Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN PARTUS PREMATURUS IMINENS (PPI)

Dosen Pembimbing : Catur PLD, S.Kep.Ns., M.Kes

Oleh :
Nadya Maulidinda Prasasti
202103002

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN 2021
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Partus Prematurus Iminens (PPI)


1 Definisi

Partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara 500-2499 gram (Rukiyah, 2010). Partus preterm adalah
kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu dari hari pertama
menstruasi terakhir (Benson, 2012).
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran
dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama
kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid
terakhir.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya tandatanda
persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37 minggu) dan
berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

2 Epidemiologi

Pemicu obstetri yang mengarah pada PPI antara lain: (1) persalinan atas
indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio sesarea; (2)
PPI spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3) PPI dengan ketuban pecah dini,
terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar
30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan
selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini (Harry dkk,
2010).

3 Etiologi dan factor resiko

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :


a Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum, KPD,
pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli, polihidramnion
b Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus,
riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks, pemakaian
obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus
Menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus prematurus adalah sebagai
berikut
a Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35
tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu seperti;
hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor pekerjaan yang
terlalu berat.
b Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan
antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban
pecah
dini.
c Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam Rahim

4 Patofisiologi

Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang


bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama kehamilan
atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani
jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses persalinan secara dini.
Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran
darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas yang
menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada
janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah
imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru yang
menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada
kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan
mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat
kehamilan
5 Pathway
6 Tanda dan Gejala

Partus prematurus iminem di tandai dengan :


a Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
b Rasa berat dipanggul
c Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
d Keluarnya cairan pervaginam
e Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis.

Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan berkelanjutan akan terjadi


tanda klinik sebagai berikut :
a Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu jadi
b Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

7 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :


a Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor
rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH
darah janin.
b USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas
biofisik, cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan
kelainan
uterus
8 Diagnosis

Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro,


2010), yaitu:
a Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
b Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap
7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
c Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
d Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
e Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm
f Selaput amnion seringkali telah pecah
g Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI
ialah sebagai berikut:
a Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan
kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
b Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
c Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

9 Komplikasi

Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang terjadi


pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan infeksi
endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka
episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko infeksi neonatal lebih
tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan
perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan.

10 Prognosis

Menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada persalinan


prematuritas adalah :
a Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
b Gangguan respirasi
c Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
d Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding bayi
aterm
e Cerebral palsy
f Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur
(meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum aterm)

11 PENATALAKSANAAN PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)


Menurut Benson (2012), pengobatan utama terdiri atas dua modalitas yaitu
istirahat baring dan obat – obatan.
a Istirahat baring
Terdapat berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa istirhat baring
bermanfaat baik dalam pencegahan maupun membantu penghentian partus
yang telah berlangsung disertai dengan obat–obatan. Hidrasi intravena sering
dianjurkan sebagai bentuk awal intervensi, sebelum mulai dengan obat-obat
farmakologik.
b Obat farmakologik
a) Beta – simpatomimetik
Dua obat yang paling sering digunakan adalah ritodrine dan
terbutaline.
Reaksi kerja obat ini yaitu dapat menurunkan tonus otot polos uterus,
bronkiolus dan vaskulator, output urine juga berkurang dan
glikogenolisis dan pembebasan insulin kedua – duanya meningkat,
nadi meningkat, tekananndarah diastolik menurun, frekuensi jantung
cepat.
b) Magnesium Sulfat
Mekanisme kerja magnesium yaitu menurunkan kalsium bebas
intraselular yang perlu untuk kontraksi otot polos, namun magnesium
memiliki efek ini pada semua otot. Salah satu efek samping yang
sangat mengganggu adalah disforia dimana dilukiskan perasaan bagai
terperangkap awan gelap.

Menurut Nugroho (2010), pada kasus amnionitis yang tidak mungkin


ditangani ekspektatif, harus dilakukan intervensi yaitu dengan :
1. Akslerasi pematangan fungsi paru
 Terapi glukokortikoid, misalnya dengan betamethasone 12 mg IM, 2 kali
selang 24 jam, atau dexamethasone 5 mg tiap 12 jam IM sampai 4 dosis
 Thyrotropin releasing hormone 400 IV, akan meningkatkan kadar tri–
iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan
 Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran
fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.

2. Pemberian antibiotika
 Pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian
koriomnionitis dan sepsis neonatorum
 Diberikan 2 gram ampicillin IV tiap 6 jam sampai persalinan selesai
 Peneliti lain memberikan antibiotik kombinasi untuk kuman anaerob
 Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor resiko
persalinan prematur, bila tidak ada kontra indikasi, diberi tokolitik.

3. Pemberian tokolitik
 Nifedipine 10 mg diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.
Umumnya hanya diperlukan 20 mg dan dosis perawatan 3x10 mg
 Golongan beta – mimetik : salbutamol per infuse : 20 – 50 / menit atau
salbutamol per oral : 4 mg, 2 – 4 kali / hari
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a Identitas klien dan penanggung jawab
b Keluhan utama klien saat MRS dan saat ini
c Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya (bagi klien multipara)
d Riwayat penyakit keluarga

Fokus pengkajian keperawatan pada Partus Prematurus Iminens (PPI) yaitu :


1) Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK),
penyakit sebelumnya.
2) Intregitas
Ego Adanya ansietas sedang.
3) Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4) Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit
selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5) Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau infeksi
vagina)
6) Seksualitas
Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat, Membran
mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat aborsi,
persalinan prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin distensi
berlebihan, karena hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
7) Pemeriksaan diagnostik
a. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500
sampai
2500 gram)
b. Tes nitrazin : menentukan KPD
c. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap
sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas
paru janin, atau infeksi amniotik
d. Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yang dirasakan atau
aktual pada diri dan janin.
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional


keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan a Lakukan pengkajian nyeri secara a Menentukan intervensi
keperawatan selama …. X komprehensif termasuk lokasi, keperawatan sesuai skala
cidera fisik
24jam karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri.
Pasien tidak mengalami nyeri, kualitas dan faktor presipitasi b Untuk mentuk anintervensi
dengan kriteria hasil: b Observasi reaksi nonverbal dari selanjutnya
ketidaknyamanan c Untuk membantu
a Mampu mengontrol nyeri c Kontrol lingkungan yang dapat memberikan rasa nyaman
(tahu penyebab nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti d Membantuk lien rilek
menggunakan tehnik suhu ruangan, pencahayaan dan suntuk mengurangi rasa
nonfarmakologi untuk kebisingan nyeri
mengurangi nyeri, mencari d Ajarkan tentang teknik e Untuk menekan atau
bantuan) nonfarmakologi: napasdalam, mengurangi nyeri
b Melaporkan bahwa nyeri relaksasi, distraksi, kompres
berkurang dengan hangat/ dingin
menggunakan manajemen e Berikan analgetik untuk
nyeri mengurangi nyeri
c Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
d Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
e Tanda vital dalam rentang
normal

2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan a Observasi adanya pembatasan a Untuk menentukan
klien dalam melakukan aktivitas intervensise lanjutnya
b/d tirah baring keperawatan selama ….x 24 jam
Pasien bertoleransi terhadap b Kaji adanya faktor yang b Untuk menentukan
menyebabkan kelelahan intervensi selanjutnya
aktivitas dengan Kriteria Hasil :
c Monitor pasien akan adanya c Untuk mencegah
kelelahan fisik dan emosi secara terjadinya kelelahan pada
berlebihan klien
a Berpartisipasi dalam
d Bantu klien untuk d Agar klien mampu
aktivitas fisik tanpa disertai
mengidentifikasi aktivitas yang memenuhi aktivitas
peningkatan tekanan darah,
mampu dilakukan secara mandiri
nadi dan RR
b Mampu melakukan
aktivitas sehari-hari (ADLs)
secara mandiri
c Keseimbangan aktivitas dan
istirahat

3. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan a Kaji tingkat pengetahuan pasien a Untuk menentukan
dan keluarga intervensise lanjutnya
pengetahuan b/d keperawatan selama ….x 24 jam
b Jelaskan patofisiologi dari b Untuk memberikan
kurang informasi pasien menunjukkan penyakit dan bagaimana hal ini informasi terkait penyakit
berhubungan dengan anatomi yang dialami kepada
pengetahuan tentang proses
dan fisiologi, dengan cara yang klien
penyakit dengan kriteria hasil: tepat. c Untuk memberikan
c Gambarkan proses penyakit gambaran kepada pasien
dengan cara yang tepat terkait apa yang sedang
a Pasien dan keluarga d Dukung pasien untuk dialami saat ini
menyatakan pemahaman mengeksplorasi atau d Untuk mengetahui tingkat
tentang penyakit, kondisi, mendapatkan second opinion pengetahuan klien
prognosis dan program dengan cara yang tepat atau
pengobatan diindikasikan
b Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur
yang dijelaskan secara
benar
cPasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
4. Ansietas b/d krisis Setelah dilakukan tindakan a Jelaskan pada pasien tentang a Untuk memberikan
proses penyakit informasi kepada klien
situasional, ancaman keperawatan selama...x 24 jam
b Jelaskan semua tes dan b Untuk menjelaskan
yang dirasakan atau takut klien teratasi dengan pengobatan pada pasien dan prosedur yang akan
keluarga dilakukan
actual pada diri dan kriteria hasil :
c Sediakan reinforcement positif c Untuk ngurangi
janin ketika pasien melakukan kecemasan yang
perilaku untuk mengurangi takut dirasakan
a Memiliki informasi untuk
d Dorong mengungkapkan secara d Agar klien mampu
mengurangi takut
verbal perasaan, persepsi dan mengungkapkan
b Menggunakan tehnik
rasa takutnya ketakutan yang dirasakan
relaksasi
e Dorong klien untuk e Untuk mengurangi
c Mengontrol respon takut
mempraktekan tehnik relaksasi kecemasan pada klien
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
A. Diagnosa 1 :
 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

B. Diagnosa 2 :
 Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
 Keseimbangan aktivitas dan istirahat

C. Diagnosa 3 :
 Memiliki informasi untuk mengurangi takut
 Menggunakan tehnik relaksasi
 Mengontrol respon takut

D. Diagnosa 4 :
 Memiliki informasi untuk mengurangi takut
 Menggunakan tehnik relaksasi
 Mempertahankan hubungan sosial dan fungsi peran
 Mengontrol respon takut

Anda mungkin juga menyukai