PENDAHULUAN
A. Latar belakang
World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa
di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO
(2001) menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang
di dunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Indonesia sendiri
diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita
gangguan kesehatan jiwa. Dalam hal ini, angka itu menunjukan jumlah
penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni
dari enpat penduduk indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas,
depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia
(Yosep 2014, 34).
Angka penderita gangguan kesehatan jiwa memang
menghawatirkan. Secara global, dari sekitar 450 juta orang yang mengalami
gangguan mental, sekitar satu juta orang di antaranya meninggal karena
bunuh diri setiap tahunnya. Angka ini lumayan kecil dibandingkan dengan
upaya bunuh diri dari para penderita kejiwaan yang mencapai 20 juta jiwa
setiap tahunnya (Yosep 2014, 35).
Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual, emosional, secara optimal dari seseorang dan perkembangan
ini berjalan selaras dengan orang lain menurut UU No. 3 Tahun 1966 dalam
(Prabowo 2014 h.1). Gangguan Jiwa yaitu gangguan fungsi kejiwaan yang
meliputi Proses fikir, Emosi, Kemauan, dan Perilaku Psikomotorik menurut
UU No. 3 Tahun 1996 dalam (Ermawati 2010, vii).
Keperawatan Jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional yang
didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko- sosial yang maladaptif
yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri
sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapiotik dan terapi
modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan
memulihkan masalah kesehatan klien (individu, keluarga, kelompok
komunitas) (Dalami 2010, 7).
Hasil pengkajian tentang data penyakit yang diderita selama bulan
januari – Maret 2020 di Puskesmas Pekan Selasa, didapatkan data dari 6
diagnosa besar yaitu Halusinasi, Resiko Perilaku Kekerasan, Perilaku
kekerasan, Isolasi Sosial, Defisit Perawatan Diri dan Harga Diri Rendah, dari
267 pasien peringkat pasien dengan diagnosa isolasi sisial pada urutan ke 6
dengan rincian sebagai berikut : Halusinasi 98 jiwa, Resiko Perilaku
Kekerasan 56, Perilaku Kekerasan 42 jiwa, Defisit Perawatan Diri 36 jiwa,
Harga Diri Rendah 20 jiwa, dan sisanya Isolasi Sosial sebanyak 15 jiwa
(Rekam Medik Puskesmas Pekan Selasa tahun 2020).
Penulis selama praktik keperawatan klinik keperawatan Jiwa STIKES
Nan Tongga Lubuk Alung pada 7 - 25 April 2020 di Pukesmas Pekan Selasa,
didapatkan data tercatat jumlah pasien mencapai 20 orang, Halusinasi 16
orang, Perilaku Kekerasan dua orang dan pasien Isolasi Sosial 2 (dua) orang.
Respon perilaku individu terhadap stessor bervariasi sesuai dengan kondisi
masing-masing, salah satu respon perilaku yang muncul adalah isolasi sosial
yang merupakan salah satu gejala negatif. Dampak kegawatan yang akan
terjadi jika isolasi sosial tidak ditangani maka akan menyebabkan komplikasi
seperti resiko gangguan sensori persepsi : halusinasi dan harga diri rendah.
Pada pasien isolasi sosial diwisma kresna kebanyakan sudah meninggkat
gangguan jiwanya ke fase halusinasi akibat dari kebiasaan menggurung diri.
Berdasarkan hal-hal diatas penulis tertarik untuk mengambil judul
“Asuhan Keperawatan jiwa dengan masalah utama isolasi sosial pada Tn.I Di
Jorong Pinang Awan Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Selasa Tahun 2020“.
B. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini
adalah mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan
masalah utama isolasi sosial.
2. Tujuan khusus
C. Manfaat
1. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Karya Tulis Ilmiah ini dapat menambah pengetahuan dan
dijadikan masukan untuk menerapkan asuhan keperawatan yang benar
pada pasien dengan masalah utama isolasi sosial : menarik diri.
2. Manfaat Bagi Profesi Keperawatan
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan dan tambahan wacana dalam melaksakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan masalah keperawatan isolasi sosial : menarik diri.
3. Manfaat Bagi Penulis
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan masalah utama isolasi sosial. Selain itu, dengan
penulisan karya tulis ini juga dapat menambah pengetahuan dan
informasi bagi penulis tentang asuhan keperawatan jiwa dengan masalah
utama isolasi sosial.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan
mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara
menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Ermawati 2009).
Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang
terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
perilaku maladaptif dan menganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
( Depkes RI, 2000 dalam Yosep 2014).
Pengertian isolasi social menurut penulis berdasarkan referensi diatas
adalah ketidakmampuan individu untuk berintraksi dengan orang lain,
sehingga individu merasa kesepian atau ditolak dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain.
B. Etiologi
1. Perkembangan hubungan sosial.
Kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kembang. Mulai usia bayi sampai dengan
dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang positif.
Diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilalui dengan sukses.
Kemampuan berperan serta dalam proses hubungan diawali dengan
kemampuan tergantung pada masa bayi dan berkembang pada masa
dewasa dengan kemampuan saling tergantung, mengenal tahap
perkembangan tersebut akan diuraikan secara rinci setiap tahap
perkembangan ( Ermawati 2009).
