BBDM KELOMPOK 12
MODUL 7.1
“ Ibu Kesakitan Saat Persalinan”
Disusun oleh :
NIM 2201018120004
Tutor :
dr. Lusiana Batubara, M.Si.,Med
I. TERMINOLOGI
1. Bandle ring :
Hubungan abnormal antara dua segmen rahim atas-bawah, dua segmen uterus yang
berhubungan dengan partus macet, normalnya 2-3 jari diatas simpisis, akibat janin
yang tidak turun. Pada Impartu kala 1.
2. Osborn test :
Untuk mengethaui apakah Ibu mengalami CPD. Dimana CPD merupakan kepala bayi
tidak mampu melewati panggul ibu. Dinyatakan positif apabila dirasakan tonjolan
pada simpisis pubis lebih dari 2 jari. Pada 36 minggu. Dengan cara mendorong kepala
janin masuk ke dalam PAP dan menilai apakah terdapat halangan atau tidak.
3. KK :
Kulit ketuban. Mengetahui keadaan kulit ketuban masih intak atau tidak.
4. Kala 1 :
Pembukaan serviks. Dibagi dalam 2 fase. Yaitu fase laten pembukaan 0-3 cm
berlangsung sekitar 8 jam. Fase kedua fase aktif yaitu pembukaan 3-10 (lengkap)
berlangsung sekitar 6 jam. Pada tahap ini ibu akan merasakan kontraksi selama 10
menit selama 20-30 detik
5. Puki :
Singkatan dari punggung kiri. Dimaksud adalah presentasi dari bayi. Dapat kita
temukan saat pemeriksaan leopold 2.
6. His 4-5’(50”) :
Merupakan kontraksi otot rahim pada persalinan, yang artinya setiap 4-5 menit terjadi
kontraksi selama 50 detik dalam 10 menit.
III. BRAINSTORMING
3. Apa hubungan antara urin berdarah dengan vetal distress yang terjadi?
Adanya trauma atau infeksi pada VU - edema - menyebabkan penekanan bagian
bawah rahim - bundle ring terbentuk. Karena daya dorong ibu berkurang
kemungkinan terdapat disporposi kepala-panggul, sehingga persalinan menjadi
berkepanjangan dan dapat terjadi gangguan aliran darah untuk janin sehingga terjadi
vetal distress. Urin berdarah - tanda trauma atau infeksi - terjadi pengeluaran sitokin
pro inflamasi (prostaglandin) - menyebabkan kontraksi terus menerus sehingga terjadi
vetal distress.
5. Apakah ada hubungan tinggi badan dengan berat badan pada kasus tersebut?
Tinggi badan mencerminkan besar panggul ibu. Tinggi ibu 145 cm kemungkinan
panggul lebih lebar. Pada skenario tinggi ibu 145 cm kemungkinan panggul sempit
sehingga disporposi kepala panggul, maka terjadi osborn test (+), diperlukan sectio.
Salah satu faktor risiko ada pada usia ibu yang muda. Karena panggul sempit
sehingga janin susah masuk PAP menyebabkan kondisi CPD. Persalinan ditentukan
oleh 3 faktor: jalan lahir, kekuatan, janin. Pada kasus ini janin yang bermasalah. Berat
badan 50 kg – IMT >25 menyebabkan risiko persalinan macet.
G1P0A0
Uk 9 Bulan
Inpartu Kala 1
Pemeriksaan Penunjang
Ruptur Uteri
V. SASARAN BELAJAR
c. Menurut Etiologinya
i. Rupture uteri spontan (non violent)
Pada uterus normal dapat terjadi karena beberapa penyebab yang
menyebabkan persalinan tidak maju. Persalinan yang tidak maju ini dapat
terjadi karena adanya rintangan misalnya panggul sempit, hidrosefalus,
makrosomia, janin dalam letak lintang, presentasi bokong, hamil ganda, dan
tumor pada jalan lahir.
ii. Rupture uteri traumatika (violent) à factor trauma pada uterus meliputi
kecelakaan dan tindakan.
- Kecelakaan sebagai factor trauma pada uterus berarti tidak berhubungan
dengan proses kehamilan dan persalinan, misalnya trauma pada abdomen.
- Tindakan, berarti berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan
misalnya versi ekstraksi, ekstraksi forcep, alat – alat embriotomi, manual
plasenta, dan ekspresi/dorongan.
iii. Rupture uteri jaringan parut à terjadi karena adanya locus minoris pada
dinding uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus
sebelumnya, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi histerorafi,
dan lain – lain. Seksio sesarea klasik, empat kali lebih sering menimbulkan
rupture uteri daripada parut bekas operasi seksio sesarea profunda. Hal ini
terjadi karena luka pada segmen bawah uterus yang merupakan daerah uterus
yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik,
sehingga parut lebih kuat.
Jika his berlangsung terus menerus kuat, tetapi bagian terbawah janin tidak
kunjung turun lebih ke bawah, maka lingkaran retraksi semakin lama semakin tinggi
dan segmen bawah rahim semakin tertarik ke atas dan dindingnya menjadi sangat
tipis. Ini menandakan telah terjadi rupture uteri iminens dan rahim terancam robek.
Pada saat dinding segmen bawah rahim robek spontan dan his berikutnya datang,
terjadilah perdarahan yang banyak (rupture uteri spontanea).
Robekan segmen bawah Rahim tersebut dipercepat jika ada manipulasi dari
luar, misalnya dorongan perut yang meskipun tidak terlalu kuat. Ketika terjadi
robekan pasien merasa amat nyeri pada daerah perutnya dan his terakhir yang masih
kuat itu sekaligus mendorong sebagian atau seluruh tubuh janin ke luar ronga Rahim
ke dalam rongga peritoneum. Selain itu, usus dan omentum dapat masuk ke jalan
lahir, sehingga dapt teraba saat pemeriksaan dalam.
Rupture uteri yang tidak merobek parametrium sering terjadi pada bagian
Rahim yang longgar hubungannya dengan peritoneum, yaitu pada bagian samping
dan dekat kandung kemih. Dinding serviks yang meregang karena ikut tertarik, juga
dapat ikut robek. Robekan pada bagian samping bisa sampai melukai pembuluh –
pembuluh darah besar yang terdapat di dalam ligamentum latum. Jika robekan terjadi
pada bagian dasar ligamentum latum, arteri uterine atau cabang – cabangnya bisa
terluka disertai perdarahan yang banyak, dan di dalam perimetrium di bagian yang
mengalami perdarahan dapat terbentuk hematoma yang bedar dan menimbulkan syok
yang sering berakibat fatal.
Hematuria yang terjadi bisa disebabkan akibat partus macet → kontraksi pada
segmen atas uterus, sedangkan segmen bawah lebih pasif → terjadi retraksi
(penarikan) segmen bawah > uterus dan vesica urinaria terhubung dengan adanya
bangunan anatomis ligamentum vesicourinaria → tarikan akibat kontraksi terus-
menerus uterus akan turut menarik vesica urinaria → Batasan peregangan terlampaui
dan vesica urinaria bisa mengalami trauma atau bahkan turut rupture → pembuluh
darah banyak dan ikut putus darah masuk ke vesica urinaria → bercampur urin jadi
hematuria.
3. Pemeriksaan penunjang ruptur uteri
Pemeriksaan fisik :
Sebelum dilakukan pemeriksaan fisik perlu adanya anamnesis dan mengetahui
gambaran klinis pasien.
Adanya riwayat partus yang lama atau macet
Adanya riwayat partus dengan manipulasi olch penolong.
Adanya riwayat multiparitas
Adanya riwayat operasi pada uterus (misalnya seksio sesaria. enukleasi mioma
atau miomektomi, histerektomi, histeritomi, dan histerorafi.)
Selain itu, pasien dengan ruptur uteri menunjukkan gambaran klinis yang
khas. Ruptur menyebabkan perdarahan masif sehingga terjadi penurunan TD,
hipotensi, hingga syok hipovolemik. Bentuk kompensasi terhadap hipotensi ini adalah
takikardia dan takipnea. Darah yang membanjiri rongga peritoneum
(hemoperitoneum) dapat me-rangsang diafragma dan menimbulkan nyeri dada
menyerupai kasus emboli paru atau emboli air ketuban. Jika ruptur merupakan suatu
dehisens dari bekas SC, rasa nyeri dan perdarahan yang terjadi sering tidak signifikan
Pemeriksaan fisik luar :
Nyeri tekan abdominal
Perdarahan pervaginam
Kontraksi uterus biasanya akan hilang
Pada palpasi bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu atau janin
teraba di samping uterus
Di perut bagian bawah teraba uterus kira – kira sebesar kepala bayi
Denyut Jantung Janin (DJJ) biasanya negative (bayi sudah meninggal)
Terdapat tanda – tanda cairan bebas
Jika kejadian rupture uteri telah lama, maka akan timbul gejala – gejala
meteorismus dan defans muscular yang menguat sehingga sulit untuk meraba
bagian – bagian janin.
Pemeriksaan fisik dalam pada rupture uteri komplit :
Perdarahan pervaginam disertai perdarahn intraabdomen, sehingga didapatkan tanda
cairan bebas dalam abdomen.
Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi atau teraba
tinggi dalam jalan lahir, selain itu kepala atau bagian terbawah janin dengan
mudah dapat didorong ke atas, hal ini terjadi karena seringkali seluruh atau
sebagian janin masuk ke dalam rongga perut melalui robekan pada uterus.
Kadang – kadang kita dapat meraba robekan pada dinding Rahim dan jika jari
tangan dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba omentum, usus, dan bagian
janin.
Pada kateterisasi didapatkan urin berdarah.
Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang untuk rupture uteri tidak terlalu signifikan, namun beberapa
pemeriksaan berikut dapat dilakukan :
a. Pemeriksaan laboratorium
Hitung darah lengkap dan apusan darah à Batas dasar Hb dan nilai
hematokrit tidak dapat menjelaskan banyaknya kehilangan darah
Golongan darah dan rhesusà 4-6 unit darah dipersiapkan untuk transfusi
bila diperlukan
b. USG
Tanda-tanda rupture uteri yang bisa ditemukan pada sonografi:
Identifikasi bagian kantung amnion yang menonjol
Defek endometrium atau myometrium
Hematoma ekstra uterus
Haemoperitoneum atau cairan bebas
c. MRI
Multiplanar MR imaging menunjukkan penilaian menyeluruh terhadap dinding
rahim dan rongga peritoneum
Dilakukan jika fungsi reproduksi ibu tidak dapat dipertabankan lagi, robekan
longitudinal, multipel, atau ada di bagian bawah uterus, serta kondisi buruk
yang membahayakan ibu
Histerorafi
Histerorafi adalah tindakan operatif dengan perawatan luka dan dijahit dengan
sebaik-baiknya. Jarang sekali bisa dilakukan histerofia kecuali bila luka robekan
masih bersih dan rapi, serta pasiennya belum punya arah hidup repair uterus.
Dapat dilakukan jika kondisi klinis ibu stabil, ibu masih ingin mempertahankan
fungsi reproduksi, robekan transversal kecil, robekan tidak mencapai ligamen, ,
serviks atau paracolpos, tidak ada gangguan koagulopati dan ruptur belum
memiliki komplikasi.
WHO-Kemenkes. Sistem dan Cara Rujukan. Dalam: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan, hIm 13-19: 2013.
Rozenberg P, Goffinet F, Philppe HJ, Nisand I. Thickness of the Lower Uterine Segment: Its
Influence in the Management of Patients with Previous Cesarean Sections. Eur J
Obstet Gynecol Reprod Biol. 1999 Nov, 87 (1) : 39-45.
Gotoh H, Masuzaki H, Yoshida A, et al. Predicting Incomplete Uterine Rupture with Vaginal
Sonography during the Late Second Trimester in Women with Prior Cesarean. Obstet
Gynecol. 2000 Apr. 95(4):596-600.
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan: Pedoman
bagi Tenaga Kesehatan (1st ed.). (2013). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Cunningham, F. G., Leveno, K. J., Bloom, S. L., Dashe, J. S., Hofman, B. L., Casey, B. M.,
et al. (2018). Williams Obstetrics (25th ed.). McGraw-Hill Education.
Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., & Wignjosastro, G. H. (2010). Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo (4th ed.). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sari, RDP. Ruptur Uteri. Juke Unila. 2015; 5(9): 110 -114
Dane B, dane C. Maternal death after uterine rupture in an unscarred uterus : a case report. J
Emerg Med. 2009; 37(4):393-5