Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

SISTEM INTERGUMEN 1
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Infeksi Sistem Intergumen“

DISUSUN OLEH :
Achmad romdoni (1211001) Mariana Kehi (1312089)
Anggita Agustina A. (1211017) Nita Aprilia Yudi A. (1312001)
Flori Juliant Pello (1212061) Nurvina Taurimasari (1211025)
Gootama Catur W. (1211007) Triyono (1211005)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PATRIA HUSADA BLITAR
2014

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Infeksi Sistem Intergumen” ini dapat
terselesaikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Sistem
Intergumen I. Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Blitar, November 2014

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................5
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................5
1.2 TUJUAN..................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................7
2.1 INFEKSI KULIT OLEH VIRUS.............................................................7
2.1.1 Pengertian....................................................................................7
2.1.2 Etiologi.........................................................................................7
2.1.3 Klasifikasi Dan Manifestasi Klinis..............................................7
2.1.4 Patofisilogi...................................................................................10
2.1.5 Pathway........................................................................................12
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang...............................................................12
2.1.7 Penatalaksanaan...........................................................................13
2.2 INFEKSI KULIT OLEH JAMUR...........................................................14
2.2.1 Pengertian....................................................................................14
2.2.2 Etiologi.........................................................................................14
2.2.3 Klasifikasi Dan Manifestasi Klinis..............................................14
2.2.4 Patofisilogi...................................................................................18
2.2.5 Pathway........................................................................................19
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang...............................................................19
2.2.7 Penatalaksanaan...........................................................................20
2.3 INFEKSI KULIT OLEH BAKTERI........................................................21
2.3.1 Infeksi Kulit Primer oleh Bakteri.................................................21
2.3.1.1 Pengertian......................................................................21
2.3.1.2 Etiologi..........................................................................21
2.3.1.3 Klasifikasi Dan Manifestasi Klinis...............................21
2.3.1.4 Patofisilogi....................................................................25
2.3.1.5 Pathway.........................................................................27
2.3.1.6 Pemeriksaan penunjang.................................................27
2.3.1.7 Penatalaksanaan............................................................28
2.3.2 Infeksi Kulit Sekunder Oleh Bakteri (MRSA)............................29
2.3.2.1 Pengertian......................................................................29
2.3.2.2 Etiologi..........................................................................29
2.3.2.3 Manifestasi Klinis.........................................................29
2.3.2.4 Patofisiologi..................................................................31
2.3.2.5 Pemeriksaan Penunjang................................................31
2.3.2.6 Penatalaksanaan............................................................32
2.3.2.7 Proses Perawatan / Pencegahan....................................32
BAB IIIP ASUHAN KEPERWATAN............................................................34
3.1 PENGKAJIAN.........................................................................................34
3.2 DIAGNOSA.............................................................................................36
3.3 INTERVENSI..........................................................................................36
BAB IV PENUTUP...........................................................................................40
4.1 KESIMPULAN........................................................................................40
4.2 SARAN....................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................42
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kulit merupakan organ sistem inetgumen yang terluar dan terluas yang
melapisi tubuh manusia. Kulit mempunyai fungsi yang cukup penting, salah
satunya adalah berfungsi sebagi proteksi atau pelindung tubuh dari bahan kimia
yang merusak, panas, dan segala macam mikroorganisme penyebab penyakit.
Infeksi kulit merupakan salah satu jenis penyakit pada kulit yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme diantaranya adalah oleh virus,
jamur dan bakteri. Dalam menjalankan tugasnya sebagai proteci, kulit mencegah
mikroorganisme tersebut dan agen perusak lain masuk untuk ke dalam jaringan
kulit yang lebih dalam. Pada dasarnya kelainan yang muncul pada kulit tersebut
terjadi dapat terjadi secara langsung disebabkan mikroorganisme pada kulit,
penyebaran toksin spesifik yang dihasilkan mikroorganisme, atau penyakit
sistemik berdasarkan proses imunologik.
Setiap jenis mikroorganisme menyerang kulit akan menghasilkan berbagai
macam manifestasi klinis dengan tempat dan gejala yang berbeda beda. Untuk itu,
pengetahuan perawat tentang jenis mikororganimse penyebab penyakit infeksi
kulit, proses penyakit dan klasifikasi dan manifestasi klinis penyakit infeksi kulit
sangat penting di perhatikan agar perawat dapat memberikan pelayanan
keperawatn yang tepat dan dapat menjalankan kolaborasi dengan segera, sehingga
pengobatan dan perawatan pasien dapat diperoleh dengan baik.

1.2 TUJUAN
a. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami penyakit infeksi pada kulit oleh virus, jamur dan bakteri.
b. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar
penyakit infeksi kulit oleh virus, jamur dan bakteri yang meliputi :
 Pengertian
 Jenis – jenis virus, jamur dan bakteri yang menjadi penyebab
infeksi kulit
 Klasifikasi dan manifestasi klinis
 Patofisiologi
 Pemeriksaan penunjang, dan
 Penatalaksanaan penyakit infeksi kulit oleh virus, jamur dan
bakteri.
b. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan konsep proses
asuhan keperawatan pasien dengan penyakit infeksi kulit oleh
virus, jamur dn bakteri, yang meliputi :
 Pengkajian
 Diagnosis keperawatan
 Intervensi
 Implementasi, dan
 Evaluasi.
BAB II
PEMBAHASA
N

2.1 INFEKSI KULIT OLEH VIRUS


2.1.1 Pengertian
Infeksi kulit oleh virus adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh berbagai
jenis virus yang masuk kedalam tubuh baik melalui kulit secara langsung, maupun
melawati sistem pernapasan, virus bereplikasi atau multiplikasi dan akhirnya
menyebabkan proses peradangan.
2.1.2 Etiologi
Sebagian besar jenis Virus yang masuk melalui kulit dan menjadi
penyebab infeksi kulit adalah Papillomavirus / HPV pada tipe veruka dan
kandiloma, Herpesvirus pada tipe herpes simpleks, Poxvirus pada tipe molluscum
contagiosum.
2.1.3 Klasifikasi Dan Manifestasi Klinis
a. Infeksi Kulit oleh HPV
Kutil atau veruka vulgaris merupakan jenis infeksi kulit yang disebabkan
oleh HPV. Veruka terlihat sebagai suatu nodul kutil yang kasar pada
badan, tungkai, tangan, lengan, genitalia dan bahkan pada membran
mukosa mulut.Pada genitalia dan membran mukosa vagina, rektum dan
uretra, kutil ini disebut dengan Kandiloma Akuminata. Penyakit ini tampak
sebagai nodul basah seperti kutil yang ditemukan dalam jumlah yang
banyak. Pada pria dapat ditemukan di daerah perineum, sulkus koronarius,
anus sedangkan pada wanita dapat ditemukan di vulva. Kelainna kulit ini
berupa vegetasi bertangkai bewarna kemerahan. apabila membesar dapat
mirip dengan kembang kol (karsinoma sel skuamosa) dan lesi ini sering
kali mudah berdarah.
Contoh gambar :
b. Infeksi Kulit oleh Herpesvirus
Varisela dan Herpes soster adalah penyakit infeksi kulit yang disebabkan
oleh virus herpes.
Varisela atau cacar air adalah infeksi primer yang disebabkan oleh virus
DNA Herpesvirus varicellae, penyebab yang sama yang bila mengalami
reaktivasi pada pejamu yang tepat akan menyebabkan herpes zoster.
Penyakit varisela cukup menular dan ditularakan melalui udara. Varisela di
tandai oleh maliase dan demam, yang di ikuti oleh erupsi multipel makula
eritametosa kecil, papula dan vesikel. Vesikel vesikel akan menjadi
purulen, berkusta dan sembuh spontan biasanya dalam waktu satu minggu.
Lesi terdapat dalam berbagai stadium, dan ini merupakan ciri khas
varisela. Lesi mula mula timbul di tubuh dan wajah dan kemudian
menyebar ke perifer menuju ekstremitas.
Herpes zoster (shingles, cacar monyet) merupakan kelainan inflamatorik
viral dimana virus penyebanya menimbulka erupsi vesikuler yang nyeri
disepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion
posterior. Herpes zoster diasumsikan sebagai keadaan yang
mengambarkan reaktivasi virus varisela yang laten dan mencerminkan
penurunan imunitas. Sesudah seseorang menderita varisela, virus varisela-
zoster yang diyakini sebagai penyebab penyakit ini hidup secara inaktif
(dormant) di dalam sel saraf di dekat otak dan medula spinalis.
Dikemudian hari ketika virus yang laten ini mengalami reaktivasi, virus
tersebut berjalan lewat saraf periver ke kulit. Disini virus mengadakan
multiplikasi dengan warna merah dan berisi cairan. Gejala erupsi biasanya
disertai atau di dahului dengan rasa nyeri yang menjalar keseluruh daerah
yang dipersarafi oleh saraf yang terinfeksi. Rasa nyeri bersifat terbakar/
panas, tajam (seperti tersayat), menusuk atau berupa perasaan pegal.
Sebagian pasien tidak merasakan nyeri tetapi merasa gatal dan nyeri tekan
dapat terjadi pada daerah lesi. Kadang kadang terdapat keluhan tidak enak
badan (meriang) dan gangguan gastrointestinal yang mendahului erupsi.
Vesikel herpes berisi cairan yang jernih dan kemyudian menjadi keruh
(berwarba abu abu), dapat menjadi pustul dan krusta. Kadang kadang
vesikel mengadung darah, disebut herpes soster hemoragic. Dapat timbul
infeksi skunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa
sikatriks.
Contoh gambar :

c. Infeksi kulit oleh Poxvirus


Moluskum kontangiosum adalah penyakit infeksi kulit yang disebabkan
oleh Pox Virus. Gejalanya berupa papul kecil berukuran diameter 3 – 6
mm yang menyebar di muka, leher, lengan, badan, dan genitalia. Lesi nya
dapat menggerombol atau tersebar, berwarna putih seperti lilin atau merah
muda. Papul tersebut berisi benda putih seperti nasi, yang tidak lain adalah
badan moluskum.
Contoh gambar :

2.1.4 Patofisilogi
Virus biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui bibir, mulut, kulit,
kantong konjungtiva atau genetalia. Sekali masuk, virus akan menetap seumur
hidup di susunan saraf tepi kulit. Multiplikasi awal virus terjadi pada tempat
masuk virus. Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan mengalami multiplikasi
dalam sistem retikuloendotelial kemudian masuk ke dalam darah (viremia) dan
melepaskan diri melalui kapiler dermis menuju sel epidermis (epidermotropik)
dan mengadakan reproduksi di dalam kulit atau membentuk badan inklusi intra
sitoplasma yang terletak di inti sel (badan Guarneri). Terjadi reaksi inflamasi dan
memunjulkan manifesatasi klinis. Pada kulit manifestasinya berupa lesi kulit
primer berupa lepuh – lepuh kecil berisi cairan jernih dan berkelompok. Kelainan
kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah persarafan
ganglion neurologis yang diserang. Kadang – kadang virus ini juga menyerang
ganglion interior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala – gejala
gangguan motorik.
Patogenesis virus mengacu pada interaksi antara faktor virus dan inang
yang mengakibatkan timbulnya penyakit atau kelainan kulit. Virus bersifat
patogenik untuk inang tertentu jika virus tersebut dapat menginfeksi dan
menimbulkan gejala-gejala penyakit pada inang tersebut.
Langkah-langkah khusus yang terjadi pada patogenesis virus adalah
sebagai berikut ;
 Penularan dan replikasi Primer
Virus mula-mula harus melekat dan memasuki sel dari suatu permukaan
tubuh, misalnya kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran
kemih, atau konjungtiva. Sebagian besar virus masuk melalui mukosa
saluran pernapasan atau saluran pencernaan.
 Penyebaran virus dan tropisme Sel
Setelah replikasi primer di tempat masuknya, virus ini kemudian menyebar
ke dalam tubuh inang. Mekanisme penyebarannya beragam, namun jalur
yang paling umum adalah melalui aliran darah atau getah bening. Adanya
virus di dalam darah disebut viremia. Pada banyak infeksi virus, fase
viremia ini berlangsung pendek. Kadang-kadang terjadi penyebaran
melalui sel saraf (neuron). Tropisme sel dan jaringan dari virus tertentu
biasanya menunjukan adanya reseptor khusus di permukaan sel untuk
virus tersebut. Reseptor merupakan komponen permukaan sel yang
berinteraksi secara khusus dengan suatu daerah di permukaan virus (kapsid
atau selubung) untuk memulai infeksi.
 Cedera sel dan penyakit Klinik
Perusakan sel yang terinfeksi oleh virus pada jaringan sasaran dan
perubahan fisiologis yang ditimbulkan pada inang oleh cedera jaringan
sebagian merupakan sebab terjadinya penyakit, pada fase ini terjadi reaksi
inflamasi dan muncul manifestasi klinis kulit yang khas.
 Penyembuhan dari infeksi
Inang bisa menjadi mati atau sembuh dari infeksi virus. Mekanisme
penyembuhan melibatkan imunitas humoral atau perantara sel, interferon
dan mungkin faktor pertahanan lain dari inang. Pada infeksi akut,
penyembuhan dihubungkan dengan hilangnya virus. Namun, ada saat-saat
dimana inang tetap terinfeksi virus secara persisten.
 Pelepasan virus
Stadium akhir dari patogenesis adalah pelepasan virus dan infeksius ke
lingkungan. Hal ini merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap
menjaga infeksi virus dalam populasi inang. Pelepasan biasanya terjadi
dari permukaan tubuh tempat virus masuk. Pelepasan terjadi pada stadium
yang berbeda dari penyakit, tergantung pada bahan-bahan tertentu yang
terlibat.
2.1.5 Pathway

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck
dengan cara membuat sediaan hapus yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan
diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak ;
untuk herpes dan varisela.
Jika gambaran klinis tidak jelas dapat dilakukan pemeriksaan
histopatologik melalui biopsi kulit. Gambaran histopatologis dapat membedakan
bermacam – macam papiloma ; untuk veruka dan kandiloma.
Pada pemeriksaan histopatologi di daerah epidermis dapat ditemukan
badan moluskum yang mengandung partikel virus ; untuk moluskum
kontangiosum.
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Herpes
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik, jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik. Indikasi obat
antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah
acyclovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir, sebaiknya diberikan
dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis acyclovir yang dianjurkan
ialah 5 X 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari, sedangkan
valasiklovir cukup 3 X 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma
lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat
diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini - dininya untuk mencegah terjadinya paralisis.
Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3 X 20 mg sehari,
setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Pengobatan topikal
bergantung pada stadiumnya, jika masih stadium vesikel diberikan bedak
dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder, bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotika.
b. Varisela
Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesik, untuk
menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedativa. Lokal diberikan bedak
yang tambah dengan zat anti gatal (mentol, kamfora) untuk mencegah
pecahnya vesikel secara dini serta menghilangkan rasa gatal.
Dapat di beri vaksin varisela berasal dari galur yang telah dilemahkan.
Angka serokonversi mencapai 97 % - 99 %, diberikan pada yang berumur
12 bulan atau lebih. Lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun
demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4 – 6 tahun.
Pemberiannya secara subkutan, 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai
12 tahun. Pada usia diatas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml setelah 4 – 8
minggu diulangi dengan dosis yang sama.
c. Veruka
Pengobatan dengan bahan kaustik, yaitu larutan Ag NO3 25 %, asam
triklorosetat 50 % dan fenol likuifaktum, bedah beku, bedah skalpel, bedah
listrik, bedah laser.
d. Moluskum Kotangiosum
Prinsip pengobatan adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan
moluskum. Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik atau
kuret. Cara lain dapat digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku. Pada
orang dewasa harus juga dilakukan terapi terhadap pasangan seksualnya.

2.2 INFEKSI KULIT OLEH JAMUR


2.2.1 Pengertian
Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit,
kuku, rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur.
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum korenum pada epidermis, rambut dan kuku. Yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Disebut juga sebagai tinea,
ringworm, kurap, teigna, herpes sirsinata.
2.2.2 Etiologi
Kebanyakan infeksi jamur pada manusia disebabkan oleh tiga jenis jamur
yang disebut dermatofita. Tiga jenis jamur tersebut adalah Epidermophyton,
Trichopyton, dan Mocrosporum dan merupakan penyebab utama terjadinya
infeksi Tinea yang menghasilkan bentuk klinis yang berbeda, bergantung pada
lokasi antominya.
2.2.3 Klasifikasi Dan Manifestasi Klinis
Secara klinis dermatifitosis dibagi berdasarkan bagian tubuh yang terkena,
yaitu tinea kapitis (rambut, alis, dan bulu mata), tinea korporis (badan dan anggota
badan, selain tangan, kaki da daerah tinea kruris), tinea kruris (genitokrural
sampai bokong, pubis, paha atas medial), tinea pedis (kaki dan telapak kaki) dan
tinea ungium (kuku). Gambarn klinis bervariasi tergantung pada lokasi kelainan,
respon imun seluler pasien terhadap penyebab, serta jenis spesies dan galur
penyebab. Morfologi khas yaitu kelainan yang terbatas tegas, terdiri atas
bermacam macam efloresensi (polimorfi), bagian tepinya lebih aktif dan terasa
gatal.
a. Tinea kapitis (jamur kulit kepala)
Merupakan infeksi jamur yang menyerang stratum corneum kulit kepala
dan rambut kepala, yang disebabkan oleh jamur Mycrosporum dan
Trichophyton. Gejalanya adalah rambut yang terkena tampak kusam,
mudah patah dan tinggal rambut yang pendek-pendek pada daerah yang
botak. Pada infeksi yang berat dapat menyebabkan edematous dan
bernanah. Secara klinis akan dijumpai sebuah atau beberapa bercak yang
bundar, berwarna merah, dan bersisik. Setelah rambut didaerah yang sakit
diserang oleh jamur, rambut tersbut menjadi rapuh dan patah pada atau
dekat permukaan kulit kepala sehingga meninggalkan bercak bercak
kebotakan.
Contoh gambar :

b. Tinea korporis (jamur badan)


Merupakan mikosis superfisial berbentuk bulat-bulat (cincin) dimana
terjadinya jaringan granulamatous, pengelupasan lesi kulit disertai rasa
gatal. Gejalanya bermula berupa papula kemerahan yang melebar. Gejala
yang ditimbulkan penyakit ini berupa rasa gatal terutama saat berkeringat.
Timbulnya ruam kulit yang semakin meluas terutama di daerah kulit yang
lembap.
Contoh gambar :

c. Tinea kruris (jamur lipatan paha)


Merupakan infeksi mikosis superfisial yang mengenai paha bagian atas
sebelah dalam. Pada kasus yang berat dapat pula mengenai kulit
sekitarnya. Penyebabnya adalah Epidermophyton floccosum atau
Trichophyton sp.
Contoh gambar :

d. Tinea meanus et pedis (jamur kaki)


Merupakan infeksi jamur superfisial yang kronis mengenai kulit terutama
kulit di sela-sela jari kaki. Dalam kondisi berat dapat bernanah.
Penyebabnya adalah Trichophyton sp.
Contoh gambar :

e. Tinea Ungium (jamur kuku)


Tinea ungium merupakan infeksi jamur kronis pada kuku yang biasanya
diebabkan oleh oleh spesies Trichophyton (T.rubrum, T.mentagrophytes)
dan candida ablicans. Gejalanya adalah kuku menjadi tebal, rapuh dan
tidak mengkilap. Kemudian akan tertimbun debris pada ujung ujung bebas
kuku dan akhirnya lempeng kuku akan terlepas. Karena sifat kronis
penyakit ini, keseluruhan kuku dapat hancur.
f. Tinea Versikolor (panu)
Pitiriasisis versikolor juga dikenal dengan istilah Tinea Versikolor,
merupakan infeksi jamur superfisial pada lapisan tanduk kulit yang
disebabkan oleh Pityrosporum orbiculare atau Malassezia furfur.
Pitiarisis versikolor atau Tinea versikolor, yaitu : lesi kulit berupa bercak
putih sampai cokelat, merah dan hitam serta di atas lesi terdapat sisik
halus. Paling sering ditemukan dibadan. Bentuk lesi tidak teratur dapat
berbatas tegas atau difus. Pada umumnya pitiarisis versikolor tidak
memberikan keluhan pada penderita. Kadang kadang tedapat gatal ringan.
Contoh gambar :
2.2.4 Patofisilogi
Jamur dapat menular secara angsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman,
kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan
melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea korporis, tinea kruris atau tinea versikolor.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat
memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa
atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan
enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi
peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum
menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi
(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.
2.2.5 Pathway

Jamur
Epidermophyton, Trichopyton, dan

Menghasilkan Keratinase

Bersifat mencerna Keratin

Invasi ke Stratum Korenuum

Kolonisasi Hifa pada jaringan yang telah mati

Hifa ; Enzim Keratolitik

Berdifusi ke jaringan epidermis

Proses Peradangan Pelepasan Histamin

Muncul Lesi - lesi : Pruritus


skuama sampai berupa alopesia

Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik Kerusakan/ Resiko


kerusakan integritas kulit

Resiko harga diri rendah situasional Resiko penularan infeksi

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pada dasarnya diagnosis penyakit infeksi kulit oleh jamur dapat sangat
mudah ditegagkan berdasarkan gambaran klinis atau dengan hasil pemeriksaan
fisik saja. Pemeriksaan penunjang untuk dapat menegakkan diagnosis penyebab/
jenis infeksi kulit oleh jamur dapat dilakukan dengan pemeriksaan kerokan kulit.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikrokopis dan pemeriksaan
lampu Wood.
Pada pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan larutan KOH 10-20%,
tampak hifa pendek bersepta, kadang kadang bercabang, atau hifa terpotong
potong, dengan spora yang berkelompok. Pemeriksaan dengan lampu wood
memberikan florensi berwarna kuning emas ; untuk Pitiriasis Versikolor. Pada
pemeriksaan mikroskopis, akan terlihat spora diluar rambut (ectotrics) atau di
dalam rambut (endotricts) untuk tinea kapitis. Dan pada pemeriksaan kerokan
kulit dengan mikroskopis langsung dengan menggunanakan larutan KOH 10-20%
akan ditemukan elemen jamur untuk jenis pentakit infeksi kulit jamur lainnya ;
tinea kruris, tinea pedis, tinea korporis.
2.2.7 Penatalaksanaan
Tabel penatalaksanaan infeksi kulit oleh Tinea (jamur)
Tipe dan Lokasi Terapi
Tinea Kapitis Grisefulvin
(jamur kulit kepala) Keramas 2-3 kali seminggu menggunakan
sampo
Tinea Korporis Ketokonazol
(jamur badan) Griselfuvin
Tinea kruris Keadaan yang ringan :
(jamur lipat paha “ Obat obat topikal seperti ketokonazol,
jock itch”) mikonazol, haloprogin
Keadaan yang berat :
Griseofulvin oral
Tinea pedis Infeksi yang akut :
(jamur kaki “ethiet’s Rendam dengan larutan salin Burowi atau
foot) larutan kalium permaganat. Antifungus
topikal sperti mikonazol, klotrimazol
Infeksi yang resisten :
Terbinafin, griseofulvin jangka panjang.
Tinea ungium (6 bulan sampai 1 tahun) :
(jamur kuku) Griseofulvin (untuk kuku jari tangan)
Losion amfoterisin B, mikonazol ;
klotrimazol, nistatin (jika disebabkan
oleh
Candida albicans).
Tinea versikolor di obatai dengan selenium sulfida 2,5% atau ketokonazol
(sampo Nizoral), dipakai dua kali seminggu pada daerha yang terserang paling
tidak selama 60 menit.

2.3 INFEKSI KULIT OLEH BAKTERI


2.3.1 Infeksi Kulit Primer oleh Bakteri
2.3.1.1 Pengertian
Infeksi kulit oleh bakteri disebut Pioderma. Pioderma adalah infeksi kulit
oleh Staphylococus aureus, streptokokus atau kedua duanya.
Infeksi bakteri pada kulit bisa primer atau sekunder, Infeksi kulit primer
berawal dari kulit yang sebelumnya tampak normal dan biasanya infeksi ini
disebabkan oleh satu macam mikroorganisme. Infeksi kulit sekunder terjadi akibat
kelainan kulit yang sudah ada sebelumnya atau akibat disrupsi keutuhan kulit
karena cedera atau pembedahan.
2.3.1.2 Etiologi
Jenis bakteri utama yang banyak menjadi penyebab infeski pada kulit
adalah Staphylococus aureus atau streptokokus group A.
2.3.1.3 Klasifikasi Dan Manifestasi Klinis
Infeksi bakteri kulit primer yang paling sering ditemukan adalah impetigo
dan selulitis, folikulitis dapat berlanjut menjadi furunkel atau karbunkel.
a. Impetigo
 Definisi
Impetigo merupakan infeksi superfisial kulit yang disebabkan oleh
stafilokokus, streptokokus atau lebih dari satu jenis bakteri. Daerah
– daerah tubuh, wajah, tangan, leher dan ekstremitas yang terbuka
merupakan bagian yang paling sering terkena. Impetigo merupakan
penyakit menular dan dapat menyebar ke bagian kulit pasien yang
lain atau ke anggota keluarga yang menyentuh pasien atau
memakai handuk atau sisir yang tercemar oleh eksudat lesi.
Meskipun impetigo dijumpai pada segala usia, namun penyakit ini
terutama ditemukan di antara anak – anak yang hidup dalam
kondisi higiene yang buruk. Sering kali impetigo terjadi sekunder
akibat pediculosis capitis (tuma kepala), skabies (penyakit kudis),
herpes simpleks, gigitan serangga, getah tanaman yang beracun
(poison ivy) atau ekzema. Kesehatan yang buruk, higiene yang
jelek dan malnutrisi dapat menjadi predisposisi untuk terjadinya
impetigo pada orang dewasa. Impetigo bulosa, yang merupakan
infeksi superfisial kulit akibat Staphylococus aureus, ditandai oleh
pembentukan bula dari vesikel asalnya. Bula tersebut mengalami
ruptur dan meninggalkan lesi yang merah serta basah.
 Manifestasi klinis
Lesi dimulai dari makula yang kecil dan berwarna merah, yang
dengan cepat menjadi vesikel yang diskrit, berdinding tipis dan
segera mengalami ruptur serta tertutup oleh krusta yang melekat
secara longgar dan berwarna kuning keemasan seperti warna madu.
Krusta ini mudah terlepas dan memperlihatkan permukaan yang
licin, merah serta basah, dan pada permukaan ini segera tumbuh
krusta yang baru. Jika terkena kulit kepala, rambut menjadi kusut
dan gejala ini membedakannya dengan tinea kapitis
Contoh gambar :

b. Selulitis
 Definisi
Selulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan subkutan yang
pada orang – orang dengan imunitas normal biasanya disebabkan
oleh Streptococcus pyrogenes. Erisipelas adalah istilah untuk
selulitis streptokokus yang superfisial dimana tepinya berbatas
tegas. Kadang – kadang, bakteri lain ikut terlibat Haemophilus
influenzae merupakan penyebab yang penting dari selulitis fasial
pada anak – anak, yang sering berhubungan dengan otitis media
ipsilateral.
 Manifestasi klinis
Selulitis sering terjadi pada tungkai walaupun bisa terdapat pada
bagian lain tubuh. Daerah yang terkena menjadi eritema, terasa
panas dan bengkak serta terdapat lepuhan – lepuhan dan daerah
nekrosis. Pasien menjadi demam dan merasa tidak enak badan bisa
terjadi kekakuan dan pada orang tua dapat terjadi penurunan
kesadaran.
Contoh gambar :

c. Folikulitis, Furunkel dan Karbunkel


1. Folikulitis merupakan infeksi stafilokokus yang timbul dalam
folikel rambut. Lesi bisa bersifat superfisial atau dalam. Papula
atau pustula yang tunggal atau multipel muncul di dekat folikel
rambut. Folikulitis sering terlihat di daerah dagu pada laki – laki
yang mencukur janggutnya dan pada tungkai wanita. Daerah
lainnya adalah aksila, batang tubuh dan bokong.
Contoh gambar :
2. Furunkel (bisul) merupakan inflamasi akut yang timbul dalam pada
satu atau lebih folikel rambut dan menyebar ke lapisan dermis di
sekitarnya. Kelainan ini lebih dalam dari pada folikulitis.
(Furunkulosis mengacu kepada lesi yang multipel atau rekuren).
Furunkel dapat terjadi pada setiap bagian tubuh kendati lebih
prevalen pada daerah – daerah yang mengalami iritasi, tekanan,
gesekan dan perspirasi yang berlebihan, seperti bagian posterior
leher, aksila atau pantat (gluteus).
Furunkel dapat berawal dari jerawat yang kecil, merah, menonjol
dan sakit. Kerapkali infeksi ini berlanjut dan melibatkan jaringan
kulit serta lemak subkutan dengan mnembulkan nyeri tekan dan
rasa sakit. Daerah kemerahan dan indurasi menggabarkan upaya
tubuh untuk menjaga agar infeksi tetap terlokalisasi. Bakteri
(biasanya stafilococus) menimbulkan nekrosis pada jaringan tubuh
yang diserangnya. Trebentuknya bagian tengah bisul yang khas
terjadi beberapa hari kemudian. Kalau hal ini terjadi, bagian tengah
tersebut menjadi warna kuning atau hitam, dan bisul semacam ini
dikatakan oleh orang awam bisul yang sudah matang.
Contoh gambar :
3. Karbunkel merupakan abses pada kulit dan jaringan subkutan yang
menggambarkan perluasan sebuah furunkel yang telah menginvasi
beberapa buah folikel rambut, karbunkel berukuran besar dan
memiliki letak yang dalam. Biasanya keadaan ini disebabkan oleh
infeksi stafilokokus. Karbunkel paling sering ditemukan di daerah
yang kulitnya tebal dan tidak elastis. Bagian posterior leher dan
bokong merupakan lokasi yang sering. Pada karbunkel, inflamasi
yang luas sering tidak diikuti dengan pengisolasian total infeksi
tersebut sehingga terjadi absorpsi yang mengakibatkan panas
tinggi, rasa nyeri, leukositosis dan bahkan penyebaran infeksi ke
dalam darah.
Contoh gambar :

2.3.1.4 Patofisilogi
Kelainan kulit pada keadaan ini dapat langsung akibat mikroorganisme
patogen itu pada epidermis, dermis, atau endotel kapiler dermis, atau dapat
disebabkan respons imun antara organisme dan antibodi atau faktor selular pada
kulit.
Tahap pertama pertahanan adalah mekanisme antibakteri yang tidak
tergantung dari pengenalan antigen. Kulit dan permukaan epitel mempunyai
sistem non-spesifik atau innate protective system yang membatasi masuknya
organisme invasif. Asam lemak yang dihasilkan kulit juga bersifat toksik terhadap
banyak organisme. Kulit merupakan barier fisik yang dapat mempertahankan
tubuh dari agen patogen. Apabila terdapat kerusakan kulit, maka kulit akan
mempertahankan tubuh dengan proses imunologik yang cepat terhadap agen
patogen tersebut dan mengeluarkan mikroorganisme tersebut dari epidermis dan
dermis. Sistem imun berkembang dengan fungsi yang khusus dan bekerja pada
kulit. Sel Langerhans, dendrosit kulit, sel endotel, keratinosit dan sel lainnya
semuanya ikut berpartisipasi dalam skin associated lymphoid tissue (SALT) yang
mempunyai sistem imun pada kulit. Ketika mikroorganisme menembus barier
kulit akan merangsang respons imun. Kulit seperti halnya organ lain akan
merusak mikroorganisme tersebut dan mengeliminasi antigen. Antigen terikat
pada sel yang dapat mempresentasikan antigen seperti sel Langerhans, makrofag
dan dendrosit dermis. Sel tersebut akan memproses antigen dan
mempresentasikan fragmen antigen kepada limfosit spesifik. Dalam keadaan
normal sejumlah kecil limfosit akan melalui dermis di luar pembuluh darah.
Limfosit kemudian akan membentuk sel inflamasi perivaskular. Banyak ahli
imunologis berpendapat bahwa populasi limfosit di kulit dilengkapi oleh suatu
program untuk beraksi dengan antigen yang sebelumnya telah pernah kontak
dengan kulit. Sirkulasi limfosit dari kulit ke kelenjar limfe kembali ke kulit
disebut homing. Limfosit homing masuk ke dalam kulit yang tidak mengalami
inflamasi untuk mencari adanya antigen. Bila ada antigen, limfosit akan
mengaktivasi sel endotel gepeng untuk mengumpulkan limfosit lain sebagai
bagian dari reaksi inflamasi yang ditimbulkannya. Bila limfosit spesifik yang
telah tersentisisasi bereaksi dengan antigen, respons imun dapat timbul. Kurang
lebih 5% dari limfosit di dermis pada reaksi imun yang diperantarai oleh sel
adalah limfosit yang secara spesifik bereaksi terhadap antigen. Limfosit tambahan
dapat dikumpulkan ke area tersebut oleh limfokin yang dikeluarkan oleh limfosit
spesifik sebagai respons terhadap adanya antigen. Bila telah terdapat dalam
epidermis, limfosit dapat diaktivasi oleh sel Langerhans. Keadaan ini dapat
memperkuat respons imun dan membantu eliminasi antigen atau menghancurkan
sel yang terinfeksi.
Sistem imun berkembang dengan fungsi yang khusus dan bekerja di kulit.
Sel Langerhans, keratinosit, sel endotel, dendrosit dan sel lainnya semua ikut
berperan dalam skin associated lymphoid tissue (SALT). Mediator yang berperan
antara lain IL-1, IL-2, IL-3, produk sel mast, limfokin dan sitokin lain yang
sebagian besar dihasilkan oleh keratinosit.
2.3.1.5 Pathway

Bakteri patogen
Staphylococus aureus atau
Streptokokus

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Merangsang pelepasan sel radang

Proses peradangan akut

Eritema Local Color Rubor, Calor, Tumor / edema

Lesi : pustula
Nyeria akut
Hipertermia

Kerusakan/ Resiko kerusakan Resiko ketidakefektifan


integritas kulit penatalaksanaan program
terapeutik
2.3.1.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboraturium; Pada pemeriksaan darah tepi terdapat
leukositosis, terutama pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus. Pada
pewarnaan gram dari asupan cairan vesikel yang baru, terdapat kokus-kokus gram
positif. Biakan dari darah yang mengeluarkan sekret atau daerah dibawah krusta
menghasilkan streptokokus dan stafilokokus.
2.3.1.7 Penatalaksanaan
Terapi antibiotik sistemik merupakan terapi yang lazim dilakukan. Pada
impetigo bulosa, benzatin penisilin atau penisilin oral dapat diresepkan, Impetigo
bulosa diobati dengan preparat penisilin yang resisten terhadap penisilinase
(kloksasilin, dikloksasilin). Terapi antibakteri topikal (misalnya, mupirocin) dapat
diresepkan kalau penyakit tersebut terbatas hanya pada suatu daerah yang kecil.
Namun demikian, antibiotik topikal umumnya tidak seefektif terapi sistemik
dalam menghilangkan atau mencegah penyebaran streptokokus dari traktus
respiratorius. Larutan antiseptik, seperti povidon – iodin (Betadine) atau
klorheksidin (Hibiclens), dapat digunakan untuk membersihkan kulit, mengurangi
kandungan bakteri pada daerah yang terinfeksi dan mencegah penyebaran infeksi.
Bila diduga selulitis disebabkan oleh streptokokus yang hanya diobati
dengan penisilin, maka mulailah dengan memberi benzilpenisilin intravena. Bila
tungkai terserang, istirahat ditempat tidur merupakan hal yang penting dalam
pengobatan. Bila berkembang menjadi nekrosis jaringan yang luas, maka perlu
dilakukan tindakan bedah untuk mengangkat jaringan nekrotik tadi
(debridement).Beberapa pasien mengalami selulitis yang sering kambuh dimana
setiap episode merusak saluran limfe yang kemudian akan menyebabkan edema.
Kasus ini bisa diatasi dengan memberikan penisilin V oral untuk pencegahan atau
eritromisin untuk mencegah terjadinya serangan lebih lanjut.
Kompres basah dan hangat akan meningkatkan vaskularisasi serta
mempercepat kesembuhan furunkel atau karbunkel. Kulit ini disekelilingi lesi
dapat dibersihkan secara hati – hati dengan sabun antibakteri dan kemudian
diolesi dengan salep antibiotik. Ekstraksi, kalau pus sudah terlokalisasi dan
bersifat fluktuan (bergerak dengan gelombang yang dapat diraba), tindakan insisi
kecil dengan skalpel akan mempercepat kesembuhan karena tegangan akan
berkurang dan evakuasi pus serta jaringan nekrotik yang lepas terjadi secara
langsung. Pencegahan timbulnya kembali infeksi dapat dilakukan melalui
pemberian antibiotik yang diresepkan seperti pemberian klindamisin oral setiap
hari yang dilakukan terus menerus selama sekitar 3 bulan. Pasien harus
meminumnya dengan dosis penuh selama waktu yang ditetapkan oleh dokter.
Eksudat yang purulen (pus) merupakan sumber infeksi ulang atau penularan
infeksi kepada orang yang merawat pasien.
Pemberian obat topikal bentuk salep atau krim yan terbaik ialah kombinasi
basitrasin dan neomsin, garam fusidat 2%, solusio mupirison 5%, dan pada lesi
yang eksudatif atau penuh krusta perlu di kompres terbuka, contohnya larutan
rivanol 1% dan yodium pavidon 7,5% . Penggunaan rivanol harus hati hati sebab
dapat menyebakan iritasi kulit pada beberapa pasien.
2.3.2 Infeksi Kulit Sekunder Oleh Bakteri (MRSA)
2.3.2.1 Pengertian
MRSA adalah setiap strain Staphylococcus aureus yang telah berkembang,
melalui proses alami, serta menjadi resistensi terhadap antibiotik, yang meliputi
penisilin (methicillin, dicloxacillin, nafcillin, oksasilin, dll) dan sefalosporin.
MRSA adalah methicillin-resistant Staphylococcus aureus. Istilah ini
digunakan untuk menggambarkan beberapa strain dari bakteri, Staphylococcus
aureus, yang tahan terhadap beberapa antibiotik, termasuk methicillin.
Pada kulit, MRSA merupakan penyakit infeksi kulit skunder yang di
sebabkan oleh adanya bakteri Staphylococcus aureus yang telah resistens
terhadap antibiotik akibat penggunaan obat yang tak teratur.
2.3.2.2 Etiologi
MRSA disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang menginfeksi
kulit dan telah mengalami resistensi terhadap pengobatan antibiotik. MRSA
muncul karena tiga alasan yaitu : meluasnya penggunaan antibiotik atau sering
mengkonsumsi antibiotik pada situasi penyakit yang sebenarnya tak
membutuhkan antibiotik, seleksi genetik pada bakteri S.aureus itu sendiri dan
penggunaan antibiotik yang tak teratur selama proses perawatan dengan infeksi
akibat Staphylococcus aureus .
2.3.2.3 Manifestasi Klinis
Sebagian besar MRSA dikarenakan adanya infeksi ringan pada kulit, tapi
bisa juga oleh infeksi kulit serius atau infeksi luka setelah operasi. Gejala
biasanya ditandai dengan bengkaknya kulit yang terinfeksi, berupa benjolan
merah dan kadang mengeluarkan nanah. Gejala awal pada bakteri ini adalah kulit
yang terinfeksi memerah, bengkak, menjadi lembek, demam tinggi, merasakan
sakit hebat pada titik tertentu. Bila diperhatikan sekilas penyakit ini mirip dengan
bisul, yaitu berupa benjolan pada kulit disertai nanah.
MRSA dapat berkembang secara substansial dalam waktu 24-48 jam
setelah gejala awal topikal. Setelah 72 jam, MRSA dapat berkembang terus dalam
jaringan subkutan kulit manusia dan akhirnya menjadi resisten terhadap
pengobatan.
Presentasi awal MRSA adalah benjolan merah kecil yang menyerupai
jerawat,gigitan laba-laba, atau bisul, mereka dapat disertai dengan demam. Dalam
beberapa hari, gundukan menjadi lebih besar dan lebih menyakitkan. Akhirnya
semakin meluas ke dalam dan berisi nanah seperti bisul. Gejala MRSA
menampilkan virulensi yang sangat tinggi, menyebar lebih cepat dan
menyebabkan penyakit yang lebih parah dan dapat mempengaruhi organ-organ
vital dan menyebabkan infeksi yang luas seperti sepsis / shock septic, toxic shock
syndrome, dan necrotizing serta pneumonia.
Manifestasi paling umum dari MRSA adalah infeksi kulit, seperti
necrotizing fasciitis dan pyomyositis (paling sering ditemukan di daerah tropis),
pneumonia necrotizing, endokarditis infektif (yang mempengaruhi katup jantung),
dan tulang atau infeksi sendi. MRSA sering menyebabkan pembentukan abses
yang memerlukan insisi dan drainase.
Contoh gambar :

(luka awal) (luka MRSA)


2.3.2.4 Patofisiologi
Bakteri terus berkembang karena gen mereka yang terus berubah.
Akibatnya beberapa bakteri akan lebih tahan antibiotik tertentu daripada yang
lain. Jadi, ketika bakteri lemah menghadapi antibiotik, maka mereka akan mati.
Tapi yang lebih tahan akan memakan waktu lebih lama untuk mati. Jika bakteri
yang lebih tahan akan bertahan hidup dan berkembang biak (seleksi genetik)
maka keturunan mereka akan memiliki resistensi terhadap perubahan antibiotik
dan lebih lanjut gen tersebut akan menjadi lebih tahan terhadap antibiotik.
Jika perubahan genetik bakteri ini di kombinasi dengan penggunaan
antibiotik yang tidak teratur maka akan menghasilkan strain Staphylococcus
aureus yang resisten terhadap berbagai antibiotik. Biasanya strain ini akan resisten
terhadap satu atau dua antibiotik, akan tetapi, dalam dalam kasus MRSA, mereka
bisa tahan lebih.
Inilah sebabnya mengapa para dokter mendorong kita untuk
menyelesaikan kursus seluruh antibiotik ketika kita diresepkan. Antibiotik dengan
cepat akan membunuh bakteri lemah dan kita akan mulai merasa lebih baik.
Banyak dokter percaya bahwa jika kita berhenti minum antibiotik pada titik yang
tak tertentu, maka bakteri kuat akan bertahan dan bisa menghasilkan lebih resistan
terhadap obat.
Oleh sebab itu semua dapat ini dapat dihindari jika kita bisa mengambil
keseluruhan kursus antibiotik. Dengan mengkonsumsi semua tablet antibiotik
secara teratur sampai tuntas, maka semua bakteri (termasuk yang lebih tahan)
akan terbunuh dan keturunan nya pun tak dapat diproduksi lagi.
2.3.2.5 Pemeriksaan Penunjang
Diagnostik laboratorium mikrobiologi adalah kunci untuk
mengidentifikasi wabah MRSA. Teknik cepat yang terbaru untuk
mengidentifikasi dan karakterisasi MRSA telah dikembangkan. Meskipun
demikian, bakteri umumnya harus dikultur melalui darah, sputum urin, atau cairan
tubuh lainnya, dan dibutuhkan dalam jumlah yang cukup untuk melakukan tes
konfirmasi terlebih dahulu.
Pengobatan awal sering menjadi dasar untuk kecurigaan terjadinya
MRSA. Uji laboratorium lain yang umum dilakukan adalah lateks yang cepat
aglutinasi tes yang mendeteksi protein PBP2a. PBP2a adalah varian penisilin-
mengikat protein yang mengajarkan kemampuan S. aureus resisten terhadap
oksasilin/antibiotik.
2.3.2.6 Penatalaksanaan
Karena MRSA adalah tahan terhadap beberapa antibiotik yang berbeda,
lebih sulit untuk mengobati daripada non-bakteri resisten. Namun, MRSA tidak
tahan terhadap setiap antibiotik dan sebagian besar strain MRSA masih bisa
diobati dengan vankomisin, teicoplanin dan mupirocin.
Untuk orang dengan sistem kekebalan yang lemah yang telah terinfeksi
MRSA, perawatan terbaik adalah dengan vankomisin antibiotik atau teicoplanin.
Kedua antibiotik diberikan sebagai suntikan atau melalui infus sehingga hanya
diberikan kepada orang-orang di rumah sakit.
Pada kelompok orang berisiko tinggi infeksi MRSA misalnya pasien yang
memililki luka pada kulit maka dapat dilakukan skrining MRSA. Jika orang
tersebut ditemukan membawa MRSA , mereka bisa diobati dengan krim antibiotik
- mupirocin. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan bakteri memasuki
tubuh melalui luka terbuka dan kesempatan menjadi MRSA dapat dibatasi.
2.3.2.7 Proses Perawatan / Pencegahan
a. Jika pasien dicurigai terinfeksi MRSA, ambil sampel dari luka yang
terinfeksi atau sampel darah atau urin. Setiap bakteri dalam sampel yang
tumbuh di laboratorium kemudian akan diidentifikasi adanya MRSA.
b. Jika pasien yang memilki daya tahan tubuh yang baik ditemukan
membawa MRSA, mereka bisa diobati dengan krim antibiotik – mupirocin
pada area luka.
c. Jika seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah terinfeksi
MRSA, mereka diperlakukan dengan baik dengan pemberian vankomisin
atau teicoplanin. Kedua antibiotik diberikan sebagai suntikan atau melalui
infus sehingga hanya diberikan kepada orang-orang di rumah sakit.
d. Di rumah sakit, untuk mencegah pasien lain terinfeksi, orang dengan
MRSA diperlakukan menggunakan teknik perawatan yang adekuat.
Bentuk keperawatan berarti bahwa orang tersebut dapat ditempatkan di
ruang perawatan yang terpisah dan mereka akan dirawat oleh dokter dan
perawat yang akan mengenakan sarung tangan sekali pakai / steril dan
celemek. Untuk mencegah orang lain dari terinfeksi MRSA, sarung tangan
dan celemek akan dibuang dan tangan akan dicuci sebelum petugas
merawat pasien lain.
e. Dalam melukukan perawatan luka, lakukan perawatan luka dengan prinsip
perawatan steril dan gunakan langkah-langkah pengendalian infeksi di
rumah sakit, seperti mencuci tangan steril sebelum dan setelah merawat
luka pasien MRSA auntuk meminimalkan kemungkinan bakteri bisa
menular pada pasien lain dalam melakukan perawatan.
f. Menjaga agar tidak terjadi resistensi antibiotik dengan cara mendorong
pasien untuk menyelesaikan keseluruhan kursus antibiotik yang
diresepkan, terlepas dari apakah mereka merasa lebih baik sebelumnya
atau tidak.
g. Pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga tentang proses penyakit,
pengobatan dan perawatan dan cara pencegahan penulran infeksi harus
dilakukan.
BAB III
ASUHAN KEPERWATAN

