Anda di halaman 1dari 15

Percobaan 8

Argentometri

I. Pendahuluan

1.1 Tujuan

-mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan perak nitrat 0,1 N.

-mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan amonium tiosianat 0,1 N.

-mahasiswa mampu menetapkan kadar bromida secara argentometri dan


menggunakan indikator yang pada akhirnya titrasi memberi larutan berwarna
(metode Volhard).

Latar Belakang

I.2 Latar Belakang


Sejalan dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang terutama dibidang
farmasi, maka sangatlah penting bagi seorang calon farmasis muda untuk mengetahui
bagaimana suatu senyawa dengan senyawa lain dapat bereaksi serta bagaimana hasil
dari reaksi tersebut.
Pada praktikum ini dilakukan salah satu percobaan yaitu titrasi Argentometri
dengan nama lain titrasi pengendapan. Tetapi reaksi pengendapan terbatas pada
reaksi-reaksi antara ion Ag+ dengan ion-ion halian, tiosianat dan sianida.
Argentometri merupakan salah satu metode dari titrasi penetapan. Titrasi dengan
metode ini digunakan dalam penentuan ion halogenida. Metode pengendapan
digunakan karena metode ini lebih mudah dilakukan dengan memisahkan suatu
sampel menjadi komponen-komponennya dan saat ini pengendapannya merupakan
teknik pemisahan yang luas penggunaannya.
Khusus dalam penetapan kadar senyawa yang sukar larut diterapkan metode
tertentu sebab sifat dari senyawa yang sukar larut memiliki sifat tertentu yang tidak
dimiliki oleh senyawa yang larut. Salah satu metode tersebut adalah argentometri.
Metode ini hanya ditekankan bagi senyawa yang diketahui sukar larut. Dengan
adanya percobaan ini diharapkan praktikan mampu menentukan kadar suatu senyawa
yang tidak larut dalam air. Oleh karena itulah diadakan percobaan ini.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titran dengan analit. Adapun macam-macam cara pengendapan dalam
argentometri adalah cara Mohr, cara volhard dan cara vajans. Untuk mengetahui
lebih lanjut tentang titrasi dengan cara pengendapan, maka dilakukan percobaan
argentometri berikut ini.
Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari
garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan
dari titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap
kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi,
dan titik akhir titrasi yang mudah diamati. (Mulyono,2005)
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini
biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion
halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO 3.
Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan
tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak,
dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat dan ion arsenat.(Kisman,1988)
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit
membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl. (Kisman,1988)

Ag(NO3)(aq)  +  NaCl(aq) AgCl(s)  + NaNO3(aq)

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan
bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana
dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan
sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah
tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang
dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode
Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita
juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.
(Kisman,1988)
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk
dari reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan
menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi
sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan
rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak
sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa
kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat. (Harjadi,1993)
Adapun macam-macam cara pengendapan dalam argentometri :
1. Cara Mohr
            Pada metode ini, titrasi halide dengan AgNO3 dilakukan dengan K2CrO4.
Pada titrasi ini akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akhir titrasi,
ion Ag+yang berlebih diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata.
Larutan harus bersifat netral atau sedikit bas, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab Ag
akan diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam maka titik akhir titrasi
tidak terlihat sebab konsentrasi CrO4- berkurang.
            Pada kondisi yang cocok, metode mohr cukup akurat dan dapat digunakan
pada konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator
berwarna harus lebih larut disbanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi.
Indikator tersebut biasanya digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl 2, dengan titik
akhir akhir terbentuknya endapan garam Ba yang berwarna merah. (Khopkar, 1990)

2.  Cara Volhard
            Titrasi Ag dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah
contoh metode volhard, yaitu pembentukan zat berwarna didalam larutan. Selama
titrasi, AgSCN terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH 4SCN yang berlebih
bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap [FeSCN]2+.
            Pada metode volhard, untuk menentukan ion klorida suasana haruslah asam
karena pada suasana basa Fe3+ akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang ditambahkan
ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut kemudian dititrasi
balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator. (Khopkar, 1990)

3. Cara Fajans
            Dalam titrasi fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna.
Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen, antara lain dengan
memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
            Indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organic yang dapat
membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya flouresein yang digunakan dalam
titrasi ion klorida. Dalam larutan, flouresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis
HFI) :
HFI     H+  +  FI-
            Ion FI- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda.
            Flouresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir
dalam titrasi ini diketahui berdasar tiga macam perubahan, yakni (i) endapan yang
semula putih menjadi merah muda dan endapan terlihat menggumpal, (ii) larutan
yang semula keruh menjadi lebih jernih, dan (iii) larutan yang semula kuning hijau
hampir tidak berwarna lagi. (Harjadi, 1990)

Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengenda


1.     Pembentukan suatu endapan berwarna
      Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan klorida dan
bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida dengan larutan perak nitrat,
sedikit larutan kalium kromat ditambahkan untuk berfungsi sebagai indikator. Pada
titik akhir, ion kromat ini bergabung dengan ion perak untuk membentuk perak
kromat merah yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini hendaknya dilakukan
dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni dalam jangkauan pH 6,59.
(Bassett, 1994)

2.     Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut


      Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak dengan adanya
asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau ammonium tiosianat standar.
Indikatornya adalah larutan besi(III) ammonium sulfat. Penambahan larutan tiosianat
menghasilkan mula-mula endapan perak klorida. Kelebihan tiosianat yang paling
sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan coklat kemerahan, disebabkan oleh
terbentuknya suatu ion kompleks.
               Ag+  +  SCN-  Û  AgSCN
               Fe3+  + SCN-  Û [FeSCN]2+
      Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan iodide dalam
larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih ditambahkan dan kelebihannya
dititrasi balik dengan larutan tiosianat standar. (Bassett, 1994)
               Ag+  +  Cl-     AgCl
               Ag+  +  SCN-    AgSCN

3. Penggunaan indikator adsorpsi


      Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada titik
ekuivalen, indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses adsorpsi terjadi
suatu perubahan dalam indikator yang menimbulkan suatu zat dengan warna
berbeda, maka dinamakan indikator adsorpsi.
      Zat-zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna deret flouresein
misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai garam natriumnya.
      Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu larutan perak klorida
dititrasi dengan larutan perak nitrat, perak klorida yang mengendap mengadsorpsi
ion-ion klorida. Ion flouresein akan membentuk suatu kompleks dari perak yang
merah jambu. (Bassett, 1994)
II. Bahan dan Metode
 Waktu pelaksanaan

Hari/tanggal : kamis, 7 Desember 2017

Waktu : 13.00 WIB

Tempat : Laboratorium Kimia Analisis

Fakultas Farmasi

Universitas Muhammadiyah Purwokerto

 Alat
Buret Pipet ukur
Labu ukur Pipet volume
Sendok Perkamen

 Bahan
AgNO3 NaCl
K2Cro4 Amonium Tiosianat
HNO3 Besi (III) Amonium Sulfat

Mekanisme Reaksi

o Pembuatan Larutan AgNO3

AgNO3 + NaCl AgCl (endapan putih) + NaNO3

titik akhir titrasi

2 AgCl + K2Cro4 Ag2Cro4 (endapan merah bata)

o Pembakuan Larutan Amonium Tiosianat

Ag + + CNS - AgCNS

Fe3+ + CNS- [Fe CNS ]2+ (coklat merah)


o Penetapan Kadar Bromida

AgNO3 + NaBr AgBr + NaNO3

AgBr + NH4CNS AgCNS + NH4Br

AgCNS + NH4Fe (SO4)2 [Fe CNS]2+ (coklat merah)


III. Hasil
1. Pembuatan larutan perak nitrat

Bobot kertas + perak nitrat (mg) (a) 3052,4


Bobot kertas + sisa perak nitrat (mg) (b) 335
Bobot perak nitrat yang tertimbang (mg) (a) – (b) 2117,4
BM perak nitrat 169,87
Volume akhir larutan perak nitrat 160

2. Pembakuan larutan perak nitrat

Bobot kertas + natrium klorida (mg) (a) 459


Bobot kertas + sisa natrium klorida (mg) (b) 334
Bobot natrium klorida yang tertimbang (mg) (a) – (b) 125
BM natrium klorida 53,44
Volume akhir titrasi perak nitrat 160

Replikasi Bobot natrium Volume titran perak nitrat yang Normalitas


klorida digunakan (ml) larutan perak
nitrat (N)
1 125 21 0,102

mg NACl
Normalitas AgNo3 =
BM NaCl x ml AgNO 3 yang digunakan

3. Pembuatan Larutan Baku Amonium Tiosianat

Bobot kertas + Amonium tiosianat (mg) (a) 2236


Bobot kertas + amonium tiosianat (mg) (b) 334
Bobot natrium klorida yang tertimbang (mg) (a) – (b) 2235
BM amonium tiosianat
Volume akhir larutan amonium tiosianat 250
4. Pembakuan larutan baku amonium tiosianat