2. Faktor predisposisi.
a. Faktor perkembangan
Kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang
sesuai dengan proses tumbuh kembang. Mulai usia bayi sampai
dengan dewasa lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan sosial
yang positif. Diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilalui
dengan sukses. Sistem keluarga yang tergantung. Dapat berperan
dalam perkembangan respons social maladaptif (Prabowo 2009).
b. Faktor biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respons sosial maladaptif
menurut (Stuart 2006). Terjadinya penyakit jiwa pada individu juga
dipengaruhi oleh keluarganya dibanding dengan individu yang tidak
mempunyai riwayat penyakit terkait.
c. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan
hubungan. Hal ini akibat dari transiensi: norma yang tidak mendukung
pendekatan terhadap orang lain atau tidak menghargai anggota
masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia (lansia), orang
cacat, penderita kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma,
perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas (Stuart 2006).
d. Faktor dalam keluarga.
Pola komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang
dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya mengiformasikan
hal – hal yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga
diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan disampaikan pada
saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi traumatik dan
enggan berkomunikasi dengan orang lain (Ermawati 2009).
3. Faktor presipitasi
a. Stress sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas
unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena
dirawat dirumah sakit (Prabowo 2014).
b. Stresor psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya.Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas
tingkat tinggi (Ermawati 2009).
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Fitria (2009) pada klien dengan Menarik Diri
adalah sebagai berikut:
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan diri
5. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
6. Mengisolasi diri
7. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
8. Asupan makan dan minum terganggu
9. Retensi urin dan feses
10. Aktivitas menurun
11. Kurang energi
12. Rendah diri
13. Postur tubuh berubah (sikap fetus atau janin kususnya pada posisi tidur).
D. Rentan respons
Rentan respons menurut Prabowo (2014) pada klien dengan menarik diri
adalah sebagai berikut :
Resti mencederai
diri,org lain &
lingkungan
causa
Harga diri rendah
H. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan menurut Yosep (2014) pada klien dengan menarik diri
adalah sebagai berikut:
1. Isolasi sosial.
2. Harga diri rendah kronis.
3. Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
4. Koping individu tidak efektif.
5. Koping keluarga tidak efektif.
6. Intoleransi aktivitas.
7. Defisit perawatan diri.
8. Resiki tinggi menciderai diri, orang lain dan lingkungan.
L. PETALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja,
berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek
samping gangguan otonomi (hypotensi) antikolinergik/parasimpatik,
mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra
pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis.
Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata
kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung
(Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-
masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan
cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya
(Purba, dkk. 2008).
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi
tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan
BAK.
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan
yang positif.
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala
insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali
tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan
sosial pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan
sebagainya.
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap
sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun
orang lain.
Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok
sembarangan dan sebagainya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas klien
Inisial : Tn I
Umur : 36 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Tanggal Masuk :
Tgl Pengkajian :
No. Register :-
Nama : Tn G
Umur : 42 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
D. Psikososial
1. Genogram
Keterangan :
: laki- laki : Klien
: perempuan
: menikah
: tinggal serumah : keturunan
Klien tinggal satu rumah dengan anak dan istrinya. Klien mengatakan
ayahnya sudah meninggal. Klien mengatakan ibunya sangat menyayangi
dirinya. Ibunya tidak pernah marah terhadap dirinya. Istrinya juga sangat
menyayangi dirinya. Jika ada masalah klien cerita kepada istrinya.
Masalah Keperawatan : -
2. Konsep diri
a. Gambaran Diri
Klien mengatakan suka terhadap semua organ tubuhnya dan semuanya
biasa saja tidak ada yang spesial.
b. Identitas diri
Klien mengatakan sebelum dirawat klien tinggal bersama istri dan
anaknya dan posisi klien adalah anak ketiga dari 3 bersaudara. Klien
mengatakan sebagai anak bungsu sikap klien biasa saha dan tidak
merasa puas. Namun sebagai laki-laki klien merasa puas. Klien lebih
banyak menerima apa adanya.
Masalah Keperawatan : -
c. Peran
Klien mengatakan perannya dalam keluarga adalah sebagai kepaa
keluarga dan sebagai kepala keluarga klien bertanggung jawab dalam
masalah perekonomian keluaga. Walaupun pekerjaannya hanya
sebagai buruh tapi klien merasa cukup.
Masalah keperawatan : -
d. Ideal diri
Klien mengatakan harapannya klien dapat berkumpul kembali dengan
keluarganya dirumah dan klien juga berharap dapat sembuh dari
penyakit yang dideritanya.
e. Harga diri
Klien mengatakn terlahir dikeluarha tidak mampu. Klien malu. Klien
terlihat tidak percaya diri.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang terdekat : orang tua dan istri
b. Peran serta kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien mengatakan orang terdekat menurutnya dalan orang tuanya dan
istrinya. Semenjak dirawat di klinik klien mengataan tidak mempunya
orang terdekat.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan dirumah klien tidak pernah mengikuti kegiatan atau
acara kumpul-kumpul. Klien lebih senang bekerja pulang dari pada
bergabung dengan orang-orang lain. Menurutnya sendiri itu lebih
tenang.
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :
klien mengatakan dirinya tidak mengalami gangguan jiwa dan
menurutnya dirinya biasa saja dan orang lain juga menganggap dirinya
biasa saja
b. Kegiatan Ibadah
Klien mengatakan ibadah itu tidak terlalu penting dan klien
mengatakan jarang melakukan sholat 5 waktu
Masalah Keperawatan : Resiko Defisit spiritual
E. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien tidak rapi, rambut panjang. Klien mandi tetapi tidak
pakai sabun / mencuci rambut, dan tidak menggosok gigi. Keadaan mulut
dan gigi klien kotor. Klien mengatakan malas mengganti baju
Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri
2. Pembicaraan
Klien berbicara lambat dan sesekali klien tampak berfikir sejenak klien
hanya menjawab seperlunya saja. Bicara lambat tetapi terarah jawabannya.
Kadang jawabannya suka berubah ubah dan terkadang emosional ingin
marah.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
3. Aktivitas Motorik
Klien tampak lesu dan tidak bersemangat. Klien tampak berbicara
sepperlunya saja dan tampak tenang. Sesekali klien merubah posisi
duduknya.
Masalah Keperawatan : Isolasi sosial
4. Alam Perasaan
klien mengatakan khawatir. Tetapi tidak tahu apa yang dikhawatirkan.
5. Afek
Saat diberi stimulus klien tampak datar tidak ada ekspresi.
Masalah keperawatan : Isolasi Sosial
6. Interaksi selama wawancara
Selama berkomunikasi klien tampak kontak mata kurang tertuju kepada
lawan bicara. Klien tampak sesekali hanya menatap lawan bicara
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
7. Persepsi
Klien mengatakan seringn mendengar suara-suara tanpa ada wujudnya.
Klien mengatakan mendengar nya pada pagi dan sore hari. Klien
mengatakan suara itu muncul kadang menyuruhnya untuk marah-marah.
Klien tampak berbicara dan senyum-senyum sendiri.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
8. Proses pikir
Ketika klien sedang diajak berbicara pembicaraan terhenti tiba tiba tanpa
gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
Masalah Keperawatan : Gangguan Proses pikir
9. Isi Pikir
Klien mengatakan sedang kepikiran dengan keluarganya dirumah. Klien
sudah menghilangkan pikiran-pikiran khawatir terhadap keluarga namun
tidak bisa
Masalah Keperawatan : Gangguan Proses Pikir
10. Tingkat kesadaran
Klien tampak duduk saja. Klien kebanyakan menunduk. Sesekali klien
menatap lawan bicara. Saat dikaji tampak orientasi terhadap waktu, tempat
dan orang disekitarnya baik..
Masalah keperawatan : Gangguan Proses Pikir
11. Memory
Saat dikaji tentang ingatan masa lalunya, klien tampak bingung dan
mengatakan lupa. Klien mampu mengingat nama perawat dan temannya
yang baru berkenalan namun tidak mampu mengingat dengan baik
Masalah Keperawatan : Kerusakan memori
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Klien tidak mampu berhitung sederhana dan klien sulit untuk
berkonsentrasi dengan apa yang sedang dibicarakan
Masalah Keperawatan : Gangguan Proses Pikir
13. Kemampuan Penilaian
klien mampu mengambil keputusan yang sederhana seperti memilih
makan dulu sebelum mandi.
Masalah Keperawatan : -
14. Daya Tilik Diri
Klien mengatakan dirinya baik baik saja, tidak sakit. Klien mengatakan
tidak perlu dirawat di klinik
Masalah Keperawatan : Kerusakan penilaian
F. Kebutuhan persiapan pulang
1. Makan dan minum
a) Makan
Klien Makan 3 kali/hari dengan nafsu makan baik, jenis makanan
nasi,sayur dan lauk, klien mengatakan menyukai semua jenis makanan
dan cara makan dari mulut kemudian dikunyah dan ditelan. Klien
makan sendiri menggunakan tangan.
b) Minum
Klien minum 4-5 gelas /hari, klien minum air putih, dan klien
minum tanpa bantuan orang lain
2. BAB/BAK
Klien BAB/BAK tanpa bantuan orang lain, Klien setelah BAB
membersihkan diri dan menyiramnya.
3. Mandi
Klien Mandi 2 Kali sehari. Klien jarang menggosok gigi. Mulut dan gigi
klien tampak kotor, Klien mandi tanpa menggunakan sabun, Klien malas
mengganti baju. Klien mandi hanya kalau disuruh perawat.
Masalah keperawatan : Defisit perawatan diri
4. Berpakaian
Penampilan klien tidak rapi, klien mengganti pakaian sesuai jadwal ganti
pakaian 3 hari/sekali, klien tidak menyisir rambut.
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri
5. Istirahat dan Tidur
Klien mengatakan tidur siang 1 jam dan tidur malam 7-8 jam. Tidak ada
kebiasaan sebelum dan setelah bangun tidur.
Masalah keperawatan : -
6. Penggunaan Obat
Klien mengatakan belum paham tentang dosis obat maupun nama obat.
Namun klien mengtakan rutin dan teratur dalam minum obat yang
diberikan perawat.
Masalah keperawatan : kurang pengetahuan
7. Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan setelah pulang dari Puskesmas Pekan Selasa klien
belum mengetahui perawatan apa yang harus klien lakukan. Klien hanya
mengetahui harus minum obat secara teratur.
8. Kegiatan didalam rumah
Klien mengatakan klien hanya mampu menjaga kerapihan rumah seperti
menyapu rumah secara mandiri.
9. Kegiatan diluar rumah
Klien mengatakan jarang keluarg rumah apalagi melakukan hal-hal
seperti belanja, bertransportasi keluarh rumah dan kegiatan luar rumah
tidak pernah klien lakukan
Masalah keperawatan : Isolasi sosial
G. Mekanisme Koping
Klien mengatakan lebih senang sendiri. Klien mengatakan jarang
menceritakan kepada orang lain tentang masalahnya. Klien merasa tidak
percaya dengan orang lain. Klien tampak menghindar dari orang lain klien
tampak tidak mau berinteraksi.
Masalah keperawatan : koping individu tidak efektif
H. Masalah Psikososial dan Pengetahuan
1. Klien berhubungan dengan dukungan kelompok spesifik
Keluarga klien mengatakan tidak pernah mengikuti kegiatan
masyarakat/kelompok tertentu.
2. Masalah berhubungan dengan lingkungan fisik
Keluarga klien mengatkan tidak ada masalah dalam berhubungan dengan
lingkungan fisik
3. Masalah Berhubungan dengan pendidikan
Keluarga klien mengatakan pendidikanya sampai dengan SMP
4. Masalah berhubungan dengan sulit dalam ekonomi
Klien mengatkan bekerja sebagai buruh dan tidak ada masalah dalam
pekerjaannya
5. Masalah berhubungan dengan perumahan
Klien mengatatakan tinggal dilingkungan menengah kebawah
6. Masalah berhubungan dengan ekonomi
Keluarga klien mengatakan klien pernah mengeluh tentang masalah
ekonomi
7. Masalah berhubungan dengan pelayanan kesehatan
Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah berobat ke puskesmas
Jelaskan :
Klien mengatakan tidak pernah berhubungan dengan kelompok tertentu.
Tidak ada masalah dalam berhubungan dengan lingkungan fisik dan
lingkungan keluarganya. Klien mengatakan terlahir dilingkungan yang
menengah kebawah. Klien terlihat banyak menunduk. Klien terlihat
kurang ppercaya diri
Masalah Keperawatan : Isolasi Sosial
I. Pengetahuan
Klien mengatakan tidak mengetahi tentang penyakit jiwa yang dialami saat ini
dan klien juga tidak mengetahui tentang obat-obatan yang dia minum.
Masalah Keperawatan : Kurang Pengetahuan
J. Aspek Medis
Diagnosa Medik : Skizofrenia
Terapi Medik :
Halloperidol (2mg) 2x1/ hari
Chlorpomazine (5mg) 1x1/hari
Trihexipenidin (50mg) 2x1/hari
K. Data Fokus
Data Subyektif
- Klien mengatakan pernah dirawat di RSJ HB Saanin Padang pada tahun
2008
- Klien mengatakan tidak mau minum obat
- Klien mengatakan karena tidak minum obat klien dibawa keluarganya
ke Puskesmas Pekan Selasa karena kambuh kembali gejala gejalanya
- Klien mengatakan di rumah tidak pernah mengikuti kegiatan
bermasyarakat
- Klien mengatakan lebih suka menyendiri daripada mengikut kegiatan
bermasyarakat
- Klien mengatakan klien mengatakan lebih suka menyendiri daripada
berbicara dengan orang lain
- Klien mengatakan sendiri itu tenang
- Klien mengatakan lebih senang bekerja daripada berbicra dengan orang
lain
- Klien mengatakan jarang keluar rumah
- Klien mengatakan malas untuk mengganti baju
- Klien mengatakan suka marah-marah
- Klien mengatakan terlahir dilingkungan keluarga yang tidak mampu
- Klien mengatakan tidak bisa menghilangkan pikiran khawatir terhadap
keluarganya
- Klien mengatakan lupa saat ditanya tentang masa lalunya
- Klien mengatakan saat sendiri sering mendengar suara suara yang tidak
ada wujudnya
- Klien mengatakan suara tersebut menyuruh untuk marah
- Klien mengatakan jarang menceritakan tentang masalahnya kepada
orang lain
- Klien mengatakan tidak percaya dengan orang lain
- Klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya
- Klien mengatakan tidak tahu tentang obat yang dikonsumsinya
Data Obyektif
- Klien berbicara lambat
- Klien tidak mau memulai pembicaraan
- Klien berbicara seperlunya
- Klien tampak lesu dan tidak bersemangat
- Klien terlihat lebih senang sendirian
- Klien hanya berbicara ketika ada yang bertanya
- Klien tidak ada kontak mata terhadap lawan bicara
- Penampilan klien terlihat tidak rapi
- Wajah klien tampak tegang
- Sesekali nada bicaranya tampak tinggi
- Klien tampak gelisah sambil memegangi tangannya
- Klien terlihat tidak percaya diri
- Klien sering menunduk
- Klien tampak tidak mau berinteraksi
- Klien tidak paham tentang penyakitnya
- Klien tidak bisa menyebutkan nama obat yang ditunjukkan perawat
- Klien tampak kadan-kadang berbicara sendiri
L. Analisa Data
No Data Masalah
1. DS: Ketidak patuhan
- Klien mengatakan pernah dirawat di RSJ
HB Saanin Padang
- Klien mengatakan tidak mau minum obat
dan menyebabkan klien kambuh dibawa
ke Puskesmas Pekan Selasa
DO:
- Klien menolak ketika disuruh minum
obat oleh istrinya
2 DS: Isolasi Sosial
- Klien mengatakan di rumah tidak pernah
mengikuti kegiatan bermsyarakat
- Klien mengatakan lebih suka menyendiri
daripada berbicara dengan orang lain
- Klien mengatakan sendiri itu tenang
- Klien mengatakan senang berbicara
daripada berbicara dengan orang lain
DO:
- Klien bicaranya lambat
- Klien tidak mau memulai pembicaraan
- Klien berbicara seperlunya saja
- Klien tampak lesu dan tidak bersemangat
- Klien telihat lebih sering sendirian
- Klien tidak ada kontak mata dengan
lawan bicaranya
3 DS: Defisit Perawatan
- Klien megatakan mandi 2x/hari diri
- Klien mengatakan mandi tidak pakai
sampo dan sabun
- Klien mengatakan malas pengganti baju
DO:
- Penampilan klien tidak rapi
- Klien terlihat memakai beju dan celana
tidak rapi
- Gigi klien terlihat kotor
- Mulut klien bau
6 DS : Gangguan proses
- Klien mengatakan tidak bisa pikir
menghlangkan perasaan khawatir
terhadap keluarganya
- Klien mengatakan tidak ingat saat
ditanyakan tentang masa lalunya
DO:
- Saat sedang berbicara sering tiba tiba
berhenti seperti klien sedang memikirkan
sesuatu kemudian berlanjut kembali
- Klien tampak bignung
- Klien sering me nunduk
7 DS: Gangguan Sensori
- Klien mengatakan saat sendirian sering Persepsi :
mendengar suara suara yang tidak ada halusinasi
wujudnya Pendengaran
- Klien mengatakan suara tersebut
menyuruhnya untuk marah
DO:
- Klien tampak kadang berbicara sendiri
- Klien terlihat gelisah
9 DS : Kurang
- Klien mengatakan tidak mengetahui pengetahuan
tentang penyakitnya
- Klien mengatakan tidak tahu tentang obat
yang dikonsumsinya
DO:
- Klien bertanya tentang penyakitnya
- Klien tidak bisa menyebutkan nama obat
yang ditunjukkan perawat
M. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan
ISOLASI SOSIAL
Ketidakpatuhan HDR
N. Prioritas masalah
1. Isolasi Sosial
2. GSP : Halusinasi Pendengaran
3. Resiko Perilaku Kekerasan
M. Intervensi
SP3
1. evaluasi kegiatan latihan
berkenalan
2. latih cara berbicara (2 kegiatan
baru)
3. latih berkenalan dengan 4-5 orang
4. masukan kedalam jadual kegiatan
SP4 1. evaluasi kegiatan latihan
berkenalan
2. latih cara bicara sosial
3. latih cara berkenaln lebih dari 5
orang
4. masukan kedalam jadual
kegiatan
2 Halusinasi SP 1:
Pendengaran 1. identifikasi halusinasi: isi, frekuensi,
waktu,situasi, perasaan dan respon
2. Jelaskan cara mengontrol halusinasi
: menghardik, obat, bercakap-cakap
dan melakukan kegiatan
3. latih cara mengontrol halusinasi
dengan menghardik
4. Masukan dalam jadual kegiatan
SP 2 :
1. Evaluasi kegiatan menghardik, beri
pujian
2. Latih cara mengontrol halusinasi
dengan minum obat jelaskan ^
benar : jenis, guna, dosis, frekuensi,
cara dan continue minum
3. masukan pada jadual kegiatan
SP 3;
1. Evaluasi kegiatan menhhardik dan
minum obat
2. latih cara mengontrol dengan
bercakap-cakap
3. masukan pada jadual kegiatan
SP 4:
1. Evaluasi kegiatan latihan
menghardik, minum obat dan
mbercakap-cakap
2. latih cara mengontrol dengan
kegiatan harian (mulai 2 kegiatan)
3. masukan pada jadual kegiatan.
