Anda di halaman 1dari 16

PENGOLAHAN LIMBAH TEKSTIL

SEMESTER III

NAMA : ROBI GUNAWAN


NIM : 34220095
KELAS : 2E TKE

PRAGRAM STUDI TEKNIK KONVERSI ENERGI


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2021
Limbah tekstil (garmen) merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pengkanjian, proses
penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi, pewarnaan, pencetakan dan proses
penyempurnaan.  Limbah-limbah yang dihasilkan suatu industri tekstil ini akan dialirkan ke kolam-
kolam penampungan dan selanjutnya dibuang ke sungai. Untuk memperoleh kualitas air yang lebih
baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan, maka suatu industri tekstil harus memenuhi baku mutu
air limbah sesuai dengan  PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH .
Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi
dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat
alam menghasilkan beban yang lebih besar. Beban tiap ton produk lebih besar untuk operasi kecil
dibandingkan dengan operasi modern yang besar, berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg
BOD/ton.

1. Sumber Limbah Industri


Limbah dan emisi merupakan non product output dari kegiatan industri tekstil. Khusus industri
tekstil yang di dalam proses produksinya mempunyai unit Finishing- Pewarnaan (dyeing) mempunyai
potensi sebagai penyebab pencemaran air dengan kandungan amonia yang tinggi. Pihak industri pada
umumnya masih melakukan upaya pengelolaan lingkungan dengan melakukan pengolahan limbah
(treatment). Dengan membangun instalasi pengolah limbah memerlukan biaya yang tidak sedikit dan
selanjutnya pihak industri juga harus mengeluarkan biaya operasional agar buangan dapat memenuhi
baku mutu.
Air limbah yang dibuang begitu saja ke lingkungan menyebabkan pencemaran, antara lain
menyebabkan polusi sumber-sumber air seperti sungai, danau, sumber mata air, dan sumur. Limbah
cair mendapat perhatian yang lebih serius dibandingkan bentuk limbah yang lain karena limbah cair
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dalam bentuk pencemaran fisik, pencemaran kimia,
pencemaran biologis dan pencemaran radioaktif.
Limbah tekstil merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri tekstil karena terjadi proses
pemberian warna (dyeing) yang di samping memerlukan bahan kimia juga memerlukan air sebagai
media pelarut. Industri tekstil merupakan suatu industri yang bergerak dibidang garmen dengan
mengolah kapas atau serat sintetik menjadi kain melalui tahapan proses : Spinning (Pemintalan) dan
Weaving (Penenunan).Limbah industri tekstil tergolong limbah cair dari proses pewarnaan yang
merupakan senyawa kimia sintetis, mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna
tersebut telah terbukti mampu mencemari lingkungan. Zat warna tekstil merupakan semua zat warna
yang mempunyai kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan mudah dihilangkan warna
(kromofor) dan gugus yang dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil (auksokrom).

2. Karakteristik Air Limbah Industri Tekstil


Karakteristik air limbah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri daribeberapa parameter, diantaranya :
a. Total Solid (TS): Merupakan padatan didalam air yang terdiri dari bahan organik maupunanorganik
yang larut, mengendap,atau tersuspensi dalam air.
b. Total Suspended Solid (TSS): Merupakan jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada
didalam airlimbah setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
c. Warna.: Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan menigkatnya
kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi kehitaman.
d. Kekeruhan: Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun
anorganik.
e. Temperatur: Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia,
laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari – hari.
f. Bau: Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau penambahan
substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena terkait dengan masalah estetika.

2. Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau
mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam air
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia guna menguraikan
unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan
Santika, 1984).
c. Dissolved Oxygen (DO)
adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob mikroorganisme. DO di dalam air
sangat tergantung pada temperature dan salinitas.
d. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan
mengganggu proses desinfeksi dengan chlor (Soemirat, 1994). Ammonia terdapat dalam larutan dan
dapat berupa senyawa ion ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan.

e.Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu proses pengolahan
limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L. Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa
dan dapat merusak mesin.
f. Fenol
Fenol mudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero intestinal, sulit
menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat menimbulkan kematian).
g. Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
mematikan kehidupan mikroorganisme.Phnormal untuk kehidupan air adalah 6–8.
h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga diperlukan pengukuran dan
pengolahan limbah yang mengandung logam berat.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang dalam skala tertentu membantu kinerja
metabolisme tubuh dan mempunyai potensi racun jika memiliki konsentrasi yang terlalu tinggi.
Berdasarkan sifat racunnya logam berat dapat dibagi menjadi 3 golongan :

1. Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan yang tidak pulih dalam
jangka waktu singkat, logam tersebut antara lain : Pb,Hg, Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.
2. Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih
dalam jangka waktu yang relatif lama, logam tersebut antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co
dan Rb.
3. Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat menimbulkan gangguan
kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan Zn .

