Anda di halaman 1dari 34

ANALISA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PENINGKATAN KADAR ASAM URAT DI DESa…


KECAMATAN…. KABUPATEN
PROBOLINGGO

SKRIPSI

Disusun Oleh:

Dian Faqih

NIM : 1420.10.18005

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES


HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
ANALISA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PENINGKATAN KADAR ASAM URAT DI DESA…
KECAMATAN…. KABUPATEN
PROBOLINGGO
SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Keperawatan

Oleh:

Dian Faqih

NIM : 1420.10.18005

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES


HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
BAB 1

ENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asam urat (gout) adalah penyakit kelainan metabolisme dimana terjadi
produksi asam urat berlebihan atau penumpukan asam urat dalam tubuh secara
berlebihan, yang di hasilkan dari sisa pengahancuran purin, dimana sumber
utama purin dalam tubuh berasal dari makanan yang di hasilkan dari
pemecahan nukleoprotein makanan (Sueni, et al., 2021). Zat purin dikeluarkan
oleh ginjal melalui urin dalam kondisi normal. Namun dalam kondisi tertentu,
ginjal tidak mampu mengeluarkan zat purin secara seimbang sehingga terjadi
kelebihan dalam darah (hiperurisemia). Kelebihan zat purin ini akhirnya
menumpuk dan tertimbun pada persendian-persendian dalam bentuk kristal-
kristal (Fadlilah 2018).
Menurut Worid Health Organization (WHO) tahun 2020 di dunia sebanyak
34,2% yang mengalami asam urat dan setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut juga terjadi di Negara berkembang salah satunya
Indonesia. Hal tersebut di tunjang dari data Riskesdas tahun 2020 prevalensi
penyakit asam urat berdasarkan diagnose tenaga kesehatan diindonesia 11,9%
dan berdasarkan diagnosis atau gejala 24,7% jika dilihat dari karateristik umur,
prevalensi tinggi pada umur ≥ 75 tahun (54,8%). Penderita wanita juga lebih
banyak (8,46%) dibandingkan dengan pria (6,13%) (Riskesdas, 2020).
Prevelensi secara Nasional masih terdapat Provinsi yang keadaannya
cenderung meningkat yaitu: DIY 13,90%, Jawa Tengah 12,46%, Bali 10,79%
Sulawesi Barat 10,37% dan Jawa Timur 12,16%. (Kementrian kesehatan, 2019).
Berdasarkan hasil data di Jawa Timur pada tahun 2020 Angka kejadian penyakit
asam urat di Provinsi Jawa Timur yaitu laki-laki 24,3% dan pada perempuan
11,7% (Dinas kesehatan Jawa timur, 2020).
Menurut Possmore dan Eastwood dalam buku Savitri 2021 menyatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan asam urat di bagi menjadi
dua yaitu faktor pertama disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan seperti:
Pola makan, alkohol, dan obat-obatan. Sedangkan faktor ke dua disebabkan
oleh adanya komplikasi dengan penyakit lain, seperti hipertensi dan
artherosklerosis. Sueni 2021 juga mengatakan dalam penelitiannya bahwa
faktor-faktor yang juga dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat
adalah: Jenis kelamin, Usia, Aktivitas fisik dan IMT
Studi terdahulu (Jaliana et al., 2021) menyatakan bahwa faktor yang
menyebabkan peningkatan kadar asam urat adalah usia, hal ini disebabkan
karena terjadi proses degeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Karuniawati 2020) yang
mengatakan bahwa semakin tua seseorang, risiko mengalami peningkatan kadar
asam urat akan semakin besar, Pasalnya, usia yang menua berarti ungsi ginjal
berkurang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Sari et al., 2019) IMT
overweight juga menjadi faktor terjadinya penigkatan kadar asam urat. Hal ini
diduga karena terjadinya peningkatan kadar leptin pada penderita IMT
overweight. Pernyataan ini di dukung oleh penelitian (Lubis 2020) yang
menyatakan bahwa IMT overweight dapat menigkatan kadar asam urat
dikarenakan adanya simpanan lemak yang tinggi, yang sangat erat kaitannya
dengan hiperurisemia. Penelitian (Ninsi 2020) juga menyatakan bahwasannya
seseorang dengan indeks massa tubuh (IMT) berlebih (Overweight) beresiko
mengalami asam urat
Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi kadar asam urat adalah
aktivitas fisik (Juti Nursah. 2020). Hal ini dikuatkan oleh penelitian (Yunaspi et
al., 2021) yang menyatakan bahwa aktifitas fisik seperti olahraga atau gerakan
fisik akan menurunkan ekskresi asam urat dan meningkatkan produksi asam
laktat dalam tubuh. Semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan dan
berlangsung jangka panjang maka semakin banyak asam laktat yang
diproduksi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nursah 2020)
yang mengatakan bahwa aktivitas fisik yang berlebihan akan menyebabkan
peningkatan asam laktat. asam laktat tersebut akan menghambat dan
menurunkan pengeluaran asam urat.
Studi yang dilakukan oleh (Fitriani, et al., 2021) menunjukkan bahwa pola
makan juga mempengaruhi kadar asam urat. Hal ini berkaitan dengan
meningkatnya purin eksogen yang dimetabolisme oleh tubuh. Hasil penelitian ini
hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh (Febriyanti et al., 2020)
yang menyatakan bahwa terdapat hubungan pengaturan pola makan rendah
purin dengan kadar asam urat. Hal ini di perkuat oleh penelitian (Khuda 2020) ia
menyatakan makanan yang mengandung zat purin yang tinggi akan diubah
menjadi asam urat.
Selain itu (Siti Fadlilah & Adi Sucipto 2018) menyatakan dalam penelitian
nya bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kadar asam urat,
yang berdasarkan pada responden dengan jenis kelamin perempuan
mendominasi kategori tingkat pengetahuan yang baik mengenai asam urat.
Pernyataan ini didukung oleh teori yang menyatakan bahwa informasi yang
diperoleh dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
Ema et al., 2018 menyatakan beberapa obat juga berkontribusi dalam
meningkatkan kadar asam urat. Pada penelitian ini, didapatkan hasil rerata
kadar asam urat yang melebihi rentang normal pada pasien yang menggunakan
obat-obatan diuretik. Hal ini sejalan dengan penelitian (Raihana. et al,. 2019)
yang menyatakan di dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan bermakna
antara penggunaan obat antihipertensi (diuretik tiazid & diuretik kuat) dengan
munculnya artritis gout, Juga di perkuat oleh peneliti (Amelia. et al., 2021)
mengatakan bahwa ketidak mampuan ginjal mengeluarkan asam urat
berlebihan dalam tubuh yang di sebabkan mengkonsumsi obat-obat tertentu
yang mengandung pirazinamid, betabloker.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat,
dengan tujuan ingin mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan
kadar asam urat di desa
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah
pada penelitian ini “apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan
kadar asam urat di Desa….”?
1.3 Tujuan Penilitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk menganalisa faktor yang berhubungan dengan peningkatan kadar
asam urat di Desa….”.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi jenis kelamin, umur, IMT, kepatuhan diet, aktivitas fisik,
obat obatan atau medikasi di Desa….
2. Menganalisis hubungan jenis kelamin dengan kadar asam urat di
Desa……
3. Menganalisis hubungan umur dengan kadar asam urat di Desa……
4. Menganalisis hubungan IMT dengan kadar asam urat di Desa……
5. Menganalisis hubungan kepatuhan diet dengan kadar asam urat di
Desa……
6. Menganalisis hubungan aktivitas fisik dengan kadar asam urat di
Desa……
7. Menganalisis hubungan obat obatan atau medikasi dengan kadar asam
urat di Desa……
8. Menganalisis faktor dominan yang berhubungan dengan peningkatan
kadar asam urat di Desa…….
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Instusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sumber data baru yang bisa di
gunakan sebagai pemecahan yang ada kaitannya dengan asam urat.
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
Setelah dilakukan penelitian ini dapat memberikan informasi baru bagi profesi
keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah tentang analisis faktor
yang berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat
1.4.3 Bagi Lahan Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi baru bagi lahan penelitian tentang
faktor yang berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat.
1.4.4 Bagi Responden
Dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan responden tentang faktor
yang berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat.
1.4.5 Bagi Peneliti
Dapat menambah pemahaman terhadap ilmu pengetahuan tentang faktor
yang berhubungan dengan peningkatan kadar asam urat.
BAB 2
TINJAUAN USTAKA
2.1 Konsep Asam urat
2.1.1 Definisi Asam urat
Asam urat merupakan hasil dari sisa pengahancuran purin,dimana
sumber utama purin dalam tubuh berasal dari makanan dan dari hasil
metabolisme DNA tubuh. Purin berasal dari makanan merupakan hasil dari
pemecahan nukleoprotein makanan yang dilakukan oleh dinding saluran
cerna. Sehingga peningkatan kadar asam urat darah diakibatkan oleh
seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi purin ( Sueni
2021)
peningkatan asam urat dalam darah (hiperurisemia). Hiperurisemia
terjadi karena adanya peningkatan produksi asam urat dalam metabolisme
atau penurunan ekskresi asam urat yang terakumulasi dalam jumlah besar
di dalam darah akan memicu pembentukan kristal berbentuk jarum. Kristal-
kristal itu biasanya terkonsentrasi pada sendi, terutama sendi perifer (jempol
kaki dan tangan). Sendi-sendi tersebut biasanya menjadi bengkak, kaku,
kemerahan, terasa panas, dan nyeri sekali (Fitriani,et al.2021)
2.1.2 Klasifikasi Asam Urat
Menurut Possmore dan Eastwood, penyakit gout dibagi dua, yaitu
primer dan sekunder.
1. Gout primer disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan
2. gout sekunder disebabkan oleh adanya komplikasi dengan penyakit lain,
seperti hipertensi dan artherosklerosis.
Selama berabad-abad, gout dianggap sebagai penyakit keturunan yang
terjadi dalam lingkungan keluarga. Anggapan itu benar karena faktor genetik
merupakan faktor yang menentukan hiperurisemia. Namun, timbulnya
penyakit tersebut masih didukung oleh faktor lingkungan, seperti konsumsi
makanan, alkohol, dan obat-obatan. Pada tahun 1967, Kelley menemukan
adanya kelainan pada sejenis enzim yang khas pada penderita gout.
Ternyata, gout merupakan salah satu penyakit yang disebabkan adanya
kelainan bawaan dalam proses metabolisme purin sehingga terjadi
kelebihan asam urat.
2.1.3 Etiologi
Penyebab utama gout adalah gangguan metabolisme sejak lahir, in
born error of metabolism. Gangguan metabolisme ini menyebabkan kadar
asam urat dalam serum menjadi tinggi. Kadar asam urat ini juga tergantung
pada beberapa faktor, antara lain kadar purin dalam makanan, berat badan,
jumlah alkohol yang diminum, obat diuretik/ analgetik, faal ginjal, dan volume
urin per hari. Dengan demikian, pemakaian alkoholyang banyak dan
kegemukan merupakan pemacu terjadinya gout (Rina, 2008).
Penyebab asam urat adalah metabolisme tubuh yang tidak sempurna.
Penyebab asam urat bisa juga dari kegagalan ginjal mengeluarkan asam
urat melalui air seni. Adapun faktor dari luar adalah makanan yang tinggi
purin contohnya kacang-kacangan, emping melinjo, daging (Jeroan), ikan,
coklat, minuman yang mengandung kafein seperti kopi dan teh. Faktor dari
dalam dikarenakan terjadinya proses penyimpanan metabolisme yang
umumnya berkaitan dengan faktor usia, dimana usia lebih dari 40 tahun atau
manula lebih beresiko besar terkena asam urat (Nabyluro’y, 2011).
2.1.4 Manifestasi Klinis
Gejala penyakit asam arat di tandai dengan adanya nyeri yang terjadi
karena penumpukan endapan kristal monosodium urat pada sendi. Asam
urat juga ditandai dengan adanya peradangan pada sendi yang terjadi pada
pangkal ibu jari, kemudian diikuti oleh beberapa gejala lain seperti:
timbulnya nyeri, terutama pada malam hari atau pagi hari saat bangun tidur,
kulit diatas sendi mengalami kemerahan, dan terjadinya bengkak
(Efendi,2018).
Adapun dampak jika kadar asam urat dalam darah berlebihan akan
menimbulkan penumpukan kristal pada sendi dan pembuluh darah kapiler,
lalu kristal tersebut akan saling bergesekan dan melakukan pergerakan
dalam setiap sel persendian yang akan menyebabkan rasa nyeri yang hebat
dan akan menganggu kenyamanan (Fitriani,et al .2021)
2.1.5. Empat Tahap Klinis Gejala Asam Urat
Menurut Ersi Herliana 2013 terdapat Empat Tahap Klinis Gejala Asam Urat
yaitu:
1. Tahap Asimtomatik Pada tahap asimtomatik ini terjadi peningkatan kadar
asam urat tanpa disertai munculnya rasa nyeri dan terbentuknya kristal
asam urat di saluran kemih. Kondisi ini biasa disebut dengan
hiperurisemia, yang berarti kondisi kadar asam urat dalam darah
melebihi batas normal (lebih dari 7 mg/dL).
2. Tahap Akut Pada tahap ini, penderita akan mengalami serangan nyeri di
bagian persendian secara mendadak dan hebat yang disertai dengan
rasa panas dan kemerahan. Serangan biasa terjadi pada malam atau
menjelang pagi hari, sehingga menyebabkan penderita terbangun dari
tidurnya. Serangan yang terjadi pada umumnya akan menghilang secara
cepat dalam waktu sekitar 10 hari tanpa pengobatan. Pada tahap ini,
serangan yang muncul tidak hanya menyerang penderita yang kadar
asam uratnya tinggi, tetapi sekitar 12,5% orang dengan kadar asam urat
normal bisa juga mengalami serangan ini.
3. Tahap Interkritikal Pada tahap interkritikal, penderita asam urat tidak
meng- alami serangan selama beberapa waktu yang lama, sekitar 1-2
tahun bahkan 10 tahun. Sebagian penderita tidak mengalami terjadinya
serangan lanjutan, sehingga dapat menjalankan aktivitasnya tanpa ada
rasa sakit dan nyeri.
4. Tahap Kronis Tahap kronis biasanya muncul apabila penderita tidak
melakukan penanganansetelah terjadi serangan pertama. Tahap ini
ditandai dengan terbentuknya tofus, sekitar 10- 11 tahun setelah
terjadinya serangan yang pertama. Tofus adalah benjolan-benjolan pada
sendi yang terserang atau sendi yang sering meradang. Pada tahap ini,
serangan akan lebih sering muncul, sekitar 5-6 kali dalam setahun. Rasa
nyeri pada tahap ini berlangsung lama dan terus- menerus, sehingga
dapat menyebabkan pembengkakan. Bagian-bagian sendi yang sering
terserang yaitu bagian sendi yang sering mendapat tekanan, seperti
sendi ujung ibu jari kaki, pergelangan kaki, lutut, siku, pergelangan
2.1.6 Patofisiologi Asam Urat
Adanya gangguan metabolisme purin yang menghasilkan jumlah asam
urat yang abnormal dalam tubuh. Purin merupakan hasil pencernaan
protein, ketidakmampuan metabolisme purin akan menghasilkan akumulasi
asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (hiperurisemia), sehingga
mengakibatkan kristal urat menumpuk dalam tubuh (defosit kristal urat
dalam darah). Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan mengakibatkan
respon inflamasi (Prayogi 2017). Dengan serangan yang berulang-ulang,
penumpukan kristal natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap
dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Nefrolitiasis
urat (batuginjal) dengan penyakit renal kronis yang terjadi sekunder akibat
penumpukan urat dapat timbul. Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial
sendi yang asimtomatik menunjukan bahwa faktor-faktor non kristal mungkin
berhubungan dengan reaksi inflamasi. Imuloglobulin yang terutama berupa
IgG. IgG akan meningkatkan fagositosis kristal dan dengan demikian
memperlihatkan aktivitas imunologik (Brunner &Suddarth,2010).
2.1.7 Metabolisme Purin dan Asam Urat
Metabolisme purin dan asam urat merupakan hal penting yang sangat
berkaitan dengan penyakit gout. Kelainan metabolisme purin dan asam urat
dapat menyebabkan penyakit gout. Oleh karena itu, metabolisme purin dan
asam urat perlu dijelaskan secara rinci. Selain metabolismenya, dijelaskan
juga mengenai pembentukan purin dan pembentukan asam urat menurut
Rina (2008) yaitu:
1. Metabolisme purin
Purin adalah molekul yang terdapat di dalam sel yang berbentuk
nukleotida. Bersama asam amino, nukleotida merupakan unit dasar
dalam proses biokimiawi penurunan sifat genetik. Nukleotida yang paling
dikenal peranannya adalah purin dan pirimidin. Kedua nukleotida
tersebut berfungsi sebagai pembentuk asam ribonukleat (RNA) dan
asam deoksiribonukleat (DNA). Adapun basa purin yang terpenting
adalah adenin, guanin, hipoxantin, dan xantin. Di dalam bahan pangan,
purin terdapat dalam asam nukleat berupa nukleoprotein. Di usus, asam
nukleat dibebaskan dari nukleoprotein oleh enzim pencernaan.
Selanjutnya, asam nukleat ini akan dipecah lagi menjadi
mononukleotida. Mononukleotida tersebut dihidrolisis menjadi nukleosida
yang dapat secara langsung diserap oleh tubuh. Sebagian lagi
mononukleotida dipecah lebih lanjut menjadi purin dan pirimidin. Purin
kemudian teroksidasi menjadi asam urat.
2. Pembentukan purin di dalam tubuh
Zat gizi yang digunakan dalam pembentukan purin di dalam tubuh,
yaitu glutamin, glisin, format, aspartat, dan CO2. Sintesis nukleotida
purin tidak tergantung pada sumber eksogen asam nukleat dan
nukleotida dari bahan pangan. Mamalia dan sebagian besar hewan
vertebrata yang lebih rendah mampu menyintesis nukleotida purin di
dalam tubuhnya. Oleh karena itu, makhluk tersebut disebut sebagai
prototrofik. Sintesa purin pada manusia dan mamalia bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan terhadap pembentukan asam nukleat. Selain itu,
nukleotida purin ini juga berperan dalam adenosin trifosfat (ATP),
adenosin monofosfat siklik (CAMP), dan guanosin monofosfat siklik
(CGMP) sebagai koenzim pada flavin adenin dinukleotida (FAD),
nikotinamida adenin dinukleotida (NAD), dan nikotinamida adenin
dinukleotida fosfat (NADP). Adapun tempat tempat terpenting dalam
sintesa purin, yaitu hati. Pada beberapa organisme, seperti burung,
amfibi, dan reptilia, sintesa purin mempunyai fungsi tambahan, yaitu
bertugas sebagai alat pembuangan sisa-sisa pemecahan asam amino
atau nitrogen dalam bentuk asam urat. Organisme tersebut disebut
urikotelik. Adapun organisme yang membuang sisa-sisa pemecahan
nitrogen dalam bentuk urea disebut ureotelik (misalnya manusia).
Organisme
3. Pembentukan asam urat
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, baik
purin yang berasal dari bahan pangan maupun dari hasil pemecahan
purin asam nukleat tubuh. Dalam serum, urat berbentuk natrium urat,
sedangkan dalam saluran urin, urat berbentuk asam urat. Pada manusia
normal, 18–20% dari asam urat yang hilang dipecah oleh bakteri menjadi
CO2, dan amonia (NH3) di usus dan diekskresikan melalui feses. Asam
urat dapat diabsorbsi melalui mukosa usus dan diekskresikan melalui
urin. Pada manusia, sebagian besar purin dalam asam nukleat yang
dimakan langsung diubah menjadi asam urat tanpa terlebih dahulu
digabung dengan asam nukleat tubuh. Enzim penting yang berperan
dalam sintesis asam urat ini adalah xantin oksidase. Enzim tersebut
sangat aktif bekerja dalam hati, usus halus, dan ginjal. Tanpa bantuan
enzim ini, asam urat tidak dapat dibentuk. Mekanisme turn over dari
asam urat dapat dilihat. Peningkatan kadar asam urat dalam serumdapat
disebabkan oleh meningkatnya produksi asam urat atau menurunnya
pengeluaran asam urat. Apabila produksi asam urat meningkat, akan
terjadi peningkatan pool asam urat, hiperurisemia, dan pengeluaran
asam urat melalui urin meningkat. Peningkatan produksi asam urat
dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan pangan yang
mengandung purin. Bahan pangan yang tinggi kandungan purinnya
dapat meningkatkan kadar asam urat dalam urin antara 0,5-0,75 g/ml
purin yang dikonsumsi. Mengonsumsi karbohidrat sederhana, seperti
gula, permen, harum manis, dan gulali juga dapat meningkatkan kadar
asam urat serum. Produksi asam urat yang tinggi juga disebabkan oleh
meningkatnya sintesa purin dalam tubuh. Penurunan pengeluaran asam
urat dapat menyebabkan peningkatan asam urat atau hiperurisemia.
Penurunan pengeluaran asam urat biasanya disebabkan adanya
gangguan ginjal, pengaruh pemberian obat, atau pengaruh beberapa
jenis zat gizi yang dapat menghambat pengeluaran asam urat. Produksi
asam urat di dalam tubuh selain sebagai jalur pembuangan hasil
pemecahan purin, pada kadartertentudibutuhkan juga oleh tubuh
sebagai antioksidan.
2.1.8 Nilai Normal Asam Urat
Nilai normal kadar asam urat dalam darah dibagi menjadi tiga kategori
menurut Rahayu. et al., 2021 yaitu:
1. Laki-laki 3,4-7,0 mg/dl
2. Wanita 2,4-6,0 mg/dl
3. Anak-anak 2,8-4,0 mg/dl
Pada kadar yang normal, asam urat tidak berbahaya. Bahkan, bisa berfungsi
sebagai anti oksidan alami di dalam plasma. Namun, fungsi dari asam urat
ini akan hilang dan berbahaya jika kadarnya melebihi atas normal
(hiperurisemia).
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Asam Urat
Dalam buku Brunner, Suddath 2012 pemeriksaan penunjang ada:
1. Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl pemeriksaan ini mengindikasikan
hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau gangguan
ekskresi.
2. Angka leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3
selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit
masih dalam batas normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.
3. Eusinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat
di persendian.
4. Urin spesimen 24 jam.
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan
ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250-
750 mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat
meningkat maka level asam urat urine meningkat. Kadar kurang dari 800
mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan
peningkatan serum asam urat Instruksikan pasien untuk menampung
semua urin dengan peses atau tisu toilet selama waktu pengumpulan.
Biasanya diet purin normal di rekomendasikan selama pengumpulan urin
meskipun diet bebas purin pada waktu itu di indikasikan.
5. Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau
material aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang
tajam, memberikan diagnosis definitif gout.
6. Pemeriksaan radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan
menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi
setelah penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area
terpukul pada tulang yang berada di bawah sinavial sendi.
2.1.10 Penatalaksanaan Asam Urat
Dalam buku Brunner, Suddath 2012 penatalaksanaan asam urat:
1. Terapi Non Farmakologi
Pencegahan terjadinya asam urat dapat diatasi dengan berbagai macam
upaya yaitu dengan menjaga gaya hidup, meminimalisir konsumsi
makanan dengan kadar purin yang tinggi, membatasi latihan fisik, serta
mengamalkan pola hidup dan makan yang sesuai, membatasi minuman
beralkohol dan menurunkan berat badan. Konsumsi lebih banyak air
putih juga dapat menjadi pilihan dalam pencegahan peningkatan kadar
asam urat karena air putih 2,5 liter atau 10 gelas perhari liter dapat
mengeluarkan toksin dalam tubuh.
2. Terapi Suportif
Terapi suportif merupakan psikoterapi yang ditujukan untuk klien baik
secara individu maupun secara kelompok yang ingin mengevaluasi diri,
melihat kembali cara menjalani hidup, mengeksplorasi pilihan-pilihan
yang tersedia bagi individu maupun kelompok dan bertanya kepada
diri sendiri hal yang diingini di masa depan, Selain itu, terapi suportif
merupakan jenis terapi psikologis yang bertujuan untuk membantu klien
agar dapat berfungsi lebih baik dengan memberikan dukungan secara
pribadi. Secara umum, terapis tidak meminta klien untuk berubah,
melainkan terapis bertindak sebagai pendamping yang memungkinkan
klien untuk merefleksikan situasi kehidupan mereka dalam lingkungan
di mana mereka diterima. (Mutiara, 2017)
Adapun teknik-teknik dalam terapi suportif yaitu:
a. Guidance/Bimbingan, yakni prosedur pemberian pertolongan
secara aktif dengan cara memberikan fakta dan interpretasi dalam
bidang pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial dan bidang-bidang
kesehatan.
b. Manipulasi lingkungan, yakni usaha untuk menyelesaikan problem-
problem klien dengan cara menghilangkan atau mengubah unsur-
unsur lingkungan yang tidak menguntungkan.
c. Eksternalisasi perhatian, yakni usaha untuk mengalihkan
perhatian klien ataupun mengembangkan kesenangan baru untuk
mengisi waktu senggangnya. Jenis-jenis eksternalisasi perhatian
antara lain terapi kerja, terapi musik, terapi gerak dan tari, terapi
syair, terapi sosial.
d. Pengakuan dan penyaluran, yakni dengan cara mengeluarkan isi hati
kepada orang lain. Pendekatan ini untuk mengurangi tekanan yang
ada pada klien, sebab dengan adanya pengakuan dan penyaluran
maka segala rasa tertekan yang mengganjal dapat dilepaskan
(katarsis).
e. Terapi kelompok yang berfungsi sebagai pemberi inspirasi dari
klien-klien lainnya yang memiliki problem sejenis.
3. Terapi Farmakologi Serangan Akut
a. NSAID
NSAID merupakan terapi pertama yang efektif untuk pasien yang
mengalami serangan gout akut. Hal ini penting yang menentukan
keberhasilan terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih melainkan
pada seberapa cepat terapi NSAID mulai diberikan. NSAID harus
diberikan dengan dosis sepenuhnya (full dose) pada 24-48 jam
pertama atau sampai rasa nyeri hilang.
1) Naproxen awal 750mg, kemudian 250mg 3kali/hari
2) Piroxicam awal 40mg, kemudian 10-20mg/hari
3) Diclofenac awal 100mg, kemudian 50mg 3kali/hari selama 48
jam, kemudian 50mg 2kali/hari selama 8 hari.
b. COX-2inhibitor
Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2 inhibitor dilisensikan
untuk mengatasi serangan akut gout. Obat ini efektif tapi cukup
mahal, dan bermanfaat terutama unuk pasien yang tidak tahan
terhadap efek gasrointestina lNSAID non-selektif. COX-2 inhibitor
mempunyai risiko efek samping gasrointestinal bagian atas yang
lebih rendah dibanding NSAID non-selektif.
c. Colchicine
Colchicine merupakan terapis pesifik dan efektif untuk serangan gout
akut. Namun, dibanding NSAID kurang populer karena mula kerjanya
(onset) lebih lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
d. Steroid
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian
steroid intra-artikular. Cara ini dapat meredakan serangan dengan
cepat ketika hanya 1 atau 2 sendi yang terkena. Namun, harus
dipertimbangkan dengan cerma diferensial diagnosis antara arthritis
sepsis dan gout akut karena pemberian steroid intra-artikular akan
memperburuk infeksi.
4. Terapi Farmakologi Serangan Kronik
a. Allopurinol
Obat hipurisemik pilihan unuk gout kronik adalah allopurinol. Selain
mengontrol gejala, obat ini juga melindungin fungsi ginjal. Allopurinol
menurunkan fungsi asam urat dengan cara menghambat
enzimxantin oksidase. Dosis pada pasien dengan fungsi ginjal
normal dosis awal allopurinol tidak boleh melebihi 300 mg/24jam.
Respon terhadap allopurinol dapat dilihat sebagai penurunan kadar
asam urat dalam serum pada dua hari setelah terapi dimulai dan
maksimum setelah 7-10 hari. Kadar asam urat dalam serum harus
dicek setelah 2-3 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan
turunnya kadar asam urat.
b. Obat Urikosurik
Urikosurik seperti probenesid (500 mg 1-2 kali/hari) dan sulfinpirazon
(100 mg 3-4 kali/hari) merupakan alternatif allopurinol, terutama
untuk pasien yang tidak tahan terhadap allopurinol. Urikosurik harus
dihindari pada pasien dengan nefropati urat dan yang memproduksi
asam urat berlebihan .Obat ini tidak efektif pada pasien dengan
fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <20-30 mL/menit). Sekitar
5% pasien yang menggunakan probenesid jangka lama mengalami
mual, nyeri ulu hati, kembung atau konstipasi.
2.1.11 Komplikasi
Komplikasi terjadi apabila penderita asam urat tidak melakukan
pengobatan secara teratur. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
asam urat adalah: radang sendi akut berulang dan kekambuhannya semakin
lama akan semakin sering sendi yang sakit akan bertambah banyak, Kristal
yang terbentuk semakin besar bahkan bisa menjadi pecah, timbul batu pada
saluran kemih bahkan bisa menyebabkan gagal ginjal.(Tria Febriyanti 2020)
Dalam buku Brunner, Suddath 2012 Asam urat dapat menimbulkan
komplikasi berupa batu ginjal dan kerusakan yang dapat menyebabkan
gagal kronis.
2.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Peningkatan Kadar Asam Urat
2.2.1 Usia dan Jenis Kelamin
Proses penuaan akan mengakibatkan gangguan dalam pembentukan
enzim urikinase yang mengoksidasi asam urat menjadi alotonin yang mudah
dibuang. Jika pembentukan enzim ini terganggu maka kadar asam urat
darah menjadi naik. Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih
banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka kejadian artritis
gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin setelah usia 60 tahun (Karin
Sukma Saridewi Therik. 2019)
Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi dari pada wanita,
yang meningkatkan resiko mereka terserang asam urat. pada laki-laki
mempunyai hasil kadar asam urat yang tinggi sebelum usia 25 tahun.
Perkembangan asam urat sebelum usia 30 tahun lebih banyak terjadi pada
pria di bandingkan wanita. Prevalensi asam urat pada pria meningkat dengan
bertambahnya usia dan mencapai puncak usia 75 dan 84 tahun. Hal ini terjadi
karena pria tidak memiliki hormon estrogen yang dapat membantu
pembuangan asam urat sedangkan pada perempuan memiliki hormon
estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urin (Andi
Selviyanti 2020)
2.2.2 IMT
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu pengukuran pengganti yang
digunakan untuk menentukan berat badan lebih maupun berat badan kurang
dengan rumus: IMT = BB (𝑘𝑔)
TB (𝑚)2
Keterangan:
IMT : Indeks Massa Tubuh (kg/m2)
BB : Berat Badan (kg)
TB : Tinggi Badan (m)
IMT dikategorikan menjadi IMT normal (18,5-24.9) dan IMT overweight
(>25,0) (Alya Dina 2020)
Indeks massa tubuh erat kaitanya dengan insiden peningkatan kadar
asam urat. Dan terdapat peningkatan resiko untuk terjadiya kadar asam urat
pada orang-orang yang kelebihan berat badan. Kadar asam urat yang tinggi
berhubungan dengan peningkatan nilai dari marker adipose tubuh seperti
indeks massa tubuh. Jaringan adipose merupakan salah satu organ utama
yang memiliki aktivitas xanthine oksidoreduktasi (XOR) yang tinggi, sama
seperti pada usus halus, hati, dan organ lainnya. XOR merupakan enzim yang
mengkatalisis purin, seperti hypoxantin dan xantin. Peningkatan jaringan
adipose akan menyebabkan peningkatan XOR sehingga aktivitas pemecahan
purin menjadi asam urat akan
meningkat.indeks massa tubuh mempengaruhi kadar asam urat melalui
timbunan lemak visera. Penumpukan lemak visera yang umumnya terjadi
pada obesitas mengeluarkan lebih banyak sinyal kimiawi “buruk” yang
mendorong resistensi insulin. Resistensi insulin mengakibatkan terjadinya
peningkatan produksi leptin (salah satu hormone adpokin yang dihasilkan sel
adiposity yang berperan dalam regulasi berat tubuh normal) yang
mengakibatkan penuunan ekskresi asam urat melalui ginjal, sehingga kadar
asam urat darah dalam serum akan meningkat. Resistensi insulin juga akan
meingkatkan reabsrobsi asam urat di tubulus ginjal melalui URATI (Tirta Nadi.
2020).
2.2.3 Pola Makan
Definisi pola makan tidak hanya mengartikan keteraturan jadwal, tetapi
juga kualitas makanan dan porsinya. Pola makan dan pola konsumsi pangan
adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau
kelompok pada waktu tertentu. Pola makan merupakan bagian informasi yang
memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang
dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu
kelompok masyarakat tertentu. Pendapat para pakar yang berbeda-beda
dapat diartikan secara umum bahwa pola makan adalah cara atau perilaku
yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih,
menggunakan bahan makanan dalam kondisi pangan setiap hari yang
meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan yang
berdasarkan pada faktor-faktor sosial budaya dimana mereka hidup (Yekti,
2016). Hal yang paling penting untuk penderita asam urat adalah menjaga
pola makan, terutama menghindari makanan-makanan yang banyak
mengandung purin (Fitriani,et al,. 2021)
Batasi konsumsi (masih boleh dikonsumsi, namun dalam jumlah terbatas
sekitar 1-2 porsi/hari) bahan makanan yang mengandung purin dalam jumlah
sedang ( sekitar 9-100 mg purin/100 g bahan makanan) seperti: jamur,
asparagus, kembang kol, lentils, kacang kedelai, pisang, nangka, bayam,
jagung manis, tauge, buah yang dikeringkan, dan lain-lain. Bahan makanan
yang mengandung rendah purin, diperbolehkan untuk dikonsumsi antara lain:
buah-buahan dan sayuran segar kecuali susu, keju, telur, sereal, mie, pasta,
nasi, kopi, coklat, dan lain-lain. Kurangi konsumsi lemak jenuh karena lemak
jenuh akan menurunkan kemampuan tubuh mengeluarkan asam urat batasi
alkohol, bir, dan ragi kemudian minum air putih dalam jumlah yang cukup
karena akan membantu mengeluarkan asam urat dari tubuh. Berikut ini adalah
daftar makanan yang mengandung kadar purin tinggi yang wajib dihindari dan
merupakan pantangan bagi penderita asam urat (Yekti, 2016).
Table Jenis dan kadar makanan yang mengandung tinggi purin
Daftar makanan Asam urat mg/dL
Teobromin 2300
Limfa domba 773
Hati sapı 554
Ikan sarden 480
Jamur kuping 444
Limfa sapı 366
Daun melinjo 366
Paru-paru sapı 339
Kangkung, bayam 290
Ginjal sapi 269
Jantung sapi 256
Hati ayam 243
Jantung domba 241
Ikan teri 239
Udang 234
Biji melinjo 222
Daging kuda 190
Kedelai dan kacang-kacangan 175
Dada ayam dengan kulit 169
Daging ayam 169
Daging angsa 165
Lidah sapi 160
Ikan kakap 160
Tempe 141
Daging bebek 138
Kerang 136
Udang lobster 118
Tahu 108
Makanan yang mengandung zat purin yang tinggi akan diubah menjadi
asam urat. kandungan purin dalam makanan dikelompokkan menjadi tiga
yaitu kandungan purin tinggi 150-180 mg/100 gram (jeroan, daging bebek
dan seafood,) merupakan makanan yang harus dihindari, kandungan purin
sedang 50- 150 mg/100 gram (daging sapi, daging ayam, tahu, tempe,
kembang kol, buncis, kacang-kacangan, bayam dan kangkung dan jamur)
merupakan makanan yang boleh dikonsumsi tidak berlebih atau dibatasi,
kandungan purin rendah dibawah 50 mg/100 gram (nasi, ubi, singkong,
jagung, roti, mie, pudding, susu, keju dan telur) merupakan makanan yang
boleh dikonsumsi setiap hari. Dapat diartikan bahwa tidak semua makanan
dapat menyebabkan terjadinya penyakit asam urat, hanya ada beberapa
makanan yang harus dihindari dan ada beberapa makanan yang boleh di
konsumsi setiap hari Menurut Sabella (2010)

Jenis makanan yang kita konsumsi hendaknya mempunyai proporsi


yang seimbang antara karbohidrat, protein, dan lemaknya. Komposisi yang
disarankan adalah 55-65% karbohidrat, 10-15% protein, 25-35% lemak.
Golongan karbohidrat yang biasa kita konsumsi antara lain nasi, roti,
kentang, mie, bihun. Sedangkan golongan protein, dibagi dua macam, yaitu
hewani dan nabati. Protein hewani contohnya daging, telur, susu,
sedangkan yang nabati contohnya tahu, tempe, kacang-kacangan. Lemak
dari makanan ada yang dalam bentuk lemak jenuh maupun tak jenuh.
Lemak yang jenuh umumnya lebih mudah kita dapat dari makanan kita
sehari-hari, karena dari proses pemanasan saja kita akan mendapatkan
lemak yang jenuh, sedangkan lemak yang tidak jenuh umumnya berasal
dari minyak tidak jenuh seperti minyak zaitun, minyak wijen, dan minyak
canola, yang umumnya tidak dipanaskan.

Lemak yang tidak jenuh sangat baik bagi fungsi organ tubuh kita seperti
jantung dan pembuluh darah, karena dengan memasukkan lemak tidak
jenuh lebih banyak dalam makanan kita sehari-hari, maka kita dapat
meningkatkan jumlah kolesterol yang baik dalam tubuh. Selain bahan
makanan makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak, kita juga
perlu sumber mikronutrien seperti vitamin dan mineral. Bahan makanan
sumber vitamin dan mineral ini dapat kita peroleh dari buah-buahan dan
sayuran. Selain makronutrien dan mikronutrien tersebut tubuh kita juga
memerlukan serat (Yekti, 2016).

Purin yang terdapat dalam bahan pangan,terdapat dalam asam nukleat


berupa nukleoprotein. Ketika di konsumsi, di dalam usus, asam nukleat ini
akan dibebaskan dari nukleoprotein oleh enzim pencernaan. Selanjutnya,
asam nukleat dipecah lebih lanjut menjadi purin dan pirimidin. Purin
teroksidasi menjadi asam urat. Jika pola makan tidak dirubah, kadar asam
urat dalam darah yang berlebihan akan menimbulkan menumpuknya kristal
asam urat. Apabila kristal terbentuk dalam cairan sendi, maka akan terjadi
penyakit gout (asam urat). Lebih parah lagi jika penimbunan ini terjadi
dalam ginjal, tidak menutup kemungkinan akan menumpuk dan menjadi
batu asam urat (batu ginjal). Makanan tinggi purin dari produk hewani
seperti sardine, hati ayam, hati sapi, ginjal sapi, otak, daging, herring,
mackerel, unggas, ikan, akan dapat meningkatkan kadar asam urat, apalagi
bila hampir setiap hari dikonsumsi dalam jumlah berlebihan (Kanbara,
2020).
2.2.4 Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dapat meningkatkan
pengeluaran tenaga atau energi . Menurut WHO aktivitas fisik (physical
activity) merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan otot rangka yang
memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang terencana, terstruktur,
berulang dan bertujuan untuk memelihara kebugaran fisik. Aktivitas fisik
adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran energi. Untuk
mendapatkan manfaat kesehatan aktivitas fisik sebaiknya dilakukan selama
30 menit per hari (150 menit per minggu) dalam intensitas sedang (Kemenkes,
2017).
Aktivitas yang dilakukan oleh manusia erat kaitannya dengan kadar asam
urat yang terdapat dalam darah. aktivitas yang berat dapat memperberat
penyakit gout atau penyakit asam urat yang ditandai dengan peningkatan
kadar asam dalam darah. Olahraga atau gerakan fisik akan menyebabkan
peningkatan kadar asam laktat. Peningkatan asam laktat dalam darah akan
menyebabkan penurunan pengeluaran asam urat oleh ginjal. Kenaikan kadar
asam laktat tidak dapat diukur secara pasti karena kita tidak bisa memastikan
kapan otot-otot tubuh berkontraksi secara anaerob. sehingga aktivitas fisik
yang berat dapat mempengaruhi kadar asam urat. Pada saat seseorang
melakukan aktivitas fisik yang berat, seseorang akan mengalami dehidrasi
yang diakibatkan dari kelelahan. Kondisi ini dapat mempengaruhi dari volume
urin karena eksresi dari asam urat menurun.
Pada aktivitas yang bersifat anaerobik, energi yang akan di gunakan oleh
tubuh untuk melakukan aktivitas yang membutuhkan energi secara cepat ini
akan di poroleh melalui hidrolisis phosphocreatine (PCr) serta melalui glikolisis
glukosa secara anaerobik. proses metabolisme energi secara anaerobik ini
dapat berjalan tanpa kehadiran oksigen (O2). Proses glikolisis yang terjadi di
dalam sitoplasma sel akan mengubah molekul glukosa menjadi asam piruvat
di mana proses ini juga akan di sertai dengan pembentukan ATP. molekul
asam piruvat yang terbentuk dari proses glikolisis dapat mengalami proses
metabolisme lanjut baik secara aerobik maupun secara anaerobik tergantung
pada ketersedian oksigen di dalam tubuh. pada saat berolahraga dengan
intensitas rendah di mana ketersedian oksigen di dalam tubuh cukup besar,
molekul asam piruvat yang terbentuk ini dapat di ubah menjadi CO2 dan H2O
di dalam mitokondria sel . jika ketersedian oksigen terbatas di dalam tubuh
atau saat pembentukan asam piruvat terjadi secara cepat, maka asam piruvat
tersebut akan terkonversi menjadi asam laktat. Sesorang yang melakukan
aktivitas yang berat juga akan meningkatkan akumulasi asam laktat darah, hal
ini menyebabkan retensi asam urat dalam darah terjadi.(Jaliana. 2018)
Global Physical Activity Quesioner (QPAG) merupakan instrument untuk
mengukur aktivitas fisik yang dikembangkan oleh WHO. Kuesioner QPAG
terdiri dari 16 pertanyaan sederhana terkait dengan aktivitas sehari-hari yang
dilakukan selama satu minggu terakhir dengan menggunakan indeks aktivitas
fisik yang meliputi empat dominan, yaitu aktivitas fisik saat bekerja, aktivitas
perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain, aktivitas rekreasi dan
aktivitas menetap (sedentary activity). GPAQ mengukur aktifitas fisik dengan
mengukur menggunakan Metabolic Equivalent Turnover (MET)
Metabolic Equivalent Turnover (MET) yaitu pengukuran intensitas
aktivitas fisik secara fisiologis yang dilakukan oleh seseorang. MET dijadikan
rasio pengukuran pada jenis aktivitas fisik yang spesifik. Setiap aktivitas fisik
memiliki hasil yang berbeda - beda seperti berjalan 2.7 km/jam memiliki jumlah
MET sebanyak 2.9 MET, menonton televisi 1 MET, lompat tali 10 MET, dan
tidur sejumlah 0.9 MET (Dwi Saputri. 2020)
Berdasarkan penelitian Singh & Purothi (2020) tingkat aktivitas fisik dinilai
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Tinggi, dalam 7 hari atau lebih dari aktivitas fisik berjalan kaki, aktivitas
dengan intensitas sedang maupun berat minimal mencapai 3000 MET
menit per minggu.
2. Sedang, dalam 5 hari atau lebih dari aktivitas fisik berjalan kaki, aktivitas
dengan intensitas sedang maupun tinggi minimal mencapai 600 MET
menit per minggu.
3. Rendah, seseorang yang tidak memenuhi kriteria tinggi, maupun sedang.
Untuk mengetahui total aktivitas fisik digunakan rumus sebagai berikut:

Total Aktivitas Fisik MET menit / minggu = [(P2 x P3 x 8) +


(P5 x P6 x 4) +(P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15 x
4)]
Setelah mendapatkan nilai total aktivitas fisik dalam satuan MET
menit/minggu, status aktivitas fisik responden dikategorikan ke dalam 3 tingkat
aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik tinggi, sedang, dan rendah seperti tabel di
bawah ini:
Klasifikasi Aktivitas Fisik
MET KATEGORI MET
MET >= 3000 Tinggi
3000 > MET >= 600 Sedang
600 < MET rendah

Sumber : WHO, 2012


Contoh aktivitas Fisik Dwi Saputri. 2020
Aktivitas
NO Ringan Sedang Berat
1 Duduk Mencuci mobil Membawa
barang berat
2 Berdiri Menanam tanaman Berkebun
3 Mencuci piring Bersepeda pulang Bermain sepak
pergi bola
4 Memasak Berjalan sedang Berlari/ jogging
5 Menyetrika Tenis meja Mendaki gunung,
panjat tebing
6 Menonton Berenang
7 Mengemudikan Volly
kendaraan
8 Berjalan kaki Berkuda

2.2.5 Obat-Obatan atau Medikasi


Beberapa obat juga berkontribusi dalam meningkatkan kadar asam urat
serum melalui penurunan ekskresi akibat adanya kompetisi antara asam urat
dengan obat-obat tersebut di dalam tubulus ginjal. Agen diuretik memiliki
mekanisme yang berbeda dalam menghambat ekskresi asam urat. Agen
diuretik loop seperti furosemid akan meningkatkan reabsorpsi asam urat di
dalam tubulus ginjal sehingga dapat menyebabkan hiperurisemia sebesar 40%.
Sedangkan penggunaan obat atau medikasi pada pasien asam urat seperti obat
Penghambat xantin oksidase yaitu allopurinol secara luas digunakan untuk
mengontrol kadar asam urat dan juga secara signifikan mampu menurunkan
asam urat dalam serum darah. Selain itu, banyak klinisi meresepkan allopurinol
untuk manajemen terapi jangka panjang dalam mengontrol asam urat pasien.
(Ema 2018)

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

faktor berhubungan
dengan peningkatan 1. Gout primer
kadar asam urat :
2. gout sekunder
1. genetic
2. pendidikan (Dina Savitri. 2021)
3. komplikasi
Asam urat

Asam urat merupakan hasil


dari sisa pengahancuran
purin,dimana sumber utama
1. jenis kelamin purin dalam tubuh berasal
2. usia dari makanan dan dari hasil
3. IMT metabolism DNA tubuh.
4. kepatuhan diet Sehingga peningkatan kadar
5. aktivitas fisik asam urat darah diakibatkan
6. obat obatan oleh seseorang
mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi purin.(
Sueni 2021)

Keterangan :

: Tidak diteliti

: Diteliti

: Hubungan / Terjadi

Bagan 3.1 : Kerangka konseptual penelitian Analisa Faktor yang


berhubungan dengan Peningkatan kadar asam urat Di Desa…
Kecamatan….. Kabupaten Probolinggo.

3.2 Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hypo dan thesis, hypo artinya sementara
kebenarannya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Jadi hipotesis adalah
pernyataan sementara yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis ini merupakan
jawaban sementara berdasarkan pada teori yang belum dibuktikan dengan data
atau fakta. Pembuktian dilakukan dengan pengujian hipotesis melalui uji
statistik. Dalam hal ini, hipotesis menjadi panduan dalam menganalisis hasil
penelitian, sementara hasil penelitian harus dapat menjawab tujuan penelitian
terutama tujuan khusus, jadi sebelum merumuskan hipotesis harus dilihat dulu
tujuan penelitiannya. Hasil pengujian yang diperoleh dapat disimpulkan benar
atau salah, berhubungan atau tidak, diterima atau ditolak. Hasil akhir penelitian
tersebut merupakan kesimpulan penelitian sebagai generalisasi dan
representasi dari populasi secara keseluruhan (Masturoh, 2018).
Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah :
H1: ada hubungan antara faktor jenis kelamin, usia, IMT, kepatuhan diet,
aktivitas fisik, dan obat obatan dengan peningkatan kadar asam urat di
Desa… Kecamatan.. Kabupaten Probolinggo.

BAB 4
METODE ENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan suatus strategi untuk mencapai tujuan
penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun
peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2017). Jenis penelitian yang
digunakan adalah metode analitik korelasional dengan pendekatan cross
sectional.
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode analitik korelasional
dengan pendekatan cross sectional, yang bertujuan mengungkapkan hubungan
korelatif antar variabel (Nursalam, 2017). Dalam hal ini adalah “Analisa Faktor
Yang Berhubungan Dengan Peningkatan Kadar Asam Urat di Desa….
Kecamatan…. Kabupaten Probolinggo”.
Penelitian cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran/observasi data variabel independent dan dependent hanya satu
kali. Pada jenis variabel dependent dan independent dinilai secara simultan
pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut. Tentunya tidak semua subyek
penelitian harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama, akan tetapi
baik variabel independent ataupun dependent dinilai hanya satu kali saja.
Dengan studi ini, akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel
dependent) dihubungkan dengan penyebab (Nursalam, 2017).

4.2 Kerangka Kerja Penelitian


Kerangka kerja penelitian adalah tahapan dalam suatu penelitian yang
menyalurkan alur penelitian terutama variabel yang di gunakan dalam penelitian
(Nursalam, 2017).

Analisa
Faktor
Yang
Populasi
Seluruh
Penderita

Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling

Sampel
Seluruh
penderita
asam urat
Desain
Penelitian
Rancangan

Pengumpulan Data
Kuesioner

Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating

Analisa Data
Analisis regresi logistik

Kesimpulan
H1 di terima jika p value ≤ α dengan α = 0,05
Hο di terima jika p value > α dengan α = 0,05

Bagan 4.2 : Kerangka Kerja Penelitian Analisa Faktor Yang


Berhubungan Dengan Peningkatan Kadar Asam Urat di
Desa…. Kecamatan…. Kabupaten Probolinggo Di Desa…
Kecamatan… Kabupaten Probolinggo.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja
tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut,

atau kumpulan orang, individu, atau objek yang akan diteliti sifat – sifat atau

karakteristiknya (Hidayat, 2018).

Populasi dalam penelitian ini seluruh enderita asam urat di Desa…

Kecamatan… Kabupaten Probolinggo sejumlah… orang.

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat & Aziz,2018).

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoadmojo, 2012). Dalam penelitian dibidang kesehatan terdapat istilah

kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, yakni kriteria

tersebut digunakan untuk menentukan dapat tidaknya dijadikan sampel

sekaligus untuk membatasi hal yang akan diteliti (Hidayat& Aziz, 2018).

Penentuan besar sampel dapat menggunakan rumus menurut (Nursalam,

2017) :

n= N
1+N
(d)2
Keterangan :

n : Besar Sample

N : Besar populasi

d : Tingkat signifikan

jadi:

Tekhnik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik


purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ederita
asam urat di Desa… Kecamatan…. Kabupaten Probolinggo sejumlah…
responden.
Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu inklusi dan
eksklusi :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria yang akan menyaring anggota populasi
menjadi sampel yang memenuhi kriteria secara teori yang sesuai dan
terkait dengan topik dan kondisi penelitian atau dengan kata lain, kriteria
inklusi merupakan ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota
populasi yang dapat diambil sebagai sampel.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Bersedia menjadi responden.
b. Penduduk tetap di Desa… Kecamatan… Kabupaten Probolinggo
c. Penderita asam urat
2. Kriteria Eksklusi

Eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab

(Nursalam,2017).

Kriteria eksklusi pada penelitian ini yaitu:

a. Pasien asam urat dengan penyakit penyerta yang dapat mengganggu

penelitian (gagal jantung, penglihatan, gangguan pendengaran,

gangguan pernafasan, dan sebagainya.

b. Pasien yang tidak mengikuti keseluruhan kegiatan atau mengundurkan

diri sebagai responden

4.3.3 Teknik Sampling Penelitian


Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai

dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2017).

Teknik sampling dilakukan agar sampel yang diambil dari populasinya

representatif (mewakili), sehingga dapat diperoleh informasi yang cukup.

Penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu salah satu

teknik sampling dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan

cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai atau sesuai dengan kriteria

peneliti. Adapun jumlah sampel yang akan diambil oleh peneliti dengan teknik

purposive sampling adalah sebagian penderita asam urat sebanyak… orang

di Desa… Kecamatan… Kabupaten Probolinggo.

4.4 Variabel

Variabel merupakan seseorang atau obyek yang mempunyai variasi

sebagai pembeda atau penciri antara satu orang dengan yang lainnya atau satu

obyek dengan obyek yang lain (Masturoh, 2018). Dalam penelitian ini terdiri dari

2 variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.

4.4.1 Variabel Independent (Bebas)

Variabel independent adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel

lain, apabila variabel independent berubah maka dapat menyebabkan variabel

lain berubah. Nama lain dari variabel independent atau variabel bebas adalah

prediktor, risiko, determinan, kausa (Masturoh, 2018). Dalam penelitian ini

variabel independent yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis kelamin,

usia, pola pemberian makan, aktivitas fisik, IMT, dan obat atau medikasi.

4.4.2 Variabel Dependent (terikat)

Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen, artinya variabel dependent berubah karena disebabkan oleh


perubahan pada variabel independen (Masturoh, 2018). Variabel dalam

penelitian ini adalah kadar asam urat.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.5.1 Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Desa….. Kecamatan…. Kabupaten

Probolinggo.

4.5.2 Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal….

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi variabel-variabel yang akan diteliti

secara operasional di lapangan. Definisi operasional dibuat untuk memudahkan

pada pelaksanaan pengumpulan data dan pengolahan serta analisis data. Pada

saat akan melakukan pengumpulan data, definisi operasional yang dibuat

mengarahkan dalam pembuatan dan pengembangan instrumen penelitian.

Sementara pada saat pengolahan dan analisis data, definisi operasional dapat

memudahkan karena data yang dihasilkan sudah terukur dan siap untuk diolah

dan dianalisis. Dengan definisi operasional yang tepat maka batasan ruang

lingkup penelitian atau pengertian variabel-variabel yang akan diteliti akan lebih

fokus (Masturoh, 2018).

Tabel 4.6. Definisi Operasional Analisa Faktor Penyebab Terjadinya

Stunting Balita Usia 24-60 Bulan Di Sumberanyar Kecamatan

Paiton Kabupaten Probolinggo

Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Skor


Operasional
Variabel
Independt:
Usia
Variabel Perbedaan antara laki-laki Nominal 1. Laki-laki
dan perempuan secara 2. Perempuan
Independt: Biologis
Jenis
kelamin
Variabel Aktivitas sehari-hari yang Aktivitas fisik Kuesioner Nominal 1 = Cukup ≥
dilakukan selama satu yang dilakukan Global 600
Independt:
minggu terakhir dengan sehari-hari Physical MET
Aktivitas
menggunakan indeks kemudian di Activity 2 = Kurang <
fisik aktivitas fisik saat bekerja, jumlahkan Questionna 600
aktivitas perjalanan dari dalam satuan ire (GPAG) MET
suatu tempat lain, MET dan
aktivitas rekreasi dan diklasifikasikan
aktivitas menetap sesuai
(sedentary activity) intensitasnya
Variabel Berat badan dalam Timbangan Nominal 1. normal
Independt: kilogram dibagi dengan dan (18,5-
kuadrat tinggi badan Mikrotois 24.9)
IMT
dalam meter 2. overweigt
(>25,0)
Variabel cara atau perilaku yang Kuesioner Ordinal Dikategorikan
Independt: ditempuh seseorang yang menjadi:
atau sekelompok orang terbagi  kategori
Pola
dalam memilih atas 2 Pola
makan menggunakan bahan komponen makan
makanan dalam kondisi yaitu jenis baik
pangan setiap hari yang makanan,  kategori
meliputi jenis makanan dan Pola
dan jumlah makanan frekuensi makan
berdasarkan pada tidak baik
faktor-faktor
Variabel
Independt:
Obat-
Obatan

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Prosedur Administratif

4.7.2 Prosedur Teknis atau Alur Penelitian

4.8 Pengumpulan Data

4.8.1 Instrument pengumpulan data


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga

lebih mudah diolah. Kuesioner merupakan cara pengumpulan data melalui

pemberian kusioner dengan beberapa pertanyaan kepada responden

(Hidayat & Aziz, 2018).

4.8.2 Uji validitas dan Uji realibilitas

4.8.3 Teknik Pengumpulan Data

4.9 Analisa Data

4.10 Etika Penelitian

Anda mungkin juga menyukai