3 Resiko Perilaku SP11. Identifikasi penyebab, tanda
gejala, RPK yang dilakukan, akibat
Kekerasan
RPK
2. Jelaskan cara mengontrol RK:
fisik, obat, verbal, spiritual
3. Laithan cara mengontrol RPK
secara fisik: tarik nafas dalam dan
pukul bantal
4. Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan fis
Nama : Tn. E
IMPLEMENTASI EVALUASI
Hari/tgl: Jumat/15 Mei 2020
Pkl: 09.00
SUBJEKTIF:
DATA:
Klien mengatakan lebih suka
1. - menyendiri daripada dengan teman
2. - Klien mengatakan sering
3. - mendengar suara-suara yang
menyuruhnya untuk marah ketika
sendirian
DIAGNOSIS: Klien mengatakan sering
1. - mengamuk di rumahnya karena
2. - menolak disuruh minum obat
3. -
INTERVENSI: OBJEKTIF:
1. Identifikasi masalah yang
Klien terlihat lebih sering
dirasakan menunduk
Klien tidak mampu memulai
pembicaraan
RENCANA TINDAK LANJUT: Klien hanya menjawab pertanyaan
1. Melatih SP 1 Isolasi Sosial yang diberikan
2. Melatih SP 1 Halusinasi
Klien terkadang melamun saat
3. Melatih SP 1 Resiko Perilaku
ditanya
Kekerasan
Klien terlihat tegang dan gelisah
sambil menggenggam tangannya
Nada suara klien tinggi
ANALISIS:
1. Isolasi Sosial (+)
2. Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi Pendengaran (+)
3. Resiko Perilaku Kekerasan (+)
PLANNING:
1. Berlatih mengenal penyebab
masalah yang dialami
DATA: SUBJEKTIF:
DIAGNOSIS:
4. Isolasi Sosial OBJEKTIF:
5. Gangguan Sensori Persepsi: Klien mampu
Halusinasi Pendengaran memperagakan berkenalan
6. Resiko Perilaku Kekerasan dengan perawat dan satu
temannya
Klien mampu
INTERVENSI: memperagakan cara menghardik
2. Latih SP 1 Isolasi Sosial Klien mampu
3. Latih SP 1 Halusinasi memperagakan tarik nafas
4. Latih SP 1 Resiko Perilaku dalam dan pukul bantal
Kekerasan Klien masih tampak tegang
dan gelisah
RENCANA TINDAK LANJUT:
4. Melatih SP 2 Isolasi Sosial
5. Melatih SP 2 Halusinasi ANALISIS:
6. Melatih SP 2 Resiko Perilaku 4. Isolasi Sosial (+)
Kekerasan 5. Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi Pendengaran (+)
6. Resiko Perilaku Kekerasan
(+)
PLANNING:
2. Berlatih berkenalan dengan
pasien lain sebanyak 2 orang
3. Berlatih cara menghardik 3
kali sehari
4. Berlatih cara tarik nafas
dalam 3 kali sehari
5. Berlatih cara pukul bantal 3
kali sehari
Hari/tgl: Sabtu/16 Mei 20
Pkl: 16.00
SUBJEKTIF:
DATA:
Klien mengatakan sudah
1. Klien mengatakan lebih suka berkenalan dengan 2 temannya,
menyendiri namanya Pak A dan Pak Z
2. Klien mengatakan sering mendengar Klien mengatakan sudah
suara-suara ketika sedang sendirian latihan menghardik 3 kali
3. Klien mengatakan sering marah- Klien mengatakan sudah
marah latihan nafas dalam dan pukul
4. Klien tampak tegang dan gelisah bantal 3 kali
5. Klien sudah bisa berkenalan, Klien mengatakan masih
menghardik, tarik nafas dalam, dan pukul suka menyendiri dan suara-suara
bantal masih muncul kadang-kadang
DIAGNOSIS:
1. Isolasi Sosial OBJEKTIF:
2. Gangguan Sensori Persepsi: Klien mampu berbicara
Halusinasi Pendengaran dengan baik saat berkenalan
3. Resiko Perilaku Kekerasan dengan temannya
Klien mampu menyebutkan
kembali nama dan dosis obat
INTERVENSI: yang biasa dikonsumsi
1. Latih SP 2 Isolasi Sosial Klien mampu menyebutkan
2. Latih SP 2 Halusinasi kembali prinsip 6 benar minum
3. Latih SP 2 Resiko Perilaku obat
Kekerasan
Klien mampu
memperagakan cara menghardik
Klien mampu
RENCANA TINDAK LANJUT:
memperagakan tarik nafas
1. Melatih SP 3 Isolasi Sosial
dalam dan pukul bantal
2. Melatih SP 3 Halusinasi
3. Melatih SP 3 Resiko Perilaku Klien tampak tenang
Kekerasan
ANALISIS:
1. Isolasi Sosial (+)
2. Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi Pendengaran (+)
3. Resiko Perilaku Kekerasan
(+)
PLANNING:
1. Berlatih berkenalan dengan
pasien lain sebanyak 2 orang
2. Berlatih cara menghardik 3
kali sehari
3. Berlatih cara tarik nafas
dalam 3 kali sehari
4. Berlatih cara pukul bantal 3
kali sehari
5. Minum obat secara teratur 2
kali sehari
Hari/tgl: Minggu/17 Mei 20 Pkl: 09.00
DATA: SUBJEKTIF:
ANALISIS:
1. Isolasi Sosial (+)
2. Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi Pendengaran (+)
3. Resiko Perilaku Kekerasan
(-)
PLANNING:
1. Berlatih berkenalan dengan
pasien lain sebanyak 2 orang
2. Berlatih cara berbicara yang
baik saat berkenalan dengan
pasien lain
3. Berlatih cara menghardik 3
kali sehari
4. Berlatih cara tarik nafas
dalam dan pukul bantal 3 kali
sehari
5. Minum obat secara teratur 2
kali sehari
DATA: SUBJEKTIF:
ANALISIS:
1. Isolasi Sosial (+)
2. Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi Pendengaran (-)
3. Resiko Perilaku Kekerasan
(-)
PLANNING:
1. Berlatih berkenalan dengan
pasien lain sebanyak 2 orang
2. Berlatih cara berbicara yang
baik saat bersosialiasi dengan
pasien lain
3. Berlatih cara menghardik 3
kali sehari
4. Berlatih cara tarik nafas
dalam 3 kali sehari
5. Berlatih cara pukul bantal 3
kali sehari
6. Minum obat secara teratur 2
kali sehari
7. Berlatih cara bercakap-
cakap 3 kali sehari
8. Berlatih cara mengontrol
kemarahan dengan verbal 3 kali
sehari
9. Melakukan solat 5 waktu
dan berdoa
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Pada pengkajian, penulis memfokuskan pada faktor predisposisi,
faktor presipitasi, manifestasi klinis, dan tes diagnostik. Berdasarkan faktor
predisposisi pada teori ada 4 bagian yaitu faktor perkembangan, faktor
komunikasi dalam keluarga, faktor sosial budaya dan faktor biologis.
Menurut teori dari hasil predisposisi dan faktor presipitasi dibandingkan
dengan kasus Tn. E adalah klien sebelumnya pernah bersekolah hingga SMP,
dan klien tidak melanjutkan sekolah karena keluarga klien tidak mampu untuk
membiayai sekolahnya. Karena itu klien merasa malu, lebih banyak diam,
selalu menyendiri dan tidak mau bergaul dengan orang lain.
Pada tahap pengkajian ditemukan factor genetic dalam keluarga klien,
klien pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa untuk yang kedua kalinya, pada
bulan April 2008 sampa bulan juli 2008 di Rumah Sakit HB Saanin Padang.
Disini dapat dilihat bahwa pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena
kurangnya komunikasi keluarga dalam memberikan dukungan dan perhatian.
Dan sebagai perbandingan antara teori dan kasus yaitu analisa faktor
penghambat dan faktor pendukung penulis menemukan hambatan yaitu tidak
dapat bertemu dengan keluarga klien, sehingga menyulitkan penulis untuk
memvalidasi antara data yang didapat dari klien dengan penjelasan keluarga
dan keadaan klien yang berfluktuasi mengisolasi diri. Tetapi penulis berusaha
mengatasinya dengan bertanya kepada perawat Puskesmas dan Bidan Desa,
membaca laporan harian, serta melakukan pendekatan pada klien dengan
pendekatan komunikasi terapeutik. Sedangkan faktor pendukungnya adalah
telah tersedianya format pengkajian sehingga memudahkan penulis untuk
mencari data dengan cepat pada klien, selain itu adanya kerja sama yang baik
dengan perawat dalam memberikan informasi tentang klien.
Pada pohon maslah terjadi kesenjangan antara teori dan kasus. Dalam
teori terdapat 3 masalah keperawatan yaitu Isolasi Sosial, Harga Diri Rendah.
Resiko gangguan sensori persepsi halusinasi. Sedangkan dalam kasus ini
terdapat 5 masalah keperawatan yaitu : Isolasi Sosial, Harga Diri Rendah,
koping keluarga in efektip, RegimenTerapeutik inefektif, dan resiko gangguan
sensori persepsi halusinasi.
2. Diagnosa Keperawatan.
Pada diagnosa keperawatan ditemukan 2 diagnosa yang berbeda
dengan teori yaitu koping keluarga inefektip dan regimen tharapetik
inefektip. Data pada diagnosa koping keluarga inefektip didapat dari
pengkajian yaitu , keterangan perawat, serta menanyakan pada klien, bahwa
keluarga klien pernah datang untuk menjenguk klien Sedangkan pada
Diagnosa kedua, Regimen Terapeutik Inefekt didapat data pada pengkajian
dari status, keterangan perawat serta menanyakan pada klien, bahwa klien
pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa HB Saanin Padang. Hambatannya yaitu
tidak dapat bertemu dengan keluarga klien dikarenakan keterbatasan waktu
dalam praktek keperawatan dan waktu kunjungan keluarga klien tidak tentu
3. Perencanaan Keperawatan
Di dalam perencanaan penulis menyusun sesuai perencanaan keperawatan
yang ada didalam teori yaitu ditetapkan berdasarkan prioritas masalah, tujuan,
kriteria evaluasi, rencana keperawatan yang dapat diukur.
Diagnosa yang utama adalah Isolasi Sosial, sehingga diagnosa
keperawatan tersebut yang harus dintervensi, pada pasien adapun rencana
yang dilakukan adalah SP I : bina hubungan saling percaya, Identifikasi
penyebab Isolasi Sosial, Diskusikan dengan klien tentang keuntungan
berinteraksi dengan orang lain, diskusikan dengan klien tentang kerugian
tidak berinteraksi dengan orang lain, ajarkan klien tentang cara berkenalan,
beri pujian terhadap kemampuan yang dilakukan klien, anjurkan pasien
memasukkan kegiatan latihan berbincang – bincang dengan orang lain
dalam kegiatan harian, SP II : evaluasi jadwal kegiatan harian klien,
anjurkan untuk mempraktekkan cara berkenalan dengan perawat lain, SP III
: evaluasi kegiatan harian klien, anjurkan untuk mempraktekkan cara
berkenalan dengan orang lain (teman klien). Pada keluarga yaitu Sp-I
diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien, jelaskan
pengertian, tanda dan gejala Isolasi Sosial, Sp:II melatih keluarga
memperakktekkan cara merawat pasien dengan Isolasi Sosial, SpIII;
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat.
Dan untuk diagnose ke 2 penulis merencanakan SP I: mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang di miliki klien ,bantu pasien menilai
kemampuan yang masih bisa di gunakan,membantu pasien memilih
kegiatan yang akan di latih sesuai dengan kemampuan pasien, melatih
pasien sesuai kemampuan yang dipilih, memberi pujian yang wajar terhadap
keberhasilan pasien,menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian, SP II : mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih
kemampuan ke dua,menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian.