3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yang dikonsumsi sebagai
air minum dan air bersih. Parameter yang biasa digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang
terkandung dalam air limbah.
Penentuan kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme terlarut dalam air seperti
kandungan bakteri, algae, cacing, serta plankton. Penentuan kualitas mikroorganisme dilatarbelakangi
dasar pemikiran bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan. Dalam konteks ini maka
penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis kehadiran mikroorganisme indikator
pencemaran.
Di sekitar pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat pembuangan limbah, tanpa instalasi
pengolahan limbah terlebih dahulu. Dalam kegiatan industri, air yang telah digunakan (air limbah
industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan, tetapi air limbah industri harus mengalami
proses pengolahan sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang ke lingkungan tanpa menyebabkan
pencemaran. Dengan pengolahan tersebut limbah tekstil yang dibuang ke sungai di duga dapat
mengurangi bahan pencemar.
Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia pengkanji dan
penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, asam. Penghilangan kanji biasanya memberi kan BOD
paling banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan dan merserisasi kapas serta
pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting, yang menghasilkan asam, basa,
COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses ini menghasilkan limbah cair
dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban pencemaran yang tergantung pada proses
dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna
dengan COD tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan
logam.DiIndonesia zat warna berdasar logam (krom) tidak banyak dipakai. Proses pencetakan
menghasilkan limbah yang lebih sedikit daripada pewarnaan.
Penurunan kualitas lingkungan hidup, salah satunya disebabkan pencemaran yang telah melebihi
ambang batas. Sumber pencemar yang cukupbesar saat ini umumnya dihasilkan oleh air limbah
aktifitas rumah tangga,meskipun juga tidak mengesampingkan air limbah industri yang semakin
harisemakin dirasakan peningkatan pencemarannya di dalam badan air.
Air limbah industri mengandung bahan pencemar yang dapat berupa bahanpencemaran umum dan
bahan beracun. Bahan pencemaran umum adalah bahan-bahan yang secara tidak langsung
membahayakan kesehatan manusia, yaitu bahanorganik, lumpur, minyak, asam dan alkali, garam
nutrien (garam N dan P), warna,bau, panas, dan bahan anorganik. Air limbah yang mengandung
bahan – bahan pencemar tersebut apabila tingkat konsentrasinya cukup tinggi akan
mengganggupengguna air, membuat kehidupan manusia pengguna air menjadi tidak nyaman,atau
merusak ekosistem (Agustina. 2006).
Apabila air limbah yang mengandung bahan pencemar tersebut langsungdialirkan ke lingkungan
(seoerti sungai atau badan air lainnya), akan mengakibatkan terjadinya pencemaran padabadan air
tersebut. Pemerintah telah menetapkan baku mutu efluen dan baku mutubeberapa badan air sesuai
dengan peruntukannya. Baku mutu menetapkan kualitasdan debit maksimal yang harus dipenuhi.
Kualitas effluent dalam baku mutu ditetapkan dengan memberikan batasan kadar maksimalbeberapa
parameter bahan pencemar yang terdapat dalam effluent suatu jenisindustri. Pengelolaan air limbah
ditujukan agar effluent dapat memenuhi bakumutu yang dipersyaratkan. Baku mutu air limbah juga
menetapkan debit maksimaleffluent, sehingga pengambilan air juga akan terkendali dan dapat
menjagaketersediaan sumber air baik air permukaan maupun air tanah dalam. Akan tetapikarena
kurangnya pengawasan dan tingkat kesadaran dari pelaku usaha, seringterjadi penyumbatan muka air
tanah dangkal sehingga kekurangan air bersih dibeberapa tempat yang merupakan area industri dan
padat penduduk.