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan dasar dalam menentukan proses
keperawatan selanjutnya. Kemampuan perawat dalam melakukan pengakajian
pasien dengan masalah kelainan dermatologi dapat sangat membantu pasien
dalam upaya mendapatkan diagnosis medis segera dan pengobatan yang tepat dari
tenaga medis/dokter berdasarkan hasil kolaborasi perawat.
Pengakajian keperawatan pada kelainan deramatologi meliputi :
a. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari:
1. Data demografi : Identitas pasien ; nama, JK, usia,agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dll.
2. Keluhan utama : seperti pasien datang dengan keluhan muncul
kelainan pada kulit, seperti benjolan, bintik bintik merah, gatal,
panas dan nyeri, dll.
Untuk keluhan utama ini, perawat harus menggali informasi lebih
mendalam lagi seperti :
 Kapan ruam / kelainan mulai muncul ?
 Tampak seperti apa ketika ruam pertama kali muncul dan
bagaimana ia berubah ?.
 Dimana mulainya, apakah menjalar? dimana ?
 Apakah ruamnya hilang timbul ?
 Adakah rasa gatal, panas atau sakit?
3. Riwayat keluhan utama.
 Adakah makanan yang di makan sebelum munculnya ruam?
 Adakah aktivitas pekerjaan yang di curigai menjadi penyebab
munculnya ruam?
 Apakah pernah berjumpa dengan penderita penyakit yang
sama sebelumnya?
4. Riwayat penyakit dan pengobatan
 Apakah pernah mengalami ruam ini sebelumnya? Bila Ya,
pengobatan apa yang menyembuhkan.
 Apakah pasien pernah atau sedang mengalami penyakit
kronis?
 Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama?
 Pengobatan apa yang telah dilakukan untuk mengobati ruam
ini?
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kelainan dermatologi pada dasarnya bagaimana
kemampuan perawat mengidentifikasi jenis berbagai lesi yang muncul
pada kulit tersebut, seperti :
1. Lesi khas pada penyakit infeksi oleh virus :
Papula : kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit,
padat, berbatas jelas, dan ukurannya tidak lebih dari 1 cm.
Nodul : sama dengan papula, ukurannya lebih dari 1 cm.
Vesikel : Kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit,
berisi cairan dan ukurannya tidak lebih dari 1 cm.
2. Lesi khas pada penyakit infeksi oleh jamur :
Skuama : jaringan mati dari lapisan tanduk yang terlepas, sebagian
kulit menyerupai sisik.
Makula : kelainan kulit yang sama tinggi dengan permukaan kulit,
warnanya berubah dan berbatas jelas.
Erosio : kuit yang peidermis bagian atasnya terkelupas.
Fisura : Epidermis yang retak hingga dermis terlihat, biasnya nyeri.
Pada kulit kepala juga disertai kerusakan pada rambut seperti
rambut kusam, dan mudah patah.
3. Lesi khas pada penyakit infeksi oleh bakteri :
Sebagian besar infeksi kulit oleh bakteri akan memunculkan
manifestasi klinis udem pada area infeksi, dan terbentuknya
pustula, yaitu lesi kulit yang sama dengan vesikula tetapi berisi
pus/nanah.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sering di gunakan pada kelaianan
dermatologi adalah pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksan
menggunakan pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan Sinar Wood.
Jadi kemampuan perawat dalam membaca hasil pemeriksaan laboratorium
sangat di harapkan sehingga mempermudah proses kolaborasi.

3.2 DIAGNOSA
a. Hipertermia b.d proses inflamasi
b. Kerusakan/ resiko kerusakan integritas kulit b,d lesi dan reaksi inflamasi
c. Nyeri akut b.d penekanan serabut saraf akibat proses inflamasi
d. Resiko penularan infeksi b.d sifat menular dari organisme
e. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik b.d
ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi penyakit dan perawatan.
f. Resiko harga diri rendah situasional b.d penampilan dan respon orang lain

