivitas menggunakan bantuan
teknologi.

“Fase berikutnya adalah recovery, keadaan ketika masyarakat mulai berdamai dengan Covid-19 dan
melakukan segala kegiatan dengan pola new normal. Dalam mencapai fase tersebut, UMKM
membutuhkan imunitas selama tahap stability. Oleh karena itu, perlu ada poin penting yang harus
dibangun oleh pelaku UMKM dan pemangku kebijakan terkait,” imbuhnya.

Poin penting pertama yang harus dilakukan UMKM adalah membangun sistem kelembagaan yang kuat
sebagai pondasi utama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti asosiasi atau kelompok usaha.
Tergabungnya pelaku UMKM pada suatu kelompok dapat memudahkan perolehan informasi baik dari
hulu hingga hilir.

“Poin kedua yaitu adaptif dengan teknologi. Berdasarkan pengamatan di beberapa wilayah, UMKM yang
memasarkan produknya secara daring cenderung tidak mengalami penurunan secara signifikan dan
tetap mampu mempertahankan pangsa pasarnya. Hal tersebut karena potensi pengguna internet di
Indonesia yang mencapai 196,7 juta jiwa,” terang Nurul.

Poin terakhir yang dijelaskan Nurul yaitu diversifikasi produk sebagai upaya agar komoditas yang
dihasilkan dapat terserap ke pasar, khususnya produk yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan
tubuh.

Untuk merealisasikan poin-poin tersebut, diperlukan peran para pemangku kebijakan. Dimulai dari
pemerintah, pemberian bantuan kepada UMKM dinilai menjadi salah satu poin penting yang dilakukan
untuk menghidupkan kembali UMKM. Hal yang harus disoroti ke depan mengenai pemberian bantuan
tersebut yaitu kecepatan, ketepatan, dan prioritas bantuan.
Dosen FEB UNS tersebut mengatakan bahwa masyarakat juga memiliki peranan dalam meningkatkan
imunitas UMKM, salah satunya dengan pengawasan penyaluran bantuan agar tidak terjadi kebocoran.

“Di sisi lain, UMKM juga membutuhkan pendampingan strategi menghadapi pandemi. Sebab, strategi
dasar yang dapat mereka lakukan adalah menunggu pasar mulai bergerak, serta kebanyakan dari UMKM
tersebut akan berproduksi ketika sudah ada pesanan masuk. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum
adanya pandemi, dimana proses produksi terus mereka lakukan tanpa menunggu adanya pesanan,” kata
Nurul.

Sementara itu, pada dunia bisnis yang diwakili oleh lembaga keuangan juga mempunyai peran untuk
meningkatkan inklusi ekonomi terhadap UMKM. Dimana menurut OJK, manfaat penerapan inklusi
keuangan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mendorong proses pemulihan
ekonomi nasional, dan mendukung daya tahan ekonomi masyarakat dalam kondisi apapun.

“Kemudian, stakeholder terakhir yang memiliki peranan vital adalah media. Media dapat meningkatkan
gairah perekonomian dengan banyak mengangkat berita-berita tentang UMKM. Selain itu, media juga
dapat menginformasikan kepada masyarakat bahwa UMKM tetap berproduksi dan beroperasi selama
pandemi,” jelasnya.

Dengan demikian, UMKM dan perekonomian mampu mencapai tahap pembangunan (development).
Suatu kondisi ketika perekonomian sudah membaik dengan berbagai macam aktivitas masyarakat, baik
aktivitas ekonomi, kesehatan, pendidikan, maupun sosial budaya. Jika tahap pembangunan
(development) sudah tercapai, maka diharapkan fase pertumbuhan (growth) yaitu tahap dimana
perekonomian kembali tumbuh dan pulih bisa dicapai oleh Indonesia, sehingga Indonesia bisa kembali
bangkit. Humas UNS

Reporter: Bayu Aji Prasetya

Editor: Dwi Hastuti

Sumber : https://uns.ac.id/id/uns-update/peluang-dan-tantangan-bangkitnya-umkm-indonesia-di-
tengah-pandemi.html
Peluang Dan Tantangan Usaha Mikro Kecil dan
Menegah di Era Digital
Ketika kita mendengar istilah Revolusi Industri 4.0 sebuah era yang dikenal dengan nama disruptive
technology. siapapun yang tidak cepat tanggap mempelajari teknologi perlahan akan tertinggal dengan
teknologi yang lebih baru dan maju. Secara masif, hal ini tentu saja berpengaruh pada perilaku berbisnis
dan kondisi ekonomi global, sehingga lahirlah ekonomi digital. Ekonomi digital sendiri adalah aspek
ekonomi yang berbasiskan pada pemanfaatan dan pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi
digital. Di Indonesia sendiri ekonomi digital saat ini sedang berkembang pesat seiring dengan besarnya
potensi pasar yang ada. Tercatat ada lima teknologi yang paling besar dalam memicu pertumbuhan
ekonomi digital yaitu mobile internet, big data, internet of things, automation of knowledge, dan cloud
technology.

