Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Tugas Mekanika
Tanah 1

Makalah Tugas Mekanika Tanah 1 ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Dosen Pengajar yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah Tugas
Mekanika Tanah 1ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Tugas Mekanika Tanah 1


dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, 15 Maret 2023

Reski Asrul
1922201004

ii
DAFTAR ISI

Bab 1. Pendahuluan
1.1.Latar belakang
· Menjelaskan tentang kenapa perlu melakukan identifikasi tanah pada bidang Teknik Sipil ………1
· Menjelaskan tentang cara melakukan identifikasi tanah di lapangan ?.............................................2
· Menjelaskan tentang cara melakukan identifikasi tanah berdasarkan referensi yaitu metode USCS
dan AASTHO?........................................................................................................................................4

1.2.Rumusan masalah
Rumusan masalah terkait identifikasi masalah yaitu :
Bagaimana cara melakukan identifikasi tanah di lapangan dan melakukan klasifikasi tanah
berdasarkan Metode USCS dan AASTHO ? …………………………………………………………..4

1.3.Tujuan
Untuk Mengetahui cara melakukan identifikasi tanah di lapangan dan melakukan klasifikasi tanah
berdasarkan Metode USCS dan AASTHO……………………………………………………………..8

Bab 2. Tinjauan Pustaka


2.1 Pengertian Tanah……………………………………………………………………………………9
2.2 Klasifikasi Tanah…………………………………………………………………………………...9

Bab 3. Isi
3.1 Identifikasi tanah di lingkungan sekitar …………………………………………………………10
3.2 Klasifikasi Tanah ………………………………………………………………………………..14

Bab 4. Penutup
4.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………………………15

Daftar Pustaka …...............................................................................................................................16

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Tentang kenapa perlu melakukan identifikasi tanah pada bidang Teknik Sipil ?

Tanah dalam pekerjaan Teknik Sipil selalu diperlukan, baik sebagai bahan konstruksi ataupun
sebagai pendukung beban. Hal ini menyebabkan fungsi tanah dalam dunia Teknik Sipil sangatlah
penting. Karena itu penting bagi seorang ahli Teknik Sipil untuk memperoleh pengetahuan yang
memadai dan memahami kondisi alam serta sifat tanah yang digunakan untuk bangunan.

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral- mineral padat
yang tidak tersedimentasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang
telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang
kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.

Tanah lempung ekspansif merupakan jenis tanah dengan daya dukung rendah, pengaruh air
sangat besar terhadap perilaku fisis dan mekanismenya. Untuk itu, dalam penggunaan tanah lempung
sebagai bahan konstruksi, kadar air tanah memegang peran yang sangat penting. Dalam bentuk massa
yang kering, tanah lempung mempunyai kekuatan yang sangat besar, bila ditambah air akan
berperilaku plastis dengan kadar kembang susut yang besar menyebabkan terjadinya peningkatan
tekanan mengembang dan kekuatannya jauh berkurang, sehingga akan menimbulkan masalah yang
cukup besar dalam bidang teknik sipil seperti: retaknya dinding, terangkatnya pondasi, keretakan
memanjang pada permukaan jalan, jembulan tanah dan longsoran. Oleh karena itu sangat diperlukan
adanya suatu metode perbaikan tanah ekspansif yang dapat diterapkan di Indonesia untuk
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi tersebut. Beberapa metode penanganan tanah lunak
termasuk tanah lempung ekspansif telah dilakukan antara lain dengan mengganti material atau
mencampur tanah, pemakaian cerucuk bambu, pengubahan sifat kimiawi, penggunaan geosintesis.
Tahap identifikasi dilakukan dengan :

• Pengumpulan data sekunder


• Pengujian basic untuk mengidentifikasi bahwa tanah tersebut mempunyai swelling
(kembang susut) yang besar.

