Anda di halaman 1dari 8

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG (Kelainan di usus besar)

I. PENDAHULUAN
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Harold Hirschsprung, pada 1886 di Jerman. Ia
mengemukakan 2 kasus obstipasi sejak lahir yang dianggapnya disebabkan oleh dilatasi
kolon, kedua penderita tersebut akhirnya meninggal. Dikatakannya pula bahwa keadaan
tersebut merupakan kesatuan klinis tersendiri dan sejak itu disebut penyakit Penyakit
Hirschsprung atau megakolon congenital,
namun patofisiologi terjadinya Penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun
1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai
pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat
defisiensi ganglion (Kartono, 1993; Fonkalsrud, 1997;
Lister, 1996).
Zuelser dan wilson(1948) mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit
tidak ditemukan ganglion parsimpatis.sejak saat itu penyakit ini lebih dikenal dengan
istilah aganglionosis kongenital.
Penyakit Hirschsprung merupakan kelainan bawaan sejak lahir, jadi tak bisa
dicegah.Umumnya, kelainan ini biasanya terjadi pada anak lahir normal atau cukup bulan
dan diketahui di bawah usia setahun. Menurut data di Amerika, kelainan hirschsprung
banyak dialami anak laki-laki dibanding anak perempuan, dengan perbandingan 3,8 : 1.

II. ANATOMI
Rektum memiliki 3 buah valvula :
1. superior kiri,
2. medial kanan
3. inferior kiri.
2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian
proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian ini dipisahkan
oleh peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding bagian
posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi sebagai
pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal; anus, dikelilingi oleh spinkter ani
(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum ke dunia luar.
Spinkter ani eksterna terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan
Persyarafan motorik spinkter ani interna berasal dari serabut syaraf simpatis
(n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf parasimpatis
(n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis serabut syaraf ini
membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani dipersyarafi oleh n.sakralis
3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi spinkter ani eksterna dan m.puborektalis. Syaraf
simpatis tidak mempengaruhi otot rektum. Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh
n.splanknikus (parasimpatis). Walhasil, kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh
n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik (syaraf parasimpatis)

Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus :


1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
3. Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa
Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus
tersebut.

III. TERMINOLOGI
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari
spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus fungsional (Kartono,1993; Heikkinen dkk,1997;Fonkalsrud,1997).
Atau Suatu penyakit yang ditandai konstipasi sejak bulan-bulan pertama kehidupan bayi
yang disebabkan oleh adanya kelainan di usus besar (colon) , Hal ini terjadi karena tinja
tertahan pada usus besar yang kurang/ tidak mengandung ganglion saraf otot. Akibatnya
bagian tersebut menjadi melar. Kekurangan atau ketiadaan ganglion tersebut
menyebabkan usus tidak dapat optimal “mendorong” isinya keluar melalui anus.
Akibatnya, kotoran akan menumpuk dan menyumbat usus bagian bawah sehingga bayi
tak bisa buang air besar.

IV. ETIOLOGI.
1. Ketiadaan sel-sel ganglion
Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus myenteric
(Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis untuk Hirschsprung’s
disease. Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahwa hal ini disebabkan oleh karena
kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus pada
minggu ke 5 smpai 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin
bisa ada namun gagal unutk berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau
bahwa mereka mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan
karena elemen-elemen didalam lingkungn mikro dalam dinding usus. Faktor-faktor yang
dapat mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel ini
mingkin terletak pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya

2. Mutasi pada RET proto-oncogene


Mutasi pada RET proto-oncogene,yang berlokasi pada kromosom 10q11.2, telah
ditemukan dalam kaitannya dengan Hirschsprung’s disease segmen panjang dan familial.
Mutasi RET dapat menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat molekular yang
diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang
rentan untuk
Hirschsprung’s disease adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang berlokasi pada
kromososm 13q22. sinyal darigen ini diperlukan untuk perkembangan dan pematangan
sel-sel neural crest yang mempersarafi colon. Mutasi pada gen ini paling sering
ditemukan pada penyakit non-familial dan short-segment. Endothelian-3 gene baru-baru
ini telah diajukan sebagai gen yang rentan juga. Defek dari mutasi genetik ini adalah
mengganggu atau menghambat pensinyalan yang penting untuk perklembangan normal
dari sistem saraf enterik. Mutasi pada proto-oncogene RET adalah diwariskan dengan
pola dominan autosom dengan 50 sampai 70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar
50% kasus familial dan pada hanya 15 sampai 20% kasus spordis. Mutasi pada gen
EDNRB diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan hanya pada 5% dari
kasus, biasanya yang sporadis.
3. Kelainan dalam lingkungan
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi sel-sel
neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari antigen
major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen
aganglionik dari usus pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak ditemukan
pada usus dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme
autoimun pada perkembangan penyakit ini.
4. Matriks protein ekstraseluler
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan pergerkan
dalam perkembangan tahap
awal. Kadar glycoproteins laminin dan kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah
ditemukan dalam segmen usus aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini
didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan
dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease

V. PATOFISIOLOGI
Usus normal menerima persarafan intrinsik dari sistem persarafan parasimpatis
(kholinergis) dan simpatis (adrenergis). Serabut saraf kolinergik menyebabkan
perangsangan pada kolon (kontrasi) dan menginhibisi
sphincter ani, sedangkan serabut-serabut adrenergik menginhibisi kolon (relaksasi) dan
mengeksitasi sphincter. Sebagi tambahan, terdapat suatu sistem saraf intrinsik enterik
yang luas didadalm dinding usus sendiri yang tersusun atas berbagai macam ‘serabut
inhibisi non-adrenergic non-cholinergic (NANC)’
yang berfungsi dalam pengaturan sekresi intestinal, motilitas, pertahanan mukosa, dan
respon imun. Sel-sel ganglion mengkoordinasikan aktivitas muskular usus dengan
menyeimbangkan sinyal-sinyal yang diterima dari serabut-serabut adrenergik dan
kolinergik, dan dari serabut inhibisi intrinsik (enterik) NANC.
Pada Hirschsprung’s disease, sel-sel ini tidak ditemukan sehingga koordinasi kontraksi
dan relaksasi pada usus tidak terjadi. Kholinergik yang berlebihan mungkin bertanggung
jawab pada spastisitas dari segmen aganglionik.
Asetilkholin yang berlebihan akan menyebabkan produksi berlebihan dari
acetylcholinesterase, yang dapat dideteksi secara histokimiawi dan digunakan dalam
penegakkan diagnosis Hirschsprung’s disease.
Kemungkinan yang lebih penting dari kelainan adrenergik ataupun kolinergik dalam
menyebabkan spasme usus
adalah ketiadaan dari serabut saraf inhibisi NANC dari sistem saraf enterik dan
transmitter neuropeptidanya. Peptida Vasoaktif intestinal (VIP) adalah relaksan utama
pada sphincter ani internus; VIP-mengandung serabut-serabut saraf yang tidak ada pada
usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease. Nitric
oxide (NO) adalah suatu neurotransmitter yang kuat lainnya dalam saraf penghambat
NANC, memediasi relaksasi pada usus. Sintesis NO snormalnya terdapat pada plexus
enterik dalam usus. Sintase NO dan oleh karenanya aktivitas NO tidak terdapat pada usus
aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease. Kurangnya NO- dan serabut saraf
yang mengandung VIP pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease
mungkin merupakan faktor utama dalam patofisiologi penyakit ini.
VI. KLAFIKASI

Pada pemeriksaan patologi anatomi dari penyakit ini, sel ganglion Auerbach dan
Meissner tidak ditemukan serabut saraf menebal danserabut otot hipertofik.aganglionosis
ini mulai dari anus ke arah oral.
Berdasarkan panajang segmen yang terkena , Penyakit Hirschsprung dapat di
klasifikasikan dalam 2 katagori,
sbb :
1. Penyakit Hirschsprung segmen pendek / HD klasik (75%)
Segmen aganglionosis muali dari anus sampai sigmoid.Merupakan 70% dari kasus
penyakit Hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak
perempuan

2. penyakit Hirschsprung segmen panjang/ Long segment HD (20%)


daerah agonglionosis dapat melebihi sigmoid malahan dapat mengenai seluruh kolon taua
sampai usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan

3. Total colonic aganglionosis (3-12%)

Beberapa lainnya terjadinya jarang, yaitu:


1.Total intestinal aganglionosis

2.Ultra-short-segment HD (melibatkan rektum distal dibawah lantai pelvis dan anus.

VII. GAMBARAN KLINIS

Periode Neonatal.
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni
1. pengeluaran mekonium yang terlambat(lebih dari 24 jam pertama),
2. muntah berwarna hijau
3. distensi abdomen
Anak
. Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah
1. konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive).
2. Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding abdomen.
3. riwayat BAB yang tak pernah normal
4. letargis
5. Demam yang tidak terlalu tinggi
6. nafsu makan menurun ( Anorexia)
7. diarrhea
8. distensi abdomen yang berat
9. feces berbau busuk

VIII. PEMERIKSAAN
RT ( Colok Dubur)
Jari akan merasaakn jepitan dan apda waktu ditarik akan diikuti denagn keluarnya udara
dan mekonium/ feses yang menyemprot.
Pemeriksaan Radiologi (foto polos abdomen)
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski
pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan yang
merupakan standard dalam menegakkan diagnosa penyakit Hirschsprung adalah barium
enema, dimana akan
dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi;
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan
ke arah daerah dilatasi;
3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi
Pemeriksaan dengan barium enema, berguna untuk mengetahui daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur disegmen yang menyempit, enterokolitis disegmen yang
melebar, terdapat retensi barium setelah 24-48 jam sehingga diketahui panjang daerah
yang terkena.
Pemeriksaan Histo Patologi
Daoat dilakukan dengan 2 cara :
 Biopsi hisap, diambil usus bagian mukosa samapi submukosa dengan alat penghisap,
selanjutnya dicari sel ganglion pda daerah submukosa
Biopsy otot rectum

Pemeriksaan aktifitas enzim asetilkolin esterase


Pemeriksaan aktifitas enzim asetilkolin esterase dari hasil biopsy hisap, pada Penyakit
Hirschsprung, kas terdapat peningkatan aktifitas enzim asetilkolin esterase

Pemeriksaan aktifitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus


Usus yang aganglionosis akan menunjukkan peningkatan aktifitas enzim tersebut

Manometri anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif mempelajari fungsi
fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter anorektal. Dalam prakteknya,
manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan
histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen dasar : transduser
yang sensitif terhadap tekananseperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem
pencatat seperti
poligraph atau komputer (Shafik,2000; Wexner,2000; Neto dkk,2000).
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi Penyakit Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen usus nik;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi
spinkter interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai relaksasi
spontan (Kartono,1993; Tamate,1994; Neto,2000).
IX. PENATALAKSANAAN

1.Preoperatif

a.Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita gizi buruk disebabkan
buruknya pemberian makanan dan keadaan kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi
gastrointestinal. Sebagian besar memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral.
Meskipun demikian bayi dengan HD yang didiagnosis melalui suction rectal biopsy
danpat diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama dilatasi
rectal preoperative dan irigasi rectal.

b.Terapi farmakologik
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD dimaksudkan untuk
mempersiapkan usus atau untuk terapi komplikasinya.
Untuk mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum dan kolon melalui
serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam sebelum
pembedahan. Antibiotik oral dan intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum
pembedahan
.
2.Operatif

Tergantung pada jenis segmen yang terkena.


Tindakan Bedah Sementara
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa
kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini
dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis sebagai
salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari kolostomi adalah : menurunkan
angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber
usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan
dilakukan anastomose

1. Tindakan Bedah Definitif


(i). Prosedur Swenson
Orvar swenson dan Bill (1948) adalah yang mula-mula memperkenalkan operasi tarik
terobos (pull-through) sebagai tindakan bedah
definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang dilakukan adalah
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan meninggalkan 2-3 cm
rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik,
sehingga dalam pengamatan pasca operasi masih sering dijumpai spasme rektum yang
ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964)
dengan melakukan
spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior
dan 0,5-1 cm rektum posterior. Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra
abdomen,
melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik
dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum
diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik,
selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi
bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan pemotongan
rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian
posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang
telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan dengan 2
lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan
ke kavum pelvik/ abdomen. Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen
ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).

(ii).Prosedur Duhamel
Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi kesulitan diseksi pelvik
pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah menarik kolon proksimal yang
ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan
dinding
posterior rektum yang aganglionik dengan dinding anterior kolon proksimal yang
ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side Fonkalsrud
dkk,1997).
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering terjadi stenosis,
inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan
apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel,
diantaranya :

1.Modifikasi Grob (1959) : Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui


sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;

2. Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk


melakukan anastomose side to side yang panjang;

3. Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang
terjadi setelah 6-8 hari kemudian;

4. Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps
sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca
bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem
dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan pada fungsi
hemostasis

(iii).Prosedur Soave
Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk
tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966
diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive Penyakit Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang
aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam
lumen rektum yang telah dikupas tersebut

(iv).Prosedur Rehbein
Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior resection, dimana dilakukan anastomose end
to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas
anal verge), menggunakan jahitan
1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting
melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis

3.Post operatif
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-through),
pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short segmen, tipikal, dan
long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan beberapa bulan kemudian
baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull Though Soave, Duhamel maupun
Swenson. Apabila keadaan memungkinkan, dapat dilakukan Pull Though satu tahap
tanpa kolostomi sesegera mungkin untuk memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan
anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi dan
pemberian nutisi enteral secara penuh dimulai pada pertengahan hari ke empat pada
pasien yang sering muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat terjadi
selama periode ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau
dihentikan.

X. KOMPLIKASI
1. kebocoran anastomose
2. stenosis
3. Ruptur kolon
4. enterokolitis
5. gangguan fungsi spinkter

XI. PROGNOSIS
Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan masing-masing jenis operasi.
Dalam keseluruhan
prosedur, hasil fungsional mengalami perbaikan seiring dengan waktu, sehingga dalam
10 tahun follow up 90% pasien akan memiliki fungsi.

Anda mungkin juga menyukai