Indonesia sendiri merupakan pasar yang potensial bagi ekonomi digital. Besarnya potensi ekonomi
digital di Indonesia dibuktikan melalui nilai USD 27 miliar pada tahun 2018. Angka ini membuat Google
optimistis bahwa 10 tahun lagi ekonomi digital Indonesia akan mencapai nilai USD 100 miliar. Lambat
laun, faktor yang dapat mendukung perkembangan tersebut adalah pemanfaatan teknologi dan
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki Indonesia.

Tantangan Era digital saat ini pun secara global proses digitalisasi akan menghilangkan sekitar 1 – 1,5
miliar pekerjaan sepanjang tahun 2015-2025 karena digantikannya posisi manusia dengan mesin
otomatis (Gerd Leonhard, Futurist); hal ini sudah kita lihat saat ini seperti Buruh Pabrik dan Petugas toll
dan masih banyak lainnya dan di masa yang akan datang, 65% murid sekolah dasar di dunia akan
bekerja pada pekerjaan yang belum pernah ada di hari ini. (U.S. Department of Labor report).

Seiring dengan tantangan yang makin berat, peluang di era digital juga semakin terbuka dan mudah
tinggal kita melihatnya sebagai tantangan atau peluang. Meningkatnya permintaan produk-produk
kreatif melalui sektor UMKM, perkembangan gaya hidup digital, sampai bonus demografi tahun 2035
menjadi potensi dalam meningkatkan sektor usaha.

Jika tidak memanfaatkan digitalisasi untuk berusaha. Mau tidak mau dengan perkembangan industri 4.0
dan transformasi digital menjadi kata kunci agar detak jantung bisnis tetap hidup, termasuk untuk
Pengembangan UMKM. Apalagi dengan adanya pandemi covid-19 semakin sulit untuk melakukan
aktivitas di luar rumah, karena kita harus mengikuti kebijakan Pemerintah yaitu jaga jarak (social
distancing). Maka dari itu, momentum pandemi ini sangat tepat untuk memanfaatkan teknologi digital.

Banyak sekali keuntungan yang akan diperoleh UMKM yang dengan cerdas mampu bertransformasi
memanfaatkan digitalisasi. yakni sebagai berikut : pertama, karena kondisi saat ini di mana ada PSBB,
sosial distancing, bertemu tatap muka menjadi aktivitas yang dihindari sebisa mungkin maka suka tidak
suka digital adalah jawabannya. kedua, terciptanya efisiensi yang semakin memudahkan pelaku UMKM
untuk menjalankan usahanya, seperti efisiensi biaya produksi, transportasi, pergudangan, bahkan
promosi cukup dilakukan melalui media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter, serta lainnya akan
tetapi harus dikemas dengan sebaik mungkin. Ketiga, digitalisasi itu dibutuhkan untuk memperluas
jaringan marketing, sehingga bisa merambah ke berbagai daerah ataupun negara lain, terkait produk-
produk tertentu dan akses untuk pemasaran semakin bisa diperluas. Apalagi kalau kita mengambil
contoh Kota Banjarmasin yang mengusung Sasirangan Pewarna Alam yang sangat Eco friendly/ramah
lingkungan yang punya nilai jual tinggi dikancah nasional maupun internasional.

Menurut Saya, ada beberapa Strategi yang bisa diterapkan bagi Sektor UMKM dalam Merespon Masa
Depan yang dapat dilakukan oleh para ABCGM (Pentahelix) yang terdiri dari Akademisi, Pelaku Bisnis,
Komunitas, Media dan Pemerintah adalah sebagai berikut :

Komitmen peningkatan investasi di pengembangan digital skills (termasuk SDM, Infrastruktur Digital,
Pola Pikir, Visi, Kebijakan).

2. Selalu mencoba dan menerapkan prototype teknologi terbaru, Learn by doing (Kemampuan
beradaptasi karena perkembangan teknologi sangat cepat).

3. Menggali bentuk kolaborasi baru bagi model sertifikasi atau pendidikan dalam ranah peningkatan
sumberdaya manusia (tingkat kompentensi, keterampilan dan keahlian SDM).

4. Dilakukannya kolaborasi antara dunia industri, akademisi, dan masyarakat untuk mengidentifikasi
permintaan dan ketersediaan skill bagi era digital di masa yang akan datang.

5. Menyusun kurikulum pendidikan yang telah menyesuaikan materi terkait human-digital skills.

Terakhir adalah peran Pemerintah sebagai regulator yang berfungsi dalam menetapkan dan
mengendalikan kebijakan terkait UMKM, serta sebagai fasilitator/akselerator didalam memberikan
dukungan bagi UMKM, Insentif bagi UMKM yang berprestasi dan kemudahan ijin dalam berusaha dan
berkolaborasi.

Sumber : https://iesp.ulm.ac.id/peluang-dan-tantangan-usaha-mikro-kecil-dan-menegah-di-era-digital/

Oleh : Akhsanul Rahmatullah

Anda mungkin juga menyukai