Memahami karakteristik tanah dimulai dengan deskripsi profil tanah atau pedon. Pedon dapat
disamakan seperti suatu sel dari kristal, berbentuk tiga dimensi. Batas ke bawah agak sukar
digambarkan antara tanah dan bukan tanah. Dimensi lateralnya harus cukup lebar agar dapat
menggambarkan keadaan horizon-horizon dan perbedaan-perbedaannya, apabila ada. Pedon adalah
suatu area terkecil dari profil tanah yang memberikan gambaran tentang susunan horizon (A, E,
B, C, dan R) yang dihasilkan dari proses pedogenesis (proses pembentukan tanah) selama jangka
waktu tertentu. Suatu pedon meliputi area berkisar antara 1 sampai 10 meter tergantung dari
variabilitas tanahnya. Sifat morfologi dari tanah harus dideskripsi pada tiap horizon. Selanjutnya
dilakukan pengambilan contoh tanah dari tiap horizon untuk dianalisis di laboratorium terhadap
sifat-sifat tanah yang tidak dapat
diukur atau diamati di lapangan. Pedon yang sudah dipilih dijadikan sebagai pewakil satuan tanah
dalam suatu landform tertentu. Perbedaan sifat morfologi bisa terlihat dalam hal ketebalan,
susunan horizon, atau batas horizon yang terputus-putus.
Tanah yang dimaksud dalam naskah ini didasarkan pada definisi dari Soil Survey Staff
(2014), yaitu sebagai benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan organik), cairan
dan gas yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau
kedua berikut: horizon-horizon atau lapisan-lapisan yang dapat dibedakan dari bahan asalnya
sebagai suatu hasil dari proses penambahan, kehilangan, pemindahan, dan transformasi energi dan
bahan atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam lingkungan alami.

1
Batas atas dari tanah adalah batas antara tanah dan udara, air dangkal, tumbuhan hidup atau
bahan tumbuhan yang belum mulai terlapuk. Suatu wilayah dianggap tidak mempunyai tanah,
apabila permukaannya secara permanen tertutup oleh air yang dalam (lebih dari 2,5 meter). Batas-
batas horizontal tanah adalah wilayah yang mempunyai tanah berangsur beralih ke air dalam,
daerah tandus, batuan atau es. Pada sebagian wilayah pemisahan antara tanah dan bukan tanah
terjadi secara berangsur sehingga perbedaannya tidak terlihat dengan jelas.

Cara melakukan identifikasi tanah di lapangan ?

Jenis Pengamatan
Pengamatan tanah di lapangan bertujuan untuk memperoleh data sifat-sifat morfologi tanah
dan penyebarannya. Berdasarkan jenis data sifat- sifat morfologi yang ingin diketahui, pengamatan
tanah dapat dilakukan melalui: (a) pemboran, (b) minipit, (c) profil tanah.

(a). Pemboran
Pengamatan melalui pemboran diperlukan apabila ingin memperoleh data sifat-sifat
morfologi tanah secara terbatas, pengecekan batas satuan peta tanah, dan penyebaran tanahnya.
Dalam pengamatan pemboran terdapat sifat-sifat morfologi yang tidak dapat dideskripsi, misalnya
struktur tanah, pori-pori tanah, batas horizon, sebab tanah yang terambil oleh bor kondisinya sudah
terganggu atau tertekan (bukan merupakan profil utuh). Sifat tanah yang diamati: tekstur, warna,
konsistensi, adanya konkresi, kerikil dan karatan. Oleh karena itu pengamatan tanah dengan
pemboran biasanya bertujuan untuk pengecekan kondisi tanah dalam rangka penentuan lokasi profil
yang akan dibuat, pengamatan pada tanah yang tidak memungkinkan dilakukan pada profil,
misalnya pada lahan rawa tergenang, tanah dengan muka air tanah dangkal, tanah bertekstur pasir
lepas, tanah gambut dalam kondisi tergenang dan banyak berserat (fibrik) atau untuk menetapkan
selang sifat tanah tertentu. Pemboran dilakukan juga pada profil minipit untuk mengetahui lapisan-
lapisan tanah di bawahnya.

(b). Minipit

Minipit dibuat seperti profil tanah, namun ukurannya lebih kecil dan lebih dangkal.
Tujuannya untuk mendapatkan data sifat-sifat morfologi horizon penciri (lapisan bawah) dan untuk
mengetahui penyebaran variasi sifat-sifat tanah pada suatu daerah yang dipetakan. Tidak ada
ketentuan ukuran minipit yang pasti, tetapi biasanya berukuran 0,5 x 0,5 x 0,5 meter yang
memungkinkan pengamatan tanah dapat dilakukan dengan baik. Untuk melengkapi deskripsi lapisan
yang lebih dalam (>0,5 m), maka dapat dilanjutkan dengan pemboran sampai kedalaman yang
diinginkan.

(c). Profil tanah

Pengamatan melalui profil tanah diperlukan untuk mendapatkan data sifat-sifat morfologi
tanah secara lengkap, karena sisi profil dapat terlihat dengan jelas. Pada kondisi tertentu, pembuatan
profil tidak bisa dilakukan, misal tanah tergenang air atau muka air tanah dangkal, tekstur tanah
terlalu kasar (pasir), gambut dalam kondisi bukan gambut matang. Dalam kondisi demikian
pengamatan tanah dapat dilakukan melalui pemboran atau minipit pada bagian atas, yang kemudian
dilanjutkan dengan pemboran.

2
Cara pembuatan profil tanah

- Lubang profil umumnya harus cukup besar, supaya orang dengan mudah dapat duduk/berdiri di
dalamnya dan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sempurna. Profil berukuran panjang 2 m, lebar 1
m, dalam 1,5 m atau sesuai dengan bagian penentu (control section) dari Ordo tanah.

- Bagian sisi profil tanah yang diamati adalah sisi yang terkena sinar matahari agar tampak terang.
Apabila profil terdapat pada lahan yang berlereng/miring, maka sisi profil yang diamati adalah sisi
dinding di bagian atas lereng.

- Tanah bekas galian profil tidak boleh ditimbunkan di atas sisi profil yang akan diamati, karena akan
mengganggu pengamatan/pemeriksaan dan pengambilan contoh tanah.

Cara Pengamatan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum pengamatan tanah:


- Profil tanah yang akan diamati harus bersih dan terang.
- Semua alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan harus bersih.
- Jika lubang profil berair harus dibuang terlebih dahulu (ditimba) dan dijaga supaya permukaan air
tetap rendah.
- Jangan melakukan pengamatan pada waktu hujan, atau pada waktu cahaya matahari sudah/masih
lemah (pagi atau sore hari).
- Bila keadaan tanah sangat kering, sebaiknya profil dibuat lembab dengan jalan menyemprotnya
dengan air.

Tahapan pengamatan profil tanah:

- Lakukan orientasi pada seluruh profil tanah dan perhatikan adanya perbedaan-perbedaan sifat-sifat
tanah dalam setiap lapisan tanah.
- Gunakan pisau di tangan kanan untuk menusuk-nusuk atau mencungkil- cungkil dinding profil yang
akan dideskripsi, untuk mengetahui perbedaan kekerasan atau kepadatan dari keseluruhan profil.
Sementara itu dengan tangan kiri untuk merasakan perbedaan tekstur dengan meremas-remas
tanahnya.
- Tarik batas berdasarkan perbedaan-perbedaan yang dirasakan dan dilihat. Jika warna dan tekstur
sama, maka perbedaan struktur, konsistensi, dan kandungan bahan kasar digunakan sebagai dasar
penarikan batas lapisan.
- Pasang meteran sehingga bisa diketahui kedalaman dan ketebalan tiap lapisan kemudian diberi
nomor.
- Selanjutnya lakukan deskripsi dan pencatatan hasilnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:

• Tiap lapisan/horizon ditentukan kedalaman dan ketebalannya, diberi nomor, misal KM-10/I
(0-25 cm). Artinya pengamatan dari singkatan
nama pemeta dengan urutan nomor 10, lapisan ke 1, kedalaman antara 0 - 25 cm.
• Tiap batas lapisan/horizon ditentukan kejelasannya dan topografinya. Misalnya
kejelasannya adalah jelas (clear) dan topografinya rata (smooth).
• Tiap lapisan/horizon berturut-turut dari atas ke bawah ditentukan sekaligus warna, tekstur,
struktur, konsistensi dan karatannya, warna matriks dan atau karatan ditentukan berdasarkan
satuan-satuan dalam buku standar warna Munsell Soil Color Chart, misalnya 10YR 3/1.
• Tekstur ditentukan berdasarkan tekstur 12 kelas, misalnya pasir (sand), pasir berlempung
(loamy sand), liat (clay), liat berdebu (silty clay).
• Struktur tanah yang diamati meliputi bentuk, ukuran, dan tingkat perkembangan.
• Konsistensi ditentukan berdasarkan keadaan basah, lembab atau kering.
• Karatan yang diamati meliputi kadar, ukuran, bandingan, batas dan bentuk.

3
• Selanjutnya seluruh profil diamati berturut-turut keadaan perakaran, padas, kandungan
CaCO3, bahan organik, corak istimewa lain dan ada tidaknya substratum.
• Dari keterangan-keterangan tersebut dapat diisi simbol dari tiap lapisan/horizon.
• Ciri-ciri tertentu dapat digunakan sebagai pembeda Seri tanah atau Macam tanah di tempat
lain.

1.2.Rumusan masalah

cara melakukan identifikasi tanah berdasarkan referensi yaitu metode USCS ?


Kelompok-kelompok tanah utama sistem klasifikasi USCS :
Jenis Prefik Sub Sufiks
Tanah
Kerikil sG Kelompok
Gradasi baik W
Gradasi buruk P
Pasir S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C W2 <50% L
Organik O W2 >50% H
Gambut Pt

Batas-Batas Konsistensi
Dalam masalah tanah penting bagi kita untuk mengetahui pengaruh kadar air terhadap sifat-sifat
mekanis tanah, misalnya kita campurkan air terhadap suatu sampel tanah berbutir halus (lanau,
lempung atau lempung berlumpur) sehingga mencapai keadaan cair. Bila campuran itu dikeringkan
sedikit demi sedikit maka sampel tanah itu akan melalui beberapa keadaan tertentu dari cair
sampai keadaan beku (padat).

Kegunaan batas-batas konsistensi tanah


Batas cair dan batas plastis tidak secara langsung memberi angka-angka yang dapat dipakai dalam
perhitungan desain atau desain. Yang kita peroleh dari percobaan Atterberg limit ini adalah gambaran
secara garis besar akan sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Tanah yang batas cairnya tinggi
biasanya mempunyai sifat-sifat teknis yang buruk, yaitu kekuatannya rendah, kompresibilitasnya
tinggi dan sulit dalam pemadatannya. Untuk macam-macam tanah tertentu Atterberg limit dapat
dihubungkan secara empiris dengan sifat-sifat lainnya, misalnya dengan kekuatan geser atau
compression index dan sebagainya.

Batas cair
Batas cair (liquid limit) adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis
(yaitu batas atas atau daerah plastis) atau menyatakan kadar air minimum dimana tanah masih
dapat mengalir dibawah beratnya. Cara menentukan nya adalah dengan menggunakan alat
Cassagrande. Tanah yang telah dicampur dengan air ditaruh di dalam mangkuk Cassagrande
dan di dalamnya dibuat alur dengan menggunakan alat spatel (grooving tool). Bentuk alur sebelum
dan sesudah percobaan tampak berbeda. Engkol dibuka sehingga mangkuk dinaikkan dan dijatuhkan
pada dasar dan banyaknya pukulan dihitung sampai kedua tepi alur tersebut berhimpit. Biasanya
percobaan ini dilakukan terhadap beberapa contoh tanah dengan kadar air berbeda dan banyaknya
pukulan dihitung untuk masing-masing kadar air.(Das dkk,1995)

Batas plastis
Batas plastis (plastic limit) adalah kadar air pada batas bawah daerah plastis atau kadar
air minimum dimana tanah dapat digulung-gulung sampai diameter 3,1 mm (1/8 inchi). Kadar
air ini ditentukan dengan menggiling tanah pada plat kaca hingga diameter dari batang yang
dibentuk mencapai 1/8 inchi. Bilamana tanah mulai pecah pada saat diameternya 1/8 inchi, maka
kadar air tanah itu adalah batas plastis.

4
Batas susut
Batas susut menunjukkan kadar air atau batas dimana tanah dalam keadaan jenuh yang sudah
kering tidak akan menyusut lagi, meskipun dikeringkan terus atau batas dimana sesudah kehilangan
kadar air selanjutnya tidak menyebabkan penyusutan volume tanah. Percobaan batas susut (shrinkage
limit) ini bertujuan untuk mengetahui batas menyusut tanah.

