Anda di halaman 1dari 2

Hukuman Mati Untuk Pengguna dan Pengedar Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan obat terlarang.


Narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi sintetis yang
menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang. Pemanfaatan dari
zat-zat itu adalah sebagai obat penghilang nyeri serta memberikan ketenangan. Akan tetapi,
Narkoba atau yang disebut dengan narkotika dan obat/bahan berbahaya ini dapat membuat
penggunanya menjadi kecanduan dan juga dapat menjadikan penggunanya mengalami
kematian serta merusak generasi-generasi emas suatu bangsa.
Oleh karena itu, pemerintah memberi sikap tegas dengan cara memberi sanksi hukum
apabila ada yang menyalahgunakan obat-obatan atau narkoba tersebut. Untuk mengetahui
pasal dan apa saja jenis sanksi hukum yang diterapkan dalam penyalahgunaan narkoba, simak
ulasannya berikut ini.
Jerat Hukum Narkotika yang berlaku di Indonesia yaitu UU No.35 tahun 2009 tentang
Narkotika yang Mengatur, Mengawasi dan Menindak Peredaran dan Penyalahgunaan
Narkotika.
Didalam Pasal 111, 112, 113, 114 dan 132 adalah pasal sanksi pidana yang dapat diterapkan /
dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika untuk mengedarkan, menjual atau pihak yang
menjadi kurir (perantara). Sedangkan Pasal 127 adalah pasal yang dapat
diterapkan/dikenakan bagi pihak yang memiliki narkotika sebagai penyalahguna atau
pecandu. Adapun sanksi penjara pada Pasal 111, 112, 113, 114 adalah minimal 4 tahun dan
maksimal HUKUMAN MATI. Sedangkan sanksi pada Pasal 127 adalah rehabilitasi atau
maksimal penjara 4 tahun.
Seperti yang telah dipaparkan, salah satu hukuman apabila menyalahgunakan narkoba
adalah hukuman mati. Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan
pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat seseorang akibat
perbuatannya.
Dampak dilaksanakannya sebuah eksekusi mati terhadap peredaran narkoba yaitu
dapat mengurangi tingkat peredaran narkoba pada sebuah daerah secara drastis. Hal tersebut
di karenakan hukuman mati adalah hukuman terberat pada sebuah hukum yang dimana
diciptakan oleh manusia sendiri serta hukuman mati adalah melawan hak asasi manusia
karena hukum mencabut hak manusia untuk hidup. Selain itu, akan menjadi sebuah efek jera
paling besar yang dimana dalam hal peredaran narkoba sendiri.
Efek jera yang seharusnya ditimbulkan adalah penurunan terhadap peredaran jumlah
narkoba yang ada pada sebuah daerah. Akan tetapi, efek jera yang selama ini menjadi
argumen penerapan hukuman mati ternyata tidak pernah terbukti. Pernyataan tersebut
disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat Ricky Gunawan yang
menyatakan bahwa hukuman mati tidak bisa memberikan efek jera atau efek kejut, yang ada
kejahatan tetap terus terjadi. Dia mengatakan, seharusnya pemerintah mencari alternatif lain
ketika hukuman mati tidak mampu mengurangi penyalahgunaan narkoba. Bahkan PBB
menegaskan tidak ada bukti ilmiah yang meyakinkan bahwa hukuman mati dapat mengurangi
tingkat kejahatan.
Pelaksanaan dari hukuman mati sendiri dengan penegakan hak asasi manusia adalah
dua hal yang bertentangan dikarenakan hukuman mati adalah sebuah tindakan yang
mencabut hak asasi manusia yaitu hak untuk hidup, sebab pada dasarnya urusan hidup dan
mati seseorang ialah tuhan yang memiliki kemampuan untuk menghentikan hidup seseorang.
Dalam konteks rancangan KUHP, pemerintah sesungguhnya telah bertujuan membatasi
pelaksanaan hukuman mati. Pasal 89 RUU KUHP, disebutkan bahwa pidana mati secara
alternatif dijatuhkan sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat. Jadi kalau masih
ada altrnatif lain sebaiknya hukuman mati tidak dijatuhkan.
Para akademisi di bidang kesehatan publik, melalui jurnal The Lancet, menyatakan
kebijakan Indonesia mengenai perang terhadap narkotika salah sasaran, lantaran lebih
mengedepankan kriminalisasi dan pidana, bukan aspek kesehatan masyarakat seperti
rehabilitasi.
Pengguna narkoba, menurutnya, tidak perlu dipidana, melainkan dikenai sanksi,
denda, ikut kursus atau pelayanan masyarakat. contoh penindakan perkara narkoba di
Portugal. Di sana, para pengguna narkoba bukan diadili oleh hakim, tetapi ditangani petugas
kesehatan atau orang yang mengerti soal adiksi.
Peneliti Elsam, Wahyu Wagiman mengatakan, pelaksanaan pidana mati dapat ditunda
dengan masa percobaan selama sepuluh tahun. Apabila selama masa percobaan menunjukkan
sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur
hidup atau penjara paling lama 20 tahun. Namun jika masa percobaan tidak berhasil, pidana
mati baru dapat dilakukan, itu pun setelah grasi yang diajukan oleh terpidana ditolak
presiden.

ANINDYA PUSPITA BUDIARIANI (05) XII MIPA F

Anda mungkin juga menyukai