Volume perak Volume titran amnonium Normalitas larutan amonium


nitrat (ml) tiosianat yang digunakan (ml) tiosianat (N)
0,1992

25 ml x N AgNo 3
Normalitas NH4CNS =
ml NH 4 CNS yang digunakan

5. Penetapan kadar bromida

Sampel Sampel
Replikasi 1 2 1 2
Bobot kertas + natrium
klorida (mg) (a)
Bobot kertas + sisa natrium
klorida (mg) (b)
Bobot natrium klorida yang
tertimbang (mg) (a) – (b)

a. Titrasi sampel

Replikasi Titrasi sampel Titrasi blanko Kadar


Bobot Volume Volume Volume Volume
KBr
sampel perak titran perak titran
%
(mg) nitrat (ml) amonium nitrat amoniu
tiosianat (ml) m
tiosianat
1
2
3
4
Rata-rat kadar KBr = (kadar 1 + kadar 2 +kadar 3) / 3
SD
RSD = (SD / rata-rata) x 100%

Tiap ml perak nitrat 0,1N setara dengan 10,29 mg KBr

{(V AgNo 3 x N AgNo 3)– (V NH 4 CNS x N NH 4 CNS )}x 10,29


Kadar KBr =
mg bahan x 0,1
Pembahasan

Pada praktikun kali ini berjudul “Argentometri” yang bertujuan agar mahasiswa
mampu membuat dan membakukan lauran perak nitrat 0,1 N, mahasiswa mampu
membuat dan membakukan larutan amonium tiosianat 0,1 N dan mahasiwa mampu
menentapkan kadar bromida secara argentometri dan menggunakan indikator yang
pada akhirnya titrasi memberi larutan berwarna ( metode volhard).

Metode argentometri merupakan metode umum untuk penetapan kadar halogenida


senyawa yangmengandungatom hidrogen dan senyawa-senyawa yang dapat
membentuk endfapan dengan perak nitrat pada suasana tertentu. Pada atom halogen
misalnya klorafenikol atom klor diubah dulu menjadi klorida. Yang termasuk
senyawa halogenida adalah F, Cl, Br dan I-.

Prinsip metofde ini berdasarkan pengendapan AgNO3

Penetapan titik akhit titrasi dapat ditentukan dengan :

a. Hilangnya endapan atau terbentuknya kekeruhan


b. Menggunakan indikator dalam
c. Secra potensiometri dengan menggunakan elektroda kalomel

Pada praktikum ini alat-alat yang digunakan adalah buret digunakan untuk
tempat titran, labu takar untuk menakar larutan, pipet tetes untuk untuk
mengambil larutan sedikit, pipet volume untul mengambil larutan dengan
volume tertentu, erlenmeyer untuk tempat titrasi atau titrat. Sedangkan bahan-
bahan yang digunakan adalah :

Monografi bahan
1. AgNO3 (FI edisi III hal 97)
Pemerian : hablur transparan atau serbuk hablur berwarna putih, tidak
berbau, menjadi gelap jika kena cahaya.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam etanol (95%) p
Khasiat dan penggunaan : antiseptikum

Dalam praktikum ini AgNO3 digunakan sebagai titrat (larutan baku). Titrat adalah
zat yang telah diketahui konsentrasinya secara pasti dan biasanya diletakkan didalam
buret.

2. NaCl
Pemerian : hablut heksahedral tidak berwarnaatau serbuk hablur putih,
tidakberbau, dan rasa asin.
Kelarutan : larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan
dalam lebih kurang 10 bagian gliserol p, sukar larut dalam etanol (95%).
Khasiat dan penggunaan : sumber ion klorida dan natrium

Dalam praktikum ini NaCl digunakan sebagai titrat biasanya diletakkan dalam
erlenmeyer untuk diketahui konsentrasinya.

3. K2CrO4 (kalium kromat)


Sifat K2CrO4 adalah berwarna kuning, dengan kelarutan sangat mudah
larut dalam air,

larutan jernih. Dalam praktikum ini digunakan sebagai indikator pada


pembakuan AgNO3 0,1 N.
4. Amonium Tiosianat
Sifat amonium tiosianat adalah kristal tak berwarna, larut dalam air
disebut juga amonium rodanida. Dalam praktikum ini digunakan sebagai
larutan baku, karena hasil kelarutan relatif tinggi yaitu 7 x 10-13. Jadi
kelebihan dari amonium tiosianat bereaksi dengan indikator akan
membentuk kompleks besi (III) tiosianat.
5. HNO3
Adalah zat cair berwarna dan merupakan asam kuat yang bertindak
sebagai oksidator. Dlam praktikum ini digunakan sebagai sebagai pemberi
suasana asam.
6. Besi (III) amonium sulfat
Adalah zat padat berwarna hijau muda,larut dalam air dan lebih sukar
dioksidasi. Dalam praktikum ini digunakan sebagai indikator pada
pembakuan amonium tiosianat dan pembakuan kadar bromida.

Langkah pertama yaitu pembuatan larutan perak nitrat dengan cara


menimbang 1,699 gram AgNO3 dan melarutkan dalam air hingga 100ml.
Setelah itu melakukan pembakuan perak nitrat dengan cara menimbang
kurang lebih 12,5 gram NaCl larutan dalam 12,5 mlair ke dalam labu
ukur. Kemudian menambahkan indikator 0,25 ml K2CrO4. Lalu titrasi
dengan AgNO3 hingga terbentuk warna cokla merah lemah yang
menghasilkan ...ml. kemudian menghitung Normalitas dan hasilyang
didapat adalah .... N.
Normalitas didapatkan dari rumus berikut :

mg NaCl
Normalitas AgNO3 =
BM N aCl xv AgNO 3
Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang
termasuk dalam presipitametri jenis argentometri. Reaksiny adalah :

AgNO3 (aq) + NaCl (aq) AgCl (s ) +NaNO3

AgNO3 Larutan NaCl pada awalnya masing-masing merupakan larutan


yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambahkan dengan garam
natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih tidak
berwarna dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam ini
dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa atau
dapat dikatakan garam ini sebagai buffer (larutan penyangga) larutan
kemudian beruabah menjadi mengikuti K2CrO4 yang merupakan awal
terbentuknya endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika
NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara AgNO3 masih ada
maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator k2CrO4 membentuk
endapan AgCrO4.
Dalam titrasi ini, titrasi dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga
dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang titik
akhir menjadi sulit tercapai replikasi dilakukan ... karena AgNO3 hanya
ada sedikit di laboratorium.
Prosedur kedua adalahpembuatan amonium tiosianat 0,1 N. Pada
pembuatan larutan amonium tiosianat 0,1 N caranya yaitu menimbang
0,7612 gram Amonium tiosianat lalu dilarutkan dalam aquadest sampai
100 ml. Pada pembakuan larutan amonium tiosianat 0,1 n dengan
metode .... Caranya yaitu 6,25 ml AgNO3 0,1 N dalam erlenmeyer lalu ad
12,5 ml dengan air ke dalam labu ukur. Tambahkan 0,5 ml HNO3, yang
bertindak sebagai pemberi suasana asam. Kemudian ditambahkan
indikator besi(III) amonium sulfat sebanyak 0,5 ml lalu titrasi dengan
amonium tiosianat hingga warna menjadi coklat merah. Kemudian hitung
normalitas NH4SCN. Hasil yang diperoleh ...

Langkah terakhir adalah penetapan kadar bromida menggunakan


metode... caranya menimbang 100mg NaBr kemudian larutkan dalam
campuran 2,5 ml air dan 1,25ml HNO3 (air berfungsi sebagai pelarut dan
HNO3 sebagai pemberi suasana asam). Kemudian ditambah menghitung
kadar KBr pada sampel 1 replikasi 1 volume amonium tiosianat yang
digunakan = ml ; replikasi 2 = ml ; replikasi 3 = ml. Sedangkan sampel
2 volume amonium tiosianat yang digunakan pada replikasi 1 = ml ;
replikas 2 = ml ; replikasi 3 = ml. Didapatkan kadar pada sampel 1 = %
dan pada sampe 2 = %.
Pada penetapan kadar bromida terjadi rekasi :

AgNO3 + NaBr AgBr + NaNO3

AgBr + NH4CNS AgCNS + NH4Br

AgCNS + NH4Fe (SO4)2 [Fe CNS]2+ (coklat merah)

Dari sampel uji didapatkan rata-rata AgNO3 = N. Normalitas rata- rata NH4SCN
= N. Kadar bromida pada sampel 1 = % dan pada sampel 2 = %.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015, Penuntun Praktikum Kimia Analisis, Fakultas Farmasi,


Universitas Muslim Indonesia : Makassar.

Danney, B., 1979, Vogel Analisis Kuantitatif Anorganik, EGC:Jakarta.


Direktorat Jendral POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.

Ham, Mulyono, 2005, Kamus Kimia, Bumi Aksara : Bandung

Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramadia Pustaka Utama:
Jakarta.

Harjadi, W., 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia : Jakarta.

Underwood, A.L., 1992, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai