Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MENGANALISIS PERAN ORGANISASI DALAM


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Oleh Kelompok II :

Gusparizel (1813201018)

Viola Anggika (1813201006)

Rima Melati (1813201005)

Yogie Krisma Warman (1813201016)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS

FORT DE KOCK BUKITTINGGI

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari
mata kuliah Sosial Budaya Kesehatan dengan judul “Menganalisis Peran
Organisasi Dalam Implementasi Kebijakan”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen kami yang telah membimbing dalam menulis makalah
ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Bukittinggi, 7 Desember 2021

Tim Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................1
DAFTAR ISI......................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................3
A. Latar Belakang.........................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................6
D. Manfaat ...................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................8
A. Implementasi Kebijakan..........................................................................9
B. Model- model Implementasi Kebijakan..................................................9
C. Peran Organisasi dalam Implementasi Kebijakan ................................10

BAB III PENUTUP.........................................................................................11


A. Kesimpulan............................................................................................12
B. Saran......................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata
“implementation”, berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut
Webster's Dictionary (1979 : 914), kata to implement berasal dari bahasa
Latin “implementum” dari asal kata “impere” dan “plere”. Kata “implere”
dimaksudkan “to fill up”; “to fill in”, yang artinya mengisi penuh;
melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu mengisi.
Selanjutnya kata “to implement” dimaksudkan sebagai : “(1) to carry into
effect; to fulfill; accomplish. (2) to provide with the means for carrying out
into effect or fulfilling; to give practical effect to. (3) to provide or equip
with implements” (Webster's Dictionary, 1979 : 914).
Pertama, to implement dimaksudkan “membawa ke suatu hasil
(akibat); melengkapi dan menyelesaikan”. Kedua, to implement
dimaksudkan “menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu;
memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu”. Ketiga, to
implement dimaksudkan menyediakan atau melengkapi dengan alat”.
Sehubungan dengan kata implementasi di atas, Pressman dan Wildavsky
(1978 : xxi) mengemukakan bahwa, “implementation as to carry out,
accomplish, fulfill, produce, complete”. Maksudnya : membawa,
menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi.
Jadi secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai
suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan
peng-gunaan sarana (alat) untuk meperoleh hasil. Apabila pengertian
implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata
implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas
penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah
ditetapkan/ disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai
tujuan kebijakan. Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik,
implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan
dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan
yang bersifat teoritis. Anderson (1978 : 25) mengemukakan bahwa :
“Policy implementation is the application af the policy by the
government's administrative machinery tothe problem”. Kemudian
Edwards III (1980 : 1) mengemukakan bahwa : “Policy implementation, ...
is the stage of policy making between the establishment of a policy ... and
the consequences of the policy for the people whom it affects”. Sedangkan
Grindle (1980 : 6) mengemukakan bahwa : “implementation - a general
process of administrative action that can be investigated at specific
program level”.
Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi
kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan
setelah kebijakan ditetapkan/ disetujui. Kegiatan ini terletak di antara
perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan
mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan/ menafsirkan
alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang
bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung
logika bottom-up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan
kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti
dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian
diusulkan untuk ditetapkan.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Implementasi Kebijakan?
b. Apa saja Model- model Implementasi Kebijakan?
c. Apa peran organisasi dalam Implementasi Kebijakan?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Implementasi Kebijakan.
b. Untuk mengetahui Model- model Implementasi Kebijakan
c. Untuk mengetahui peran organisasi dalam Implementasi Kebijakan.
D. Manfaat
a. Dapat mengetahui yang dimaksud dengan Implementasi Kebijakan.
b. Dapat mengetahui Model- model Implementasi Kebijakan
c. Dapat mengetahui peran organisasi dalam Implementasi Kebijakan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Implementasi Kebijakan

Secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai


suatu aktivitas yang bertalian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan
peng-gunaan sarana (alat) untuk meperoleh hasil. Apabila pengertian
implementasi di atas dirangkaikan dengan kebijakan publik, maka kata
implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas
penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah
ditetapkan/ disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai
tujuan kebijakan. Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik,
implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan
dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan
yang bersifat teoritis. Anderson (1978 : 25) mengemukakan bahwa :
“Policy implementation is the application af the policy by the
government's administrative machinery tothe problem”. Kemudian
Edwards III (1980 : 1) mengemukakan bahwa : “Policy implementation, ...
is the stage of policy making between the establishment of a policy ... and
the consequences of the policy for the people whom it affects”. Sedangkan
Grindle (1980 : 6) mengemukakan bahwa : “implementation - a general
process of administrative action that can be investigated at specific
program level”.
Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa, implementasi
kebijakan publik merupakan proses kegiatan administratif yang dilakukan
setelah kebijakan ditetapkan/ disetujui. Kegiatan ini terletak di antara
perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi kebijakan
mengandung logika yang top-down, maksudnya menurunkan/ menafsirkan
alternatif-alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi alternatif yang
bersifat konkrit atau mikro. Sedangkan formulasi kebijakan mengandung
logika bottom-up, dalam arti proses ini diawali dengan pemetaan
kebutuhan publik atau pengakomodasian tuntutan lingkungan lalu diikuti
dengan pencarian dan pemilihan alternatif cara pemecahannya, kemudian
diusulkan untuk ditetapkan.

B. Model- model Implementasi Kebijakan


1. Model paling klasik, yaitu model Donald Van Meter (Dalam gambar
diberi tanda “MH”), terletak pada kuadran dari atas ke bawah dan lebih
berada pada mekanisme paksa. Model ini mengandalkan implementasi
kebijakan secara liner, implementor, dan kinerja publik. Terdapat
beberapa variabel yang akan berpengaruh terhadap kebijakan publik,
yaitu:
a) Aktivitas implementasi dan komunikasi antar-organisasi,
b) Karakteristik dan agen pelaksana,
c) Kondisi ekonomi, sosial, dan politik.
d) Kecenderungan dari pelaksana.

2. Model Paul Sabatier, (Dalam gambar diberi tanda “MS”), terletak pada
kuadran dari atas ke bawah dan lebih berada pada mekanisme paksa.
Model ini proses pelaksaan melibatkan tiga variabel, yaitu:
a) Independen, yaitu variabel untuk mengetahui mudah tidaknya
masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah
teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan
seperti apa yang dikehendaki.
b) Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan
dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan
alokasi sumber dana, keterpaduan hierarkis di antara lembaga
pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan
perekrutan pejabat pelaksana serta keterbukaan kepada pihak luar,
dan variabel di luar kebijakan yang akan mempengaruhi terhadap
proses pelaksanaan kebijakan.
c) Dependen, yaitu variabel tahapan dalam proses implementasi
dengan lima tahapan. Yaitu pemahaman dari lembaga atau badan
pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksanaan,
kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil yang nyata
tersebut dan akhirnya akan bergerak ke arah perbaikan atas
kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan, atau perubahan
keseluruhan kebijakan secara mendasar.

3. Model Brian dan Lewis (Dalam gambar diberi tanda “MS”), terletak
pada kuadran atas ke bawah dan lebih berada di mekanisme paksa
daripada mekanisme pasar. Model ini memerlukan beberapa sarat,
yakni:
a) Ada jaminan, bahwa kondisi eksternal yang dihadapi
lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah
besar.
b) Tersedianya sumber daya yang memadai, termasuk sumber
daya manusia, dana, dan waktu. Kewaspadaan ini diperlukan
mengingat bahwa fasilitas sangat dibutuhkan dalam
pelaksanaan kebijakan. Misalnya, dalam amandemen keempat
UUD 1945 dikemukakan satu pasal yang berbunyi “Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat”.
Kebijakan ini sesuai betul dengan Pancasila, dan semua orang
memahami bahwa itu penting dan layak dijadikan kebijakan.
Tetapi pada saat pelaksanaan terbentuk kepada masalah
fasilitas yang dibutuhkan, karena untuk memberikan jaminan
sosial bagi seluruh rakyat diperlukan negara yang sejahtera,
dengan memiliki sumber daya yang memadai disertai
pendanaan yang cukup.
c) Ada keterpaduan dari sumber daya yang ada. Hal ini
beralasan karena pelaksanaan kebijakan akan melibatkan
berbagai pihak, baik sumber daya alam, sumber daya buatan,
atau sumber daya manusianya. Sebagai contoh dalam
pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan penanggulangan
kemiskinan. Upaya yang dilakukan oleh departemen tidak akan
efektif, apabila tidak diimbangi dengan pembangunan daerah
yang memadai.
d) Seberapa besar hubungan kausalitas yang terjadi. Dengan
asumsi bahwa, semakin sedikit hubungan sebab akibat akan
semakin tinggi hasil yang dikehendaki oleh kebijakan.
e) Hubungan saling ketergantungan kecil, dengan asumsi
bahwa apabila hubungan saling ketergantungan tinggi,
pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan efektif. Apalagi
organisasi pelaksana tersebut selalu bergantung pada pihak lain
seperti yang terjadi pada Kantor Menteri Pemberdayaan Wanita
secara intensitas bergantung kepada seluruh departemen.
f) Terdapat pemahaman yang mendalam terhadap tujuan. Tidak
terlalu sulit untuk dipahami, karena idealnya sekelompok orang
bersatu dalam suatu wadah akan mengetahui tujuan bersama
dan bergerak ke arah tujuan yang sama pula. Tetapi dalam
kenyataan selalu ada perbedaan pandangan yang didukung oleh
ego yang tinggi, sehingga kerap kali menimbulkan
pertentangan yang mengarah kepada adu fisik.
g) Tugas telah dirinci dan ditempatkan sesuai dengan urutan
yang benar. Dengan adanya susunan tugas yang jelas,
merupakan kunci keberhasilan dalam pelaksanaan kebijakan.
Selain itu, terdapat koordinasi dan komunikasi yang sempurna.