3.3 INTERVENSI
a. Hipertermia b.d proses inflamasi
NOC
Klien akan mempertahakan suhu tubuh dalam rentang normal selama
proses perawatan.
Dengan kriteria hasil: Klien tidak mengeluh demam, suhu tubuh dalam
batas normal 36,5-37,5ºC.
NIC
1. Jelaskan pada klien tentang penyebab demam.
2. Anjurkan klien untuk intake cairan 1500 – 3000 cc/ hari.
3. Beri kompres hangat.
4. Beri antipiretik sesuai pesanan dokter.
5. Observasi perubahan suhu tubuh.
b. Kerusakan/resiko kerusakan integritas kulit b,d lesi dan reaksi
inflamasi NOC
Klien akan mempertahankan keutuhan integritas kulitnya selama dalam
proses perawatan.
Dengan kriteria hasil: Lesi tidak meluas, lesi utuh sampai pada proses
penyembuhannya yang optimal, lesi tidak berubah menjadi lesi yang baru /
jenis baru.
NIC
1. Jelaskan pada klien tentang jenis dan sifat lesi
2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk, memencet atau menggosok
lesi.
3. Pertahankan kebersihan kulit yang terinfeksi.
4. Anjurkan klien untuk tidak menyentuh atau memegang lesi setelah
memegang sesuatu.
5. Lakukan perawatan kulit dengan teratur.
6. Pantau / observasi kemungkinan terjadi perluasan area lesi dan
perubahan bentuknya.
7. Layani pengobatan sesuai anjuran dokter ; oral atau topikal.
8. Layani pemberian obat topikal sesuai SOP keperawatan.
c. Nyeri akut b.d penekanan serabut saraf akibat proses
inflamasi NOC
Klien akan mempertahankan rasa nyaman ; bebas dari nyeri selama proses
perawatan.
Dengan kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri yang dirasakan berkurang,
klien dapat mendemonstrasikan tekhnik mengontrol nyeri yang adaptif,
klien nampak rileks.
NIC
1. Kaji keluhan nyeri (P,Q,R,S,T)
2. Jelaskan pada klien penyebab nyeri
3. Ajarkan klien tekhnik kontrol nyeri yang adaptif ; tekhnik napas
dalam atau distraksi
4. Beri kompres hangat pada area infkesi (untuk infeksi oleh bakteri),
beri bedak khusus antigatal (untuk infeksi virus) dan beri salp
antigfungi sesuai resep dokter (untuk infeksi jamur).
5. Obsevasi kemampuan klien mengontrol nyeri yang adaptif.
d. Resiko penularan infeksi ; pada diri sendiri maupun orang lain b.d sifat
menular dari organisme
NOC
Klien akan menurunkan resiko penularan infeksi selama proses perawatan.
Dengan kriteria hasil: lesi tidak meluas dan menyebar, tidak ada anggota
keluarga atau klien lain yang menderita penyakit yang sama.
NIC
1. Jelaskan jenis dan sifat lesi pada klien.
2. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk atau memegang megang
lesi.
3. Jelaskan jenis dan sifat lesi pada keluarga.
4. Batasi kunjungan keluarga.
5. Hindari penggunaan pakaian / laken yang sama dengan klien yang
lain.
6. Isolasi klien pada ruang perawatan khusus.
7. Gunakan alat pelindung diri yang tepat ; bagi perawat selama beri
perawatan.
8. Gunakan alat perawatan sekali pakai jika perlu.
9. Isolasi bahan sampah medis sisa perawatan klien.
10. Beri pendidikan kesehatan kepada klien dan keluarga tentang
proses penyakit dan penymbuhannya.
e. Resiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik b.d
ketidakcukupan pengetahuan tentang kondisi penyakit dan perawatan.
NOC
Klien akan melaksanakan program terapeutik yang optimal selama proses
perawatan.
Dengan kriteria hasil: klien berpartisipasi aktif dalam program perawatan,
klien dapat menjelaskan indikasi, kontra indikasi,efek samping dan dosis
obat yang di gunakannya, klien dapat mencapai kesembuhan yang optimal.
NIC
1. Jelaskan jenis penyakit, penyebab, pengobatan, dan cara perawatan
penyakit pada klien dan keluarga.
2. Jelaskan tentang obat yang digunakan klien; indikasi, kontra
indikasi,efek samping dan dosis obat.
3. Motivasi klien untuk mengikuti program pengobatan dengan
sunguh sungguh.
4. Yakinkan klien bahwa penyakit klien dapat disembuhkan dengan
pengobatan yang tepat dan teratur.
f. Resiko harga diri rendah situasional b.d penampilan dan respon orang
lain NOC
Klien akan mempertahankan pandangan positif pada diri selama proses
perawatan.
Dengan kriteria hasil: klien mengungkapkan penerimaanya terhadap
keadaan penyakit, klien mengungkapkan keyakinan terhadap kesembuhan
peyakit.
NIC
1. Jelaskan proses penyembuhan penyakit pada klien.
2. Motivasi klien ikuti program perawatan yang diberikan.
3. Yakinkan klien bahwa penyakit klien dapat disembuhkan dengan
pengobatan dan perawatan yang tepat.
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Penyakit infeksi pada kulit disebabkan oleh tiga penyebab utama yaitu
infeksi oleh virus, jamur dan bakteri.
Infeksi kulit oleh virus paling banyak adalah disebabkan oleh
Papillomavirus / HPV yaitu virus penyebab penyakit kutil/ veruka dan kandiloma,
Herpesvirus penyebab penyakit herpes zoster,herpes simpleks dan varisela, dan
Poxvirus yang menyebabkan penyakit molluscum contagiosum. Kebanyakan
infeksi jamur disebabkan oleh tiga jenis jamur yang disebut dermatofita. Tiga
jenis jamur tersebut adalah Epidermophyton, Trichopyton, dan Mocrosporum dan
merupakan penyebab utama terjadinya infeksi Tinea yang menghasilkan bentuk
klinis yang berbeda, bergantung pada lokasi antominya. Sedangkan infeksi kulit
oleh bakteri disebut Pioderma adalah infeksi kulit oleh Staphylococus aureus,
streptokokus atau kedua duanya.
Berbagai jenis virus, jamur dan bakteri tersbut masuk kedalam tubuh
melalui kulit maupun melewati sistem respirasi. Dengan berbagai enzim dan zat
yang dimilkinya, virus, jamur dan bakteri tersebut menimbulkan reaksi
peradangan pada lapisan kulit dan memunculkan berbagai jenis lesi sebagai
manifestasi klinisnya.
Akibat proses peradangan dan proses pneyakit tersebut, muncul beberapa
masalah keperawatan yang perlu segera diatasi, diantaranya Hipertermia b.d
proses inflamasi, Kerusakan/ resiko kerusakan integritas kulit b,d lesi dan reaksi
inflamasi, Resiko penularan infeksi b.d sifat menular dari organisme, Resiko
ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik b.d ketidakcukupan
pengetahuan tentang kondisi penyakit dan perawatan dan Resiko harga diri rendah
situasional b.d penampilan dan respon orang lain.

40
Intervensi keperawatan yang tepat dan rasional pada setiap diangnosa
keparawatan tersebut merupakan pemandu utama perawat dalam melakukan dan
memberikan tindakan perawatan pada pasien. Sehingga hasil akhirnya adalah
pasien dapat memperoleh kesembuhan yang optimal sesuai yang diharapan.

4.2 SARAN
Dari makalah ini kelompok ingin menyarankan kepada teman-teman dan
para pembaca semuanya untuk sama-sama membaca lagi dan mancari lietaratur
lain sebagai penambah wawasan tentang penyakit infeksi pada kulit, khusunya
informasi tentang manifestasi klinis berbagai jenis penyakit kulit sesuai dengan
faktor penyebabnya, proses patologis, pengobatannya dan proses asuhan
keperawatannya yang mungkin sudah ada yang terbaru. Akhirnya, harapan
kelompok, kita bisa memberikan pelayanan keperawatan yang optimal dan lebih
profesional lagi kepada klien sesuai harapan pasien dan keluraga.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah edisi 8 vol. 3.
Jakarta: EGC.
Carpenito,L.Jual. 2006. Buku Saku Diagnosis Keparawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC.
Goldstein G. Beth. 1998. Dermatologi Praktis. Jakarta: Hipokrates.
Brown Graham & Burns Tony. 2005. Dermatologi edisi 8. Jakarta: Erlangga.
Harahap Mawarli. 2000. Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates.
Handoko Ronny P. 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi kelima. Jakarta:
FKUI.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga Jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius FKU
Price,A.Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol.2.
Jakarta: EGC.
Wilkinson, M. J. Ahern, N. R. 2011.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9 ;
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai