Anda di halaman 1dari 21

Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

BAB VII
INTERPRETASI DATA
A. Tujuan Instruksional Khusus

 Setelah mengikuti pokok bahasan dari mata kuliah ini, mahasiswa dapat
melakukan interpretasi data survei tanah berkaitan dengan penggunaan non
pertanian.

B. Uraian Pokok Bahasan


 Maksud interpretasi data survei tanah
 Interpretasi data survei tanah untuk penggunaan bidang keteknikan
 Klasifikasi tanah bidang keteknikan (bangunan)
 Kesesuaian lahan untuk pemukiman (gedung, jalan, drainase septic tank,
tempat penimbunan sampah)

7.1. Pendahuluan

Hasil dari kegiatan survei tanah adalah peta tanah dan biasanya disertai dengan
laporan pemetaan tanah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang secara singkat
menerangkan sifat-sifat tanah dari masing-masing satuan peta. Sifat-sifat tanah dalam
satuan peta dapat berupa asosiasi, kompleks, atau inklusi mempunyai sifat-sifat dan
potensi yang berbeda dengan jenis tanah utama yang disebutkan dalam satuan peta
tanah tersebut.. Peta tanah tidak hanya mencantumkan nama-nama tanah yang terdapat
di daerah-daerah tersebut, tetapi juga beberapa sifat penting dari tanah tersebut.
Disamping itu dicantumkan pula faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi potensi
penggunaan dari tanah tersebut seperti lereng, batu permukaan, drainase, bentuk
wilayah dan sebagainya, yang dalam hal ini disebut fase tanah.
Potensi tanah ditentukan dengan melakukan interpretasi kemampuan
(kesesuaian) tanah dari masing-masing satuan peta tanah berdasarkan atas sifat-sifat
tanah yang dimiliki dan keadaan lingkungannya. Dalam menggunakan peta
kemampuan lahan yang merupakan hasil interpretasi dari peta tanah, harus selalu
diingat bahwa dalam masing-masing kelas dari satuan peta kemampuan lahan tersebut,
di dalamnya terdapat inklusi yang mungkin mempunyai potensi yang lebih jelek atau
lebih baik dari pada yang disebut dalam satuan peta yang bersangkutan. Pengecekan
setempat perlu dilakukan, apabila kita ingin merencanakan suatu penggunaan tanah

Suyadi, dkk 85
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

yang memerlukan luasan-luasan yang lebih kecil dari pada luas minimum yang dapat
dibatasi dalam suatu peta tanah. Selain itu bahwa pengamatan-pengamatan yang
dilakukan sampai kedalaman 1-2 meter dan sesuai dengan skala peta ( tingkat
ketelitian pemetaan ) sehingga pengamatan setempat masih perlu dilakukan
Interpretasi data survei tanah ditujukan untuk :
1. Menjelaskan jenis dan besarnya faktor-faktor penghambat untuk penggunaan-
penggunaan tanah tertentu. Dengan demikian, maka dapat diberikan gambaran
usaha-usaha apa yang perlu dilakukan agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya;
2. Menentukan potensi tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu;
3. Menetukan cara-cara pengelolaan dan usaha-usaha perbaikan yang diperlukan;
4. Menunjukan kemungkinan respon dari tanah terhadap pengelolaan dan
perlakuan-perlakuan tertentu.
Data-data yang dikumpulkan dalam survei tanah dapat digunakan untuk
melakukan interpretasi kemampuan ( kesesuaian ) lahan untuk berbagai penggunaan,
misalnya:
1. Kesesuaian lahan untuk pertanian, kehutanan, perikanan, perkebunan;
2. Kesesuaian lahan untuk enginering ( bangunan ) seperti pembuatan gedung
( rumah), pembuatan jalan, septic tank, tempat sampah dan lain-lain
3. Menentukan lokasi sumber pasir dan kerikil, sumber tanah untuk urugan.
4. Menentukan potensi untuk daerah wisata ( taman rekreasi/tempat piknik,
tempat kemah, lapangan tempat bermain dan lain-lain.).
5. Menunjukan tempat-tempat penghambat seperi bahanya banjir muka air tanah
dangkal, daya mengembang dan mengkerut tinggi dan sebagainya;
6. Membantu perencanaan wilayah, seperti menempatkan daerah-daerah
perumahan, daerah industri, tempat-tempat rekreasi, tempat berkemah dan lian-
lain.

7.2. Interpretasi untuk Penggunaan Nonpertanian

Karakteristik lahan yang perlu diperhatikan untuk tujuan non pertanian,


khususnya untuk pemukiman adalah potensi mengembang dan mengkerutnya tanah,
tata air tanah, ukuran besar butir dan sifat rheologi tanah yang berkaitan dengan daya

Suyadi, dkk 86
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

dukung tanah, ketebalan tanah, lereng, keadaan batuan, ancaman banjir, kandungan
garam, dan sebagainya (USDA, 1971; Hardjowigeno et al, 1994). Karakteristik lahan
tersebut diuarikan sebagai berikut:

1. Potensi Mengembang dan Mengkerut


Di daerah-daerah tertentu sering kita temukan gedung-gedung yang selalu retak
di bagian dinding ataupun pondasinya. Hal ini mungkin sekali disebabkan oleh
terdapatnya mineral liat yang mudah mengembang bila basah dan mengerut bila
kering. Tanah yang demikian dalam klasifikasi tanah disebut tanah Vertisol atau
Grumusol. Tanah ini mempunyai mineral liat tipe 2:1 (montmorilinit, smektit) yang
tinggi sehingga di musim kemarau terjadilah retakan (cracking) selebar 25 cm atau
lebih. Dalam pemetaan tanah, sifat-sifat tanah tersebut dan penyebarannya di daerah
survei diuraikan lebih mendalam.