3. Sifat Limbah Tekstil

Air limbah, sesuai dengan sumber asalnya, mempunyai komposisi yang sangat
bervariasi pada setiap tempat dan saat. Akan tetapi secara garis besar zat – zat yang terdapat didalam
air limbah secara detail (kandungan dan sifat-sifatnya), mempunyai sifat yang dibedakan menjadi tiga
bagian besar antara lain sifat fisik,kimia dan bologis. Cara pengukuran yang dilakukan untuk
mengetahui sifat tersebutdilaksanakan secara berbeda – beda sesuai dengan keadaannya.
Analisa jumlah dan satuan biasanya diterapkan untuk penelaahan bahan kimia,sedangkan analisa
dengan menggunakan penggolongan banyak diterapkanapabila menganalisa kandungan
biologisnya (Sugiharto, 1987).
1. Sifat fisik air limbah, bahwa derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh      sifat
fisik yang mudah terlihat seperti kandungan zat padat sebagai efek estetika, kejernihan,bau,
warna dan temperatur.
2. Sifat kimia air limbah, bahwa kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah
dapat    berpengaruh negatif pada lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat
menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkanbau dan rasa yang tidak sedap pada
penyediaan air bersih. Serta dapat berakibat vatal jika mengandung bahan beracun seperti unsur-
unsur logam berat.
3. Sifat biologis air limbah. Pada dasarnya pemeriksaan biologis di dalam air limbah
dimaksudkan untukmengidentifikasi apakah ada bakteri-bakteri patogen berada didalam air
limbah. Sifat biologis ini diperlukan untuk mengukur kualitas airterutama bagi air yang
dipergunakan sebagai air minum serta untukkeperluan lainnya. Selain itu juga untuk menaksir
tingkat kekotoranair limbah sebelum dibuang ke badan air.

Kandungan zat-zat pencemar dalam limbah tekstil tergantung pada proses yang dilakukan
yaitu proses pemintalan benang, penenunan dan pencelupan. Pemintalan benang adalah proses
pembuatan benang dari serat dari kapas, serat poliester atau bahan lainnya. Karakteristik limbah
cair yang dihasilkan industri tekstil sangat erat hubungannya dengan bahan-bahan yang
digunakan dalam tahapan proses pembuatan tekstil. Pengolahan limbah cair ini cukup rumit
karena banyaknya zat warna dan zat-zat warna pembantu pencelupan yang digunakan, sehingga
agar tidak mencemari air lingkungan, pengolahannya pun harus sesuai dengan karakteristik dari
air limbah itu sendiri.

4. Tahapan Pengelolahan Limbah Tekstil Dengan Lumpur Aktif

 Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi


yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini
diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara
biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi
material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Udara
disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel
mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan (Gariel Bitton,
1994).

           Anna dan Malte (1994) berpendapat keberhasilan pengolahan limbah secara
biologi dalam batas tertentu diatur oleh kemampuan bakteri untuk membentuk flok,
dengan demikian akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur
aktif adalah ekosistem yang komplek yang terdiri dari bakteri, protozoa, virus, dan
organisme-organisme lain. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter, antara
lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirrd Sludge Volume
Index (SSVI). Perbedaan antara dua indeks tersebut tergantung dari bentuk flok,
yang diwakili oleh faktor bentuk (Shape Factor = S).

           Pada kesempatan lain Anna dan Malte (1997) menyatakan bahwa proses
lumpur aktif dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok
lumpur aktif yang terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel
inorganik, dan polimer exoselular. Selama pengendapan flok, material yang
terdispersi, seperti sel bakteri dan flok kecil, menempel pada permukaan flok.
Pembentukan flok lumpur aktif dan penjernihan dengan pengendapan flok akibat
agregasi bakteri dan mekanisme adesi. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi
dan sedimentasi flok tergantung pada hypobisitas internal dan eksternal dari flok
dan material exopolimer dalam flok, dan tegangan permukaan larutan
mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari reaktor lumpur anaerobik.

4.1 tahapan

1. Proses primer yang meliputi penyaringan kasar, penghilangan warna, ekualisasi,


penyaringan halus, pendinginan.
2. Proses sekunder yang meliputi proses biologi dan sedimentasi.
3. Proses tersier yang merupakan tahap lanjutan dengan penambahan bahan kimia.

