BAB VII
INTERPRETASI DATA
A. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti pokok bahasan dari mata kuliah ini, mahasiswa dapat
melakukan interpretasi data survei tanah berkaitan dengan penggunaan non
pertanian.
7.1. Pendahuluan
Hasil dari kegiatan survei tanah adalah peta tanah dan biasanya disertai dengan
laporan pemetaan tanah. Peta ini dilengkapi dengan legenda yang secara singkat
menerangkan sifat-sifat tanah dari masing-masing satuan peta. Sifat-sifat tanah dalam
satuan peta dapat berupa asosiasi, kompleks, atau inklusi mempunyai sifat-sifat dan
potensi yang berbeda dengan jenis tanah utama yang disebutkan dalam satuan peta
tanah tersebut.. Peta tanah tidak hanya mencantumkan nama-nama tanah yang terdapat
di daerah-daerah tersebut, tetapi juga beberapa sifat penting dari tanah tersebut.
Disamping itu dicantumkan pula faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi potensi
penggunaan dari tanah tersebut seperti lereng, batu permukaan, drainase, bentuk
wilayah dan sebagainya, yang dalam hal ini disebut fase tanah.
Potensi tanah ditentukan dengan melakukan interpretasi kemampuan
(kesesuaian) tanah dari masing-masing satuan peta tanah berdasarkan atas sifat-sifat
tanah yang dimiliki dan keadaan lingkungannya. Dalam menggunakan peta
kemampuan lahan yang merupakan hasil interpretasi dari peta tanah, harus selalu
diingat bahwa dalam masing-masing kelas dari satuan peta kemampuan lahan tersebut,
di dalamnya terdapat inklusi yang mungkin mempunyai potensi yang lebih jelek atau
lebih baik dari pada yang disebut dalam satuan peta yang bersangkutan. Pengecekan
setempat perlu dilakukan, apabila kita ingin merencanakan suatu penggunaan tanah
Suyadi, dkk 85
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
yang memerlukan luasan-luasan yang lebih kecil dari pada luas minimum yang dapat
dibatasi dalam suatu peta tanah. Selain itu bahwa pengamatan-pengamatan yang
dilakukan sampai kedalaman 1-2 meter dan sesuai dengan skala peta ( tingkat
ketelitian pemetaan ) sehingga pengamatan setempat masih perlu dilakukan
Interpretasi data survei tanah ditujukan untuk :
1. Menjelaskan jenis dan besarnya faktor-faktor penghambat untuk penggunaan-
penggunaan tanah tertentu. Dengan demikian, maka dapat diberikan gambaran
usaha-usaha apa yang perlu dilakukan agar tanah tersebut dapat dimanfaatkan
sebaik-baiknya;
2. Menentukan potensi tanah untuk penggunaan-penggunaan tertentu;
3. Menetukan cara-cara pengelolaan dan usaha-usaha perbaikan yang diperlukan;
4. Menunjukan kemungkinan respon dari tanah terhadap pengelolaan dan
perlakuan-perlakuan tertentu.
Data-data yang dikumpulkan dalam survei tanah dapat digunakan untuk
melakukan interpretasi kemampuan ( kesesuaian ) lahan untuk berbagai penggunaan,
misalnya:
1. Kesesuaian lahan untuk pertanian, kehutanan, perikanan, perkebunan;
2. Kesesuaian lahan untuk enginering ( bangunan ) seperti pembuatan gedung
( rumah), pembuatan jalan, septic tank, tempat sampah dan lain-lain
3. Menentukan lokasi sumber pasir dan kerikil, sumber tanah untuk urugan.
4. Menentukan potensi untuk daerah wisata ( taman rekreasi/tempat piknik,
tempat kemah, lapangan tempat bermain dan lain-lain.).
5. Menunjukan tempat-tempat penghambat seperi bahanya banjir muka air tanah
dangkal, daya mengembang dan mengkerut tinggi dan sebagainya;
6. Membantu perencanaan wilayah, seperti menempatkan daerah-daerah
perumahan, daerah industri, tempat-tempat rekreasi, tempat berkemah dan lian-
lain.