2. Tata Air Tanah


Pemetaan menyajikan pula data tentang keadaan drainase tanah, permeabilitas,
dalamnya air tanah, dan lain-lain. Dengan data tersebut dapat diperkirakan adanya
hambatan-hambatan penggunaan alat-alat berat, timbulnya bahaya genangan air, atau
kemungkinan-kemungkinan timbulnya kerusakan-kerusakan terhadap konstruksi-
konstruksi di bawah tanah karena tata air tanah yang buruk.

3. Tebal tanah Sampai ke Hamparan Batuan


Adanya hamparan batuan pada kedalaman 2 meter atau kurang dapat dilihat
penyebarannya dalam peta tanah. Demikian pula jenis batuan tersebut diidentifikasikan
pula dalam kegiatan pemetaan tanah. Hal tersebut sudah barang tentu membantu dalam
rencana pembuatan bangunan-bangunan yang memerlukan penggalian-penggalian
tanah yang tidak terlalu dalam.

4. Kepekaan Erosi
Pemetaan tanah juga memberi informasi tentang kepekaan tanah terhadap erosi
seperti kandungan liat, debu, bahan organik dan sebagainya. Sifat-sifat ini kadang-

Suyadi, dkk 87
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

kadang berbeda untuk masing-masing horizon tanah sehingga erosi dari masing-
masing lapisan berbeda pula.

5. Lereng
Curamnya lereng merupakan faktor yang menentukan dalam kegiatan-kegiatan
yang perlu dilakukan untuk meratakan tanah tersebut. Hal tersebut akan menentukan
banyaknya tanah yang harus digali diatas lereng dan diturunkan kebagian bawah
lereng. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat dipelajari dari peta tanah yang pada
umumnya menggambarkan pula penyebaran berbagai tingkat kecuraman lereng.
Lereng juga mempengaruhi pembuatan bangunan-bangunan dibawah tanah, ataupun
pembuatan jalan-jalan.

6. Daya Dukung Tanah ( Bearing Capasity )


Pemetaan tanah menganalisa susunan besar butir dan plastisitas tanah, dan tanah-
tanah tersebut dapat pula diklasifikasikan ke dalam sistem Unified dan AASHTO.
Klasifikasi ini dapat membantu mengevaluasi tanah untuk pembangunan shallow
foundation dan menentukan daya pemadatan case of compaction ), trafficability,
kerapatan ( density ), sifat-sifat menahan air ( moisture relatinship ) dan sebagainya.

7. Kemungkinan Terjadinya Korosi


Bangunan-bangunan dari beton kadang-kadang menjadi rusak pada tanah-tanah
yang sangat masam, sedang bangunan yang dibuat dari baja mengalami korosi pula
pada tanah-tanah yang banyak mengandung garam ( salin) ataupun sangat masam.
Penyebaran tanah dengan kemasaman dan kandungan garam yang tinggi disajikan
dalam kegiatan-kegiatan pemetaan tanah.

8. Lapisan Gambut
Lapisan tanah gambut ( muck dan peat ) adalah sangat lembek dan tidak stabil,
dan jika kering akan mengalami penurunan (subside). Dalam pemetaan tanah,
penyebaran tanah gambut digambarkan masing-masing dan diuraikan sifat-sifatnya
lebih lanjt dalam laporan pemetaan tanah.

Suyadi, dkk 88
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

9. Penggalian Tanah.
Menggali tanah yang gembur jauh lebih mudah dan murah dari pada menggali
tanah-tanah yang keras dan padat. Juga pada tanah-tanah yang melekat dan banyak
mengandung liat sulit ditebarkan. Sifat-sifat tersebut mungkin berbeda untuk tiap-tiap
horison tanah. Dengan demikian data yang disajikan dalam pemetaan tanah dapat pula
membantu menaksir biaya yang diperlukan untuk penggalian dan pengurugan daerah-
daerah yang direncanakan unuk pembangunan.

7.3. Klasifikasi Tanah untuk Bangunan

Klasifikasi tanah untuk bangunan umumnya didasarkan pada sistem klasifikasi


Unified dan sistem AASHTO ( American Assosiation of State Highway and
Transportation Officials ). Sistem Unified digunakan untuk mengevaluasi tanah yang
akan digunakan untuk lapangan terbang, pondasi, bahan jalan dan lokasi jalan, serta
kegunaan lainnya. Sedangkan sistem ASSHTO digunakan untuk evaluasi tanah untuk
lokasi dan bahan jalan (USDA, 1971).
Dasar klasifikasi kedua sistem tersebut adalah ukuran besar butir dan sifat
rheologi tanah atau angka-angka Atterberg. Dalam klasifikasi besar butir terdapat
perbedaan antara klasifikasi besar butir yang dikembangkan oleh USDA untuk bidang
pertanian dengan klasifikasi united maupun AASHTO. Perbedaan tersebut terutama
menyangkut defenisi untk ukuran-ukuran butir yang dilkasifikasi sebagai kerikil,
pasir, debu, dan liat ( tabel 7.1 ).

Tabel 7.1. Perbandingan batas-batas ukuran butir antara Sistem Unified, Sistem
ASSHTO, dan Sistem USDA ( USDA, 1971 )

Ukuran Butir (mm) menurut


Fraksi
Unified AASHTO USDA
Kerikil 75.0-4.7 75.0-2.0 75.0-2.0
Pasir 4.7-0.074 2.0-0.074 2.0-0.05
Debu < 0.074* 0.074-0.005 0.05-0.002
Liat < 0.074* < 0.005 < 0.002
* = dibedakan berdasarkan indeks plastisitas

Sifat-sifat rheologi atau angka-angka Atterberg yang yang penting dalam


bidang bangunan adalah batas cair ( batas mengalir-liquid limit ) dan indeks plastisitas
( plasticity index ). Batas cair ( batas mengalir ) adalah kadar air terbanyak yang dapat

Suyadi, dkk 89
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

ditahan tanah bila tanah dibuat pasta; bila air lebih banyak, tanah bersama air akan
mengalir. Indeks plastisitas adalah selisih kadar air pada batas cair dengan kadar air
pada batas plastis ( batas mengalir). Batas plastis adalah kadar air dimana tanah
dimulai tidak bersifat plastis lagi. Gulungan tanah atau bentukan pita dari tanah
tersebut akan pecah-pecah kesegala jurusan bila digerak-gerakkan. Bila kadar air
kurang dari batas plastis, tanah tidak lagi dapat dibentuk pita.
Pada survei tanah pertanian butir-butir tanah tidak dipisahkan menurut saringan
0.074 mm sebagai pembeda antara fraksi kasar dan fraksi halus, dan saringan 4.7 mm
sebagai pembeda antara pasir dan kerikil. Walaupun demikian persen besar butir lebih
halus dari 0.074 mm dan lebih halus dari 4.7 mm dapat diperkirakan dari kelas tekstur
tanah USDA ( tabel 7.2 ).
Dalam tulisan ini hanya akan diuraikan sistem Unified, mengingat dalam
sistem AASHTO memerlukan pengukuran data besar butir ukuran 0.074 mm (saringan
no.200) secara langsung, dimana data tersebut tidak terdapat dalam survei tanah.
Sedangkan dalam sistem Unified dapat menggunakan data tersebut yang berasal dari
hasil perkiraan klas tekstur tanah USDA seperti pada tabel 7.2.

Suyadi, dkk 90
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Tabel 7.2. Perkiraan Persentase Butir Tanah yang Lebih Halus dari 4.7 mm dan
0.074 mm

Kelas Tekstur Tanah Persen besar butir tanah yang lebih halus dari saringan
USDA 4.7 mm ( No. 4 ) 0.074 mm ( No.200 )
Liat 100 75-95
Liat berdebu 100 90-95
Lempung liat berdebu 100 85-95
Lempung berliat 100 70-80
Lempung 100 60-75
Lempung berdebu 100 70-90
Debu 100 90-100
Liat berpasir 100 45-60
Lempung liat berpasir 100 35-55
Lempung berpasir 100 30-40
Pasir berlempung 100 15-30
Pasir 100 5-15
Sumber: USDA (1971)

8.3.1. Klasifikasi Unified


Menurut sistem Unified, tanah dikelaskan berdasarkan atas sebaran besar butir
fraksi tanah berukuran kurang dari 75 mm, plastisitas, batas cair ( batas mengalir =
liquid limit) dan kandungan bahan organik.
Klasifikasi tanah Unified adalah sebagai berikut :
1. Tanah berbutir kasar
Tanah dengan kandungan kerikil dan pasir > 50 %. Dibedakan menjadi G ( kerikil)
dan S ( pasir ).
G- Kerikil: Kandungan kerikil > pasir

Apabila bahan halus ( debu atau lebih halus ) kurang dari 5 % maka disebut kerikil
murni ( Clean Gravel ), dan dibedakan menjadi ;
GW – Kerikil dengan besar butir tersebar rata atau tersusun baik ( W = well graded )
artinya distribusi ukuran butir merata tanpa ada kekosongan pada salah satu
kelas ukuran butir.
GP – Kerikil dengan besar butir tidak tersebar rata atau tersusun buruk ( P = poorly
graded ). Artinya distribusi ukuran butir tidak merata atau hanya terdiri dari
satu kelas ukuran butir.

Apabila bahan halus ( debu atau lebih halus ) lebih dari 12 %, maka disebut kerikil
dengan bahan halus dan dibedakan menjadi :
GM – Kerikil dengan hampir seluruh bahan halus terdiri dari debu ( M = medium =
debu ).
GC – Kerikil dengan hampir seluruh bahan halus adalah liat ( C = clay = liat ).

Suyadi, dkk 91
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Apabila bahan halus ( debu atau lebih halus ) antara 5-12% maka digunakan 2 simbol
sebagai berikut :
GW – GM Kerikil dengan besar batas tersusun baik dan bahan halus terdiri dari debu
GW – GC Kerikil dengan besar butir tersusun baik dan bahan halus seperti dari liat.
GP – GM Kerikil dengan besar butir tersusun baik tersusun buruk dan bahan halus
terdiri dari debu.
GP – GC Kerikil dengan besar butir tersusun buruk dan bahan halus terdiri dari
liat.

S – Pasir
Kandungan pasir > kerikil

Apabila bahan halus kurang dari 15 % maka disebut pasir murni ( clean sand ) dan
dibedakan menjadi :
SW – Pasir dengan besar butir tersusun baik ( tersebar rata )
SP – Pasir dengan besar butir tersusun buruk.

Apabila bahan halus lebih kecil dari 12 % maka disebut pasir dengan bahan halus dan
dibedakan menjadi :
SM – Pasir dengan hampir seluruh bahan halus adalah debu.
SC – Pasir dengan hampir seluruh bahan halus adalah liat.

Apabila bahan halus anatar 5 – 12 % maka digunakan dua simbol sebagai berikut :
SW – SM Pasir dengan besar butir tersusun baik dan bahan halus dari debu.
SW – SC Pasir dengan besar butir tersusun baik dan bahan halus terdiri dari liat.
SP – SM Pasir dengan besar butir tersusun buruk dan bahan halus terdiri dari debu.
SP – SC Pasir dengan besar butir tersusn buruk dan bahan halus terdiri dari liat.

2. Tanah berbutir halus


Tanah dengan kandungan debu dan liat lebih dari 50 %. Dibedakan menjadi debu ( M),
liat ( C ) dan liat atau debu dengan kandungan bahan organik cukup tinggi, tetapi
bukan bahan organik ( O ).

Untuk debu yang berbahan organik rendah dibedakan lebih lanjut menjadi :
ML – debu dengan batas cair rendah yaitu kurang daro 50 % berat ( L = low liquid
limit ).
MH – Debu dengan batas cair tinggi yaitu lebih dari 50 % berat (H = high liquid limit).

