OLEH:
ADE GUNAWAN
NIM.C1051171079
III. PEMBAHASAN
Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang di dalamnya
memuat tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia, maka ditempuh
melalui upaya penataan ruang Kabupaten Melawi yang baru berumur kurang lebih
enam belas tahun menghadapi banyak tantangan. Selain harus mempercepat
pembangunan struktur pemerintahan dan perekonomian wilayah, Pemerintah
Kabupaten ini juga harus segera menyelesaikan berbagai konflik, baik itu konflik
yang merupakan warisan dari pemerintahan kabupaten sebelumnya maupun kasus
yang terjadi setelah terbentuknya kabupaten baru ini. Dilihat dari tipologi kasusnya,
hampir sebagian besar konflik agraria yang terjadi di wilayah tersebut kebanyakan
merupakan akibat dari penerapan kebijakan pemerintah pusat seperti penunjukkan
areal konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), izin pertambangan, Hak Guna Usaha
(HGU) perkebunan dan penunjukan kawasan taman nasional yang mengambil
sebagian atau seluruh wilayah kelola masyarakat lokal dan adat. Beberapa dari
konflik itu adalah kasus konflik antara masyarakat adat dengan pihak perusahaan
misalnya konflik tata batas hutan adat antara masyarakat hukum adat
Ketemenggungan Siyai dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBR) dan
konflik serupa antara masyarakat hukum adat Mentatai dan TNBBR.
Sesungguhnya konflik agraria di Melawi adalah konflik yang tak terjangkau
oleh Pemerintah Kabupaten karena kebanyakan dari konflik‐konflik tersebut
memiliki dimensi politik dan perundang‐undangan yang berada di luar jangkauan
pemerintahan ini. Konflik agraria di Melawi lebih mencerminkan konflik antara
pemerintah nasional versus rakyat lokal, sementara pemerintah daerah hanya
mengikuti logika‐logika politik dan hukum agraria yang dinyanyikan pemerintah
nasional sambil sesekali mencari keuntungan dari situasi ini.
Dimensi konflik agraria di kabupaten Melawi pada dasarnya kebanyakan
merupakan konflik yang melibatkan masyarakat hukum adat dengan para investor
dan atau badan negara di tingkat nasional. Kebanyakan investor yang berkonflik
kebanyakan merupakan investor nasional yang memiliki jaringan dan koneksi politik
yang jauh lebih tinggi dari para pejabat Melawi. Konflik agraria antara MA Limbai
Bunyau dan Plaik Kruap vs PT. Sumber Gas Sakti Prima (SGSP) ini. Bahkan untuk
konteks konflik antara masyarakat dengan perkebunan kelapa sawit.
DAFTAR PUSTAKA
Branch, Melville C. 1995. Perencanaan Kota Komprensif, Pengantar dan Penjelasan.
Terjemahan Wibisana. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Zapariza, R. (2012). Dokumentasi WWF‐Kalbar: Konflik Masyarakat Mawang
Mentatai dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR).
Pontianak: WWF‐Kalbar.