XX-XX
____________________________________________________________________________________
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
1. Pendahuluan
Pantai Manggar Baru merupakan salah satu destinasi pantai wisata, yang terletak di kota
Balikpapan. Kawasan pantai merupakan wilayah pelindung (barrier) antara lautan dan daratan dan
banyak menyimpan potensi kekayaan alam yang layak untuk dimanfaatkan dan dikelola lebih
lanjut dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, baik sebagai pelabuhan, kawasan industri,
maupun pariwisata (Fadilah dkk., 2013). Wilayah pesisir pantai adalah daerah yang banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan aktivitas kehidupan seperti kawasan pertambakan,
perikanan, transportasi, pariwisata dan kegiatan lainnya (Umayah dkk., 2016).
Pantai Manggar Baru juga dijadikan tempat berlabuh kapal-kapal nelayan. Jumlah penduduk
yang berprofesi sebagai nelayan pada tahun 2013 adalah sebanyak 1.736 jiwa (Saleha, 2013).
Sejalan dengan perkembangan pantai di wilayah kota Balikpapan sebagai daerah wisata dan
permukiman yang mengalami dampak kerusakan pantai yang disebabkan oleh abrasi dan
sedimentasi. Proses akresi dan erosi yang berlangsung di daerah pantai menyebabkan terjadinya
perubahan garis pantai yang cenderung mengikis sedikit demi sedikit daratan disekitar pantai. Hal
ini menyebabkan aktivitas manusia yang bermukim di sekitar pesisir pantai terpengaruh secara
langsung. Pengaruh itu dapat berupa semakin sempitnya lahan di sekitar pantai, terendamnya
prasarana publik di pesisir pantai, dan terganggunya kegiatan wisata di sekitar pantai (Irwan dan
Ihsan, 2020). Penanggulangan permasalahan yang terjadi di pantai, maka bisa dilakukan
pembanguanan perlindungan pantai secara alami dan juga perlindungan secara buatan. Daerah
tingkat kepentingan sangat rendah dapat diberi perlindungan dengan cara menanam tanaman yang
berfungsi sebagai pelindung pantai seperti pohon bakau, mangrove, api-api atau tanaman lain,
sedangkan untuk daerah pantai yang sudah sangat kritis perlu pembangunan pelindung pantai
seperti pemecah gelombang jetty, groin, dinding pantai dan revetment (Azmi, 2015). Menurut
Sulaiman (2012) Upaya penanggulangan erosi pantai yang sering dilakukan di Indonesia antara lain
dengan menggunakan struktur pelindung pantai berupa tembok laut, revetmen, tanggul laut, krib,
dan pemecah gelombang. Cendekia (2016) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisa Perubahan
Garis Pantai Manggar Baru”. Menyimpulkan bahwa pantai manggar baru pada sisi selatan
memerlukan bangunan pelindung pantai.
Bangunan yang dibangun untuk menanggulangi permasalahan yang ada adalah pemecah
gelombang lepas pantai, geotube, dan tembok laut. Hariadi (2021) dalam penelitian pengaruh
detached breakwater terhadap endapan sedimen, menyimpulkan bahwa pembangunan pemecah
gelombang lepas pantai merupakan langkah efektif untuk mencegah angkutan sedimen yang
terbawa oleh gelombang menuju ke laut dan dapat mencegah pendangkalan pada dasar laut yang
disebabkan oleh angkutan sedimen. Pembangunan struktur sejajar pantai (breakwater) dapat
meningkatkan terjadinya sedimentasi dan membentuk salien atau tombolo yang pada akhirnya
mengubah pola garis pantai (Suhaemi dan Riandini, 2013). Tembok laut merupakan bangunan
pantai yang dibuat pada area pantai yang difungsikan untuk melindungi tebing dari erosi dan abrasi
akibat gelombang laut (Paotonan dan Nurdin, 2018). Tembok laut biasanya dipergunakan untuk
melindungi pantai atau tebing dari gempuran gelombang laut sehingga tidak terjadi erosi atau
abrasi. Agar fasilitas yang ada dibalik tembok laut dapat aman biasanya tembok laut direncanakan
tidak boleh overtopping (Ratulangi dkk., 2017). Pembangunan Geotube di pantai Young Jin Korea,
dengan tujuan memperpanjang garis pantai sepanjang 2,4 m sampai 7,6 m dengan bahan isi
Geotube dari pasir. Selain itu di Bahrain (Timur Tengah) dalam rangka pengembangan pulau baru
di lepas pantai timur laut pulau Muharaq, dengan pembangunan Geotube berbahan pasir dengan
3
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
tujuan untuk menahan 12.000.000 m3 pasir lahan reklamasi pulau (Fowler dkk. dalam Hisyam,
2017).
Penilitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pemecah gelombang lepas pantai yang dibangun,
dengan menganalisis penyebab terjadinya permasalahan, menilai tingkat kerusakan pantai, dan
memilih bangunan yang tepat untuk permasalahan yang ada. Tingkat kerusakan pantai dipengaruhi
oleh beberapa parameter, di antaranya gaya luar dari ombak dan angin, kondisi sedimen, kondisi
profil pantai dan keberadaan struktur di pantai (Hartati dkk., 2016).
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang didapat dari Dinas
Pekerjaan Umum Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Kerusakan daerah pantai dalam hal ini yang akan ditinjau adalah berupa: pengurangan daerah
pantai, sedimentasi dan pendangkalan muara, kerusakan lingkungan pantai, dan kerusakan
lingkungan. Menentukan bobot tingkat kerusakan dan tingkat kepentingan didasarkan pada
pembobotan yang dilakukan oleh Litbang Pengairan seperti ditun jukkan dalam Tabel 3 di bawah
ini.
Tabel 3. Bobot tingkat kerusakan
Jenis Kerusakan
No Tingkat Kerusakan Erosi/Abras
i Sedimentasi Lingkungan
1 R(Ringan) 50 25 50
2 S(Sedang) 100 50 100
3 B(Berat) 150 75 150
4 AB(Amat Berat) 200 100 200
5 ASB(Amat Sangat Berat 250 125 250
Tabel 4. Bobot tingkat kepentingan
No Tingkat Kepentingan Bobot
1 Pemukiman nelayan, tempat usaha, tempat ibadah, industri besar, cagar 175-250
budaya, daerah wisata yang mendatangkan devisa negara, jalan negara,
daerah perkotaan, dsb.
2 Desa, jalan propinsi, pelabuhan laut/sungai, bandar udara, industri 125-175
sedang/kecil.
3 Lahan pertanian dan atau tambak tradisional 100-125
4 Tempat wisata domestik, tambak dan lahan pertanian intensif 75-100
5 Hutan lindung, hutan bakau, api-api. 50-75
6 Sumber material, bukit pasir dan lahan kosong. 00-50
Berdasarkan hasil analisis data lapangan dan usulan bobot prioritas pada perencanaan Pola
Pembangunan Jangka Panjang Daerah Pantai di Indonesia (Nur Yuwono, 2021) maka diusulkan
bobot prioritas sebagai berikut ini.
1. bobot di atas 500: amat sangat diutamakan (A)
2. bobot antara 400 sd 499: sangat diutamakan (B)
3. bobot antara 300 sd 399: diutamakan (C)
4. bobot antara 200 sd 299: kurang diutamakan (D)
5. bobot kurang dari 200: tidak diutamakan (E)
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Berdasarkan hasil perhitungan indeks respon pantai maka seharusnya pada pemecah
gelombang 1 dan 2 membentuk salient dan pemecah gelombang 3 dan 4 membentuk
tombolo.
3. Analisis terjadinya masalah
Berdasarkan hasil tersebut net transport sedimen mengarah ke arah utara dengan besaran
13005,15 m3/tahun. Hal tersebut menyebabkan erosi di sepanjang pantai.
Kemudian, setelah pemecah gelombang terbangun terdapat dua pemecah gelombang yang
berada di hilir pantai membentuk salient. Terbentuknya salient masih dapat memungkinkan
terjadinya transport sedimen sejajar pantai dan masuknya gelombang, sehingga bisa
menyebabkan tembok laut yang berada di belakang pemecah gelombang mengalami abrasi
dan tergenangnya permukiman sekitar.
