Anda di halaman 1dari 73

NILAI-NILAI ISLAM DALAM ADAT PERNIKAHAN SUKU

REJANG

(Studi Kasus Adat Pernikahan di Desa Sukarami, kec.Taba Penanjung,


Kab.Bengkulu Tengah, prov.Bengkulu)

Ditulis Oleh :

Indah Soleha

Nim: 18.7.1.211.016

Dosen pembimbing :

Nano Warno Ph.D

Diajukan sebagai persyaratan kelulusan mata kuliah PPM (Praktik Profesi


Mahasiswa)

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM SEKOLAH


TINGGI AGAMA ISLAM SADRA JAKARTA TAHUN

2020/2021

i
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK PROFESI
MAHASISWA

Laporan Penelitian PPM ini disusun oleh:

Nama : Indah Soleha

NIM/NIMKO : 18.7.1.211.016

Judul : NILAI-NILAI ISLAM DALAM ADAT


PERNIKAHAN SUKU REJANG (Studi Kasus Adat Pernikahan di
Desa Sukarami, kec.Taba Penanjung, Kab.Bengkulu Tengah,
prov.Bengkulu)

Telah disahkan oleh Dosen Pembimbing PPM untuk disidangkan pada


sidang Laporan Praktik Profesi Mahasiawa (PPM). Demikian surat
pengesahan ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, 26 November2021

Nano Warna Ph.D

Dosen Pembimbing PPM

i
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG LAPORAN PPM

Laporan PPM (Praktik Profesi Mahasiswa) ini disusun oleh:

Nama : Indah Soleha

NIM : 18.7.1.211.016

NIMKO : 69720201180016

Judul Penelitian : NILAI-NILAI ISLAM DALAM ADAT


PERNIKAHAN SUKU REJANG (Studi Kasus Adat Pernikahan di
Desa Sukarami, kec.Taba Penanjung, Kab.Bengkulu Tengah,
prov.Bengkulu)

Telah disahkan oleh dewan Sidang PPM :

Dr. Kholid Al Walid, M.Ag

(ketua sidang) date.... (.............)

Dani Nur Pajar, M.Pd.I

(Penguji sidang) date 30 Desember 2021

Nano Warno, Ph.D

(Penguji Sidang) date 28 Desember 2021

ii
ABSTRAK

Pernikahan bukanlah suatu hal yang sepele melainkan suatu hal yang sangat
sakral. Dimana di dalam sebuah pernikahan ada sebuah ikatan perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk berumah tangga. Begitupun di dalam
Suku Rejang banyak pola, tata cara, atau pun ritual yang harus dilakukan
ketika akan melaksankan sebuah pernikahan. Akan tetapi akhir-akhir ini
sudah jarang orang yang menggunakan ritual-ritual tersebut dan
meninggalkan budaya-budaya para leluhur. Bahkan masih banyak
masyarakat Suku Rejang yang tidak paham akan pernikahan ini dan makna
dalam pernikahan itu sendiri. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mengembangkan serta mempertahankan kembali nilai-nilai agama islam
serta tradisi-tradisi yang belakangan ini yang sudah mulai pudar, dan
bagimana pula pandangan nilai agama islam yang terkait dengan pernikahan
dalam adat pernikahan Suku Rejang ini. Dalam penelitian ini penulis
menggunkan metode kulaitatif dengan menerapkan teknik perbandingan data
sebagai alternatif untuk memahami simbol-simbol yang ada dalam adat
pernikahan Suku Rejang. Disini peneliti menemukan ada tiga nilai agama
islam yang terkandung dalam adat pernikahan Suku Rejang, yaitu ada nilai
akhlak, nilai syari’at, dan nilai aqidah. Tidak adanya pertentangan antara
adat dan agama karena, Adat bersendi agama dan gama bersendi kitabullah
jadi antara adat dan agama ini tidak bertentangan dan mereka saling
berkaitan.

Kata kunci : Pernikahan, Adat , Nilai-Nilai Agama islam, Akhlak,


Aqidah, Syari’at

iii
NILAI-NILAI ISLAM DALAM ADAT PERNIKAHAN SUKU
REJANG

(Studi Kasus Adat Pernikahan di Desa Sukarami, kec.Taba Penanjung,


Kab.Bengkulu Tengah, prov.Bengkulu)

Disusun Oleh:

Nama : Indah Soleha

NIM : 18.7.1.211.016

Pembimbing : Nano Warno Ph.D

Laporan PPM diajukan sebagai syarat kelulusan mata kuliah PPM


PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI

Penelitian PPM ini murni hasil kerja peneliti tidak ada karya lain yang temuat dalam
tulisan ini tanpa mencantumkan pengakuan dan keterangan, apabila di kemudian hari
tulisan ini terbukti plagiasi maka peneliti siap menerima sanksi dengan hukuman yang
sudah di tetapkan di STAI SADRA.

Jakarta,.........2021

Indah Soleha

iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini


adalah Turabiyan dengan beberapa pengecualian:

A. Konsonan

b = ‫ب‬ z = ‫ز‬ f = ‫ف‬


t = ‫ت‬ s = ‫س‬ q = ‫ق‬
ts = ‫ث‬ sy = ‫بش‬ k = ‫ك‬
j = ‫ج‬ ṣ = ‫ص‬ l = ‫ل‬
ḥ = ‫ح‬ ḍ = ‫ض‬ m = ‫م‬
kh = ‫خ‬ ṭ = ‫ط‬ n = ‫ن‬
d = ‫د‬ ẓ = ‫ظ‬ h = ‫ه‬
dz = ‫ذ‬ ‘ = ‫ع‬ w = ‫و‬
r = ‫ر‬ gh = ‫غ‬ y = ‫ي‬

B. Vocal

Pendek :a=َ i=ِ u=ُ


Panjang :ā=‫ا‬ i = ‫;ي‬ ū=‫و‬
Diftrong : ay = ‫اي‬ aw = ‫او‬

C. Ta’ Marbuthoh ( (‫ة‬


Ta’ marbutah yang diidafahkan (disambung dengan kata lain)
ditulis “t”, seperti contoh lafal ‫ في معرفة هللا‬ditulis fi ma’rifatullah. Ta’
marbutah yang disambung dengan kata lain tapi tidak dala posisi
mudaf, maka ditulis “h”, seperti contoh lafal ‫ المدينة الفاضلة‬ditulis al-
madīnah al-fāḍilah.

D. Syaddah
v
Syaddah atau tasdid ditransliterasi dengan huruf, yaitu
menggabungkan dua huruf, seperti lafal, ‫ عقليّة‬ditulis ‘aqliyyah, ‫فعليّة‬
ditulis fi’liyyah, dan ‫ ق{{ ّوة‬ditulis quwwah, sedangkan tasdid yang
berada di akhir kata, seperti ‫ ع{{{د ّو‬maka tidak ditulis dengan
menggunakan dua huruf, tetapi hanya satu huruf, yaitu ditulis ‘aduw.

E. Kata Sandang
Kata sandang “al” dilambangkan berdasarkan pada huruf yang
mengikutinya. Jika huruf setelahnya adalah huruf shamsiyyah maka
ditulis dengan huruf yang bersangkutan. Demikian juga dengan huruf
al-qamariyyah.

F. Pengecualian Transliterasi
Pengecualian transliterasi adalah kata bahasa Arab yang telah
lazim di dalam bahasa Indonesia dengan menjadi bagian dalam
bahasa Indonesia, seperti lafal ‫ سنة هللا‬maka ditulis sunnatullāh, dan
juga lafal asma al-husna, seperti ‫ عب{{{{د ال{{{{رحمن‬maka ditulis
‘Abdurraḥmān dan ‫ جالل الدين‬maka ditulis Jalāluddīn.

KATA PENGANTAR

vi
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat dan karunia-Nyalah sehingga peneliti dapat menyelesaikan
proposal Praktik Profesi Mahasiswa (PPM) yang berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Adat Pernikahan Suku Rejang Studi Kasus di Desa
Sukarami Kecamatan taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah” dengan
tepat waktu.

Karya ini merupakan suatu bentuk curahan usaha dan upaya peneliti
untuk menyelesaikan tugas Metodelogi dalam proses pembentukan proposal
Praktek Profesi Mahasiswa (PPM) dengan tujuan agar dapat memahami
beragam Suku Rejangyang ada di Bengkulu khususnya Suku Rejang dengan
berbagai keaneka ragaman dalam proses perkawinan atau pernikahan dalam
adat istiadat Suku Rejang yang ada di Bengkulu Tengah. Namun, dalam
penelitian ini peneliti menyadari akan banyak nya kekurangan dalam metode
penilisan maupun dalam susunan kebahasaan nya. Oleh karena itu peneliti
mengharapkan kritik beserta saran dari pembaca, guna untuk memperbaiki
dan meningkatkan kualitas dalam berkarya. Pada kesempatan ini, peneliti
hendak menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga proposal penelitian
ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini peneliti tujukan kepada:

1. Dr. Khalid Al-Walid selaku ketua Sekolah Tinggi Filsafat Islam


(STFI) Sadra yang telah memfasilitasi penulis dalam melakukan
penelitian ini.
2. Nano Warno Ph.D, selaku dosen pembimbing PPM. Terimakasih
banyak karena bapak selalu mengingatkan saya dan mensuport saya
dalam berjalannya PPM ini.
3. Nurhasanah M.ud, selaku dosen pawa yang telah memberikan
motivasi serta wejangan-wejangan yang sangat bermanfaat agar kami
dapat fokus dalam mengerjakan proposal penelitian ini.
4. Kedua orang tua saya Bapak Supardi dan ibu Danti serta kedua kakak
saya Sinta Devi dan Wiwin prihatin yang selalu mendoakan saya dan
memberikan cinta kasih nya dengan memberikan semangat yang luar
biasa sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.
5. Sahabat-sahabat AFI 18 dan sahabat-sahabat seangkatan,
seperjuangan lainnya yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk
berdiskusi bersama serta bertukar fikiran, saling memotivasi antara

vii
satu dengan yang lain sehingga dapat menyelesaikan proposal
penelitian ini.

Indah Soleha

Sukarami, 26 november 2021

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIK PROFESI


MAHASISWA..............................................................................................i
ABSTRAK...................................................................................................ii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN.....................................iv
KATA PENGANTAR................................................................................vi
DAFTAR ISI............................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................x
DAFTAR TABEL.......................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Fokus Masalah......................................................................................5
C. Rumusan Masalah.................................................................................5
D. Tujuan Penelitian..................................................................................6
E. Manfaat Penelitian................................................................................6
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN............................................................7
A. Kajian Teori..........................................................................................7
1. Definisi pernikahan...............................................................................7
2. Suku Rejang........................................................................................10
3. Filsafat Pernikahan.............................................................................15
B. Kajian Terdahulu................................................................................20
C. Hipotesa..............................................................................................22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN..................................................24
A. Tempat dan waktu penelitian..............................................................24
B. Metode Penelitian...............................................................................25
C. Data dan Sumber Data........................................................................26

ix
D. Instrumen Penelitian...........................................................................27
E. Teknik Analisis Data..........................................................................27
F. Dokumentasi.......................................................................................30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PEMBAHASAN........31
A. Gambaran Umum Desa Sukarami......................................................31
1. Profil Desa Sukarami..........................................................................31
2. Sejarah Terbentuknya Desa Sukarami................................................32
B. Definisi Pernikahan Menurut Para Tokoh masyarakat.......................33
C. Proses Acara Pernikahan Suku Rejang...............................................34
1. Proses Sebelum Pernikahan................................................................34
2. Proses Berlangsungnya Pernikahan....................................................35
3. Proses Setelah Pernikahan..................................................................35
E. Nilai-Nilai Agama islam Dalam Adat Pernikahan Suku Rejang........37
F. Nilai-nilai Moral Dalam Acara Pernikahan Suku Rejang.................40
G. Perbedaan dan Tradisi Yang Ada Dalam Adat Pernikahan Suku
Rejang........................................................................................................42
BAB V........................................................................................................45
PENUTUP..................................................................................................45
A. Kesimpulan.........................................................................................45
B. Saran...................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA................................................................................47
LAMPIRAN-LAMPIRAN.........................................................................50

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Foto desa Sukarami...................................................................31


Gambar 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian............................50
Gambar 3 Wawancara Kepada Ketua Lembaga Kantor KUA Bresama Bapak
Bambang Indarto...........................................................................................59
Gambar 4 Wawancara Kepada Ketua Adat Desa Sukarami Bersama Bapak
Hairum...........................................................................................................59
Gambar 5 Wawancara Kepada Pemuda Desa Sukarami Bersama Dimas
Prayoga..........................................................................................................60
Gambar 6 6Wawancara Kepada Kepala Desa Sukarami Bersama Bapak
Ashardi...........................................................................................................60
Gambar 7 Pelaksanaan Belarak Adat Pernikahan di Suku Rejang................61
Gambar 8 Pelaksanaan Bemecak Adat Pernikahan Suku Rejang.................61
Gambar 9 pelaksanaan menari pengantin pria adat pernikahan Suku Rejang
.......................................................................................................................62
Gambar 10 pelaksanaan menari pengantin pria adat pernikhan Suku Rejang.
.......................................................................................................................62

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Waktu Kegiatan Penelitian Lapangan..............................................24


Tabel 2 Pertanyaan Penelitian.......................................................................27

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Agama Islam adalah agama fitrah, dan manusia diciptakan Allah
Swt cocok dengan fitrah ini, oleh sebab itu Allah Swt, menyuruh
manusia menghadapkan diri ke agama fitrah agar tidak terjadinya
penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas
fitrahnya. Allah memberikan manusia sebuah insting untuk berpikir dan
bertindak, salah satu insting dari manusia yaitu melakukan sebuah
pernikahan. Menikah merupakan salah satu insting manusia yang
bertujuan untuk melakukan kewajiban yang sudah ada sejak dahulu.
Pernikahan di dalam agama islam ini disebut juga sebagai ibadah, yang
mana kesucian dari sebuah pernikahan itu harus tetap dijaga agar tetap
harmonis dan kekal. Maka dalam penelitian ini peneliti menyajikan
analisis yang lebih mendalam tentang pernikahan baik pernikahan
dalam segi nilai keislamannya maupun kebudayaannya.
Berbicara tentang kebudayaan yang mana antara manusia dan
kebudayaan merupakan suatu hal yang tak bisa dipisahkan, karena ia
secara bersama-sama dalam menyusun suatu kehidupan. Manusia
menghimpun diri menjadi satuan sosial-budaya, menjadi masyarakat.
Kemudian masyarakat manusia melahirkan, menciptakan,
menumbuhkan, dan mengembangkan kebudayaan, karena tak ada
manusia tanpa kebudayaan, dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa
manusia, tak ada masyarakat tanpa kebudayaan, tak ada kebudayaan
tanpa masyarakat. Maka budaya disini sangat berperan penting dalam
kehidupan manusia karena budaya merupakan suatu fungsi untuk
mengetahui indentitas dari ciri khas suatu daerah. Oleh karena itu setiap
kelompok atau golongan masyarakat memiliki budaya yang berbeda-
beda di setiap daerah. Budaya merupakan hal yang bersifat turun
temurun, dari generasi ke generasi. Dari budaya akan melahirkan sebuah
adat, adat pun bermacam-macam ada adat hukum, adat sosial, adat
perkawinan, dan lain-lain. Salah satu yang diketahui istilah adat adalah
perkawinan atau pernikahan, yang dilakukan untuk memperoleh
pengakuan dari masyarakat demi memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohani.1 Oleh karena itu terdapat berbagai macam ragam budaya, salah
satunya budaya yang ada di Bengkulu. Bengkulu merupakan daerah yang
memiliki beragam Suku, salah satunya yaitu Suku Rejang.
Suku Rejang merupakan salah satu bagian dari beberapa Suku yang
ada di Bengkulu, di dalam Suku Rejang terdapat adat istiadat yang harus
di jalani oleh masyarakat di sana. Salah satunya yaitu dalam proses
pernikahan. Pernikahan dalam adat Rejang merupakan bagian dari ritual
lingkaran hidup yang ada di dalam adat istiadat Suku Bangsa yang ada di
Bengkulu. Upacara pernikahan pada Suku Rejang ini sangat unik dan
menganut kepercayaan nenek moyang atau dikenal dengan Animisme,
maupun Agama samawi. Agama tersebut menyentuh Suku Rejang yang
kemudian masuk dan mulai mempengaruhi adat yang ada pada Suku
Rejang, termasuk pada adat pernikahannya. Dalam upacara pernikahan
adat Suku Rejang yang diselenggarakan mempunyai istilah yaitu
Bimbang dan Kejei, ada juga yang mengatakan Umbung, uleak atau
Kenuleak. Istilah tersebut mempunyai arti yang sama yaitu mengadakan
upacara pernikahan. Dalam Suku Rejang hampir tidak ada suatu
pernikahan tanpa upacara pernikahan atau kenuleak tersebut.2
Namun didalam penyelenggaraan acara pernikahan tersebut ada
beberapa ritual yang sudah jarang sekali digunakan dan meninggalkan
budaya-budaya para leluhur, serta meninggalkan beberapa nilai agama
islam yang terkandung di dalam nya. yang pertama budaya yang sering
ditinggalkan oleh masyarakat suku Rejang dalam prosesi pernikahan
yaitu tradisi Belarak, Belarak merupakan salah satu ciri khas dalam adat
suku Rejang yang mana pengantin pria dan wanita diarak keliling
kampung dengan berjalan kaki dan diiringi dengan tabuhan rebana dan
beberapa syair. Yang kedua tradisi berzikir di malam hari, albarzanji dan
tradisi lainnya juga perlahan sudah mulai memudar dan diganti dengan
budaya-budaya barat seperti mengadakan pesta musik dan hal lainnya.
Bahkan masih banyak masyarakat suku Rejang yang tidak paham akan
pernikahan suku Rejang dan makna dalam pernikahan suku Rejang itu
sendiri, ada beberapa adat istiadat suku ini dalam menjalani proses
pernikahan seringkali ada yang ditinggalkan. Adapun masalah yang akan
dibahas dalam hal ini yaitu bagimana pandangan agama islam terkait
dengan nilai-nilai agama islam yang ada pada pernikahan adat suku
1
Koentjaraningrat, pengantar antropologi 1, jakarta: Rineka cipta, 1996, hal.72
2
Abdullah Siddik, Hukum Ad at , Jakarta, Balai Pustaka, 1980, hal.268

2
Rejang dan apa saja nilai-nilai agama islam yang ada pada pernikahan
adat suku Rejang.
Dalam penelitian ini berimplikasi kepada mulai berubahnya tata cara,
adat istiadat Suku Rejang dalam upacara pernikahan. Dari awalnya
banyak berbagai ritual yang akan dijalani dan sekarang satu persatu
mulai ditinggalkan seperti adat belarak dan bemecak yang beberapa
tahun belakangan ini sudah mulai tak terlihat bahkan sangat jarang
dilaksanakan. Untuk mempertahankan adat dan kebudayaan ini yaitu
dengan lebih menjaga dan melestarikan kembali budaya yang selama ini
telah berkembang, dan memperkenalkan kembali adat yang ada dengan
cara mengadakan sebuah festival seni dan budaya. Lalu melakukan
rembuk ketua adat dari masing-masing desa kemudian membukukannya
menjadi hukum adat Bengkulu Tengah.
Dalam penelitian ini peneliti mengungkapkan bahwa menikah
merupakan suatu hal yang hampir dirasakan oleh semua orang, di dalam
sebuah pernikahan yaitu menggabungkan ikatan perjanjian suci antara
laki-laki dan perempuan. Dalam pelaksanaan pernikahan nya pun
memiliki ciri khas, tata cara, dan budaya yang berbeda-beda sesuai
dengan adat istiadat di daerah masing-masing. Salah satunya adat istiadat
dalam pernikahan suku Rejang, yang mana dalam adat suku Rejang ini
terdapat berbagai ritual yang harus dilaksanakan dalam sebuah prosesi
pernikahan yang mana pernikahan tersebut suku Rejang menyebutnya
dengan istilah umbung3. Dalam penelitian ini penulis hendak
memperkenalkan kembali budaya-budaya yang ada di Bengkulu yang
belakangan ini sudah hampir ditinggalkan supaya budaya-budaya yang
sudah berdiri sejak dulu masih tetap lestari keberadaannya dan masih
bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya , mengingat bahwa adat istiadat
itu merupakan salah satu idetitas dari setiap daerah. yaitu salah satumya
dengan memperkenalkan adat istiadat dari salah satu suku Rejang yang
ada di Bengkulu, yaitu suku Rejang dengan ciri khas adat penikahan
yang terkandung di dalam nya. Agar para generasi yang akan datang
dapat mengetahui keberadaan adat kebudayaan yang ada di Bengkulu
Tengah ini ksususnya pada masyarakat Suku Rejang.

3
Umbung merupakan bahasa daerah dalam Suku Rejangrejang yang berarti pelaksaan hari
pernikahan.

3
A. Fokus Masalah
Adapun fokus masalah dalam penelitian ini yaitu apa saja nilai-nilai
agama islam yang terkandung dalam pernikahan suku Rejang serta
mengapa terjadinya suatu perubahan dalam pelaksanaan adat penikahan
Suku Rejang yang semakin berjalan nya waktu semakin memudar dan
bagaimana caranya agar kebudayaan adat Suku Rejang ini tetap terjaga.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pernikahan suku Rejang dalam pandangan nilai
keislaman dalam adat pernikahan suku Rejang
2. Apakah nilai-nilai keislaman yang terdapat dalam adat pernikahan
suku Rejang di Desa Sukarami Kecamatan Taba Penanjung
Kabupaten Bengkulu Tengah.

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pernikahan suku Rejang dalam
pandangan nilai-nilai keislaman dan kebudayaan
2. Untuk mengetahui bagaimana nilai-nilai keislaman dan kebudayaan
yang terdapat dalam adat pernikahan Suku Rejang di Desa Sukarami
Kecamatan Taba Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah.

D. Manfaat Penelitian
1. Teoretis
Agar dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait
budaya pernikahan dan pemahaman tentang budaya islam di
upacara pernikahan adat Suku Rejang serta agar dapat memahami
bagaimana prosesi pernikahan adat Suku Rejang yang ada di
Bengkulu Tengah.
2. Praktis
Penelitian ini guna untuk memberikan acuan bagi masyarakat
Desa Sukarami dalam upaya mengingat kembali adat istiadat Suku
Rejang dalam menjalani upacara penikahan, agar tetap lestari tanpa
adanya suatu kekurangan dalam menjalani prosesi pernikahan.

4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Kajian Teori

1. Definisi pernikahan

a. Definisi pernikahan secara umum


Dalam Undang-undang Dasar No 1 pasal 1 tahun 1974
tentang perkawinan (pernikahan) adalah suatu ikatan lahir batin
antara seorang pria dan wanita. Yaitu sebagai sepasang suami isteri
dan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga yang lengkap.
Pernikahan adalah suatu hal yang sangat sakral yang pada umumnya
hanya boleh dilaksankan satu kali seumur hidup. Perkawinan
(pernikahan) juga merupakan salah satu dimensi kehidupan yang
sangat penting dalam kehidupan manusia di dunia manapun. Maka
dari itu setiap agama, daerah, maupun negara mempunyai kriteria
atau tradisi tersendiri dalam melaksanakan upacara pernikahan
tersebut.4
Perbedaan ini tidak hanya antara satu agama dengan
agama yang lain, bahkan dalam satu agama pun akan terdapat
sebuah perbedaan yang akan terjadi dalam pengaturan perkawinan,
yang disebabkan perbedaan dalam cara berfikir karena menganut
mazhab atau aliran yang berbeda.
Dalam sebuah pernikahan terdapat dua unsur yang
menyatakan sahnya sebuah pernikahan yaitu: (a) perkawinan harus
dilaksanakan sesuai dengan syarat dan prosedur yang ditentukan oleh
undang-undang (hukum negara) dan (b) hukum agama. Artinya
apabila perkawinan hanya dilangsungkan menurut ketentuan undang-
undang negara tanpa memperhatikan ketentuan-ketentuan agama,
perkawinan tersebut dianggap tidak sah, demikian juga sebaliknya.5
Maka dari itu pernikahan bukanlah sebuah hal yang main-main
4
Santoso, Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan Hukum
Islam dan Hukum Adat, UNISSULA Semarang, Vol.7, No.2, Desember 2010, hal. 413-414.
5
Mahendra Wijaya Dkk, PEMAKNAAN PERKAWINAN: Studi Kasus Pada
Perempuan lajang Yang BekerjaDi Kecamatan Bulukerto Kabupaten Wonogiri, Jurnal
Analisa Sosiologi, April 2017, hal.75.

5
karena di dalam nya menyangkut hal tentang hukum keagamaan dan
juga tentang hukum negara. Pernikahan juga dianggap sebagai cara
terbaik untuk menjamin keteraturan dalam membesarkan anak. Pada
pernikahan idealnya pasangan mendapatkan intimasi, komitmen,
persahabatan, kasih sayang, pemuasan seksual, pendampingan dan
peluang bagi pertumbuhan emosional, serta sumber Adaptasi
pernikahan terkait dengan perbedaan latar belakang, pendidikan, suku
Rejang bahkan agama.6

b. Definisi Pernikahan Menurut Hukum Islam


Pernikahan atau nikah berasal dari bahasa arab yaitu nakaha
yang memiliki arti mengumpulkan atau saling menggunakan dan
digunakan untuk bersetubuh (wahi’). Nikah menurut arti asli adalah
hubungan seksual, akan tetapi menurut arti majazi atau arti
hukumnya adalah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan
seksual sebagai suami istri antara seorang pria dan wanita.7 Kata
nakaha banyak terdapat dalan Al-Qur’an dengan arti nikah atau
kawin, seperti dalam surah An-Nisa’ ayat: 22 yang artinya:

“janganlah kamu menikahi perempuan yang telah pernah dibikahi


oleh ayahmu kecuali apa yang telah berlalu” (QS. An-nisa:22).8

Menikah menurut Islam adalah menikah yang sesuai dengan


ketentuan ditetapkan Allah S.w.t. secara lengkap dengan rukun dan
syaratnya, tidak ada penghalang yang menghalangi keabsahannya,
tidak ada unsur penipuan dari kedua belah pihak baik suami maupun
istri atau salah satunya, serta niat kedua mempelai sejalan dengan
tuntunan syariat Islam. Apabila ditinjau dari segi nilai keislamannya
bahwa pernikahan atau perkawinan adalah suatu akad suci dan lurus
antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya status
sebagai suami isteri dan dihalalkannya hubungan seksual.9
6
Satih Saidiyah dan Veri Julianto, Problem Pernikahan dan Strategi
Penyelesaiannya : Studi Kasus Pada Pasangan Suami Istri Dengan Usia Perkawinan
di Bawah Sepuluh Tahun, Jurnal Psikologi Undip, Vol.15, No2, Oktober 2016, hal. 128.
7
Ramulyo Mohd Idris, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: PT Bumi
Aksara.2002), hal.01.
8
Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta 1971.
9
Shaleh bin Abdul Aziz, Nikah Dengan Niat Talak?, (Surabaya: Pustaka Progresif,
2004), Cet., Ke-1. h.

6
Mengenai berlakunya Hukum Islam di Indonesia dengan
berlakunya undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan, dan peraturan pemerintah Republik Indonesia
nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaa undang-undang nomor
1 tahun 1974, apabila ditinjau secara sepintas dapat dianggap
tidak berlaku lagi, karena dengan berlakunya peraturan perundang-
undangan tersebut di atas, maka sejak 1 Oktober tahun 1975 hanya
ada satu peraturan perkawinan yang berlaku untuk seluruh
warga negara Indonesia tanpa melihat golongannya masing-masing.

Bagi umat islam pernikahan adalah suatu ibadah yang harus


dilaksanakan oleh setiap umatnya. Karena dalam setiap pernikahan
ada sebuah keterikatan rasa cinta antara suami dan istri yang
merupakan tempat peresmian cinta yang sesungguhnya, kasih sayang
serta hubungan timbal balik antara suami dan istri. 10 seperti yang
ditafsirkan dalam al-Qur’an surah ar-Rum ayat 21 yaitu:

Yang artinya : “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya


ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu
sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”11

Dalam agama islam terdapat beberapa rukun nikah yang harus


diperhatikan dan di penuhi yaitu:

a) Calon pengantin itu kedua-duanya sudah dewasa dan berakal (akil


balig).
b) Harus ada wali bagi calon pengantin perempuan.
c) Harus ada mahar (mas kawin) dari calon pengantin laki-laki yang
diberikan setelah resmi menjadi suami istri kepada istrinya.
d) Harus dihadiri sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang adil dan
laki-laki Islam merdeka.

10
Santoso, Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan Hukum
Islam dan Hukum Adat, UNISSULA Semarang, Vol.7, No.2, Desember 2010, hal.426
11
Qs. Ar Rum ayat 21

7
e) Harus ada upacara ijab qabul, ijab ialah penawaran dari pihak calon
istri atau walinya atau wakilnya dan qabul penerimaan oleh calon
suami dengan menyebutkan besarnya mahar (mas kawin) yang
diberikan.
f) Sebagai tanda bahwa telah resmi terjadinya akad nikah (pernikahan)
maka hendaknya diadakan walimah (pesta pernikahan).12

c. Definisi Pernikahan Menurut Budaya (adat istiadat)

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat


penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena di dalam perkawinan
tidak hanya menyangkut antara sepasang laki-laki dan perempuan
saja melainkan menyangkut juga orang tua dari kedua belah pihak
baik itu dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan, saudara-
saudaranya, bahkan dari keluarga mereka masing-masing. Dan di
dalam hukum adat perkawinan ini pun bukan hanya kepentingan
untuk bagi merka yang masih hidup saja melainkan juga peristiwa
yang sangat berarti serta yang sepenuhnya mendapat perhatian dan
diikuti oleh arwah-arwah leluhur dari keduabelah pihak.13

2. Suku Rejang
a. Sejarah Singkat Suku Rejang
Pada awalnya suku Rejang menempati wilayah Lebong
dalam yaitu sebuah kelompok kecil yang mengembara dan hidup
secara berpindah-pindah (nomaden). Kehidupan suku Rejang pada
saat itu sangat bergantung dengan lingkungan alam, dan mereka
memutuskan untuk menetap di salah satu tempat di sekitar lembah
sungai Ketahun yang di pimpin oleh seorang Ajai. Dalam sejarah
tidak tertulis bahwa bangsa berasal dari empat petulai, namun dari
keempat petulai tersebut ada seorang pemimpin yang disebut dengan
nama Ajai. Ajai memiliki empat bagian yaitu: Ajai Bintang, Ajai
Bagelan Mato, Ajai Siang,dan Ajai Tiea Keteko, pada masa itu
disebut Renah Sekelawi atau Pinang Belapis.