Untuk liat berbahan organik rendah dibedakan lebih lanjut menjadi :


CL – Liat dengan batas cair rendah ( kurang dari 50 % berat ).
CH – Liat dengan batas cair tinggi ( lebih dari 50 % berat ).

Untuk debu dan liat yang berbahan organik cukup tinggi (tetapi bukan tanah gambut )
dibedakan lebih lanjut menjadi :
OL – Liat dan debu berbahan organik cukup tinggi dengan batas cair kurang dari 50 %
berat.
OH – Liat dan debu berbahan organik tinggi dengan batas cair lebih dari 50 % berat.

Suyadi, dkk 92
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Batascair( ker ing oven )


Nisbah Batas cair( tidak di ker ingkan )  0.75

3. Tanah Organik (gambut, peat )

Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi yaitu tanah-tanah yang memenuhi
syarat-syarat sebagai histosol. Untuk tanah ini hanya terdiri dari satu kelas yaitu :
PT – Tanah Gambut.

Kesesuaian masing-masing kelas tersebut untuk bangunan misalnya untuk


lokasi pembuatan jalan, pondasi dan sebagainya semakin berkurang bila tanah semakin
halus dan indeks plastisitas meningkat, atau kandungan bahan organik meningkat.
Demikian pula kesesuaian akan berkurang bila butir tanah tersebar buruk dan akan
menjadi lebih baik bila butir-butir tanah tersebar rata ( tabel 7.3 ).

Suyadi, dkk 93
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Tabel 7.3. Klasifikasi Tanah Unified ( United states Departement of Defense ) dan
Kesesuaiannya sebagai subgrade 2) ( untuk pembuatan jalan ) dan Pondasi 1)
Simbol Kesesuaian
GW Sangat baik
GP Sangat baik-baik
GM Baik
GC Baik
SW Baik
SP Baik-cukup baik
SM Cukup baik
SC Cukup baik- kurang baik
ML Cukup baik-kurang baik
MH Kurang baik
CL Cukup baik-kurang baik
CH Kurang baik
OL Kurang baik
OH Buruk
PT Tidak sesuai
1)
Diringkas dari United States Departement of Defense 1957 dalam Jumikis, 1962.
2)
Subgrade adalah tanah setempat yang diratakan, digali atau diurung yang akan
menjadi dasar jalan

7.3.2. Hubungan Klas Tekstur Tanah USDA dengan Sistem Unified


Dalam survei tanah pertanian tidak memisahkan besar butir dengan ukuran 4.7
mm dan 0.074 mm. Apabila butir tanah tidak dipisahkan secara langsung dengan
saringan 0.074 mm dan saringan 4.7 mm, maka mengklasifikasikan tanah menurut
sistem Unified diperkirakan dari kelas tekstur tanah USDA ( tabel 7.4 ).

Suyadi, dkk 94
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Tabel 7.4. Hubungan antara kelas tekstur USDA, dan Unified *)

Simbol
Kelas Tekstur USDA Unified Sifat Tanah
dan Simbol
Liat : c ; CH Liat mengembang mengerut tinggi **
Liat berdebu; sic MH Liat mika, besi oksida, kaolinit
CL Batas cair rendah. Liat < 45 %
Lempung liat berdebu : sicl CL Batas cair rendah, plastis ( A-6 bila liat < 30% )
ML-CL Batas cair rendah, agak plastis( A-6 bil liat < 30 % )
CH Batas cair tinggi, liat mengembang mengerut tinggi
MH Batas cair tinggi, mika, besi oksida, liat kaolinit.
Lempung liat : cl CL Batas cair rendah, Plastis
ML-CL Batas cair rendah agak plastis
CH Batas cair tinggi, liat mengembang-mengkerut tinggi
MH Batas cair tinggi, besi oksida, liat kaolinit
Lempung : l ML-Cl Agak plastis (A-6 bila liat > 21 %)
Cl Plastisitas (A-4 bila liat < 22 %)
ML Plastisitas rendah (A-7 bila liat > 21%
Lempung berdebu : sil ML-Cl Agak plastis (A-6 bila liat 21%)
ML Plastisitas rendah (A-7 bila liat > 21%)
Cl Plastis
Debu : si ML Plastisitas rendah
Liat berpasir : sc SL Halus > 50% ***
SC Halus 50 % atau kurang
Lempung liat berpasir : scl SC Plastis, Halus 36-50%
SC Plastis, Halus 35% atau kurang
CL Plastis, Halus > 50%
Lempung barpasir : sl SM Plastisitas rendah
SC Plastis
SM-SC Agak plastis
Lempung berpasir halus : fsl SM Tidak plastis, Halus 50% atau kurang
ML Tidak plastis, Halus > 50%
ML-CL Agak plastis, Halus >50%
SM-SC Agak plastia, Halus 50% atau kurang
Lempung berpasir sangat ML-CL Agak plastis
halaus : vfsl ML Plastisitas rendah
Pasir (halus, sangat halus) SM Tidak plastis,Halus 35% atau kurang
berlempung : ls, lfs, lvfs SM-SC Agak plastis, Halus 35 % atau kurang
SM Plastisitas rendah, Halus > 35%
ML Sedikit atau tidak plastis
Pasir: s; Pasir halus : fs SP-SM Halus < 5 %
SM Halus > 10 %
SP Halus < 5 %
Pasir sangat halus : vfs SM Plastisitas rendah
ML Sedikit atau tidak plastis
Pasir kasar : cs SP; GW Halus <5%
SP-SM Halus 5-12%
SM Halus 13-35%
SM Halus > 25%
Kerikil: G. 50% lewat saringan GP; GW Halus <5%
No 200; 50% bahan kasar lewar GM atau GC Halus 5-25%
saringan No 4 GM atau GC Halus 26-35%
GM Halus > 35%
GC Halus > 35%
Keterangan:
*)
Tabel ini digunakan sebagai pendekatan bila data test engineering tidak tersedia.
**)
Tinggi : Cole > 0,09; Medium : 0,03-0,09; Rendah : <0.03
***)
Halus: bahan tanah berukuran < 0,074 mm (debu + liat)

7.4. Kesesuaian Lahan untuk Tempat Tinggal ( Gedung )

Suyadi, dkk 95
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Tempat tinggal dimaksudkan sebagai bangunan gedung dengan beban tidak


lebih dari tiga lantai. Penentuan kelas suatu lahan untuk tempat tinggal didasarkan
pada kemampuan lahan sebagai penopang pondasi. Sifat lahan yang berpengaruh
adalah daya dukung tanah, dan sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap biaya
penggalian dan konstruksi. Sifat-sifat lahan seperti kerapatan ( density ), tata air
(wetness), bahaya banjir, plastisitas, tekstur, dan potensi mengembang dan
mengerutnya tanah berpengaruh terhadap daya dukung tanah. Sedangkan biaya
penggalian tnah untuk pondasi dipengaruhi oleh tata air tanah, lereng, kedalaman tanah
sampai hamparan batuan, dan keadaan batu dipermukaan ( USDA, 1971 ).
Tanah-tanah bertekstur liat yang banyak mengandung liat tipe 2:1 akan
menyerap banyak air sehingga mempunyai nilai batas cair tinggi. Nilai batas cair
berhubungan erat dengan compressibility tanah ( penurunan volume tanah oleh
beban/tegangan yang diberikan pada tanah tersebut ). Semakin tinggi nilai batas cair
maka nilai compressibility semakin besar ( Nash, 1951 dalam Suyadi, 1985 ). Daya
dukung tanah bertekstur pasir dan kerikil untuk pondasi lebih besar daripada tanah
bertekstur liat, karena tanah bertekstur liat menyerap air lebih banyak sehingga
menjadi lunak.
Adanya rembesan kapiler dari air tanah yang dangkal menyebabkan tanah
menjadi agak jenuh air. Di daerah tropika dan daerah beriklim kering, evaporasi akan
berlangsung cepat. Akan tetapi evaporasi akan terhambat pada bagian tengah dari
bangunan karena tanah tertutup bangunan. Hal ini menyebabkan tanah dibagian tepi
lebih kering daripada dibagian tengah bangunan, dan pada tanah bertekstur liat, akan
menyebabkan perbedaan pengerutan maupun kekuatan tanah sehingga sering terjadi
penurunan pada bagian tengah dan menimbulkan keruntuhan ( Nash, 1951 dalam
Suyadi, 1985 ). Oleh karena sering terjadi keruntuhan bangunan pada tanah-tanah
bertekstur liat maka beban yang diperbolehkan paling tinggi sepertiga dari kekuatan
tanah tersebut ( Jumikis, 1962 dalam Suyadi, 1985 ).
Pengerutan dari tanah yang banyak mengandung liat tipe 2:1 telah banyak
menyebabkan kerusakan pada pondasi bangunan yang ringan ( Jumikis, 1962 dalam
Suyadi, 1985 ). Telah diamati beberapa kerusakan dari bangunan yang ditunjukkan
oleh lantai bagian tengah yang terangkat dan retakan pada tembok yang disebabkan
oleh pengembangan dan pengerutan tanah yang banyak mengandung liat

Suyadi, dkk 96
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

montmorilonit. Untuk menghindari adanya kerusakan bangunan yang disebabkan oleh


pengerutan tanah, hendaknya pondasi dibangun lebih dalam dimana proses pengerutan
tanah tidak terjadi atau sampai pada kedalaman batuan. Tabel 7.5 menunjukkan kriteria
kesesuaian lahan untuk pembuatan gedung.
Bila tanah menurut susunan geologi diperkirakan mudah longsor, maka
kesesuaian lahan untuk rumah menjadi buruk. Demikian pula untuk tanah yang dapat
mengalami penurunan ( subsidence ).
Tabel 7.5. Kesesuaian Lahan untuk Tempat Tinggal ( Gedung ) Tanpa Ruang Bawah
Tanah 1)
Kesesuaian Lahan
Sifat tanah
Baik Sedang Buruk
1. Subsiden total ( cm ) - - 30
2. Banjir Tanpa Tanpa Jarang-sering
3. Air tanah (cm) > 75 45-75 < 45
1. Potensi mengembang2) Rendah Sedang Tinggi
mengerut ( nilai cole) ( < 0.03 ) (0.03-0.09) (>0.09)
5. Kelas Unified2) - - OL, OH, PT
6. Lereng <8 8 - 15 > 15
7. Kedalaman hamparan batuan (cm)
Keras > 100 50-100 < 50
lunak > 50 < 50 -
8. Kedalaman padas Keras ( cm )
Tebal > 100 50-100 < 50
Tipis > 50 < 50 -
9. Batu/ kerikil ( > 7.5 cm ) 3) ( % < 25 25-50 > 50
berat )
10. Longsor - - Ada
Sumber : USDA ( 1983 dalam Hardjowigeno et al, 1995)
1) Maksimum 3 lantai
2) Lapisan yang paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan
tanah
3) Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan sampai kedalaman
100 cm.
7.5. Kesesuian Lahan untuk Septic Tank
Lapangan drainase septic tank adalah suatu sistem serapan dari tanah untuk
menyerap air limbah dari rumah tangga dan merupakan saluran ( trench ) dalam tanah
yang diletakkan secara tertentu, sehingga aliran dari septic tank dapat didistribusikan
secara cukup seragam kedalam tanah ( Ehler, 1956 : US department of Health, 1967
dalam USDA, 1971 ).
Penentuan kelas suatu tanah untuk lapangan drainase didasarkan pada
kemampuan tanah menyerap aliran dari septic tank. Sifat-sifat tanah yang berpengaruh

Suyadi, dkk 97
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

pada kemampuan tanah menyerap aliran dari septic tank adalah permeabilitas tanah,
tinggi muka air tanah, dalamnya tanah sampai kehamparan batuan /bahan
induk/lapisan kedeap air, perkolasi tanah, bahaya banjir, lereng, dan keadaan batu
dipermukaan ( US Departmentof Health, 1967 dalam USDA, 1971 ).
Tanah dengan permeabelitas sedang sampai sangat cepat ( lebih dari 2.5
cm/jam), nilai perkolasi lebih dari 15 menit/cm atau 3.5 cm/jam akan berfungsi baik
apabila digunakan sebagai lapangan drainase. Sedangkan permeabelitas tanah lambat
sampai sangat lambat ( kurang dari 1.5 cm/jam), nilai perkolasi tanah kurang dari 24
menit/cm atau 2.5 cm/jam, tanah tersebut akan berfungsi kurang baik apabila
digunakan sebagai lapangan drainase septic tank. Nilai perkolasi digunakan pula untuk
menentukan luas tanah sebagai lapangan drainase. Pada tanah dengan perkolasi kurang
dari 60 cm/jam luas tanah yang diperlukan kira-kira 15 m 2. sedagkan tanah dengan
nilai perkolasi 2.5 cm/jam luas tanah yang diperlukan kira-kira 66 m 2. hal ini
disebabkan semakin tinggi nilai perkolasi jumlah aliran yang diserap dalam jangka
waktu tertentu semakin banyak sehingga dapat diharapkan dalam luas tanah yang
berbeda jumlah aliran yang diserap oleh tanah sama.
Tanah bertekstur sangat kasar ( pasir berlempung, pasir dan kerikil )
merupakan bahan penyaring relatif buruk, dan mungkin akan menimbulkan
pencemaran terhadap sumber air tanah bila digunakan sebagai lapangan drainase. Ehler
( 1958 dalam Suyadi, 1985 ) menyarankan letak lapangan drainase septic tank
terhadap sumber air tidak kurang dari 30 meter pada tanah bertekstur pasir dan 15
meter pada terkstur liat berdebu.
Kabermatten, Julius, Duncanmara, dan Gunnerson (1980 dalam Suyadi, 1985)
mengemukakan bahwa tanah akan berfungsi baik sebagai lapangan drainase septic
tank bila tinggi muka air tanah terletak lebih dalam 100 cm dari saluran ( trench ),
tanah cukup permeabel, dan lapisan kedap air tanah 120 cm lebih dalam dari saluran.
Sedangkan menurut US Department of Health ( 1967, dalam USDA, 1971 ), tanah
akan berfungsi baik bila tinggi muka air tanah 120 cm lebih dalam dari saluran, dan
akan berfungsi kurang baik bila tinggi muka air tanah kurang dar 60 cm dari sauran.
Lapangan drainase septic tank mudah dibangun dengan biaya ringan dan dapat
berfungsi baik pada tanah berlereng kurang dari delapan persen. Pada tanah berlereng
lebih curam akan menimbulkan rembesan ke samping, aliran ke bagian bawah lereng,

Suyadi, dkk 98
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

dan akan menambah biaya konstruksi. Biaya konstruksi akan bertambah dengan
adanya batu dipermukaan. Penyumbatan pori-pori tanah akibat proses hidratasi,
pengembangan partikel tanah akibat absorbsi air akan menurunkan fungsi lapangan
drainase septic tank ( Kabermatten, et al. 1980 dalam Suyadi, 1985 ). Pada Tabel 7.6
disajikan kriteria kesesuaian lahan untuk septic tank.

Tabel 7.6. Kesesuaian Lahan untuk Septic Tank

Kesesuaian Lahan
Sifat Tanah
Baik Sedang Buruk
1. Subsiden total ( cm ) - - > 60
2. Banjir Tanpa Jarang Sering
3. Kedalaman sampaihamparan batuan ( cm ) > 180 100-180 < 100
4. Kedalaman sampai padas keras ( cm ) > 180 100-180 < 120
5. Muka air tanah ( cm ) > 180 120-180 < 120
2. Permeabelitas ( cm/jam)
Kedalaman 60-150 cm 5-15 0.15-5 < 0.15 1)
Kedalaman 60-100 cm - - > 152)
7. Lereng (%) <8 8-15 > 15
8. Batu ( > 7.5 cm ) 3) < 25 25-50 > 50
9. Longsor - - Ada
Sumber : USDA ( 1983 dalam Hardjowigeno et al, 1995)
1) Perkolasi terlalu lambat
2) Permeabelitas terlalu tinggi, menjadi penyaring ( filter ) yang
jelek.
3) Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan sampai kedalaman
100 cm.
7.6. Kesuaian Lahan untuk Pembuatan Jalan
Yang dimaksud jalan adalah yang terdiri dari (1) tanah setempat yang diratakan
( tebal penggalian maupun pengurugan tanah kurang dari 6 feet ( 1.8 M ) yang disebut
subgrade; (2) lapisan dasar (base) yang terdiri dari kerikil, batu pecahan, atau tanah
yang distabilkan dengan kapur atau semen; (3) lapisan permukaan yang fleksibel
(aspal) atau keras (beton), atau kerikil yang direkatkan. Jalan ini dilengkapi pula
dengan saluran drainase pada bagian tepi jalan (Jumikis, 1962 dalam Suyadi, 1985;
USDA, 1971).
Sifat-sifat tanah yang dipertimbangkan pada perencanaan dan pembuatan jalan
adalah kekuatan tanah, stabilitas tanah dan jumlah tanah galian-urugan yang tersedia
(USDA, 1971). Kekuatan tanah ditunjukkan oleh kelas tanah menurut indeks
kelompok AASHTO dan sistem United, serta potensi mengembang dan mengkerutnya
tanah. Stabilitas tanah dipengaruhi oleh tata air tanah dan bahaya banjir; sedangkan

Suyadi, dkk 99
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

lereng, kedalaman hamparan batuan, jumlah batu dipermukaan, dan tata air tanah
berpengaruh terhadap perataan tanah yang diinginkan.
Jumikis (1962 dalam Suyadi, 1985) mengemukakan bahwa jalan yang
dibangun pada tanah yang plastis atau mempunyai nilai batas cair tinggi, lapisan dasar
jalan (base) yang terdiri dari batu pecahan akan bercampur dengan tanah sehingga
bagunan jalan menjadi rusak (disintegrated) setelah mendapat beberapa kali beban.
Kadar air tanah pada kejadian tersebut 18 persen. Untuk menghindari kerusakan jalan
akibat hal ini maka pada lapisan antara tanah yang plastis dengan batu pecahan diberi
lapisan pasir setebal beberapa cm.
Penurunan yang kan terjadi dari bangunan jalan pada tanah yang bertekstur
halus lebih besar daripada tanah bertekstur kasar. Karena lepasnya air dari massa tanah
jauh lebih lambat pada tanah bertekstur halus sehingga penurunan tanah akibat beban
kendaraan masih berlangsung terus meskipun tanah telah dipadatkan.
Croney dan Lewis (1947, dalam Nash, 1951) telah mengamati kerusakan pada
jalan-jalan yang dibangun pada tanah yang banyak mengandung liat monmorilonit
setelah musim kering yang panjang. Kerusakan tersebut ditunjukkan oleh keretakan
memanjang.

Pada pembuatan jalan baru, tanah harus dipadatkan sebaik-baiknya untuk


menjadikan lebih kuat dan supaya kekuatannya cukup seragam. Pemadatan tanah
dilakukan dengan baik dan diperoleh kepadatan maksimum pada kadar air tertentu
(Nash,1951 dalam Suyadi, 1985). Tanah bertekstur halus sulit dipadatkan pada kadar
air tinggi. Dikemukakan pula bahwa pengerasan tanah harus cukup tebal pada tanah-
tanah yang plastis. Tujuan pemadatan adalah untuk menambah kekuatan tanah dan
mengurangi daya serap air oleh massa tanah yang menyebabkan penurunan kekuatan
tanah.
Kekuatan tanah dari bangunan jalan banyak dipengaruhi oleh kadar air tanah;
makin tinggi kadar air tanah kekuatan tanah semakin rendah. Untuk menhindari kadar
air berlebihan maka pada tepi bangunan jalan perlu dibangun saluran drainase.
Tabel 7.7 menunjukkan klasifikasi kesesuaian lahan untuk pembuatan jalan.

Tabel 7.7. Kesesuaian Lahan untuk Pembuatan Jalan

Sifat Lahan Kesesuaian Lahan

Suyadi, dkk 100


Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Baik Sedang Buruk


1. Subsiden total (cm) - - > 30
2. Kedalaman hamparan batuan (cm)
Keras >100 50-100 <50
Lunak >50 <50 -
3. Padas keras (cm)
Tebal >100 50-100 <50
Tipis >50 <50 -
4. Mengembang mengkerut1) Rendah Sedang Tinggi
(nilai Cole) (<0,03) (0,03-0,09) (>0,09)
5. Indeks Kelompok ASSHTO1)2) <5 5-8 8
Unified3) GW,GP,SW, CL dgn Pl CLdgnPL>15
SP,GM, GC, < 15 CH, MH, OH,
SM,SC OL, PT
6. Air tanah (cm) >75 30-75 <30
7. Lereng <8 8-15 >15
8. Banjir Tanpa Jarang Sering
9. Batu (>7.5 cm) 4) <25 25-50 >50
10. Longsor - - Ada
Sumber : USDA ( 1983 dalam Hardjowigeno et al, 1995)
1)
Lapisan paling tebal antara 25-100 cm dari permukaan tanah
2)
Untuk famili tanah kaolinitik, pengharkatan menjadi satu tingkat lebih baik dari tebel ini
3)
Dikutip dari USDA (1971), tidak tercantum dalam dalam USDA 1983
4)
Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan tanah sampai kedalaman 100 cm

7.7. Kesesuaian Lahan untuk Tempat Penimbunan Sampah


Berbentuk Galian

Tempat penimbunan sampah berbentuk galian merupakan suatu galian tanah


untuk menimbun sampah setiap hari, kemudian ditutupi dengan lapisan tanah. Setebal
kira-kira 15 cm. Bahan tanah penutup diperoleh dari tanah bekas galian tersebut.
Setelah galian penuh sampah, permukaanya ditutupi dengan lapisan tanah setebal kira-
kira 60 cm. Karena survei tanah hanya mengamati tanah sampai kedalaman 2 m,
sedangkan galian tempat sampah mungkin lebih dari 4 m, maka pengamatan geologi
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya polusi.
Penentuan suatu tanah untuk tempat penimbunan sampah dipengaruhi oleh tata
air tanah (kedalaman muka airtanah, dan permebelitas tanah), lereng, tekstur,
kedalaman hamparan batuan, dan jumlah batu di permukaan (USDA, 1971).
Kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap air tanah oleh tempat
penimbunan sampah dapat ditunjukkan oleh kedalaman muka air tanh dan
permeabelitas tanah. Air tanah akan tercemar apabila terdapat dekat dengan dasar
galian penimbunan sampah dan apabila tanah permeabel. Untuk mencegah

Suyadi, dkk 101


Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

pencemaran terhadap air tanah pada tanah yang permeabel, dasar dan dinding galian
dipadatkan.
Dasar lubang galian diusahakan cukup datar dan dibuat menurut kontur untuk
menghambat rembesan air kebagian lain. Pekerjaan pengangkutan dan penimbunan
sampahakan lebih sulit pada tanah berlereng curam.
Tekstur tanah dan kandungan air tanah berpengaruh terhadap pekerjaan
penggalian maupun pengurungan tanah. Tanah yang keras dan padat sulit digali dari
pada tanah yang gembur. Sedangkan tanah yang banyak mengandung liat dan melekat
sulit ditebarkan dengan merata dalam pekerjaan menutup sampah (USDA,1971)
Hamparan batuan yang dangkal dan batu di permukaan dalam jumlah cukup
banyak akan menghambat pula penggalian tanah untuk tempat penimbunan sampah.
Kriteria kesesuaian lahan untuk penimbunan sampah berbentuk galian disajikan pada
Tabel 8. Lapisan penutup sampah yang teratas harus terdiri dari tanah yang sesuai
untuk pertumbuhan tanaman, karena setelah tempat sampah ditutup diharapkan
tanaman dapat tumbuh diatasnya. Karena itu tanah harus tidak mengandung garam
atau Na yang berlebihan atau tidak terlalu masam.

Suyadi, dkk 102


Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Tabel 8. Kesesuaian lahan tempat penimbunan sampah berbentuk galian (Trench type
Sanitary Landfills)

Sifat Tanah Ksesuaian Lahan


Baik Jarang Buruk
1. Banjir Tanpa Jarang Buruk
2.Kedalaman hamparan - - <180
batuan (cm)
3. Padas keras (cm)
Tebal - - <180
Tipis - <180 -
4. Permeabelitas (cm/jam) - - >5
(lapisan dasar)
5. Muka air tanah (cm)
Apparent - - <180
Perched >120 60-120 <60
6. Lereng <8 8-15 >15
7. Tekstur 1) 2)
Halus - CL,SC,SiCL Si,C(Terlalu berliat),
Kasar - LCOS, LS, FS,VFS,SG
LFS,LVFS (Terlalu barpasir)
8. Unified 1) - - OL,OH,PT (terlalau
banyak bahan organik)
9. Batu (>7.5 cm) 3) <20 20-35 >35
10. SAR (0-100 cm) 4) - - >12
11. Reaksi Tanah (pH) 4) - - <3,6
12.Salinitas (mmhos/cm) 4) - - >16
13. Longsor - - Ada
Sumber : USDA ( 1983 dalam Hardjowigeno et al, 1995)
1)
Lapisan yang paling tebal 25-150 cm dari permukaan
2)
Untuk tanah kaolinittik pengharkatan satu kelas lebih baik
3)
Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan tanah sampai kedalaman 150 cm
4)
Syarat ini diperlukan untuk tanah penutup sampah yang paling atas, dimana
diharapkan tanaman dapat tumbuh diatasnya.

7.8. Kelas Kesesuaian Lahan untuk Bidang Keteknikan

Kelas Kesesuaian Lahan untuk bangunan ditunjukan dengan angka romawi I,


II, III dan diikuti dengan huruf Arab yang menyatakan jenis penghambat terberat yang
menetukan kelas tersebut.
Kelas I merupakan lahan yang sesuai untuk salah satu bidang teknik dengan
pembatas ringan
Kelas II merupakan lahan yang cukup sesuai untuk salah satu bidang teknik
dengan pembatas sedang

Suyadi, dkk 103


Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Kelas III merupakan lahan yang kurang sesuai untuk salah satu bidang teknik
dengan pembatas berat, seperti adanya bahaya banjir, daya mengembang-mengkerut
tanah tinggi, dan seterusnya.
Jenis-jenis factor pembatas meliputi:
d = drainase tanah yang merupakan resultan drainase permukaan, drainase
penampang, dan permeabilitas
g = kedalaman muka air tanah
f= ancaman banjir yang dinyatakan dalam jangka waktu banjir setiap tahun
s= lereng
ss = potensial mengembang mengkerut tanah
bc = kelas tanah menurut unified
p = permeabailitas
i= dalamnya lapisan kedap air/batuan/bahan induk
t= tekstur tanah sampai ke hamparan batuan
sb= jumlah batu kecil di permukaan
sr = jumlah batu besar /batuan permukaan
Pengkelasan dari beberapa jenis factor penghambat dapat dilihat di bab III dan bab VI.
Cara penulisan kelas kesesuaian lahan untuk bidang teknik adalah sebagai
berikut: IIps, berarti lahan termasuk kelas cukup sesuai dengan factor pembatas
terberat permeabilitas dan lereng.

Test Formatif
1. Jelaskan tujuan melakukan interpretasi data survei tanah!
2. Data survei tanah dapat digunakan untuk berbagai kegunaan. Sebutkan!
3. Sebutkan beberapa sifat lahan yang disajikan dalam hasil survei tanah dan penting
untuk bidang keteknikan !
4. Dalam penentuan kelas tanah menurut sistem Unified diperlukan data besar butir
dan indek plastisitas. Sedangkan dalam laporan survei tanah disajikan data tekstur
tanah dengan sistem USDA yang berbeda pengelompokannya dengan sistem
Unified. Bagaimana menggunakan data survei tanah tersebut?
5. Sebutkan beberapa sifat lahan yang digunakan sebagai kriteria untuk bangunan
gedung dan jalan!

Suyadi, dkk 104


Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data

Daftar Pustaka
1. Hardjowigwno, S. et al., 1994. Evaluasi lahan untuk daerah pemukiman. Dalam
CSAR. 1995. Second Land Resource Evaluation and Planning Project.
Part C. Strengthening Soil Resources Mapping.

2. Suyadi. 1985. Interpretasi Data Survei Tanah Pertanian untuk Penggunaan di


Bidang Engineering pada Lahan Sistem peternakan Terpadu di daerah
Jonggol. Skripsi. Jurusan Tanah, Faperta, IPB.

3. USDA. 1971. Guide for Interpreting Engineering Uses of Soils. SCS-USDA,


Washington

Suyadi, dkk 105

Anda mungkin juga menyukai