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Kemudian, dilakukan pembobotan tingkat kerusakan yang terjadi di lokasi studi. Berikut
ini merupakan Tabel pembobotan kerusakan yang terjadi:
Tabel 5. Pembobotan kerusakan
Bobot
Parameter
Permasalahan Penilaia Pemanfaatan
Penilaian
n
Erosi/Abrasi R 50 Permukiman
nelayan,
S 100
tempat usaha,
B 150 dan tempat
AB 200 ibadah
ASB 250
Erosi/abrasi yang terjadi di lokasi studi masih dikategorikan ringan, sebab bangunan
tembok laut masih cukup baik, meskipun terjadi overtopping dan terlihat mengalami
penurunan, bangunan tembok laut yang ada masih berfungsi 75% lebih sehingga masih
dikategorikan ringan (50), terdapat 5-10 rumah yang terkena gelombang sehingga
dikategorikan berat (150). Pemanfaatan lingkungan yang ada digunakan sebagai
Permukiman nelayan, tempat usaha, dan tempat ibadah sehingga diberi bobot 200. Berikut
ini merupakan hasil dari pembobotan kerusakan:
Tabel 6. Hasil Pembobotan kerusakan
Bobot
Erosi/abra Tota Priorita
Lingkungan Kepentinga
si l s
n
50 150 200 400 B
Berdasarkan hasil pembobotan kerusakan, prioritas dari kerusakan yang terjadi adalah B
(sangat diutamakan).
3.2. Solusi Permasalahan
1. Membangun ulang tembok laut yang terbangun
Bangunan tembok laut yang dibangun memiliki fungsi untuk melindungi permukiman
penduduk di belakang bangun dari gempuran gelombang, namun tembok laut yang
dibangun memiliki masalah dengan stabilitas dan terjadinya overtopping, sehingga perlu
dilakukan pembangunan ulang. Kelemahan dari opsi ini adalah kemungkinan terjadinya
penggerusan yang cukup dalam di kaki bangunan, sehingga dapat mengganggu stabilitas
bangunan.
2. Menambah suplai sedimen (Beach nourishment)
11
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Penambahan suplai sedimen dapat dilakukan dengan sand nourishment yaitu dengan
menambahkan catu sedimen dari darat atau dari tempat lain pada tempat yang potensial
akan tererosi. Cara ini merupakan cara yang cukup baik dan tidak memberikan dampak
negatif pada pantai lain di sekitarnya, namun cara ini memiliki kelemahan, yaitu perlu
dilakukan secara menerus, dan sedimen disuplai berpotensi masuk ke sungai.
3. Menambah bangunan pelindung berupa jetty
Bangunan pelindung jetty yang dibangun diharapkan berfungsi untuk melindungi sungai
dari angkutan sediment sejajar pantai yang mengarah ke sungai. Angkutan sediment yang
tertahan pada jetty diharapkan dapat membantu bangunan pemecah gelombang dalam
membentuk tombolo, sehingga dapat melindungi tembok laut dari serangan gelombang.
Namun, opsi ini memiliki kekurangan, yaitu daerah sebelah (utara kawasan studi) dapat
berpotensi tererosi.
Analisis yang dilakukan untuk memilih penanganan yang dilakukan adalah dengan
pembobotan. Berikut ini merupakan hasil pembobotan pada masing-masing alternatif
penanganan, dengan bobot penilaian 5 adalah yang opsi paling menguntungkan, 3 adalah opsi
yang sedang, dan 1 adalah opsi yang paling tidak menguntungkan:
Tabel 7. Hasil pembobotan pada masing-masing alternatif penanganan
Penanganan
No Kriteria Perbaikan Pengisian Penambahan
Tembok Laut Sedimen Jetty
Kemampuan
1 melindungi area 3 5 5
yang dilindungi
Gangguan akses
2 5 3 1
nelayan ke laut
3 Biaya Konstruksi 1 5 3
Dapat mengurangi
4 1 1 5
sedimen di sungai
Biaya
5 5 3 5
pemeliharaan
Pengadaan
6 5 5 5
material
Dampak negatif
7 5 1 3
dari penanganan
Kemudahan
8 3 5 3
Pelaksanaan
Total 28 28 30
Berdasarkan hasil tersebut, alternatif penanganan yang dipilih adalah penambahan bangunan
jetty. Bangunan jetty yang dibangun diharapakan dapat membantu pembentukan tombolo pada
pemecah gelombang lepas pantai yang berada di hilir pantai, dan diharapkan dapat menghalangi
transport sedimen sejajar pantai.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis penyebab terjadinya overtopping dan abrasi pada tembok laut adalah
tidak terbentuknya tombolo pada pemecah gelombang lepas pantai yang berada di hilir pantai,
sehingga gelombang masih bisa berpotensi masuk dan transport sedimen sejajar pantai masih
berpotensi terjadi. Berdasarkan hasil pembobotan, disarankan untuk menambahkan bangunan jetty
pada lokasi penelitian, dengan menambah bangunan jetty, diharapkan dapat membantu pemecah
gelombang lepas pantai dalam pembentukan tombolo dan menghalangi transport sedimen sejajar
pantai.
Daftar Pustaka
12
Devedo, Yuwono, Triatmodjo, Evaluasi Pemecah Gelombang Pantai Manggar Baru Tanjung Kelor
Azmi, S. (2018). Perencanaan Bangunan Pelindung Pantai Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu
Kalimantan Selatan. Jurnal Rekayasa Sipil, 1(1).
Fadilah, F. (2013). Identifikasi Kerusakan Pantai Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu.
Hartati, R., Pribadi, R., Astuti, R. W., & Yesiana, R. (2016). Kajian Pengamanan dan perlindungan
Pantai di wilayah pesisir kecamatan Tugu dan Genuk, kota Semarang. Jurnal Kelautan
Tropis, 19(2), 95-100.
Hisyam, E. S. (2017). Kajian Pengaruh Karakteristik Sedimen Terhadap Profil Pantai Pasir Buatan
Di Belakang Struktur Bawah Air. In Proceedings Of National Colloquium Research And
Community Service (Vol. 1).
Ichsan, I., & Suleman, A. H. (2018). Analisis perencanaan break water dalam penanganan
sedimentasi pantai di Desa Botubarani. Gorontalo Journal of Infrastructure and Science
Engineering, 1(1), 82-93.
Irwan, I., & Ihsan, M. (2020). Pemodelan Perubahan Garis Pantai Ujung Tape Kabupaten
Pinrang. Jurnal Teknik Sipil: Rancang Bangun, 6(1), 1-5.
Paotonan, C., & Nurdin, F. A. (2020). Pemilihan Jenis Bangunan Pelindung Pantai Bonto Bahari
Menggunakan Metode Analitycal Hierarchy Process (Ahp). Sensistek: Riset Sains dan
Teknologi Kelautan, 61-68.
Ratulangi, D. R., Manoppo, F. J., & Willar, D. (2019). Penetapan Prioritas Penanganan Pantai
Berdasarkan Pemilihan Jenis Bangunan Pada Proyek-Proyek Konstruksi Balai Wilayah
Sungai Sulawesi-I (BWSS-I). Jurnal Ilmiah Media Engineering, 7(3).
Saleha, Q. (2013). Kajian Struktur Sosial dalam Masyarakat Nelayan di Pesisir Kota
Balikpapan. Buletin PSP, 21(1), 67-75.
Suhaemi, S., & Riandini, F. (2013). Dinamika Garis Pantai Sanur Bali Akibat Adanya Struktur
Sejajar Pantai. Jurnal Teknik Hidraulik, 4(1), 79-90.
Umayah, S., Gunawan, H., & Isda, M. N. (2016). Tingkat Kerusakan Ekosistem Mangrove di Desa
Teluk Belitung Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan Meranti. Jurnal Riau
Biologia, 1(1), 24-30.
Wijaya, G., & Wahyudi, W. (2013). Studi Perlindungan Pipeline PT. Pertamina Gas di Pesisir
Indramayu. Jurnal Teknik ITS, 2(2), G186-G190.
Yuwono, N dkk. 2021. Teknik Pelindungan dan Pengaman Wilayah Pesisir. Yogyakarta: Kanisius.