Kemudian untuk keluarga SP I : diskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam merawat pasien, menjelaskan pengertian tanda dan gejala
harga diri rendah yang di alami pasien serta proses terjadinya, menjelaskan
cara merawat pasien harga diri rendah. SP II: melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, SP III :
membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum
obat, menjelaskan follow up pasien setelah pulang. Factor pendukung didalam
perencanaan ini adalah penulis dapat membuat perencanaan sesuai dengan
literature dan pedoman yang sudah ada serta adanya bimbingan dosen
Akademik. Dalam factor penghambat penulis tidak menemukan hambatan
dalam membuat perencanaan.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis mengacu pada
rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan seluruhnya dan
disesuaikan dengan kondisi klien saat ini. Penulis mengimplementasikan 1
diagnosa saja, yaitu Isolasi Sosial. Untuk Isolasi Sosial yaitu : pada hari
pertama melakukan sp1 dengan cara membina hubungan saling percaya antara
perawat dan klien, mengidentifikasikan penyebab Isolasi Sosial Pasien,
mendiskusikan dengan klien keuntungan berinteraksi dengan orang lain
dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, memberikan kesempatan pada klien untuk mempraktekkan cara
berkenalan dengan orang lain, menganjurkan klien memasukkan kegiatan
kedalam jadwal harian.
Kemudian pada hari kedua melakukan sp II dengan cara Evaluasi
jadwal kegiatan harian pasien Berikan kesempatan kepada pasien
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang Bantu pasien memasukkan
kegiatan berbincang–bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan
harian.klien,Melakukan Sp III yaitu, mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberikan kesempatan pada pasien untuk memperaktekkan cara
berkenalan dengan dua orang atau lebih, membantu pasien untuk memasukkan
kegiatan yang sudah di lakukan yaitu berkenalan dengan dua orang atau lebih
ke dalam jadwal kegiatan harian, meskipun di teori klien Isolasi Sosisl tidak
mendapat terapi obat tapi di lapangan pasien mendapat terapi obat yaitu
Halopenidol (5mg) 3x 1½ tablet, Trihexypenidyl (2 mg) 3 x 1 tablet,
Chlopromazine (100 mg) 1 x 1 tablet, Amitriptyline (100 mg) 1 x 1 tablet.
Yaitu untuk mengobati fisik klien dan menghilangkan sresor klien, dan Obat
itu diberikan sesuai dengan keadaan pasien. Untuk diagnosa harga diri rendah,
koping keluarga inefektif, regimen therapetik in efektifi,dan resiko gangguan
persepsi halusinasi tidak dilakukan. Adapun factor pendukung klien kooperatif
sehingga penulis dapat melakukan interaksi sesuai dengan yang diharapkan.
Pada implementasi ini terdapat kesenjangn antara teori dan kasus yaitu
pada teori kasus tidak mendapat terapi obat sedangkan pada kasus mendapat
terapi obat. Factor penghambat yang penulis temukan yaitu penulis tidak dapat
bertemu dengan keluarga, sehingga intervensi pada keluarga tidak dapat
dilakukan dikarenakan waktu keluarga besuk tidak menentu,dan waktu
pelaksanaan asuhan Keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam asuhan keperawatan, didalam
evaluasi penulis melakukan observasi terhadap respon klien mengenai
tindakan keperawatan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan dan
evaluasi dilakukan untuk menilai sejauh mana keberhasilan tindakan yang
telah dilakukan.
Pada diagnosa keperawatan utama yaitu Isolasi Sosial klien dapat
membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien sudah
mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, klien sudah
memperaktekkan cara berkenalan dengan dua orang, dan memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian. Faktor pendukung klien kooperatif dan serta
bantuan dari perawat ruangan untuk membantu menulis dan melaksanakan
evaluasi. Factor penghambat yang penulis temukan yaitu penulis tidak dapat
bertemu dengan keluarga, sehingga intervensi pada keluarga tidak dapat
dilakukan dikarenakan waktu keluarga besuk tidak menentu,dan waktu
pelaksanaan yang terbatas.
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Tn. E dengan
gangguan interaksi sosial : menarik diri, maka dapat disimpulkan :
a. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan isolasi sosial menarik diri perlu dilakukan pendekatan
secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang
dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang diberikan.
b. Dalam memberikan perawatan pada klien menarik diri, perlu
diajarkan sosialisasi secara bertahap dan terapi aktifitas kelompok
untuk meningkatkan interaksi dan sosialisasi klien.
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya
dengan menarik diri, pasien sangat membutuhkan kehadiran
keluarga sebagai sistem pendukung yang mengerti keadaaan dan
permasalahan dirinya.
d. Disamping itu perawat/petugas kesehatan juga membutuhkan
kehadiran keluarga dalam memberikan data yang diperlukan
dan membina kerjasama dalam memberi perawatan pada pasien.
2. Saran
Dari beberapa simpulan di atas penulis dapat memberikan beberapa saran
yaitu sebagai berikut :
a. Bagi perawat
Hendaknya dalam merawat klien dengan isolasi sosial menarik diri
dilakukan secara itensif dengan melakukan interaksi yang singkat
tapi sering sehingga masalah–masalah yang dialami klien menarik
diri dapat teratasi dengan baik.