Suyadi, dkk 86
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
dukung tanah, ketebalan tanah, lereng, keadaan batuan, ancaman banjir, kandungan
garam, dan sebagainya (USDA, 1971; Hardjowigeno et al, 1994). Karakteristik lahan
tersebut diuarikan sebagai berikut:
4. Kepekaan Erosi
Pemetaan tanah juga memberi informasi tentang kepekaan tanah terhadap erosi
seperti kandungan liat, debu, bahan organik dan sebagainya. Sifat-sifat ini kadang-
Suyadi, dkk 87
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
kadang berbeda untuk masing-masing horizon tanah sehingga erosi dari masing-
masing lapisan berbeda pula.
5. Lereng
Curamnya lereng merupakan faktor yang menentukan dalam kegiatan-kegiatan
yang perlu dilakukan untuk meratakan tanah tersebut. Hal tersebut akan menentukan
banyaknya tanah yang harus digali diatas lereng dan diturunkan kebagian bawah
lereng. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat dipelajari dari peta tanah yang pada
umumnya menggambarkan pula penyebaran berbagai tingkat kecuraman lereng.
Lereng juga mempengaruhi pembuatan bangunan-bangunan dibawah tanah, ataupun
pembuatan jalan-jalan.
8. Lapisan Gambut
Lapisan tanah gambut ( muck dan peat ) adalah sangat lembek dan tidak stabil,
dan jika kering akan mengalami penurunan (subside). Dalam pemetaan tanah,
penyebaran tanah gambut digambarkan masing-masing dan diuraikan sifat-sifatnya
lebih lanjt dalam laporan pemetaan tanah.
Suyadi, dkk 88
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
9. Penggalian Tanah.
Menggali tanah yang gembur jauh lebih mudah dan murah dari pada menggali
tanah-tanah yang keras dan padat. Juga pada tanah-tanah yang melekat dan banyak
mengandung liat sulit ditebarkan. Sifat-sifat tersebut mungkin berbeda untuk tiap-tiap
horison tanah. Dengan demikian data yang disajikan dalam pemetaan tanah dapat pula
membantu menaksir biaya yang diperlukan untuk penggalian dan pengurugan daerah-
daerah yang direncanakan unuk pembangunan.
Tabel 7.1. Perbandingan batas-batas ukuran butir antara Sistem Unified, Sistem
ASSHTO, dan Sistem USDA ( USDA, 1971 )
Suyadi, dkk 89
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
ditahan tanah bila tanah dibuat pasta; bila air lebih banyak, tanah bersama air akan
mengalir. Indeks plastisitas adalah selisih kadar air pada batas cair dengan kadar air
pada batas plastis ( batas mengalir). Batas plastis adalah kadar air dimana tanah
dimulai tidak bersifat plastis lagi. Gulungan tanah atau bentukan pita dari tanah
tersebut akan pecah-pecah kesegala jurusan bila digerak-gerakkan. Bila kadar air
kurang dari batas plastis, tanah tidak lagi dapat dibentuk pita.
Pada survei tanah pertanian butir-butir tanah tidak dipisahkan menurut saringan
0.074 mm sebagai pembeda antara fraksi kasar dan fraksi halus, dan saringan 4.7 mm
sebagai pembeda antara pasir dan kerikil. Walaupun demikian persen besar butir lebih
halus dari 0.074 mm dan lebih halus dari 4.7 mm dapat diperkirakan dari kelas tekstur
tanah USDA ( tabel 7.2 ).
Dalam tulisan ini hanya akan diuraikan sistem Unified, mengingat dalam
sistem AASHTO memerlukan pengukuran data besar butir ukuran 0.074 mm (saringan
no.200) secara langsung, dimana data tersebut tidak terdapat dalam survei tanah.