12
Ahmad Atabik dan Khoridatul Mudhiiah, Pernikahan dan Hikmahnya Dalam
Perspektif Hukum Islam, Dalam Jurnal: YUDISIA, Vol.5, No.2, Desember 2014, hal. 292.
13
Wignjodipoero Soerojo, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, (jakarta : PT
Gunung Agung, 1984,) hal.122.

8
Pada awalnya Ajai ini datang dengan membawa keempat
sodaranya yaitu Putera Ratu Kencana Unggut dari Kerajaan
Majapahit. Dari keempat bersodara ini memiliki nama: Biku
Sepanjang Jiwa, Biku Bijenggo, Biku Bembo, dan Biku Bermano.
Mereka memiliki sifat yang arif dan bijaksana, sakti dan juga
pengasih, oleh karenanya mereka diangkat oleh empat petulai sebagai
pemimpin mereka. Di bawah pimpinan keempat Biku ini, suku
Rejang bangsa semakin bertambah dan menyebar menyusuri sungai
Ketahun sampai ke pesisir, dan menyusuri sungai Musi Rawas
dan Lahat. Mereka mulai menetap dan bercocok tanam serta
mengembangkan kebudayaan daerah sampai akhirnya memiliki
tulisan (aksara) sendiri.14
Bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat Suku Rejang
adalah bahasa Rejang . Bahasa ini merupakan bahasa lisan yang
digunakan untuk menyampaikan pesan kepada orang-orang di
sekitarnya baik itu di dalam maupun di luar rumah dan tentu saja
penggunaan bahasa ini tidak bisa ke seluruh masyarakat Bengkulu
sebab hanya suku Rejang yang dapat memahami makna dari bahasa
ini.15 Namun ada juga masyarakat di luar suku Rejang ini yang
mengerti akan bahasa ini yaitu hanya dalam skala kecil, karena nya
bahasa ini memiliki pola pengucapan yang cukup rumit dan sulit di
ucapkan. Ada sisi keunikan pada masyarakat suku Rejang ini, yaitu
mereka memiliki kelebihan untuk dapat memahami bahasa-bahasa
daerah lainnya secara otodidak, seperti bahasa Lembak, bahasa
Serawai, dan bahasa Melayu. Tanpa disadari masyarakat dengan
sendirinya dapat memahami bahasa-bahasa tersebut.
Suku Rejang adalah salah satu suku Rejang tertua yang ada
di Sumatra dan paling mendominasi di Provinsi Bengkulu. Suku
Rejang terbagi menjadi tiga bagian yaitu: Kepahiang, Curup, dan
Lebong dari ketiga bagian ini memiliki logat yang berbeda-beda,
dengan didasari oleh faktor jarak, faktor sosial, dan faktor psikologis.

14
Mabrur Syah, Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Kajian Historis Sejarah
Dakwah Islam di Wilayah , STAIN Curup-Bengkulu, Vol.1, No.1, 2016.
15
Titje Puji Lestari, Keberadaan Bahasa Pesisir Kabupaten Bengkulu Utara
Ditinjau Dari Segi Kesatuan Bahasanya, Universitas Dehasen Bengkulu, Vol.7, No.2,
desember 2019.

9
b. Adat Istiadat Suku Rejang
Adat istiadat adalah sebuah sistem atau tata cara yang ada di
setiap daerah dan dilestarikan secara turun-temurun dari generasi ke
generasi sehingga telah menjadi sebuah acuan dalam berpikir dan
bertindak. Ada banyak sekali ragam budaya dan adat istiadat yang
ada di Indonesia dengan ragam dan tata cara serta keunikan yang
berbeda-beda di setiap daerah nya.16 Adat istiadat adalah suatu aturan
(perbuatan dan sebagainya) yang lazim dilakukan sejak dahulu kala,
cara berperilaku yang sudah menjadi kebiasaan, wujud gagasan
kebudayaan yang terdiri atas nila-nilai budaya, norma, hukum dan
aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi suatu
sistem.17
Salah satunya hukum adat yang ada di Bengkulu yaitu adat
istiadat suku Rejang. Dalam adat istiadat suku Rejang ada sebuah
kebiasaan yang harus terus-menerus dilakukan secara turun-temurun
oleh anak cucunya, yaitu adat dalam acara pernikahan, aqiqah, dan
khitan. Dalam acara pernikahan disebut sebagai “umbung” (hajatan),
umbung merupakan sebuah prosesi dalam sebuah acara pernikahan.
Dalam adat istiadat suku Rejang untuk memulai suatu pelaksanaan
acara seperti pernikahan, aqiqah, dan khitan selalu diawali dengan
Al-Barzanji, membaca doa-doa menurut agama islam dan di akhiri
dengan Marhaban atau disebut dengan Jenang Kutei yang mana
dalam prosesi ini makna doa syukuran dan selamat.18
Dalam adat istiadat suku Rejang ada yang namanya Punjung
Nasi Sawo, ini merupakan suatu bentuk norma-norma moral yang
bisa dijadikan sebagai motivasi hidup dan etos kerja bagi seluruh
lapisan masyarakat suku Rejang dalam rangka menghadapi
perkembangan zaman yang masuk dan menyebar ke seluruh lapisan
masyarakat di Nusantara. Setiap norma-norma yang bersumber dari
interaksi antar manusia sehingga mewujudkan suatu keadaan yang
kondusif dan berdimensi vertikal maupun yang berdimensi
horizontal.
16
Richa Dwi Novita Sari, Lunturnya Adat Istiadat dan Sosial Budaya di Era
Reformasi Berdasarkan Unsur Pancasila, Universitas Katolik Widya Mandala Madiun, hal.
7, 2019.
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
18
Nurhasanah Hastati, Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Adat Istiadat
Masyarakat , An-Nizam, vol.4, No.2, Agustus 2019, hal. 7

10
Punjung Nasi sawo ini merupakan sebuah tradisi yang harus
ada dalam sebuah upacara pernikahan adat Suku Rejang, karena ini
merupakan salah satu syarat yang sangat penting, apabila dalam
upacara penikahan tidak terdapat Punjung Nasi Sawo maka
pernikahan tersebut dianggap tidak sah dan tentunya pernikahan
tersebut menjadi batal.19 Dalam acara pernikahan Suku Rejang ada
istilah yang namanya Kawin Beleket (Kawin Jujur), sebenarnya
Kawin Beleket ini hampir sama dengan perkawinana pada umumnya,
hanya saja yang menjadi perbedaan yaitu jumlah uang yang diberikan
oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan tidak ditentukan
jumlahnya hanya saja dalam pembayaran uang jujur tidak hanya uang
yang diberikan melainkan ada tambahan cakrecik (hal selain uang),
dalam pembayaran uang jujur ini tidak sama dengan mas kawin
dalam hukum islam.
Uang Jujur merupakan suatu kewajiban adat ketika dilakukan
pelamaran yang harus dipenuhi oleh kerabat laki-laki kepada kerabat
wanita untuk dibagikan pada tua-tua kerabat (marga/Suku) pihak
wanita, sedang mas kawin adalah kewajiban agama ketika
dilaksanakan akad nikah yang harus dipenuhi oleh mempelai laki-laki
untuk mempelai wanita (pribadi). Uang jujur tidak boleh dihutang
sedang mas kawin dalam Islam boleh dihutang.20

C.Bentuk Pernikahan Suku Rejang

Perkawinan pada Suku Rejang awal mula nya adalah sebuah


perkawinan eksogami yaitu perkawinan diluar petulai. Hal ini
terbukti dengan adanya perkawinan Biku Bermano dengan Putri
Senggang dari Petulai tubei, Perkawinan Biku Bembo dari Petulai
19
Irsal, Makna Etis “Punjung Nasi Sawo” Pada Acara Pernikahan Suku Rejang di
Kecamatan Batik Nau Kabupaten Bengkulu Utara, IAIN Bengkulu, Vol.2, No.1, Mei 2017,
hal.15.
20
Sanuri Majana, Perkawinan Beleket Menurut Adat di Lebong Ditunjau Dari
Hukum Islam, Vol.2, No.1, April 2017, hal.97.

11
Juru kalang dengan Putri Jenggai dari Petulai bermani dan
Perkawinan Rio Taun dari Petulai Juru Kalang dengan Putri Jinar
Anum dari Petulai Tubei. Perkawinan eksogami pada Suku Rejang
pada awalnya berbentuk Kawin Jujur kemudian muncul pula bentuk
Perkawinan Semendo disebabkan oleh pengaruh dari Minangkabau
Sumatera Barat kedua model perkawinan tersebut dikenal istilah asen
bleket dan asen semendo.21

Perkawinan jujur yaitu menceritakan seorang perempuan


masuk dalam keluarga laki-laki, baik tempat tinggal maupun sistem
kekerabatannya. Dalam perkawinan jujur ini memiliki Konsekuensi
yaitu berupa terputusnya ikatan pihak perempuan terhadap sanak
keluarganya, karena pihak perempuan sudah masuk kedalam anggota
keluarga pihak laki-laki dan betempat tinggal di rumah pihak laki-
laki. Asen Beleket ini terbagi menjadi dua yaitu, leket putus dan
leket coa putus (tidak putus). Leket putus, artinya uang jemput serta
cakkreciknya diambil semua sekaligus oleh orang tua atau wali
perempuan. Hal ini mengakibatkan hubungan perempuan yang
menikah terputus dengan orang tuanya atau keluarganya. Pada
upacara perkawinan jujur berlaku temetok bes (memotong rotan), di
mana perempuan tersebut menjadi hak penuh bagi keluarga pihak
laki-laki. Apabila suaminya meninggal terlebih dahulu maka ia tetap
tinggal di lingkungan keluarga laki-laki. Biasanya wanita tersebut
dinikahkan dengan saudara suaminya (turun ranjang) tanpa Khazanah
Sosial, Sistem perkawinan ini menunjukkan sistem kekerabatan
patrilineal yang menghitung garis keturunan dari pihak laki-laki.22

Ada pula Leket coa putus yang artinya, pada saat basen atau
penyerahan uang jumputan ada beberapa cakrecik tidak diambil oleh
orang tua atau wali perempuan. Sehingga masih ada ikatan berupa
uang belum lunas. Oleh sebab itu apabila pihak orang tua perempuan
ada kesulitan dia masih berhak untuk minta pertolongan kepada pihak
laki-laki. Atau sebaliknya perempuan boleh pulang ke rumah orang
21
Ari wibowo, Pola Komunikasi Masyarakat Adat, Khazanah Sosial, Vol.1, No.1,
hal.18.
22
Ari wibowo, Pola Komunikasi Masyarakat Adat, Khazanah Sosial, Vol.1, No.1,
hal.19.

12
tuanya pada saat-saat penting dan mendesak. Model perkawinan Jujur
atau Asen Beleket menunjukkan satu hubungan kekerabatan yang
kekal dengan konsekuensi kaum kerabat laki-laki berkewajiban
kepada pihak perempuan. Laki-laki harus menyerahkan mas kawin
berupa uang leket dan barang leket.

Kawin Semendo yang dipengaruhi oleh budaya Minangkabau,


bentuk ini sudah ada saat masih berlaku bentuk Kawin Jujur pada
abad ke XVIII.Bentuk Kawin Semendo yang susunan masyarakatnya
yaitu bersifat matrilineal, yaitu menurut garis keturunan ibu.
Walaupun dahulu lebih terkenal Kawin Jujur, Kawin Semendo
dipakai pula apabila keadaannya sudah darurat, umpamanya jika
seorang keluarga mempunyai satu-satunya anak dan anak tersebut
perempuan pula bentuk kawin. semendo diperbolehkan. Karena
apabila melakukan Kawin Jujur maka punahlah garis keturunan
mereka. Perkawinan semendo terbagi atas berbagai macam bentuk,
tetapi secara garis besarnya terbagi kepada dua yaitu: Kawin
Semendo tambik anak dan Kawin Semendo rajo-rajo

3. Filsafat Pernikahan
a. Filsafat Moral (etika) dalam pernikahan Suku Rejang
Etika secara terminologi berasal dari Yunani, “ethos” yang
berarti “custom” atau kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan atau
tingkah laku manusia, juga dapat berarti “karakter” manusia
(keseluruhan cetusan perilaku manusia dalam perbuatannya). Ethos
memiliki makna “anaction that is one’s own” atau suatu tindakan
yang dilakukan seseorang dan mejadi miliknya. Maka ethos semacam
ini juga dimiliki oleh kata latin “mores” , yang darinya kata “moral”
diturunkan dengan demikian ethical dan moral sinonim. Etika adalah
filsafat moral. 23
Etika merupakan suatu pembelajaran bagaimana kita
bertindak baik terhadap orang lain dan saling menghargai. Etika juga
pembelajaran secara keseluruhan/menyeluruh yang mana etika tidak
hanya sekedar penyebutan kata saja melainkan berupa tindakan
lahiriah manusia yang bisa berisikan motivasi, pembelajaran dan
23
Agustinus W.Dewantara, Filsafat Moral (pergumulan etis keseharian hidup
manusia), PT Kanisius, Deresan, Caturtunggal, Depok, D.I Yograkarta: 2017-2021, hal.3.

13
nasehat dari seseorang dan kata etika merupakan sebuah kata pendek
namun menuntun orang agar menjadi baik, baik dalam ucapan
maupun perbuatan.
Etika merupakan ilmu yang praktis, karena etika juga
berhubungan dengan ilmu-ilmu filsafat yang lain seperti logika dan
estetika yang mana kedua ilmu ini memiliki karakter yang normatif.
Logika memiliki norma-norma yang tidak mungkin dilanggar dan
estetika memiliki prinsip-prinsip yang yang mengajukan keindahan.
Berhubungan dengan etika yang memiliki nilai praktis maka ada
ilmu-ilmu filsafat yang lainnya juga sangat berhubungan dengan etika
yaitu ilmu politik dan hukum. Aristoteles mengatakan bahwa etika
adalah kebaikan yang artinya dalam setiap aktivitas manusia
memiliki tujuan untuk mengejar kebaikan maka kebaikan adalah “itu
yang dituju dan itu yang dikejar”.24
Dalam sebuah pernikahan nilai moral (etika) sangat
dibutuhkan karena, dalam membangun sebuah keluarga harus ada
nilai moral yang terkandung di dalam nya agar terciptanya keluarga
yang ideal. Keluarga yang ideal merupakan keluarga yang memiliki
jalinan secara terpadu antara unsur sakinah, mawaddah dan
warahmah yang terdiri dari unsur suami yang tulus dan jujur, ayah
yang memiliki penuh rasa kasih sayang dan ramah, ibu yang lemah
lembut dan berperasaan halus, serta putra-putri yang patuh dan taat
terhadap kedua orang tua serta kerabat dan sanak sodara yang saling
membina dan saling tolong menolong.25 Dalam ingin melangsungkan
sebuah pernikahan tentunya yang paling utama yang harus dilakukan
adalah pelamaran, lamaran merupakan sebuah cara untuk
mempertemukan dua keluarga antara keluarga laki-laki dan keluarga
perempuan yang bertujuan untuk saling mengenal, untuk mengetahui
keadaan keluarga keduanya, serta tradisi dari masing-masing pihak,
sehingga ketika akan menikah mereka sudah mempunyai pemahaman
mengenai keadaan dari masing-masing keluarga yang nantinya akan
diharapkan dapat lebih menguatkan ikatan pernikahan yang akan
24
Agustinus W.Dewantara, Filsafat Moral (pergumulan etis keseharian hidup
manusia), PT Kanisius, Deresan, Caturtunggal, Depok, D.I Yograkarta: 2017-2021, hal.8.
25
Moch.Nurcholis, Refleksi pembatasan usia perkawinan Dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1947 Tentang Perkawinan Menurut Filsafat Hukum Keluarga Islam,
Fakultas Syari’ah institut Agama Islam Bani fatah Jombang, Tafaqquh: vol.2 No. 1, Juni
2014, Hal. 64.

14
dijalani.26 yaitu keluarga mempelai laki-laki melamar seorang
mempelai wanita pujaan anak nya. Namun dalam proses pelamaran
ada etika-etika yang harus dilakukan yaitu:
a) Jangan Melamar di Atas Lamaran Sahnya Orang Lain
Maksud nya yaitu dilarang untuk melamar wanita yang
diketahui sudah dilamar oleh laki-laki lain, akan tetapi
diperbolehkan melamar apa bila pelamar pertama telah
membatalkan lamaran tersebut dan sudah diberikan izin oleh
pihak wanita untuk laki-laki lain melamar anak nya. Larangan
ini bertujuan untuk menjaga perasaan orang lain sehingga
tidak ada pihak yang tersakiti yang dapat memicu perseteruan.
b) Tidak Dalam Keadaan Terpaksa
Dalam sebuah lamaran itu harus di dasarkan pada rasa cinta
dan kasih sayang yang tulus dari kedua calon mempelai, dan
ada rasa saling menjaga satu sama lain. Karena nantinya
mereka akan hidup bersama dan menjalin sebuah keluarga
yang mana akan membutuhkan suatu kepercayaan diantara
keduanya agar terciptanyasebuah keluarga yang harmonis dan
penuh dengan kebahagiaan dan keberkahan dalam menjalani
rumah tangga.
c) Tidak Dalam Keadaan Ihram
Yaitu ketika seseorang sedang dalam keadaan ihram dilarang
(haram) untuk menikahi ataupun dinikahi. Karena ia dalam
keadaan dimana seseorang telah berniat untuk melaksanakan
ibadah haji atau ibadah umrah. Hal ini berdasarkan hadis
berikut:

Artinya: Yahya bin yahya telah menceritakan kepada kami,


dia berkata:Dari Nafi’ dari Nubaih bin Wahab:
Sesungguhnya Umar bin Ubaidillah hendak menikahkan
Thalhah bin umar dengan anak wanitanya Syaibah bin
Jubair. Maka dia menulis undangan kepada Abban bin
Utsman agar berkenan menghadirinya dan dia adalah amirul
Hajj. Maka Abban berkata: Aku telah mendengan Utsman bin
26
Ali manshur, Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam, (malang, UB
press:2017), cetakan 1, hal.13.

15
Affan berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam
bersabda: orang yang sedang ihram tidak boleh menikah.
Dan tidak boleh dinikahkan, serta tidak boleh melamar, [HR.
Muslim no. 1409].27

b. Filsafat Keluarga dalam Pernikahan Suku Rejang


Pernikahan merupakan suatu ikatan suci antara seorang laki-
laki dan perempuan yang mana di dalam sebuah pernikahan tersebut
akan membentuk sebuah keluarga yang di dalam nya ada seorang
ayah, ibu, serta anak-anak nya. adapun pandangan dari seorang tokoh
filsafat yaitu Fahrudin Faiz ia mengatkan bahwa di dalam
membangun sebuah jalinan perjanjian suci antara seorang laki-laki
dan perempuan yang akan membetuk suatu hubungan atau ikatan
rumah tangga, setidaknya ada dua diskursus yang perlu kita lihat
terlebih dahulu. Apakah kamu harus menikah dahulu baru mencintai
ataukah mencintai dulu baru menikah. Terkait dengan dua diskursus
ini akan menjadi suatu paradigma pada masanya. Pada zaman
Yunani kuno ataupun pada masa tradisi beriman, memang dinajurkan
untuk menikah dulu baru mencintai, hal tersebut dijelaskan bahwa
ketika menikah lebih dulu baru mencintai itu jauh lebih baik karena
akan menjauhkan dari sesuatu yang tidak kita inginkan atau dalam
kata lain dapat menjauhkan dari perbuatan zina28.
Namun sekarang pada faktanya sudah banyak yang memaknai
bahwa mencintai lebih dulu baru menikah adalah suatu hal yang
wajar, dengan alasan bahwa ia akan mencari sebuah kecocokan
anatara sesama demi menjalin sebuah hubungan yang baik
kedepannya atau dalam istilah modern nya disebut dengan “pacaran”.
Fenomena yang seperti ini pun sudah tidak jarang untuk kita temui
sekarang bahkan sudah menjadi mind-set masyarakat modern baik
dikalangan remaja ataupun orang tua yang ingin menikahnkan anak
nya.

27
Ali manshur, Hukum dan Etika Pernikahan dalam Islam, (malang, UB
press:2017), cetakan 1, hal.29.
28
Fahrudin Faiz, Kajian Filsafat Pernikahan perspektif Fahrudin Faiz, islam TV19,
Tahun.2020.

16
Mengenai kedua hal ini, tanpa menilai mana yang lebih baik
ataupun tidak, itu sudah seharusnya kita memilih manakah langkah
yang baik dalam menjalani kehidupan kedepannya, dan manakah
yang akan membuat mereka merasa lebih baik dan nyaman, sebab
pernikahan bukanlah akhhir dari sebuah perjalnanan yang harus
ditempuh oleh kedua pasangan dalam menjalani kehidupan.
Ketika kita akan memilih untuk membangun cinta sebelum
menikah, pastinya kita harus pahami terlebih dahulu pada level apa
cinta itu harus dibangun. Jangan hanya melihat dari level
keromantisan cinta saja melainkan kita juga harus melihat bagaimana
kedepannya kita harus menjalin sebuah hubungan yang harmonis.
Ketika kita melihat cinta hanya berdasarkan nilai romantik nya saja
karena cinta pada level ini akan habis pada masa nya, sebab hanya
melihat dari sisi keromantisannya semata namun tdak mencapai level
berkomitmen untuk bersama selamanya, maka dari itu bangunlah
cinta berdasarkan level komitmen antara satu sama lain agar
hubungan menjadi lebih harmonis dan kekal.
Oleh sebab itu kita sebagai manusia jangan mencari pasangan
yang sempurna, karena dirimu sendiri pun tidak sempurna. Hargai
perbedaanmu dengan pasangan mu, saling melengkapi antara satu
sama lain, mendukung apa pun yang menjadi kelebihannya masing-
masing agar terciptanya suasana yang indah, damai, harmonis, dan
kekal. Bukti cinta yang sebenarnya adalah ketika kita memiliki
banyak masalah anatara kamu dan pasangan mu dan serumit apapun
itu maka hadapilah bersama, jalani bersama dan buatlah kata-kata
“aku tidak bisa hidup tanpanya” mak dari itu penting untuk kita
saling memahami dan menghargai agar terciptanya suana yang indah

B. Kajian Terdahulu
Kajian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari
perbandingan dan selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk
penelitian selanjutnya, di samping itu kajian terdahulu membantu
penelitian dalam memposisikan penelitian serta menunjukkan
orsinalitas dari penelitian. Pada bagian ini peneliti mencantumkan
berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian
yang hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya, baik
penelitian yang sudah terpublikasikan atau belum terpublikasikan

17
(skripsi, tesis, disertasi dan sebagainya). Dengan melakukan langkah
ini, maka akan dapat dilihat sejauh mana orisinalitas dan posisi
penelitian yang hendak dilakukan dalam penelitian Pernikahan Adat
Suku Rejang, berikut ini adalah beberapa kajian terdahulu yang
berkaitan dengan tema yang diangkat oleh peneliti:
Pertama, skirpsi yang ditulis oleh Sasmita Inarti dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Emas Sembeak dalam
Pernikahan” dalam penelitian ini lebih condong ke pembahasan
mengenai sebuah mahar dalam pernikahan yang mana mahar ini
sangat berkaitan erat dengan akan dilaksanakannya sebuah prosesi
pernikahan dan seringkali menimbulkan sebuah problem (masalah),
karena mahar ini harus ada bagi menantu laki-laki untuk diberikan
kepada keluarga mempelai wanita. Mahar ini disebut dengan Emas
Sambeak adalah emas yang harus diberikan menantu laki-laki
kepada keluarga perempuan dalam hal ini terkhusus diberikan
kepada ibu dari si istri (mertua perempuan). Untuk jumlah
emas sembeak itu sendiri tidak boleh kurang dari 1 gram dan
harus berbentuk cincin emas. Emas sembeak ini diberikan setelah
selesainya acara resepsi dan setelah pasangan suami istri
tersebut sudah melakukan hubungan suami istri. Masyarakat
meyakini apabila sang suami tidak memberikan emas sembeak
tersebut maka sang suami dianggap memiliki hutang dunia akhirat
kepada ibu mertuanya.29 Dalam hal ini munculnya sebuah problem
terhadap pemberian Emas Sambeak karena memberatkan si pihak
laki-laki karena dalam hal pemberian Emas Sambeak ini tidak adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak, dan berkaitan dengan keadaan
ek onomi bagi pihak laki-laki.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Mardiana yang berjudul
“Tradisi Pernikahan Masyarakat di Desa Bontolempangan
Kabupaten Gowa (Akulturasi Budaya Islam dan Budaya Lokal)”.
Dalam penelitian tersebut pembahasannya mengarah tentang
bagaimana prosesi atau pelaksanaan pernikahan pada masyarakat
Bontolempangan dipandang secara Islam maupun dari sudut pandang
adatnya. Dalam rangkaian proses pernikahan harus di tangani oleh
orang-orang yamg benar ahli dalam menangani pernikahan tersebut
29
Sasmita Inarti, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Emas Sembeak
dalam Pernikahan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu.

18
dan melakukan beberapa kegiatan yaitu musyawarah tahap sebelum
menikah dan tahap setelah menikah. Tahapan tersebut dibagi menjadi
beberapa proses yaitu, pertama Akkuta’kuta’nang (mencari
informasi) Assuro (melamar) sampai dengan pattama (penamatan
alqur’an) dan yang terakhir Barazanji. Kemudian adanya akulturasi
yaitu penggabungan budaya dilihat dari pernikahan sebelum
masuknya Islam yang mengikat han ya hukum adat yang menonjol.
Kemudia setelah masuknya Islam pernikahan ini menggabungkan
dua budaya yaitu budaya Islam dengan budaya Lokal.30
Ketiga, Praktek Profesi Mahasiswa (PPM) yang ditulis oleh
Gianjar Wisnu Kawirian Hidayat yang berjudul “Pandangan Tokoh
Agama Islam di Dusun Nipah Terhadap Adat Merariq Suku
RejangSasak” dalam penelitian ini peneliti condong ke pembahasan
mengenai adat Merariq Suku RejangSasak (kawin lari). Merariq
merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengeluarkan si
perempuan dari kekuasaan orang tua nya sehingga masuk kedalam
kekuasaan keluarga si laki-laki dan perempuan kemudian dibantu
oleh keluarga atau teman perempuan ataupun laki-laki untuk
membawa si perempuan kepada keluarga lai-laki tanpa
sepengetahuan dari kedua orang tua si perempuan. Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan pandangan para tokoh untuk melihat atau
menilai adat istiadat Merarik Suku RejangSasak dalam pandangan
hukum Islam.31
Dalam ketiga tema di atas terdapat suatu persamaan nya
dengan tema yang akan saya bahas yaitu sama-sama membahas
mengenai adat istiadat dalam sebuah acara pernikahan di suatu
daerah dalam agama islam. Sedangkan perbedaan nya yaitu terletak
pada tata cara yang dilaksanakan dalam sebuah acara pernikahan
berikut dengan adat istiadat yang di gunakan dari berbagai daerah.
Suatu hal yang baru dalam penelitian yang sedang saya teliti
yaitu terletak pada pembahasan mengenai adanya larangan dalam
proses pernikahan dalam Suku Rejang dan terfokus ke nilai-nilai

30
Mardiana, Tradisi Pernikahan Masyarakat di Desa Bontolempangan Kabupaten
Gowa (Akulturasi Budaya Is lam dan Budaya Lokal)”, UIN Alauddin Makasar.
31
Gianjar Wisnu Kawirian Hidayat, Pandangan Tokoh Agama Islam di Dusun
Nipah Terhadap Adat Merariq Suku RejangSasak, Praktek Profesi Mahasiswa, Sekolah
Tinggi Filsafat Islam Sadra.

19
keislaman yang ada dalam adat pernikahan Suku Rejang. Dalam
penelitian ini penulis juga mencantumkan filsafat etika kedalam
pembahasannya, yang mana dalam kebaruan yang penulis berikan ini
belum terdapat di kajian terdahulu yang tertera di atas.

C. Hipotesa

Hipotesis secara etimologi berasal dari dua Suku Rejangkata


“hypo” yang artinya bawah dan “thesa” artinya kebenaran atau
pendapat, dalam Kamus Besar Bhasa Indonesia (KBBI) Hipotesis
merupakan sebuah dugaan sementara dari hasil pengamatan singkat
yang dilakukan oleh peneliti dan harus diuji kebenaran nya. 32
Berdasarkan teknis Hipotesis dapat juga diartikan sebagai sebuah
kesimpulan sementara atau sebuah duswgaan atas suatu persolan
yang masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan
suatu kebenarannya. Berdasarkan apa yang sudah penulis jelaskan di
bab sebelumnya mengenai persoalan yang akan diangkat dalam
penelitian ini penulis akan mengajukan hipotesis yaitu, tentang
keberagaman adat istiadat penikahan yang ada di Suku Rejang, dan
bagaimana tinjauan hukum islam mengenai adat Pernikahan Suku
Rejang ini. Karena dalam adat ada berbagai macam kegiatan atau
ritual yang harus dilakukan, ada pula terdapat larangan-larangan
dalam proses pernikahan, dan mengapa sampai terjadinya salah satu
tradisi dalam adat pernikahan sampai jarang dilakukan

32
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi
keempat (Jakarta : PT Gramedia Utama).

20
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Tempat dan waktu penelitian


Adapun tempat penelitian yang akan peneliti tuju adalah
kantor KUA yang beralamat Desa Bajak, Kecamatan Taba
Penanjung, Kabupaten Bengkulu Tengah, Jl. Raya Bengkulu Curup.
Untuk mencapai suatu penelitian yang maksimal peneliti akan
melakukan pencarian data-data di sana, baik secara lisan, tulisan
maupun hasil wawancara. Yaitu dengan mencari sumber data dari
wawancara kepada ketua kantor KUA bengkulu Tengah, tokoh adat,
kepala desa, muda-mudi desa sukarami, pasangan pelaku pernikahan
adat suku Rejang.
21
Dengan mewawancarai beberapa tokoh tersebut penulis akan
mendapatkan informasi mengenai adat yang ada di dalam pernikahan
suku Rejang ini, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan penelitian
yang sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam adat
pernikahan adat suku Rejang ini hanya dilaksankan di desa
Sukarami, karena pada dasarnya di desa ini lah mayoritas
penduduknya menganut suku Rejang dan bahasa nya pun juga
menggunakan bahasa Rejang, bahasa adalah salah satu bahasa yang
ada di Bengkulu.

Tabel 1 Waktu Kegiatan Penelitian Lapangan

No Waktu Pelaksanaan Objek Penelitian


.
1. 15 Juli 2021 Survei ke tempat penelitian atau
lembaga dan sekaligus meminta
izin untuk melakukan penelitian di
lembaga tersebut.
2. 16 Juli 2021 Wawancara kepada ketua
Lembaga (kepala kantor KUA)
yaitu bapak Bambang Indarto
S,Sos.
3. 21 Juli 2021 Wawancara kepada kepala desa
Sukarami dengan bapak Ashardi.
4. 26 Juli 2021 Wawancara kepada ketua adat
sekaligus tokoh agama desa
Sukarami yaitu dengan bapak
Hairum
5. 1 Agustus 2021 Wawancara kepada remaja dan
remaji desa sukarami yaitu dengan
saudari Lusi anngreni dan saudara
Dimas Prayoga
6. 10 Agustus 2021 Wawancara kepada pelaku
pelaksanaan pernikahan adat Suku
Rejang.

22
B. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah yang
dimaksud bahwasannya kegiatan penelitian yang didasarkan
pada ciri-ciri keilmuan, yaitu: rasional, empiris dan
sistematis.33

Maka di dalam penelitian ini penulis berusaha untuk


menyusun data dan sumber data yang digunakan dan diterapkan
dalam tulisan ini secara rasional, empiris dan sistematis. Dan dalam
penelitian ini penulis menggunkan metode penelitian kualitatif, yang
mana dalam metode kualitatif ini lebih menekan kan pada sifat realita
yang terbangun secara sosial, yaitu yang cukup berhubungan erat
dengan si peneliti serta subjek yang akan diteliti. Metode kualitatif ini
berbeda dengan metode kuntitatif yang mana metode kuantitatif
cenderung melalui prosedur statistik ataupun dalam bentuk hitungan
yang berupa angka dalam hasil penelitiannya. Sedangkan kualitatif
merujuk kepada analisis data yang non matematis sehingga dalam
prosedur ini dapat menghasilkan data yang dapat diperoleh melalui
data-data yang dikumpulkan dengan beragam sarana, seperti
wawancara, pengamatan, dokumen atau arsip, dan juga dapat berupa
tes dan observasi lapangan.34

C. Data dan Sumber Data


Data secara etimologi berasal dari kata datum yang artinya materi
atau kumpulam fakta yang dipakai untuk keperluan suatu analisa,
diskusi, presentasi ilmiah, atau tes statistik.35 Menurut Nuzulla
Agustina data adalah keterangan mengenai suatu hal yang sudah
sering terjadi dan berupa himpunan fakta, angka, grafik tabel,
gambar, lambang, kata, huruf, yang menyatakan sesuatu pemikiran,
objek, serta kondisi dan situasi. Adapun sumber data terbagi menjadi
dua bagian yaitu:

33
Ninik Supriyati, Metode Penelitian Gabungan (Mixed Methods),
Widyaiswara BDK Surabaya, hal.4.
34
Farida Nugrahani, Metode Penelitian Kualitatif dan Penelitian Pendidikan
Bahasa, (Surakarta, 11 juni 2014), hal. 9.
35
Budiman Chandra, Pengantar Statistik Kesehatan, (Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1995).

23
1. Data primer

Data primer merupakan data informasi yang didapatkan langsung


melalui sebuah Lembaga, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Kepala
Desa, dan beberapa masyarakat Desa Sukarami Kecamatan Taba
Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah. Dengan melalui
wawancara, serta megambil dokumentasi seperti Foto, rekaman,
dan lain sebagainya.

2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapatkan melalui sumber-
sumber tertulis guna sebagai pelengkap dari data primer, seperti
buku-buku, jurnal-jurnal, media cetak majalah, dokumen-
dokumen, video, serta artikel-artikel yang berkaitan dengan adat
Pernikahan Suku Rejang.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat untuk mengumpulkan
data dalam proses penelitian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) instrumen adalah sesuatu yang dapat dipakai untuk sesuatu
yang lain.36 instrumen penelitian juga merupakan alat atau fasilitas
yang dapat digunakan dalam menumpulkan data-data terkait
penelitian yang akan dilakukan. Ada beberapa alat yang digunakan
untuk meneliti yaitu seperti buku catatan penelitian, kamera,
recorder, laptop, alat transportasi serta beberapa alat pendukung
lainnya. 37

E. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan upaya untuk mencari dan menyusun
secara sistematis catatan hasil dari observasi, wawancara, dan yang
lainnya guna untuk meningkatkan kembali pemahaman peneliti
tentang kasus yang sedang ia teliti dan menyajikannya sebagai
temuan bagi orang lain. sedangkan untuk meningkatkan pemahaman
36
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
37
Lexi J, Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, hal.162.

24
tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari suatu
makna.38Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan data
kualitatif yaitu tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara
langsung. Dan peneliti juga akan menggunakan metode analisis
deskriptif, yaitu sebagai prosedur dalam memcahkan suatu masalah
yang akan diselidiki dengan menggambarkan keadaan subyek atau
obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain
sebagainya) berdasarkan fakta yang tampak sebagaimana adanya,
baik di masa dulu maupun sekarang.

Tabel 2 Pertanyaan Penelitian

No Objek Pertanyaan Pertanyaan Penelitian


Peneliatian
1. Kepala desa, desa Sukarami 1) Pertanyaan terkait
dengan sejarah
terbentuknya desa
sukarami.
2) Pertanyaan terkait
dengan profil Desa
Sukarami.
3) Pertanyaan terkait
dengan nilai moral
dalam kekeluargaan.

38
Ahmad rijali, Analisis Data Kualitatif, jurnal: Uin Antasari Banjar
Masin, Vol.17, No.33, Januari-Juni 2018.

25
1. Kepala desa, desa Sukarami 4) Pertanyaan terkait
dengan sejarah
terbentuknya desa
sukarami.
5) Pertanyaan terkait
dengan profil Desa
Sukarami.
6) Pertanyaan terkait
dengan nilai moral
dalam kekeluargaan.
2. Tokoh adat desa Sukarami 1) Pertanyaan terkait
dengan nilai-nilai
keislaman yang ada di
proses pernikahan
Suku Rejang.
2) Pertanyaan terkait
dengan hal-hal yang
dilang dalam
pernikahan Suku
Rejang.
3) Pertanyaan terkait
dengan tradisi yang
wajib ada dalam
pernikahan Suku
Rejang.
4) Pertanyaan terkait
dengan perbedaan
pernikahan dalam
Suku Rejang dan
Suku-suku lainnya.
3. Ketua lembaga kantor KUA 1) Pertnyaan terkait
dengan definisi
pernikahan.
2) Pertanyaan terkait
dengan syarat dan
rukun nikah.
3) Pertamyaan terkait

26
dengan pendapat
beliau dalam adat
pernikahan Suku
Rejang.
4. Pemuda Desa Sukarami 1) Pertanyaan terkait
dengam bagimana
pandangan nya
mengenai adat
pernikahan Suku
Rejang ini.
2) Pertanyaan mengenai
adakah keuntungan
serta kerugian dalam
adat pernikahan Suku
Rejang ini.
5. Pasangan yang terlibat dalam 1) Pertanyaan terkait
pernikahan Suku Rejang. dengan pendapat
ketika berlangsungnya
dalam Suku Rejang.
2) Pertnyaan terkait
dengan adat dan
tradisi yang
dilaksanakan dalam
pernikahan Suku
Rejang,

F. Dokumentasi
Jenis data yang di ambil dari hasil dokumentasi bisa berupa
foto, catatan, hingga video yang bersifat stabil dan tidak berubah
sebagai bukti yang empiris dan valid atas kegiatan penelitian. Peneliti
mengambil beberapa bentuk dokumentasi seperti foto wawancara
bersama para narasumber, hasil rekaman wawancara, dan foto-foto
tempat dan lingkungan kegiatan penelitian.

27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Desa Sukarami


Gambaran umum desa sukarami, yang mana di dalam nya akan
membahas mengenai profil desa Sukarami dan sejarah si ngkat
terbentuk nya desa Sukarami ini.

28
Gambar 1 Foto desa Sukarami

1. Profil Desa Sukarami


Desa sukarami merupakan sebuah desa terpanjang yang ada di
kecamatan Taba Penanjung kabupaten Bengkulu Tengah dan
memiliki jumlah penduduk sekitar 2800 orang dan 722 kepala
keluarga. Desa ini juga di dikelilingi oleh /perbukitan, perkebunan
dan juga persawahan dengan luas wilayah mencapai 697,33 hektar,
Penduduk di desa ini memiliki beragam bahasa beberapa diantara nya
yaitu bahasa , serawai, lembak, dan melayu, dan agama yang di anut
oleh warga Desa Sukarami ini Mayoritas menganut Agama Islam.39

Desa ini juga dilengkapi dengan suatu destinasi wisata alam


yaitu yang disebut dengan geronjong, geronjong merupakan
bendungan yang dibangun oleh warga setempat guna untuk menahan
laju air ke sebuah pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan juga
untuk membantu para petani dalam mengaliri area persawahan. Lalu
bendungan ini di urus dengan sedemikian rupa sehingga
menimbulkan kesan indah dan dilengkapi juga dengan tebing-tebing
tinggi, pepohonan menjulang, air sungai yang jernih, serta hamparan
sawah yang luas yang menambah keindahan serta kesejukan bagi
setiap warga yang berkunjng kesana.

39
Hasil Wawancara bersama Kepala Desa Sukarami tangga 21 Juli 2021.

29
2. Sejarah Terbentuknya Desa Sukarami
Pada awal nya ada dua desa yang bernama solok belanak dan
tanjung heran. Desa solok belanak dan tanjung heran ini terbentuk
pada tahun 1942, namu kedua desa ini terdampak penyakit yang
menular dan bisa menyebabkan kematian sehingga membuat kedua
desa ini sulit untuk berkembang dan makmur karena hampir seluruh
warga desa terserang penyakit menular tersebut. Dari kejadian
tersebut maka dibentuklah sebuah desa baru pada tahun 1946 yang di
beri nama desa Sukarami. Sejarah penamaan desa ini sendiri yaitu
diambil dari kata sukar yang dalam bahasa berarti tidak suka dan
rami yang berarti keramaian, dalam artian Sukarami adalah desa yang
tidak suka dengan keramaian maka disebut dengan desa Sukarami.40

Oleh sebab itu desa sukarami ini dujuluki sebagai desa


terpanjang (1 km) dengan jumlah penduduk yang paling banyak dan
memiliki posisi yang strategis namun tetap terlihat sepi dan tidak
berkembang. Namun seiring dengan berjalannya waktu desa ini mulai
berkembang dan mulai membangun persekolahan seperti, sd, paud,
dan Smp serta membangun lapangan futsal dan Volly dan
membentuk pemuda karang taruna. Yang sampai saat ini pemuda dan
pemudi desa ini masih memegang kejuaraan cabang olahraga bola
volly putra dan putru tingkat provinsi, dan juga desa ini mendapat
julukan sebagai desa buah karena disepanjang jalan desa ini banyak
terdapat pedagang-pedagang buah dengan beraneka ragam jenis baik
buah lokal maupun buah impor.

B. Definisi Pernikahan Menurut Para Tokoh masyarakat


1. Menurut kepala desa Desa Sukarami mengatakan bahwa
Pernikahan merupakan sebuah ikatan sakral dengan kesepakatan
antara kedua belah pihak antar pengantin pria maupun wanita
yang di ikat secara adat, agama, maupun pemerintah. Yang mana
dalam pernikahan ini ada 2 bentuk yang pertama ada secara adat

40
Hasil wawancara dengan kepala desa sukarami pada tanggal yang telah
di tentukan.

30
dan agama dan yang kedua ada dalam nikah secara pemerintah,
adat dan agama.41

2. Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan


atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan
ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum dan norma
sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi
menurut tradisi Suku Rejangbangsa, agama, budaya, maupun
kelas sosial. Pernikahan atau nikah artinya adalah berkumpul dan
menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti ijab qobul (akad
nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia
yang diucapkan oleh kata-kata yang ditunjukan untuk
melanjutkan ke pernikahan, sesuai dengan peraturan yang
diwajibkan oleh islam.42

C. Proses Acara Pernikahan Suku Rejang

1. Proses Sebelum Pernikahan


Pada umum nya baik di adat maupun di adat-adat lainnya
ketika ingin melaksanakan sebuah acara pernikahan pastinya ada
langlah-langkah ataupun proses-proses yang harus dilaksanakan
terlebih dahulu hanya saja di masing-masing daerah memiliki
cara tersendiri dalam mengawali nya. Salah satu nya di adalam
adat pernikahan Suku Rejang, dalam adat ini ada beberapa yang
harus dilaksankan sebelum berlangsungnya acara pernikahan
yaitu ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan terlebih dahulu
yang pertama adalah tahap beasen43 kemudian dilanjutkan dengan
tahap mpek pitis44 dan yang terakhir adalah tahap temteu biloi

41
Hasil wawancara dengan kepala desa sukarami pada tanggal yang telah
di tentukan.
42
Wawancara kepada Ketua Lembaga, Kantor KUA 16 Juli 2021.
43
Beasen, merupakan proses bertanya dari pihak keluarga calon mempelai laki-
laki kepada keluarga calon mempelai wanita, apakah calon mempelai perempuan
ini sebelum nya sudah ada yang melamar atau kah belum. Jika belum maka dari
pihak laki-laki ingin menanyakan beraapa uang mahar yang diminta oleh keluarga
perempuan.
44
mpek pitis ini merupakan peletakan separoh uang mahar yang diberikan oleh
keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan. yaitu sebagai tanda jadinya bahwa
anak mereka akan melanjutkan ke tahap jenjang pernikahan.

31
malem.45 Dalam ketiga proses ini adalah upaya untuk membentuk
tali silaturahmi antara dua keluaraga baik yang sudah saling kenal
ataupun yang belum saling kenal sebelumnya, maka dari itu
ketiga proses ini sangatlah penting sebelum dilaksanakannya
harus pernikahan.46

2. Proses Berlangsungnya Pernikahan


Dalam proses berlangsungnya pernikahan ini pertama-tama
yaitu adanya proses mes pengaten47 dan proses menyawo,48 dalam
proses pernikahan ini harus adanya satu wali dan dua saksi. Lalu
setelah dilaksanakannya akad nikah tersebut maka proses
selanjutnya adalah pengesahan kepanitiaan, panitia yang
dimaksud adalah orang-orang yang berkontribusi dalam
penyelenggaraan acara pernikahan tersebut, mulai dari bagian-
bagian yang memasak nasi, masak air, lauk pauk, yang menjaga
meja perancisan, menyambut tamu, mc, mengantar para tamu dll.
Setelah dilakukannya proses akad dan pengesahan kepanitiaan
maka selanjutnya akan di adakan mia agung (makan bersama).
Setelah melaksanakan itu semua maka di sore hari nya dilakukan
proses belarak dan bemecak. Kemudian di malam harinya
dilanjutkan dengan acara bedikir, (sarafal anam) dan acara
keluarga yang diiringi dengan musik (organ tunggal) sampai
pukul 12:00 malam.49

45
Temteu biloi malem ini merupakan sebuah proses untuk menentukan tempat,
waktu dan tanggal pernikahan dilaksanakan serta proses penyerahan sisa uang
mahar yang sebelum nya belum diserahkan semua serta sealigus penyerahan
maskawin kepada si perempuan. Dalam adat biasanya proses pernikahan atau
proses berlangsung nya ijab qabul itu terlebih dahulu dilaksankan di rumah
perempuan dan setelah selang beberapa waktu sekitar 2-3 minggu kemudian baru
menggelar acara di rumah mempelai laki-lakinya.
46
Hasil wawancara kepada ketua adat pada tanggal 26 Juli 2021.
47
Mes pengaten adalah proses mengantar penganten dari rumah calon mempelai
laki-laki menuju ke rumah calon mempelai perempuan.
48
Menyawo adalah proses makan bersama dengan makanan khusus yaitu nasi
ketan yang dimasak bersama santan yang di atas nya dilengkapi dengan inti kelapa
yang dimasak dengan gula merah dan dilengkapi dengan minuman teh hangat.
49
Hasil wawancara kepada ketua adat pada tanggal yang telah ditentukan.

32
3. Proses Setelah Pernikahan
Proses selanjutnya yang dilakukan setelah berlangsungnya
acara pernikahan yaitu syukuran, acara syukuran setelah menikah
ini bertujuan untuk mengucapkan rasa syukur kepada Allah Swt
serta mengucapkan terimakasih kepada sodara dan para tetangga
yang sudah membantu dalam melancarkan acara pernikahan. 50
Setelah melaksanakan syukuran mempelai laki-laki dan
perempuan yang baru saja menikah ini di anjurkan untuk
mendatangi satu per satu rumah sanak sodara dan panitia-panitia
yang bertugas pada saat acara pernikahan yang bertujuan untuk
meminta restu dan berterimakasih sekaligus memberikan cendra
mata, baik berupa uang, sabun, baju, jilbab dan lain-lain, sesuai
dengan kemampuan dan keikhlasan dari pihak terkait.

D. Pernikahan Adat Suku Rejang Dalam pandangan Nilai


Keislaman
Pernikahan dalam pandangan nilai keislaman mengatakan
bahwa adat itu bersendi agama dan agama bersedi kitabullah jadi
antara adat dan agama itu saling berkaitan. Karena tidak ada adat
yang tidak berkaitan dengan agama, dan agama tidak
bertentangan dengan adat istiadat. Jadi di dalam sebuah
pernikahan itu pastinya kental dengan adat dan tradisi, seperti
dalam adat pernikahan Suku Rejang hal ini senada dengan sabda
Nabi Muhammad Saw yang mengatkan bahwa “menikah itu
termasuk dari sunnah ku siapa yang tidak mengamalkan sunnah
ku maka ia tidak menikuti jalan ku” jadi setiap umat manusia di
anjurkan untuk menikah apabila sudah siap untuk berumah tangga
dan dengan umur yang telah ditentukan, karena itu Suku Rejang
tetap mengikuti sunnah Rasulullah Saw yaitu menikah.
Adapun adat dalam pernikahan Suku Rejang ketika ingin
menikah yaitu terlebih dahulu mempertemukan kedua keluarga
antara keluarga mempelai laki-laki dan perempuan. yang mana di
dalam pertemuan tersebut akan membahas mengenai adat serta
tradisi yang akan dilaksanakan serta dilakukan juga musyawarah
bersama para kerabat dan sanak sodara untuk memperlancar acara
pernikahan tersebut. akan tetapi ketika kedua keluarga ini
50
Hasil wawancara kepada ketua adat pada tanggal yang telah ditentukan.

33
dipertemukan calon mempelai laki-laki dahhn perempuan
dilarang untuk bertemu terlebih dahulu, mereka akan
dipertemukan ketika akan diberlangsungkannya ijab kabul.51

E. Nilai-Nilai Keislaman Dalam Adat Pernikahan Suku Rejang


Di dalam pernikahan pastinya memiliki beberapa nilai
keislaman yang harus kita terapkan dalam pelaksanaannya yaitu,
seperti tadisi-tradisi yang ada di dalam pernikahan pada adat
Rejang di Desa Sukarami yang mana tahap awal yang dilakukan
yaitu beasen, beasen merupakan tahap perkenalan sekaligus
lamaran antar dua keluarga baik dari keluarga pihak laki-laki
maupun pihak perempuan, kemudian di tahap kedua yaitu
bepekat, bepekat merupakan proses penentuan hari malam akan
dilaksankannya pernikahan sekaligus menyerahkan uang mahar
kepada keluarga perempuan. Dan tahap terakhir ketika akan
diberlangsungkannya pernikahan yaitu mes pengaten, mes
pengaten merupakan tahap mengantar pengantin laki-laki ke
kediaman pengantin perempuan yang kemudian kedatangannya
akan disambut dengan percikan air yang sudah dicampuri dengan
tumbuhan khusus dan memberi salam kepada uwak (bibi tertua di
keluarga pengantin wanita). Dari tradisi-tradisi ini pernikahan
akan melahirkan nilai-nilai islam yang terwujud dalam tiga
bentuk nilai yaitu, nilai aqidah, nilai syariat, dan nilai akhlak.
Adapun bentuk dari ketiga nilai ini dalam pernikahan adat Suku
Rejang yaitu.

a. Nilai Aqidah

Aqidah secara etimologi berasal dari bahasa arab aqada-


yaqidu-uqdata-wa’aqidatan yang artinya ikatan atau perjanjian,
yang dimkasud dengan hal ini adalah sesuatu yang akan menjadi
tempat bagi hati dan hati nurani akan terikat padanya. Sedangkan
menurut istilah nya aqidah merupakan iman yang teguh dan pasti
yang tidak akan ada kergaguan sedikitpun bagi yang
meyakininya. Jadi aqidah dapat dikatakan sebagai sebuah ikatan
seorang hamba dengan Allah Swt, yang dapat dijadikan landasa

51
Hasil wawancara kepada ketua adat pada tanggal yang telah ditentukan.

34
untuk beramal. Jika landasannya kuat maka kuat juga komitmen
nya dalam berperilaku.52

Berbicara mengenai aqidah, di dalam penikahan pun juga


memiliki nilai aqidah yang harus diterapkan, seperti dalam
penerapan nilai aqidah pada adat pernikahan Suku Rejang yang
mana ketika akan diberlangsungkannya pernikahan di dalam adat
Rejang ini ada tata cara yang harus dilakukan yaitu yang pertama,
posisi duduk dari mempelai laki-laki ketika akan melangsungkan
ijab kabul harus sesuai dengan aturan yang sudah di tetapkan.
Yang kedua di dalam ruang lingkup ketika akan melangsungkan
ijab kabul orang-orang yang hadir khususnya tamu laki-laki harus
menggunakan kopiah hitam dan sarung, itu merupakan adat yang
yang harus diterapkan dalam pernikahan Suku Rejang, apabila
ada yang tidak menggunakan kopiah hitam dan sarung maka akan
dilarang memasuki ruang linkup pernikahan tersebut. Dan untuk
para tamu perempuan haruslah menggunakan pakaian yang rapih
dan tertutup serta tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya.53

b. Nilai Syariat
Rumah tangga lahir ketika terjadinya perkawinan, dan setiap
orang yang berumah tangga pasti akan mengharapkan rumah
tangganya bahagia dan kekal. Semuanya akan terlihat baik ketika
di dalam sebuah keluarga saling menghargai dan saling
menyayangi satu sama lain maka dari sana akan terbentuk
keluraga yang harmonis yaitu keluarga yang sakinna mawaddah
warahmah. Jika semua ummat Islam mau bersandar dan
mengikuti jalan yang telah ditunjukkan Allah SWT. Niscaya akan
hidup dalam kebahagiaan di bawah naungan cahaya Islam,
suasana saling mencintai, kasih sayang antara sesama ummat,
disertai kemuliaan hidup bersama akan menjadi warna yang
semarak dalam kekeluargaan serta tata kemasyarakatan kita.54
52
Prayasi Anjani, Nilai-nilai Aqidah Dalam Film Munafik 2
Karya Syamsul Yusof, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, hal 14.
53
Hasil wawancara kepada ketua adat pada tanggal yang telah
ditentukan.
54
Abdullah Nasikh ‘Ulwan. Perkawinan: Masalah Orang Muda, Orang
Tua dan Negara. Cetakan 5, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm.14.

35
Sebagaimana dengan adat yang ada di Suku Rejang yaitu laki-
laki dan perempuan yang akan di nikahkan itu tidak boleh
bertemu selama waktu yang telah ditentukan, termasuk juga
ketika acara lamaran calon pengantin laki-laki dan perempuan ini
belum diizinkan untuk bertemu. Jadi lamaran nya hanya sebtas
pertemuan dan musyawarah antar dua keluarga. Maka dari itu
dapat dikatakan bahwa adat ini tetap menjunjung tinggi nilai
syariat islam.55

c. Nilai Akhlak
Keluarga merupakan suatu lembaga yang menduduki posisi
yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan masyarakat.
Keluarga merupakan ruang lingkup masyarakat yang paling kecil
yang terbentuk karena bersatunya ikatan suci dari seorang laki-
laki dan perempuan yang disebut dengan pernikahan. Di dalam
membangun sebuah acara pernikahan tentunya membutuhkan
kerja sama serta musyawarah yang baik antar sesama dan saling
menghargai satu sama lain apa lagi kepada orang yang lebih tua
dari kita. Seperi halnya dalam pernikahan adat Suku Rejang yang
juga mencerminkan dan menjunjung nilai akhlak diantaranya:
menghormati dan mendengarkan arahan berupa nasehat – nasehat
pernikahan yang diberikan oleh ketua adat,orang tua, sanak
saudara, serta anggota keluarga lainnya yang sudah lebih dahulu
menjalani ikatan pernikahan. Tentunya nasehat-nasehat tersebut
dapat menjadi bekal bagi calon pengantin laki-laki dan
perempuan agar menjalani pernikahan yang sakinnah, mawaddah
dan warahhmah.

Maka nilai-nilai tersebut akan terimplementasi secara baik


dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari.

F. Nilai-nilai Moral Dalam Acara Pernikahan Suku Rejang


1. Hal-hal Yang Wajib Dilakukan Ketika Terdapat Kesalahan
Dalam Pernikahan.

Salah satu hal yang wajib/harus dilakukan dalam pernikahan


Suku Rejang yaitu apabila ada seseorang yang belum mencapai
55
Hasil wawancara kepada ketua adat pada tanggal yang telah ditentukan.

36
usia 20 tahun atau kurang dari 20 tahun, maka ia belum bisa
menikah di kantor agama, akan tetapi bisa disahkan dengan
pernikahan s irih, karena syarat khusus dari sebuah pernikahan
yaitu rukun nikah yang terdiri dari 1 orang wali dan 2 orang
saksi, akan tetapi belum di sahkan oleh pemerintahan. Maka
pernikahan tersebut disebutkan dengan pernikahan sirih. Dan
dalam pernikahan sirih tersebut menurut adat tidak
diperkenankan menggunakan pakaian adat berupa baju adat
merah dan hiasan kepala yang disebut dengan tajuk.56 Apabila
terjadinya pernikahan di bawah umur maka pengantin pria dan
wanita tersebut wajib cuci kampung dan di tobatkan.

Proses cuci kampung tersebut diadakan di rumah kediaman


baik mempelai pria maupun mempelai wanita yaitu dengan cara
menggelar suatu hajatan dan berdoa bersama serta menyembelih
1 ekor kambing yang mana darah kambing tersebut diambil dan
dicampur dengan jeruk, dan sedingin57 lalu campuran tersebut di
tebar di kiri kanan jalan sepanjang 20 meter ke hulu desa dan 20
meter ke hilir desa. Dan sebelum doa dilaksanakan kedua
mempelai tersebut wajib ditobatkan terlebih dahulu oleh seorang
imam dengan cara kedua mempelai di lingkupi dengan kain putih
sepanjang 2 meter, lalu kain putih tersebut diserahkan ke
masjid.58

2. Nilai Moral dan Kekeluargaan Dalam Pernikahan

56
Tajuk adalah mahkota yaitu sebagai hiasan kepala bagi mempelai
perempuan yang terbuat dari logam ataupun perak yang berwarna emas yang
membentuk rangkaian bunga sehingga tajuk tersebut telihat indah. Pada zaman
dahulu dalam penggunaaan tajuk tersebut harus menggunkan gedebong pisang
yang berguna untuk menancapkan bunga-bunga logam sampai mebentuk sebuah
mahkota lalu di letakkan diatas kepala mempelai perempuan tersebut.
57
Sedingin adalah tanaman obat-obatan yang berbentuk batang, dengan bentuk
daun yang mengerucut dan bergerigi di pinggirnya, serta berwarna hijau. Tanaman
ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi dan memiliki efek dingin ketika
diaplikasikan menjadi obat, maka dari itu tanaman ini disebut dengan sedingin.
Tidak hanya bisa digunakan sebagai obat, tanaman ini juga memiliki fungsi sebagai
syarat pelengkap dalam mengadakan suatu ritual, yaitu salah satu nya ritual cuci
kampung.
58
Hasil wawancara dengan ketua adat pada tanggal 20 juli 2021.

37
Pada awal nya nilai moral dalam diri manusia itu bermula dari
sikap dan tata cara kita di dalam sebuah keluarga, yang mana di
dalam sebuah keluarga kita harus saling menghormati, saling
menyanyangi, dan saling mengerti satu sama lain. ketika sikap
kita baik terhadap keluarga baik terhadap Ayah, Ibu, adik, kakak,
kakek, nenek, paman, maupun bibi barulah nilai moral kita akan
muncul.59 Dengan adanya nilai moral yang baik di dalam diri kita
secara otomatis akan adanya kebersamaan, dan nilai moral ini
dapat kita kembangkan dalam kemasyarakatan maupun dalam
sebuah negara. Begitu pula hal nya dengan nilai moral dan nilai
kekeluargaan yang ada di dalam sebuah pernikahan di Suku
Rejang ini, yaitu dalam acara ini menunjukan kekompakan,
kerukunan, dan kebersamaan keluarga dalam melancarkan sebuah
acara yang sakral ini.

Di dalam pelaksanaan acara pernikahan di Suku Rejang ini


melibatkan warga setempat, sanak sodara, dan juga kerabat dekat
untuk saling bekerja sama, dan saling membantu dalam
menyiapkan hidangan, penegakan tarup60 (panggung), penegakan
tenda dan hal-hal lainnya, ini semua dilakukan secara bersama-
sama agar saling memper erat tali silaturahmi yang baik dan
terjalinnya nilai-nilai kekeluargaan antar keluarga, sanak sodara
dan warga setempat, dari sinilah kerukunan dapat terjalin dengan
baik.

Sudah sepantasnya kita sebagai umat manusia untuk saling


bekerja sama dan menjalin silaturahmi yang baik agar semakin
menambah rasa cinta dan kasih sayang dalam membangun
masyarakat yang sejahtera agar terhindar dari berbagai keributan
maupun persengketaan yang akan menimbulkan sebuah
perpecahan. Nilai moral dan kekeluargaan ini tidak hanya

Hasil wawancara dengan kepala desa pada tanggal yang telah ditentukan
59

60
Tarup atau dalam bahasa indonesia nya yang disebut sebagai panggunga
adalah sebuah bangunan yang terbuat dari kayu, bambu dan seng, bangunan
tersebut dibuat dengan cara bergotong royong oleh warga setempat mulai dari
pencarian bahan-bahan ke hutan, pengangkutan, dan penegakan nya pun juga
dilakukan bersama-sama bahkan Sampai pembongkaran nya nanti pun juga
dilakukan bersama-sama. Tarup ini biasanya dibangun ketika ada yang
mengadakan pesta pernikahan.

38
digunakan kepada orang disekeliling mau pun masyarakat sekitar
akan tetapi digunakan juga dalam kebernegaraan.

G. Perbedaan dan Tradisi Yang Ada Dalam Adat Pernikahan


Suku Rejang
1. Perbedaan Dalam Pernikahan Suku Rejang dan Suku
Rejang Lainnya
Pada umumnya pernikahan yang ada di bengkulu itu
sama, baik dari segi acara maupun hantarannya, walaupun
terdapat perbedaan itu terletak pada tata cara atau langkah-
langkah dalam pelaksanaan pernikahan tersebut. sepertihalnya
dalam adat Bengkulu ketika akan dilaksanakannya pernikahan
ada hal-hal yang wajib dilakukan yaitu seperti siraman air
kembang, pawai pengantin yang diarak keliling kota
bengkulu. Berbeda halnya dengan adat Suku Rejang dalam
proses pernikahan tersebut tidak ada prosesi seperti siraman
dan pawai seperti adat asli kota Bengkulu. Ada pula
perbedaan antara adat dengan adat Lembak yaitu perbedaan
nya ada di hidangan ketika akan dilaksankannya pernikahan
yaitu dalam Suku Rejang yang wajib adalah punjung nasi
sawo sedangkan dalam Suku Rejanglembak punjung nasi
sawo tidak wajib ada dan bisa digantikan dengan lemang
tapai.61

2. Tradisi Yang Wajib ada Dalam Pernikahan Suku Rejang


Dalam proses pernikahan Suku RejangRejang pun ada
tradisi yang harus dipersiapkan atau wajib ada yaitu berupa
punjung nikah (sajian), yaitu berupa nasi kuning yang
dibentuk kerucut ataupun bundar seperti tumpeng yang
dilapisi daun pisang berbentuk bunga pada bagian atas nasi
dan dilengkapi dengan olahan satu ekor ayam utuh yang
diletakkan di atas nasi tersebut lalu dihiasi dengan bendera
warna-warni dan dibawa ketika akan dilaksanakannya akad
nikah. Dan juga yang wajib ada yaitu punjung nasi sawo,
yaitu berupa nasi ketan dan inti kelapa yang dimasak dengan

61
Hasil wawancara kepada ketua adat pada tanggal yang telah ditentukan.

39
gula merah, serta gulai ayam yang dimasak sesuai dengan
keiinginan tuan rumah.
Adat tersebut digunakan apabila pernikahan
dilangsungkan di rumah dan jika pernikahan tersebut
dilakukan di kantor KUA maka tidak perlu menggunakan adat
tersebut. Dalam pelaksanaan pernikahan tersebut orang yang
hadir dalam ruang lingkup pernikahan itu diwajibkan untuk
memakai sarung dan peci atau kopiah berwarna hitam. Jika
tidak menggunakan peci maupun sarung maka ia tidak boleh
memasuki ruangan tempat diberlangsungkannya akad nikah.62

3. Larangan Yang Ada di Dalam Pernikahan Suku Rejang


Dalam Suku Rejang terdapat sebuah larangan dalam
menjalani pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan
yaitu tidak boleh adanya hubungan darah antara kedua belah
pihak, yaitu larangan pernikahan sesama warga Se Petulai.
Pernikahan Se Petulai merupakan pernikahan yang masih satu
nenek atau satu datuk (masih ada hubungan kekeluargaan
yang sangat dekat), pernikahan semacam ini adalah
pernikahan yang terlarang, pernikahan yang sangat berat.
Apabila pernikahan ini terjadi maka akan ada ritual khusus
dalam penyelesaian nya, dengan cara membayar Uang Kutai
serta penyembelihan seekor kambing, dan si pasanngan suami
istri ini akan di arak keliling kampung atau yang di sebut
dengan cuci kampung. Ritual ini berguna untuk
membersihkan kampung dari noda pelanggaran yang sudah
dilakukan. perkawinan ini sering di sebut dengan Kawin
Pecah Periuk sedangkan perkawinan satu Poyang (Sepoyang
adalah penyebutan dimana kedua orang tua kedua belak pihak
pada posisi saudara sepupu) perkawinan ini di sebut Kawin
Pecah Tumang. Dalam larangan pernikahan karena masih
adanya hubungan darah terlampau dekat (persodaraan) antara
laki-laki dan perempuan juga disebut di dalam Qs. An-nisa
ayat 23 yang berbunyi:

62
Hasil wawancara kepada ketua adat pada tanggal yang telah ditentukan.

40
Yang artinya : Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-
ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-
saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu
yan perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang
menyusui kamu,saudara-saudara perempuanmu
sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak
perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam
peliharaanmu, dari istri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum campur tangan dengan istrimu
itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa
kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-
istri anak kandungmu (menantu) dan (diharamkan)
mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada
masa lampau. Sungguh Allah maha pengampun dan
penyayang.63

63
Qs. An-nisa ayat 23

41
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pernikahan pada umumnya merupakan suatu ikatan suci oleh
seorang laki-laki dan seorang perempuan yang saling mencintai, yang
mana di dalam sebuah ikatan pernikahan ini nantinya akan
membangun sebuah keluarga yang harmonis yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak. Dan di dalam islam pun mengatakan bahwa menikah
merupakan hal yang sesuai dengan ketentuan Allah Swt lengkap
dengan rukun beserta syaratnya, sehingga tidak ada penghalang yang
menghalangi keabsahannya dan tidak ada unsur penipuan dari kedua
belah pihak baik suami maupun isteri atau salah satunya, serta niat
kedua mempelai sejalan dengan tuntunan syariat Islam. Dan di dalam
kebudayaan nya pun pernikahan adalah salah satu peristiwa yang
sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, karena di dalam
pernikahan tidak hanya menyangkut antara sepasang laki-laki dan
perempuan saja melainkan juga menyangkut kedua orang tua dari
kedua belah pihak, beserta keluarga dan saudara-saudaranya masing-
masing agar terciptanya hubungan yang harmonis anatar dua
keluarga.

42
Seperti halnya di dalam pelaksanaan sebuah pernikahan itu
tercantum nilai-nilai keislaman yang harus ada yaitu seperti nilai
aqidah, nilai syariat, dan nilai akhlak nya. dari ketiga nilai ini sangat
berperan penting dalam keberlangsungan acara penikahan. Yang di
dalam nya harus ada peraturan dan tata cara adat yang harus di
terapkan, dan kebersamaan serta saling menghargai antara satu sama
lain.

B. Saran
Saran saya sebagai penulis untuk generasi-generasi yang akan
datang agar adat serta tradisi-tradisi yang ada di setiap daerah harus
terus dilestarikan supaya nanti geneasi-generasi selanjutnya juga ikut
merasakan betapa indah nya dan betapa bangganya kita memuliki
keunikan-keunikan tersendiri dari setiap daerah.

Saya juga berharap kepada lembaga tempat saya meneliti ini agar
sejarah-sejarah seta tradisi-tradisi ini di bukukan, dan dijadikan suatu aturah
khusus yang harus terus dilaksanakan, agar tardisi ini tetap lestari dan tidak
punah karena mengingat perkembangan zaman yang sangat pesat ini yang
memiliki kemungkinan untuk mempermudah suatu acara dan meninggalkan
tradisi-tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu.

Dan untuk para peneliti selanjutnnya yang membahas mengenai


pernikahan adat Suku Rejang ini agar terus dilanjutkan untuk mendapatkan
hasil yang lebih maksimal, karena dalam penelitaian saya ini pastinya akan
ada kekurangan-keurangan yang harus dilengkapi. Karena dalam adat
pernikahan Suku Rejang masih banyak hal-hal yang menarik untuk diteliti.

43
DAFTAR PUSTAKA

Atabik Ahmad dan Mudhiiah Khoridatul, Pernikahan dan Hikmahnya


Dalam Perspektif Hukum Islam, Dalam Jurnal: YUDISIA, Vol.5, No.2,
Desember 2014, hal. 292.
Budiman Chandra, Pengantar Statistik Kesehatan, (Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1995).
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Edisi keempat (Jakarta : PT Gramedia Utama).
Dwi Richa Novita Sari, Lunturnya Adat Istiadat dan Sosial Budaya
di Era Reformasi Berdasarkan Unsur Pancasila, Universitas Katolik Widya
Mandala Madiun, hal. 7, 2019.
Hastati Nurhasanah, Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Adat
Istiadat Masyarakat , An-Nizam, vol.4, No.2, Agustus 2019, hal. 7
Inarti Sasmita, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Emas
Sembeak dalam Pernikahan, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu.
Irsal, Makna Etis “Punjung Nasi Sawo” Pada Acara Pernikahan
Suku Rejang di Kecamatan Batik Nau Kabupaten Bengkulu Utara, IAIN
Bengkulu, Vol.2, No.1, Mei 2017, hal.15.
J Lexi, Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, hal.162.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

44
Koentjaraningrat, pengantar antropologi 1, jakarta: Rineka cipta,
1996, hal.72
Majana Sanuri, Perkawinan Beleket Menurut Adat di Lebong
Ditinjau dari Hukum Islam, dalam jurnal Qiyas ( Bengkulu: IAIN Bengkulu.
Vol.2, No.1, April 2017), hal.99

Mardiana, Tradisi Pernikahan Masyarakat di Desa Bontolempangan


Kabupaten Gowa (Akulturasi Budaya Is lam dan Budaya Lokal)”, UIN
Alauddin Makasar.
Mudir Badrul Hamidy, Masuk dan berkembangnya Islam di
Bengkulu, hal.24

Puji Titje Lestari, Keberadaan Bahasa Pesisir Kabupaten Bengkulu


Utara Ditinjau Dari Segi Kesatuan Bahasanya, Universitas Dehasen
Bengkulu, Vol.7, No.2, desember 2019.

Rijali Ahmad , Analisis Data Kualitatif, jurnal: Uin Antasari Banjar


Masin, Vol.17 No.33, Januari-Juni 2018.
Saidiyah Satih Saidiyah dan Julianto Veri, Problem Pernikahan dan
Strategi Penyelesaiannya: Studi Kasus Pada Pasangan Suami Istri
Dengan Usia Perkawinan di Bawah Sepuluh Tahun, Jurnal Psikologi
Undip, Vol.15, No2, Oktober 2016, hal. 128.
Santoso, Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang
Perkawinan Hukum Islam dan Hukum Adat, UNISSULA Semarang, Vol.7,
No.2, Desember 2010, hal. 413-414.
Santoso, Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang
Perkawinan Hukum Islam dan Hukum Adat, UNISSULA Semarang, Vol.7,
No.2, Desember 2010, hal.426
Siddik Abdullah, Hukum Adat , Jakarta, Balai Pustaka, 1980, hal.268
Supriyati Ninik, Metode Penelitian Gabungan (Mixed Methods),
Widyaiswara BDK Surabaya, hal.4.
Syah Mabrur, Akulturasi Islam dan Budaya Lokal Kajian Historis
Sejarah Dakwah Islam di Wilayah , STAIN Curup-Bengkulu, Vol.1, No.1,
2016.

Wibowo Ari, Pola Komunikasi Masyarakat Adat, Khazanah Sosial,


Vol.1, No.1, hal.18.

45
Wijaya Mahendra Dkk, PEMAKNAAN PERKAWINAN: Studi Kasus
Pada Perempuan lajang Yang BekerjaDi Kecamatan Bulukerto Kabupaten
Wonogiri, Jurnal Analisa Sosiologi, April 2017, hal.75.
Wisnu Gianjar Kawirian Hidayat, Pandangan Tokoh Agama Islam di
Dusun Nipah Terhadap Adat Merariq Suku RejangSasak, Praktek Profesi
Mahasiswa, Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran I Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

46
Gambar 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran II Transkrip Hasil Wawancara

47
1. Wawancara Bersama Bapak Bambang Indarto Selaku Ketua
Lembaga Kantor KUA Pada Tanggal 16 Juli 2021
 Apa yang dimaksud dengan pernikahan ?
Menurut saya pernikahan itu adalah upacara pengikatan janji
nikah yang dilaksanakan atau memiliki dua orang pelaku yaitu
seorang laki-laki dan perempuan dengan maksud meresmikan suatu
ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum dan norma
sosial. Namun dalam acara pelaksanaan pernikahan itu pun memiliki
cara yang berbeda-beda di setiap daerah.
 Apa saja syarat dan rukun nikah dalam islam ?
Jadi rukun nikah itu terdiri dari pengantin laki-laki, pengantin
perempuan, seorang wali, dan dua orang saksi. Apabilla ketempat
rukun itu sudah terpenuhi maka baru bisa dilakukannya ijab qabul
(akad nikah). Dalam menjalankan sebuah pernikahan itu ada
beberapa syarat yaitu:
a. Syarat calon suami, yaitu beragama islam, leki-laki yang tertentu,
mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut, bukan
dalam ihram haji (umroh), dengan kerelaan sendiri bukan dari
paksaan, tidak mempunyai empat orang istri dalam satu waktu,
mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi sah untuk
dijadikan istri.
b. Syarat bakal istri, beragama islam, perempuan yang tertentu, bukan
seorang banci, tidak dalam ihram haji (umroh), tidak dalam iddah,
bukan istri orang..
c. Syarat wali, beragama islam, laki-laki yang sudah pubertas, dengan
kelraan sediri tanpa adanya paksaan, bukan dalam ihram haji atau
umroh, tidak cacat akal pikiran, dan usia yang terlalu tua.
 Apakah arti pernikahan menurut bapak?
Menurut saya pernikahan itu adalah suatu ikatan suci antara
seorang laki-laki dan perempuan untuk membangun sebuah rumah
tangga yang harmonis sakinnah, mawaddah, warahmah. yang mana
dalam pelaksanaan pernikahan ini digelar sebuah acara sakral yang
termuat berbagai tradisi-tradisi khusus dan beragam.
 Apa pendapat bapak mengenai adat pernikahan Suku Rejang
ini?
Pendapat saya selama melaksanakan tugas dalam pencatatan
nikah di wilayah KUA Kecamatan Taba Penenjung Kabupaten
48
Bengkulu Tengah ini semuanya menggunakan adat Suku Rejang.
Ketika dilihat dari prosesinya banyak menggunakan doa-doa yang
sesuai dengan mayoritas agama yang di peluk oleh Suku Rejang ini
yaitu beragama Islam, norma agama yang digunakan dalam prosesi
pernikahan yang ada pada Suku Rejang ini cukup kental.

2. Wawancara Bersama bapak Ashardi selaku kepala desa


Sukarami pada tanggal 21 Juli 2021.
 Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Sukarami ini?
Jadi pada zaman dahulu awal mula nya ada dua desa yang
bernama solok belanak dan tanjung heran. Desa solok belanak dan
tanjung heran ini terbentuk pada tahun 1942, namu kedua desa ini
terdampak penyakit yang menular dan bisa menyebabkan kematian
sehingga membuat kedua desa ini sulit untuk berkembang dan
makmur karena hampir seluruh warga desa terserang penyakit
menular tersebut. Dari kejadian tersebut maka dibentuklah sebuah
desa baru pada tahun 1946 yang di beri nama desa Sukarrami.
Sejarah penamaan desa ini sendiri yaitu diambil dari kata sukar yang
dalam bahasa indosenia berarti tidak suka dan rami yang berarti
keramaian, maka dalam artian Sukarami adalah desa yang tidak suka
dengan keramaian maka disebut dengan desa Sukarrami.
Oleh sebab itu desa sukarrami ini dujuluki sebagai desa
terpanjang (1 km) dengan jumlah penduduk yang paling banyak dan
memiliki posisi yang strategis namun tetap terlihat sepi dan tidak
berkembang. Namun seiring dengan berjalannya waktu desa ini mulai
berkembang dan mulai membangun persekolahan seperti, sd, paud,
dan Smp serta membangun lapangan futsal dan Volly dan
membentuk pemuda karang taruna. Yang sampai saat ini pemuda dan
pemudi desa ini masih memegang kejuaraan cabang olahraga bola
volly putra dan putru tingkat provinsi, dan juga desa ini mendapat
julukan sebagai desa buah karena disepanjang jalan desa ini banyak
terdapat pedagang-pedagang buah dengan beraneka ragam jenis baik
buah lokal maupun buah impor.
 Bagaimana profil desa Sukarami ini?
Desa sukarami ini merupakan desa terpanjang dan memiliki
jalan yang lurus, desa ini dikelilingi oleh perbukitan, perkebunan dan
persawahan dengan luas wilayah mencapai 697,33 hektar, dengan
49
jumlah penduduk 2800 orang dan 722 kepala keluarga. Penduduk di
desa ini memiliki beragam bahasa beberapa diantara nya yaitu
bahasa Rejang, serawai, lembak, dan melayu. Desa ini memiliki juga
suatu tempat wisata alam yang bernama geronjong, geronjong
merupakan bendungan yang dibangun oleh warga setempat guna
untuk menahan laju air ke sebuah pembangkit listrik tenaga air
(PLTA) dan juga untuk membantu para petani dalam mengaliri area
persawahan.
Dengan perawatan yang baik serta di dukung dengan
pemandangan di sekitar bendungan yang indah sehingga sekarang
menjadi area wisata alam desa Sukarami. Maka dengan adanya area
wisata baru ini para warga desa Sukarami ini memanfaatkannya
dengan baik untuk mencari uang yaitu ada yang berjualan, ada yang
menjadi tukang parkir, ada yang bertugas sebagai pemndu wisata,
dan ada juga yang menyewakan pelampung serta jasa angkutan rakit
untuk menikmati indahnya pemandangan di sepanjang sungai yang
dikelilingi oleh persawahan dan perbukitan. Di Desa Sukarami juga
dilengkapi dengan fasilitas puskesmas, balai desa, rumah posyandu,
dan lapangan olahraga.
 Bagimana caranya untuk menanamkan nilai moral dalam
kekeluargaan?
Pada awal nya yaitu ketika nilai moralyang ada di dalam diri
manusia itu bermula dari bagimana sikap dan tatacara kita di dalam
sebuah keluarga, yang mana di dalam sebuah keluarga kita harus
saling menghormati, saling menyanyangi, dan saling mengerti satu
sama lain. ketika sikap kita baik terhadap keluarga baik terhadap
Ayah, Ibu, adik, kakak, kakek, nenek, paman, maupun bibi barulah
nilai moral kita akan muncul. Dengan adanya nilai moral yang baik di
dalam diri kita secara otomatis akan adanya kebersamaan serta sifat
ramah tidak hanya dengan keluarga saja melainkan dengan orang lain
juga bahkan sekalipun itu dengan orang yang baru kita kenal. Dan
nilai moral ini dapat kita kembangkan dalam kemasyarakatan
maupun dalam sebuah negara.
Begitu pula hal nya dengan nilai moral dan nilai kekeluargaan
yang ada di dalam sebuah pernikahan di Suku Rejang ini, yaitu dalam
acara ini menunjukan kekompakan, kerukunan, dan kebersamaan
keluarga dalam melancarkan sebuah acara yang sakral ini. di dalam
50
pelaksanaan acara pernikahan di Suku R ejang ini melibatkan warga
setempat, sanak sodara, dan juga kerabat dekat untuk saling bekerja
sama, dan saling membantu dalam menyiapkan hidangan, penegakan
tarup (panggung), penegakan tenda dan hal-hal lainnya, ini semua
dilakukan secara bersama-sama agar saling mempererat tali
silaturahmi yang baik dan terjalinnya nilai-nilai kekeluargaan antar
keluarga, sanak sodara dan warga setempat, dari sinilah kerukunan
dapat terjalin dengan baik

3. Wawancara bersama bapak Hairum selaku ketua adat desa


Sukarami pada tanggal 26 Juli 2021
 Bagaimanakah nilai keislaman terkait dengan pernikahan di
Suku Rejang?

Adat bersendi agama dan agama bersendi dengan kitabullah,


jadi antara adat dan agama saling berkaitan. Antara adat dan agama
tidak bertentangan. Jadi di dalam proses pernikahan adat Suku
Rejang ini erat kaitannya dengan nilai-nilai agama karena di setiap
tradisi nya mengandung makna tersendiri namun tidak bertentangan
dengan nilai-nilai agama bahkan adat dan tradisi ini lah yang erat
dengan nilai-nilai agama.

 Apa kah ada hal-hal yang dilarang dalam pernikahan Suku


Rejang?
Sebenarnya hal-hal yang di larang ini tidak hanya di Suku
Rejang saja melainkan juga di terapkan pada suku-suku lain ataupun
daerah-daerah lain. larangan tersebut seperti, apabila ada anak yang
belum mencapai usia 20 tahun atau kurang dari 20 tahun maka anak
tersebut tidak bisa menikah di kantor agama karena usianya belum
mencukupi, akan tetapi bisa disahkan dengan pernikahan sirih,
karena syarat khusus dari sebuah pernikahan yaitu rukun nikah yang
terdiri dari 1 orang wali dan 2 orng saksi akan tetapi pernikahan
tersebut belum di sahkan oleh pemerintahan karena masih berstatus
pernikahan dibawah umur, oleh karena itu pernikahan tersebut
disebutkan dengan pernikahan sirih.
Dalam pernikahan sirih tersebut menurut adat Rejang tidak
diperkenankan menggunakan pakaian adat Rejang berupa baju adat

51
merah dan hiasan kepala yang disebut dengan tajuk. Apabila
terjadinya pernikahan di bawah umur maka pengantin pria dan wanita
tersebut wajib cuci kampung dan di tobatkan. Proses cuci kampung
tersebut diadakan di rumah kediaman baik mempelai pria maupun
wanita yaitu dengan cara menggelar suatu hajatan dan berdoa
bersama serta menyembelih 1 ekor kambing yang mana darah
kambing tersebut dimbil dan dicampur dengan jeruk, dan sedingin
lalu campuran tersebut di tebar di kiri kanan jalan sepanjang 20 meter
ke hulu desa dan 20 meter ke hilir desa. Dan sebelum doa
dilaksanakan kedua mempelai tersebut wajib ditobatkan terlebih
dahulu oleh seorang imam dengan cara kedua mempelai di lingkupi
dengan kain putih sepanjang 2 meter lalu kain putih tersebut
dikembalikan ke masjid.
 Apa saja tradisi yang wajib ada dalam Pernikahan Suku Rejang
ini?
Dalam proses pernikahan Suku Rejang pun ada tradisi yang
harus dipersiapkan atau wajib ada yaitu yang pertama berupa punjung
nikah (sajian), yaitu berupa nasi kuning yang dibentuk bundar seperti
tumpeng yang dilapisi dengan daun pisang yang di ukir berbentuk
bunga lalu pada bagian atas nasinya itu dilengkapi dengan olahan
satu ekor ayam utuh yang diletakkan diatas nasi tersebut dan dihiasi
dengan bendera warna-warni lalu dibawa ketika akan
dilaksanakannya akad nikah. Tradisi kedua yang wajib ada yaitu
punjung nasi sawo, yaitu berupa nasi ketan dan inti kelapa yang
dimasak dengan gula merah yang penyajian nya itu harus di tata
khusus dan rapih di atas piring putih, nasi yang diratakan di seluruh
permukaan piring bagian dalam dan di tengah-tengah nya diberikan
inti kelapa. Lalu tradisi yang ke tiga yaitu harus ada gulai ayam yang
dimasak sesuai dengan keiinginan tuan rumah.
Adat tersebut digunakan apabila pernikahan dilangsungkan di
rumah, jika pernikahan tersebut dilakukan di kantor KUA maka tidak
perlu menggunakan adat tersebut. Tradisi ke empat yaitu ketika akan
di langsungkannya akad nikah maka orang yang hadir dalam ruang
lingkup pernikahan tersebut diwajibkan memakai sarung dan peci
atau kopiah berwarna hitam. Jika tidak menggunakan peci maupun
sarung maka ia tidak boleh memasuki ruangan tempat
diberlangsungkannya akad nikah.
52
 Apa perbedaan antara pernikahan di Suku Rejang dengan
pernikahan di suku lain?
Padamumnya pernikahan yang ada di Suku Rejang itu sama
baik dari segi acara maupun hantarannya, walaupun ada perbedaan
yang terletak pada tata cara atau langkah-langkah dalam pelaksanaan
pernikahannya. Seperti hal nya dalam adat bengkulu ketika akan
dilaksanakannya pernikahan ada hal-hal yang wajib dilakukan yaitu
seperti siraman air kembang, pawai pengantin yang diarak keliling
kota bengkulu, injak telur dll. Akan tetapi hal yang Berbeda dengan
adat Suku Rejang yang mana dalam proses pernikahannya itu tidak
ada prosesi seperti siraman, pawai, dan injak telur seperti adat asli
kota Bengkulu.
Pernikahan Suku Rejang juga berbeda dengan pernikahan
adat Suku Lembak yaitu berbeda dalam segi makanan yang wajib ada
di hari akan berlangsungnya akad nikah yaitu, dalam adat Suku
Lembak makanan yang wajib ada dalam prosesi pernikahan yaitu
lemang tapai. Lemang tapai merupakan makanan khas yang wajib
ada keti ka akan berlangsungnya hari akad nikah dalam Suku Lembak
yang mana lemang tapai ini berupa beras ketan dan santan yang
dimasak di dalam sebuah bambu dengan cara di bakar, dan tapai yang
terbuat dari beras ketan merah yang di fermentasi selama 4 hari,
kedua makanan tersebut disajikan secara bersamaan dalam satu
piring. Sedangkan di dalam Suku Rejang yang wajib ada yaitu.

4. Wawancara bersama Dimas Prayoga selaku pemuda desa


Sukarami pada tanggal 1 Agustus 2021.
 Terkait dengan tata cara serta adat istiadat pernikahan yang ada
pada Suku Rejang ini bagaimana tanggapan anda?
Menurut saya pernikahan yang ada di Suku Rejang ini
menarik karena di dalam nya terdapat keunikan-keunikan dalam
rangkaian acara nya, sehingga harus tetap dilestarikan agar generasi
penerus yang akan datang agar ikut merasakan keunikan serta
kebagahiaannya.

5. Wawancara bersama Lusi Anggareni selaku pemudi desa


Sukarami pada tanggal 1 agustus 2021.

53
 Terkait dengan tata cara serta adat istiadat pernikahan yang ada
pada Suku Rejang ini bagaimana tanggapan anda?
Tanggapan saya mengenai pernikahan yang ada pada Suku Rejang ini
seru karena ada banyak hal yang dapat kita pelajari terutama
kebersamaan nya, karena menurut saya dalam menggelar acara besar
seperti acara pernikahan seperti ini harus menggunakan banyak
tenaga dan kerja sama yang baik dalam mensukses kan acara ini, jadi
disini saya melihat kerukukan serta gotong royong antar keluaga,
tetangga, dan masyarakat itu masih terjaga dengan baik. Selain
adanya kerukuran serta kebersamaan di dalam pernikahan ini juga
terdapat keunikan-keunikan dalam proses pelaksanaan nya yang
jarang dimiliki oleh daerah lain seperti belarak, bemecak, besanding,
mena’oi (menari), ada juga yang memakai tardisi belarak malam dan
sarafal anam.
6. Wawancara bersama Ibu Anggi dan Bapak Yogi yang terlibat
dalam pernikahan di Suku Rejang pada tanggal senin 2 Agustus
2021.
 Bagaimana pendapat kalian setelah meelaksanakan adat
pernikahan Suku Rejang ini?
Menurut kami dalam pelaksanaan serta persiapan pernikahan
adat Rejang ini cukup hangat ia menyatukan antara dua keluaraga
yang mana kelurga pria bertandang ke rumah keluarga wanita
yangmana kedatangan tersebut disambut dengan baik dengan ke
khasan caranya dalam menyambut orang baru di keluraganya, serta
saling memperkenalkan satu persatu anggota keluarga masing-
masing. Dan dalam pagelaran acara nya pun cukup meriah dan
banyak hal-hal unik yang dilakukan. Tp disini kamu berharap agar
tradisi seperti ini tetap terjalin sampai kapan pun.
 Bagimana pendapat kalian terkait dengan adat atau tradisi yang
ada pada acar pernikahaan Suku Rejang ini?
Menurut kami ini sangat menarik karena dalam setiap prosesi
nya memiliki makna tersendiri, seperti belarak dengan adanya adat
belarak ini kita bisa mengajak para sanak sodara, teman, kerabat dan
masyarakat lainnya untuk jalan bersama mengelilingi kampung
dengan iringan tabuhan rebana yang seakan meberikan semangat
kepada kita, setelah belarak kemudian dilanjutkan dengan bemecak,
yaitu yang menggambarkan seolah-olah bahwa laki-laki itu tangguh
54
seperti pedang dan mampu mengahadapi segala macam rintangan
dalam menjalin rumah tangga, dan ada tarian-tarian yang mengajak
para adik, uwak, nenek, teman, sodara, serta masyarakat yang lain
untuk ikut bergabung merasakan kebahagiaan dengan cara menari
bersama-sama.

Lampiran III Dokumentasi Hasil Penelitian

 Foto wawancara Kepada Bapak Bambang Indarto, ketua lembaga


kantor KUA (jum’at 16 Juli 2021)

55
Gambar 3 Wawancara Kepada Ketua Lembaga Kantor KUA Bresama
Bapak Bambang Indarto.

 Foto wawancara Kepada Bapak Hairum, ketua adat desa sukarami


(senin 26 Juli 2021)

Gambar 4 Wawancara Kepada Ketua Adat Desa Sukarami Bersama


Bapak Hairum.

56
 Foto wawancara kepada dimas Prayoga, pemuda desa sukarami
(minggu 1 Agustus 2021)

Gambar 5 Wawancara Kepada Pemuda Desa Sukarami Bersama Dimas


Prayoga

 Foto wawancara kepada bapak Ashardi, kepala desa Sukarami (rabu


21 Juli 2021)

Gambar 6 6Wawancara Kepada Kepala Desa Sukarami Bersama Bapak


Ashardi

57
 Foto belarak adat pernikahan Suku Rejang (jum’at 23 Juli 2021)

Gambar 7 Pelaksanaan Belarak Adat Pernikahan di Suku Rejang

 Foto bemecak adat di pernikahan Suku Rejang (sabtu 18 September


2021)

Gambar 8 Pelaksanaan Bemecak Adat Pernikahan Suku Rejang

58
 Foto menari pengantin pria adat pernikahan di Suku Rejang (sabtu 23
Oktober 2021)

Gambar 9 pelaksanaan menari pengantin pria adat pernikahan Suku Rejang

 Foto menari pengantin pria adat pernikahan di Suku Rejang (sabtu 23


A\Oktober 2021)

Gambar 10 pelaksanaan menari pengantin pria adat pernikhan Suku


Rejang.

59
60

Anda mungkin juga menyukai