4. Model Merilee, (Dalam gambar diberi tanda “GR”), terletak pada


kuadran dari atas ke bawah dan lebih berada di antara mekanisme
paksa dan mekanisme pasar. Model ini tingkat keberhasilannya
ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasi.
a. Isi kebijakan mencakup;
1. Kepentingan yang terpengaruh kebijakan
2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
3. Derajat perubahan yang diinginkan
4. Kedudukan pembuat kebijakan
5. Siapa, pelaksana program
b) Konteks implementasi mencakup;
1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat.
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap.
Model yang dikemukakan ini tidak jauh berbeda dengan model
lainnya, melainkan lebih disederhanakan.

5. Model Richard, (Dalam gambar diberi tanda “RE”), terletak pada


kuadran dari bawah ke atas dan berada di mekanisme pasar. Proses model
ini adalah:
a) Dimulai dari identifikasi jaringan aktor yang terlibat dalam
proses pelayanan.
b) Menanyakan kepada mereka, tentang tujuan, strategi, aktivitas,
dan kontak yang mereka miliki.
Model ini didasarkan atas kebijakan yang mendorong masyarakat
untuk mengerjakan sendiri. Namun demikian tidak seluruhnya diserahkan
kepada masyarakat, di tataran bawah masih melibatkan peranan
pemerintah. Agar kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan baik, ada
beberapa syarat yang harus dipenuhi, antara lain :
a) Kebijakan yang dibuat harus sesuai dengan harapan, keinginan
dari masyarakat atau publik yang menjadi targetnya.
b) Kebijakan yang dibuat disesuaikan dengan kemampuan pejabat
eselon rendah yang akan bertindak sebagai pelaksananya.
c) Kebijakan yang dibuat sedapat mungkin mampu menampung
prakarsa masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

C. Peran Organisasi dalam Implementasi Kebijakan


1. Kebijakan dalam Implementasi
Suatu rencana baru yang akan dilaksanakan perlu didukung oleh
kondisi yang memungkinkan. Maka sebagai upaya agar kebijakan baru
dapat direalisasikan dengan baik dan berhasil mencapai tujuannya,
diperlukan kebijakan organisasi. Kebijakan ini dimaksudkan untuk
menyiapkan semua fasilitas yang dibutuhkan guna menyelesaikan
masalahmasalah yang mungkin timbul selama pelaksanaan
berlangsung.
a. Pentingnya Kebijakan
Kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi diperlukan untuk
mencegah timbulnya tindakan independen yang berarti
memelihara ketergantungan satu sama lain, memperkecil
keputusan-keputusan zig-zag, dan praktek-praktek yang
kontradiktif.
b. Kebijakan organisasi yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai
berikut:
1) Pedoman pelaksanaan yang akan menjadi acuan bagi para
pelaksana dalam menjalankan tugasnya masingmasing,
menyangkut jenis pekerjaan, jadwal waktu, fasilitas yang
dibutuhkan target yang harus dicapai, dan sebagainya.
2) Metode kerja, merupakan cara- cara yang dapat dilakukan
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan
spesifikasinya.
3) Prosedur, memberikan arah yang jelas agar tidak terjadi
tumpang tindih dan mengatur arus aktivitas organisasi.
4) Peraturan-peraturan, diperlukan untuk memberikan pedoman
kepada semua pihak tentang tata-tertib yang berlaku demi
lancarnya pelaksanaan kebijakan.
5) Formulir-formulir, diperlukan sebagai pendukung
administrasi dalam penyajian data, informasi, dan alat
komunikasi.
6) Segala sesuatu yang dapat mendorong karyawan/ pegawai
dalam mensukseskan pencapaian sasaran melalui pelaksanaan
kebijakan.
c. Peranan kebijakan, mencakup:
Penetapan kebijakan organisasi akan bermanfaat bagi semua pihak,
karena akan berperan dalam mengatur batasbatas apa yang dapat dan
yang tidak dapat dikerjakan oleh pegawai. Di samping itu akan
memberikan arah yang jelas tentang tindakan-tindakan administratif
mana yang boleh dan tidak boleh dijalankan.
d. Seleksi Kebijaksanaan
Dalam organisasi tertentu, ada kalanya tidak semua kebijakan
dapat diketahui oleh semua karyawan/pegawai, maka diperlukan
seleksi untuk menentukan kebijakan mana yang perlu disebarluaskan
kepada karyawan, dan mana yang tidak perlu. Penyebarluasan
kebijakan untuk kebijakan yang perlu disiarkan dapat dilakukan
melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik, atau sekedar
dalam bentuk pengumuman melalui brosur, selebaran, dan sebagainya.
Hal lain yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan
organisasi adalah berkaitan dengan rekrutmen tenaga ahli yang
dibutuhkan sesuai dengan rencana baru. Untuk organisasi yang tidak
menggunakan pendekatan manajemen stratejik, rekrutmen tenaga ahli
dan alokasi sumber daya sering dianggap sebagai bagian dari kebijakan
tersendiri, apalagi apabila dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas politik.
Tetapi dalam konsep ini, rekrutmen dan alokasi sumber daya yang
diperlukan harus mendapat perhatian serius dan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dengan kegiatan lainnya. Namun demikian,
bagaimana pun cara yang dilakukan dalam sistem perekrutan dan
alokasi sumber daya belum dapat dijadikan jaminan tentang suksesnya
pelaksanaan kebijakan.
Hal lain yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan kebijakan
organisasi adalah berkaitan dengan rekrutmen tenaga ahli yang dibutuhkan
sesuai dengan rencana baru. Untuk organisasi yang tidak menggunakan
pendekatan manajemen stratejik, rekrutmen tenaga ahli dan alokasi sumber
daya sering dianggap sebagai bagian dari kebijakan tersendiri, apalagi
apabila dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas politik. Tetapi dalam konsep
ini, rekrutmen dan alokasi sumber daya yang diperlukan harus mendapat
perhatian serius dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
kegiatan lainnya. Namun demikian, bagaimana pun cara yang dilakukan
dalam sistem perekrutan dan alokasi sumber daya belum dapat dijadikan
jaminan tentang suksesnya pelaksanaan kebijakan.

Proposisi dari masing-masing model implementasi kebijakan menurut Elmore,


adalah sebagai berikut :
Proposisi Implementasi sebagai manajemen sistem-sistem
1. Organisasi-organisasi hendaknya berjalan sebagai pemaksimum-
pemaksimum nilai yang rasional. Atribut esensial dari rasionalitas tersebut
adalah perilaku yang berorientasi pada sasaran; organisasi-organisasi itu
efektif sampai tingkat tertentu sehingga mereka memaksimumkan kinerja
pada sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan utama mereka. Setiap tugas yang
dilaksanakan oleh sebuah organisasi haruslah menyokong setidak-tidaknya
salah satu dari sehimpunan tujuan-tujuan yang telah terdefinisi yang secara
akurat mencerminkan maksud organisasi tersebut.
2. Organisasi-organisasi hendaknya disusun atas prinsip kontrol hirarkis.
Tanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan seluruh kinerja
sistem sepenuhnya diserahkan kepada pimpinan atas (top management),
yang pada gilirannya mengalokasikan tugas-tugas dan tujuan-tujuan
kinerja yang spesifik kepada unit-unit bawahan dan memantau kinerja
mereka.
3. Untuk setiap tugas yang dilaksanakan oleh sebuah organisasi terdapat
suatu alokasi optimal tanggung jawab di antara subunit-subunit yang
memaksimumkan seluruh kinerja organisasi itu di atas tujuan-tujuannya.
Pengambilan keputusan dalam organisasi-organisasi terdiri dari upaya
mendapatkan nilai optimum dan mempertahankannya dengan terus
mengatur alokasi internal tanggung jawab terhadap perubahan-perubahan
dalam lingkungan tersebut.
4. Implementasi terdiri dari upaya mendefinisikan sehimpunan terperinci
tujuan-tujuan yang secara akurat mencerminkan maksud dari suatu
kebijakan tertentu, yang menyerahkan tanggung jawab dan standar kinerja
kepada subunitsubunit
sesuai dengan tujuan-tujuan ini, memantau kinerja sistem, dan melakukan
penyesuaian-penyesuaian internal untuk meningkatkan pencapaian
sasaran-sasaran organisasi tersebut.