Sedangkan dalam sistem Unified dapat menggunakan data tersebut yang berasal dari
hasil perkiraan klas tekstur tanah USDA seperti pada tabel 7.2.
Suyadi, dkk 90
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
Tabel 7.2. Perkiraan Persentase Butir Tanah yang Lebih Halus dari 4.7 mm dan
0.074 mm
Kelas Tekstur Tanah Persen besar butir tanah yang lebih halus dari saringan
USDA 4.7 mm ( No. 4 ) 0.074 mm ( No.200 )
Liat 100 75-95
Liat berdebu 100 90-95
Lempung liat berdebu 100 85-95
Lempung berliat 100 70-80
Lempung 100 60-75
Lempung berdebu 100 70-90
Debu 100 90-100
Liat berpasir 100 45-60
Lempung liat berpasir 100 35-55
Lempung berpasir 100 30-40
Pasir berlempung 100 15-30
Pasir 100 5-15
Sumber: USDA (1971)
Apabila bahan halus ( debu atau lebih halus ) kurang dari 5 % maka disebut kerikil
murni ( Clean Gravel ), dan dibedakan menjadi ;
GW – Kerikil dengan besar butir tersebar rata atau tersusun baik ( W = well graded )
artinya distribusi ukuran butir merata tanpa ada kekosongan pada salah satu
kelas ukuran butir.
GP – Kerikil dengan besar butir tidak tersebar rata atau tersusun buruk ( P = poorly
graded ). Artinya distribusi ukuran butir tidak merata atau hanya terdiri dari
satu kelas ukuran butir.
Apabila bahan halus ( debu atau lebih halus ) lebih dari 12 %, maka disebut kerikil
dengan bahan halus dan dibedakan menjadi :
GM – Kerikil dengan hampir seluruh bahan halus terdiri dari debu ( M = medium =
debu ).
GC – Kerikil dengan hampir seluruh bahan halus adalah liat ( C = clay = liat ).
Suyadi, dkk 91
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
Apabila bahan halus ( debu atau lebih halus ) antara 5-12% maka digunakan 2 simbol
sebagai berikut :
GW – GM Kerikil dengan besar batas tersusun baik dan bahan halus terdiri dari debu
GW – GC Kerikil dengan besar butir tersusun baik dan bahan halus seperti dari liat.
GP – GM Kerikil dengan besar butir tersusun baik tersusun buruk dan bahan halus
terdiri dari debu.
GP – GC Kerikil dengan besar butir tersusun buruk dan bahan halus terdiri dari
liat.
S – Pasir
Kandungan pasir > kerikil
Apabila bahan halus kurang dari 15 % maka disebut pasir murni ( clean sand ) dan
dibedakan menjadi :
SW – Pasir dengan besar butir tersusun baik ( tersebar rata )
SP – Pasir dengan besar butir tersusun buruk.
Apabila bahan halus lebih kecil dari 12 % maka disebut pasir dengan bahan halus dan
dibedakan menjadi :
SM – Pasir dengan hampir seluruh bahan halus adalah debu.
SC – Pasir dengan hampir seluruh bahan halus adalah liat.
Apabila bahan halus anatar 5 – 12 % maka digunakan dua simbol sebagai berikut :
SW – SM Pasir dengan besar butir tersusun baik dan bahan halus dari debu.
SW – SC Pasir dengan besar butir tersusun baik dan bahan halus terdiri dari liat.
SP – SM Pasir dengan besar butir tersusun buruk dan bahan halus terdiri dari debu.
SP – SC Pasir dengan besar butir tersusn buruk dan bahan halus terdiri dari liat.
Untuk debu yang berbahan organik rendah dibedakan lebih lanjut menjadi :
ML – debu dengan batas cair rendah yaitu kurang daro 50 % berat ( L = low liquid
limit ).
MH – Debu dengan batas cair tinggi yaitu lebih dari 50 % berat (H = high liquid limit).
Untuk debu dan liat yang berbahan organik cukup tinggi (tetapi bukan tanah gambut )
dibedakan lebih lanjut menjadi :
OL – Liat dan debu berbahan organik cukup tinggi dengan batas cair kurang dari 50 %
berat.
OH – Liat dan debu berbahan organik tinggi dengan batas cair lebih dari 50 % berat.
Suyadi, dkk 92
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi yaitu tanah-tanah yang memenuhi
syarat-syarat sebagai histosol. Untuk tanah ini hanya terdiri dari satu kelas yaitu :
PT – Tanah Gambut.
Suyadi, dkk 93
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
Tabel 7.3. Klasifikasi Tanah Unified ( United states Departement of Defense ) dan
Kesesuaiannya sebagai subgrade 2) ( untuk pembuatan jalan ) dan Pondasi 1)
Simbol Kesesuaian
GW Sangat baik
GP Sangat baik-baik
GM Baik
GC Baik
SW Baik
SP Baik-cukup baik
SM Cukup baik
SC Cukup baik- kurang baik
ML Cukup baik-kurang baik
MH Kurang baik
CL Cukup baik-kurang baik
CH Kurang baik
OL Kurang baik
OH Buruk
PT Tidak sesuai
1)
Diringkas dari United States Departement of Defense 1957 dalam Jumikis, 1962.
2)
Subgrade adalah tanah setempat yang diratakan, digali atau diurung yang akan
menjadi dasar jalan
Suyadi, dkk 94
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
Simbol
Kelas Tekstur USDA Unified Sifat Tanah
dan Simbol
Liat : c ; CH Liat mengembang mengerut tinggi **
Liat berdebu; sic MH Liat mika, besi oksida, kaolinit
CL Batas cair rendah. Liat < 45 %
Lempung liat berdebu : sicl CL Batas cair rendah, plastis ( A-6 bila liat < 30% )
ML-CL Batas cair rendah, agak plastis( A-6 bil liat < 30 % )
CH Batas cair tinggi, liat mengembang mengerut tinggi
MH Batas cair tinggi, mika, besi oksida, liat kaolinit.
Lempung liat : cl CL Batas cair rendah, Plastis
ML-CL Batas cair rendah agak plastis
CH Batas cair tinggi, liat mengembang-mengkerut tinggi
MH Batas cair tinggi, besi oksida, liat kaolinit
Lempung : l ML-Cl Agak plastis (A-6 bila liat > 21 %)
Cl Plastisitas (A-4 bila liat < 22 %)
ML Plastisitas rendah (A-7 bila liat > 21%
Lempung berdebu : sil ML-Cl Agak plastis (A-6 bila liat 21%)
ML Plastisitas rendah (A-7 bila liat > 21%)
Cl Plastis
Debu : si ML Plastisitas rendah
Liat berpasir : sc SL Halus > 50% ***
SC Halus 50 % atau kurang
Lempung liat berpasir : scl SC Plastis, Halus 36-50%
SC Plastis, Halus 35% atau kurang
CL Plastis, Halus > 50%
Lempung barpasir : sl SM Plastisitas rendah
SC Plastis
SM-SC Agak plastis
Lempung berpasir halus : fsl SM Tidak plastis, Halus 50% atau kurang
ML Tidak plastis, Halus > 50%
ML-CL Agak plastis, Halus >50%
SM-SC Agak plastia, Halus 50% atau kurang
Lempung berpasir sangat ML-CL Agak plastis
halaus : vfsl ML Plastisitas rendah
Pasir (halus, sangat halus) SM Tidak plastis,Halus 35% atau kurang
berlempung : ls, lfs, lvfs SM-SC Agak plastis, Halus 35 % atau kurang
SM Plastisitas rendah, Halus > 35%
ML Sedikit atau tidak plastis
Pasir: s; Pasir halus : fs SP-SM Halus < 5 %
SM Halus > 10 %
SP Halus < 5 %
Pasir sangat halus : vfs SM Plastisitas rendah
ML Sedikit atau tidak plastis
Pasir kasar : cs SP; GW Halus <5%
SP-SM Halus 5-12%
SM Halus 13-35%
SM Halus > 25%
Kerikil: G. 50% lewat saringan GP; GW Halus <5%
No 200; 50% bahan kasar lewar GM atau GC Halus 5-25%
saringan No 4 GM atau GC Halus 26-35%
GM Halus > 35%
GC Halus > 35%
Keterangan:
*)
Tabel ini digunakan sebagai pendekatan bila data test engineering tidak tersedia.
**)
Tinggi : Cole > 0,09; Medium : 0,03-0,09; Rendah : <0.03
***)
Halus: bahan tanah berukuran < 0,074 mm (debu + liat)
Suyadi, dkk 95
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
Suyadi, dkk 96
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
Suyadi, dkk 97
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
pada kemampuan tanah menyerap aliran dari septic tank adalah permeabilitas tanah,
tinggi muka air tanah, dalamnya tanah sampai kehamparan batuan /bahan
induk/lapisan kedeap air, perkolasi tanah, bahaya banjir, lereng, dan keadaan batu
dipermukaan ( US Departmentof Health, 1967 dalam USDA, 1971 ).
Tanah dengan permeabelitas sedang sampai sangat cepat ( lebih dari 2.5
cm/jam), nilai perkolasi lebih dari 15 menit/cm atau 3.5 cm/jam akan berfungsi baik
apabila digunakan sebagai lapangan drainase. Sedangkan permeabelitas tanah lambat
sampai sangat lambat ( kurang dari 1.5 cm/jam), nilai perkolasi tanah kurang dari 24
menit/cm atau 2.5 cm/jam, tanah tersebut akan berfungsi kurang baik apabila
digunakan sebagai lapangan drainase septic tank. Nilai perkolasi digunakan pula untuk
menentukan luas tanah sebagai lapangan drainase. Pada tanah dengan perkolasi kurang
dari 60 cm/jam luas tanah yang diperlukan kira-kira 15 m 2. sedagkan tanah dengan
nilai perkolasi 2.5 cm/jam luas tanah yang diperlukan kira-kira 66 m 2. hal ini
disebabkan semakin tinggi nilai perkolasi jumlah aliran yang diserap dalam jangka
waktu tertentu semakin banyak sehingga dapat diharapkan dalam luas tanah yang
berbeda jumlah aliran yang diserap oleh tanah sama.
Tanah bertekstur sangat kasar ( pasir berlempung, pasir dan kerikil )
merupakan bahan penyaring relatif buruk, dan mungkin akan menimbulkan
pencemaran terhadap sumber air tanah bila digunakan sebagai lapangan drainase. Ehler
( 1958 dalam Suyadi, 1985 ) menyarankan letak lapangan drainase septic tank
terhadap sumber air tidak kurang dari 30 meter pada tanah bertekstur pasir dan 15
meter pada terkstur liat berdebu.
Kabermatten, Julius, Duncanmara, dan Gunnerson (1980 dalam Suyadi, 1985)
mengemukakan bahwa tanah akan berfungsi baik sebagai lapangan drainase septic
tank bila tinggi muka air tanah terletak lebih dalam 100 cm dari saluran ( trench ),
tanah cukup permeabel, dan lapisan kedap air tanah 120 cm lebih dalam dari saluran.
Sedangkan menurut US Department of Health ( 1967, dalam USDA, 1971 ), tanah
akan berfungsi baik bila tinggi muka air tanah 120 cm lebih dalam dari saluran, dan
akan berfungsi kurang baik bila tinggi muka air tanah kurang dar 60 cm dari sauran.
Lapangan drainase septic tank mudah dibangun dengan biaya ringan dan dapat
berfungsi baik pada tanah berlereng kurang dari delapan persen. Pada tanah berlereng
lebih curam akan menimbulkan rembesan ke samping, aliran ke bagian bawah lereng,
Suyadi, dkk 98
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
dan akan menambah biaya konstruksi. Biaya konstruksi akan bertambah dengan
adanya batu dipermukaan. Penyumbatan pori-pori tanah akibat proses hidratasi,
pengembangan partikel tanah akibat absorbsi air akan menurunkan fungsi lapangan
drainase septic tank ( Kabermatten, et al. 1980 dalam Suyadi, 1985 ). Pada Tabel 7.6
disajikan kriteria kesesuaian lahan untuk septic tank.
Kesesuaian Lahan
Sifat Tanah
Baik Sedang Buruk
1. Subsiden total ( cm ) - - > 60
2. Banjir Tanpa Jarang Sering
3. Kedalaman sampaihamparan batuan ( cm ) > 180 100-180 < 100
4. Kedalaman sampai padas keras ( cm ) > 180 100-180 < 120
5. Muka air tanah ( cm ) > 180 120-180 < 120
2. Permeabelitas ( cm/jam)
Kedalaman 60-150 cm 5-15 0.15-5 < 0.15 1)
Kedalaman 60-100 cm - - > 152)
7. Lereng (%) <8 8-15 > 15
8. Batu ( > 7.5 cm ) 3) < 25 25-50 > 50
9. Longsor - - Ada
Sumber : USDA ( 1983 dalam Hardjowigeno et al, 1995)
1) Perkolasi terlalu lambat
2) Permeabelitas terlalu tinggi, menjadi penyaring ( filter ) yang
jelek.
3) Rata-rata yang dibobotkan dari permukaan sampai kedalaman
100 cm.
7.6. Kesuaian Lahan untuk Pembuatan Jalan
Yang dimaksud jalan adalah yang terdiri dari (1) tanah setempat yang diratakan
( tebal penggalian maupun pengurugan tanah kurang dari 6 feet ( 1.8 M ) yang disebut
subgrade; (2) lapisan dasar (base) yang terdiri dari kerikil, batu pecahan, atau tanah
yang distabilkan dengan kapur atau semen; (3) lapisan permukaan yang fleksibel
(aspal) atau keras (beton), atau kerikil yang direkatkan. Jalan ini dilengkapi pula
dengan saluran drainase pada bagian tepi jalan (Jumikis, 1962 dalam Suyadi, 1985;
USDA, 1971).
Sifat-sifat tanah yang dipertimbangkan pada perencanaan dan pembuatan jalan
adalah kekuatan tanah, stabilitas tanah dan jumlah tanah galian-urugan yang tersedia
(USDA, 1971). Kekuatan tanah ditunjukkan oleh kelas tanah menurut indeks
kelompok AASHTO dan sistem United, serta potensi mengembang dan mengkerutnya
tanah. Stabilitas tanah dipengaruhi oleh tata air tanah dan bahaya banjir; sedangkan
Suyadi, dkk 99
Survei Tanah dan Evaluasi Lahan Interpretasi Data
lereng, kedalaman hamparan batuan, jumlah batu dipermukaan, dan tata air tanah
berpengaruh terhadap perataan tanah yang diinginkan.
Jumikis (1962 dalam Suyadi, 1985) mengemukakan bahwa jalan yang
dibangun pada tanah yang plastis atau mempunyai nilai batas cair tinggi, lapisan dasar
jalan (base) yang terdiri dari batu pecahan akan bercampur dengan tanah sehingga
bagunan jalan menjadi rusak (disintegrated) setelah mendapat beberapa kali beban.
Kadar air tanah pada kejadian tersebut 18 persen. Untuk menghindari kerusakan jalan
akibat hal ini maka pada lapisan antara tanah yang plastis dengan batu pecahan diberi
lapisan pasir setebal beberapa cm.
Penurunan yang kan terjadi dari bangunan jalan pada tanah yang bertekstur
halus lebih besar daripada tanah bertekstur kasar. Karena lepasnya air dari massa tanah
jauh lebih lambat pada tanah bertekstur halus sehingga penurunan tanah akibat beban
kendaraan masih berlangsung terus meskipun tanah telah dipadatkan.
Croney dan Lewis (1947, dalam Nash, 1951) telah mengamati kerusakan pada
jalan-jalan yang dibangun pada tanah yang banyak mengandung liat monmorilonit
setelah musim kering yang panjang. Kerusakan tersebut ditunjukkan oleh keretakan
memanjang.
pencemaran terhadap air tanah pada tanah yang permeabel, dasar dan dinding galian
dipadatkan.
Dasar lubang galian diusahakan cukup datar dan dibuat menurut kontur untuk
menghambat rembesan air kebagian lain. Pekerjaan pengangkutan dan penimbunan
sampahakan lebih sulit pada tanah berlereng curam.
Tekstur tanah dan kandungan air tanah berpengaruh terhadap pekerjaan
penggalian maupun pengurungan tanah. Tanah yang keras dan padat sulit digali dari
pada tanah yang gembur. Sedangkan tanah yang banyak mengandung liat dan melekat
sulit ditebarkan dengan merata dalam pekerjaan menutup sampah (USDA,1971)
Hamparan batuan yang dangkal dan batu di permukaan dalam jumlah cukup
banyak akan menghambat pula penggalian tanah untuk tempat penimbunan sampah.
Kriteria kesesuaian lahan untuk penimbunan sampah berbentuk galian disajikan pada
Tabel 8. Lapisan penutup sampah yang teratas harus terdiri dari tanah yang sesuai
untuk pertumbuhan tanaman, karena setelah tempat sampah ditutup diharapkan
tanaman dapat tumbuh diatasnya. Karena itu tanah harus tidak mengandung garam
atau Na yang berlebihan atau tidak terlalu masam.
Tabel 8. Kesesuaian lahan tempat penimbunan sampah berbentuk galian (Trench type
Sanitary Landfills)
Kelas III merupakan lahan yang kurang sesuai untuk salah satu bidang teknik
dengan pembatas berat, seperti adanya bahaya banjir, daya mengembang-mengkerut
tanah tinggi, dan seterusnya.
Jenis-jenis factor pembatas meliputi:
d = drainase tanah yang merupakan resultan drainase permukaan, drainase
penampang, dan permeabilitas
g = kedalaman muka air tanah
f= ancaman banjir yang dinyatakan dalam jangka waktu banjir setiap tahun
s= lereng
ss = potensial mengembang mengkerut tanah
bc = kelas tanah menurut unified
p = permeabailitas
i= dalamnya lapisan kedap air/batuan/bahan induk
t= tekstur tanah sampai ke hamparan batuan
sb= jumlah batu kecil di permukaan
sr = jumlah batu besar /batuan permukaan
Pengkelasan dari beberapa jenis factor penghambat dapat dilihat di bab III dan bab VI.
Cara penulisan kelas kesesuaian lahan untuk bidang teknik adalah sebagai
berikut: IIps, berarti lahan termasuk kelas cukup sesuai dengan factor pembatas
terberat permeabilitas dan lereng.
Test Formatif
1. Jelaskan tujuan melakukan interpretasi data survei tanah!
2. Data survei tanah dapat digunakan untuk berbagai kegunaan. Sebutkan!
3. Sebutkan beberapa sifat lahan yang disajikan dalam hasil survei tanah dan penting
untuk bidang keteknikan !
4. Dalam penentuan kelas tanah menurut sistem Unified diperlukan data besar butir
dan indek plastisitas. Sedangkan dalam laporan survei tanah disajikan data tekstur
tanah dengan sistem USDA yang berbeda pengelompokannya dengan sistem
Unified. Bagaimana menggunakan data survei tanah tersebut?
5. Sebutkan beberapa sifat lahan yang digunakan sebagai kriteria untuk bangunan
gedung dan jalan!
Daftar Pustaka
1. Hardjowigwno, S. et al., 1994. Evaluasi lahan untuk daerah pemukiman. Dalam
CSAR. 1995. Second Land Resource Evaluation and Planning Project.
Part C. Strengthening Soil Resources Mapping.