Gambar 1. Unit Pengolah Limbah Tekstil Kapasitas 200 m3/hari.

(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)

Gambar 2. Bak penampung yang masih panas.


(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)
Gambar 3. Bak pengendap pertama
(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)
Gambar 4. Pemberian koagulan (ferro sulfat) untuk menghilangkan warna.
(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)

Gambar 5. Bak pengendap (clarifier) setelah diberi koagulan ferro sulfat.


(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)
Gambar 6. Menara pendingin (Colling Tower) sebelum air masuk ke dalam bak aerasi.
(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)

Gambar 7. Bak aerasi tahap petama

(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)
Gambar 8. Lumpur aktif dari bak pengendap akhir dikembalikan ke bak aerasi tahap
pertama.
(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)

Gambar 9. Bak pengendap akhir


(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)
Gambar 10. Contoh air di bak pengendap akhir.
(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)

Gambar 11. Air hasil olahan sebelum dibuang ke lingkungan.


(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)
Gambar 12. Bioassay
(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)

Gambar 14. Contoh air baku sampai dengan air hasil olahan.
(sumber : http://www.enviro.bppt.go.id/~Kel-1/)

4.2 proses pengelolahan limbah


1. Proses primer, Proses primer merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi : a).
Penyaringan kasar,
b). Penghilangan warna,
c). Ekualisasi,
d). Penyaringan halus, dan
e). Pendinginan.
2. Proses sekunder, Proses biologi dan sedimentasi.
3. Proses tersier, merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi.

Gambar 15. Sistem Pengolah Limbah Lumpur Aktif PT. UNITEX

4.3. Proses Primer

a. Penyaringan Kasar

           Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan
terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air
berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain dalam air
limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar
berdiameter 50 mm dan 20 mm.

b. Penghilangan Warna

           Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan
ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m 3 dan 48 m3, air tersebut
kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m 3) yang terdiri atas tiga buah
tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO 4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600 -
700 ppm untuk pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan
ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang turun
setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua
tangki tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk
gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.

           Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan
warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses
penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa
langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung didalamnya,
air yang berasal dri koagulasi I diproses dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan
perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal dari
koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.

c. Ekualisasi

           Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650 m 3 menampung dua
sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres
lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang berbeda. Oleh karena
itu untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan
blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32 oC. Sebelum kontak
dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling tower, karena
untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi
digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m 3/jam).

d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)

           Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan larutan,
sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari padatan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang
masih terbawa.

e. Cooling Tower

           Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40 oC, sehingga
memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri
dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30 oC.

4.4. Proses Sekunder

a. Proses Biologi

           Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan sistem
lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan
bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak memerlukan blower sehingga dapat menghemat
biaya listrik, selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri dengan limbah lebih
merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada bak persegi panjang.
Kapatas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat sparator
yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang
diukur dalam bak aerasi dengan sistem lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman
yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat
dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang diperlukan
berkisar 0,5 – 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000 – 6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 – 30 oC.

b. Proses Sedimentasi

           Bak sedimentasi II (volume 407 m3) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan
bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dengan putaran 2 rph.
Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak
sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus
segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return sludge=RS), karena kondisi pada bak sedimentasi
hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai MLSS dan debit
RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari
permukaan air) dan MLSS dengan menggunakan alat MLSS meter.

4.5. Proses Tersier

           Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat (Al 2(SO4)3),
Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat
dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air
tersebut dibuang ke perairan.

           Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet (Volume
2m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air, kemudian
dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m3) dengan menggunakan pompa sentrifugal.
Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 – 300 ppm) dan polimer
(konsentrasi antara 0,5 – 2 ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua
bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air baku (water teratment)
yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok.

           Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat proses persenyawaan
kimia antara air dan bahan koagulan, juga terdapat pH kontrol yang berfungsi untuk memantau pH
effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan dan proses flokulasi berjalan
dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan pada tangki
sedimentasi III (volume = 178 m3). Hasil endapan kemudian dipompakan ke tangki penampungan
lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press filter machine.

Anda mungkin juga menyukai