Proposisi organisasi Implementasi sebagai pengembangan


1. Organisasi-organisasi hendaknya berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar psikologis dan sosial dari individu-
individu kebutuhan akan otonomi dan kontrol terhadap pekerjaan
mereka sendiri, kebutuhan akan partisipasi dalam keputusan-keputusan
yang mempengaruhi mereka, dan untuk komitmen terhadap tujuan-
tujuan organisasi tersebut.
2. Organisasi-organisasi hendaknya disusun untuk memaksimumkan
kontrol, partisipasi, dan komitmen individu di semua tingkatan.
3. Pengambilan keputusan yang efektif dalam organisasiorganisasi
bergantung pada kreasi dari kelompok-kelompok kerja yang efektif.
4. Proses implementasi merupakan pembangunan konsensus dan
akomodasi para pembuat kebijakan dengan para pelaksana kebijakan
(implementor).

Menurut Erwan dan Dyah (2012:152) Pengalaman kerja dan senioritas


yang dimiliki oleh para personelnya juga menjadi salah satu kunci keberhasilan
organisasi dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Pengalaman kerja dan
senioritas merujuk pada pengertian yang mirip, terutama dalam organisasi yang
menganut system karier di mana posisi pegawai yang senior selalu berkaitan
dengan lama kerja atau pengalaman kerja. Pengalaman kerja dan senioritas para
pegawai merupakan modal penting sebab para pegawai yang memilikin
pengalaman kerja yang panjang tentu saja memiliki keterlibatan lebih banyak
dalam mengimplimentasikan berbagai kebijakan. Dengan demikian mereka tentu
telah belajar melalui berbagai kegagalan dan keberhasilan dalam keterlibatan
mereka tersebut. Pengalaman melalui kegagalan dan keberhasilan menjadi modal
penting ketika para personal tersebut dilibatkan dalam mengimplentasikan suatu
kebijakan.berbagai keunggulan yang akan di proleh dengan dimilikinya personal
yang memiliki pengalaman kerja dan senioritas adalah:
1. Mampu mengantisipasi berbagai kesulitan yang muncul dalam
implementasi kebijakan. Akumulasi pengalaman kerja yang panjang akan
memberikan kesempatan pada para pegawai untuk memahami berbagai
karakteristik persoalan yang akan mucul dalam implementasi kebijakan.
2. Mampu mencari solusi terhadap persoalan yang muncul dalam
implementasi.
3. Mampu membuat keputusan secara bijak sana dan hati hati. Pengalaman
melalui serangkai keberhasilan dan kegagalan dalam keterlibatan para
personel dalam implementasi kebijakan akan mengajarkan kepada mereka
bagaimana cara membuat keputusan keputusan dengan penuh
pertimbangan untuk menjamin agar kebijakan dapat mencapai tujuan.
4. Memiliki keterampilan lebih baik dalam melakukan koordinasi. Senioritas
yang mereka memiliki akan menjadi alat yang penting untuk
mengkoordinasikan pekerjaan yang melibatkan para pegawai yang lebih
yunior
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas
penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah
ditetapkan/ disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai
tujuan kebijakan. Dengan demikian, dalam proses kebijakan publik,
implementasi kebijakan merupakan tahapan yang bersifat praktis dan
dibedakan dari formulasi kebijakan yang dapat dipandang sebagai tahapan
yang bersifat teoritis. Kebijakan yang ditetapkan oleh organisasi
diperlukan untuk mencegah timbulnya tindakan independen yang berarti
memelihara ketergantungan satu sama lain, memperkecil keputusan-
keputusan zig-zag, dan praktek-praktek yang kontradiktif.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis masih banyak kekurangan
dan penulis mengharapkan saran dan masukan dari pembaca. Sehingga
pembuatan makalah selanjutnya penulis dapat memperbaikinya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tachjan.2006.Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: AIPI


2. Yunus.2014.Perencanaan,Implementasi,dan Evaluasi Kebijakan(Fungsi-
Fungsi Manajemen).Majalengka: Universitas Majalengka

Anda mungkin juga menyukai