Indeks plastisitas
Selisih antara batas cair dan batas plastis ialah daerah dimana tanah tersebut dalam keadaan
plastis (plasticity index).
PI = LL – PL
Keterangan:
PI = Indeks Plastisitas
LL = Batas cair
PL = Batas plastis
Hubungan Indeks Plastis dengan Tingkat
Plastisitas dan Jenis Tanah Menurut Atterberg (Jumikis 1979)
Tingkat Jenis Tanah
PI Plasisitas
0 Tidak Plastis Pasir
0<PI<7 Plasisitas Rendah Lanau
7-17 Plasisitas Sedang Lanau-
>17 Lempung
Plasisitas Tinggi Lempung

cara melakukan identifikasi tanah di lapangan dan melakukan klasifikasi tanah berdasarkan
AASTHO?
Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO
Sistem klasifikasi AASHTO awalnya membagi tanah kedalam 8 kelompok, A-
1 sampai A-8 termasuk subkelompok. Sistem yang direvisi (Proc. 25 th Annual Meeting
of Highway Research Board, 1945) mempertahankan delapan kelompok dasar tanah tadi
tapi menambahkan dua subkelompok dalam A-1, empat kelompok dalam A-2, dan dua
subkelompok dalam A-7. Kelompok A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau
rawang yang ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Tanah-tanah dalam tiap
kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompok, yang dihitung dengan rumus- rumus
empiris. Pengujian yang dilakukan hanya analisis saringan dan batas-batas Atterberg
(Bowles, 1984).
merupakan sistem klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO. Tanah A-1 sampai A-3
adalah tanah berbutir (granular) dengan tidak lebih dari 35 persen bahan lolos saringan
No.200. Bahan khas dalam kelompok A-1 adalah campuran bergradasi baik dari kerikil,
pasir kasar, pasir halus, dan suatu bahan pengikat (binder) yang mempunyai plastisitas
sangat kecil atau tidak sama sekali (Ip ≤ 6). Kelompok A-3 terdiri dari
campuran pasir halus, bergradasi buruk, dengan sebagian kecil pasir kasar
dan kerikil, fraksi lanau termasuk bahan tidak plastis lolos saringan No.200

5
6
Kelompok A-2 juga merupakan bahan berbutir tetapi dengan jumlah bahan yang lolos
saringan No.200 yang cukup banyak (tidak lebih dari 35 persen). Bahan ini terletak di
anatara bahan dalam kelompok A-1 dan A-3 dan bahan
lanau – lempung dari kelompok A-4 sampai A-7. Kelompok A-4 sampai A-
7 adalah tanah berbutir halus dengan lebih dari 35 persen bahan lolos
saringan No.200.
2. Sistem Klasifikasi Tanah Sistem Unified (USCS)
Dalam sistem ini, Cassagrande membagi tanah atas 3 (tiga) kelompok
(Sukirman, 1992) yaitu :

7
a Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan No. 200. b Tanah
berbutir halus, > 50% lolos saringan No. 200.
c Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau dan sisa-sisa tumbuh- tumbuhan
yang terkandung didalamnya,
1.3.Tujuan
Tujuan dari penyusunan Buku Pedoman Pengamatan Tanah di Lapangan ini adalah:
a. Memberi pedoman teknis untuk pengamatan, pengukuran dan pencatatan sifat-sifat tanah di
lapangan.
b. Sebagai buku panduan baru yang dapat mengikuti perkembangan sistem klasifikasi tanah
nasional maupun internasional (sistem Taksonomi Tanah atau FAO).
c. Sebagai buku panduan untuk pengisian hasil deskripsi profil yang terkomputerisasi.
d. Sebagai pedoman/panduan bagi para peneliti dan teknisi pemetaan tanah, khususnya di Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian maupun para praktisi di
institusi lain.
e. Sebagai rujukan standar pengamatan tanah di Indonesia.

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tanah

Tanah merupakan bagian terpenting dalam suatu konstruksi seperti bangunan, jalan, dan beban
lalu lintas karena tanah mempunyai fungsi sebagai penyangga konstruksi atau dengan kata lain
pada tanah inilah suatu konstruksi bertumpu. Tanah merupakan material yang terdiri dari
agregat (butiran) mineral-mineral padat tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari
bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan
gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel padat tersebut (Das dkk, 2010).

Tanah membagi bahan-bahan yang menyusun kerak bumi secara garis besar menjadi dua
kategori: tanah (soil) dan batuan (rock), sedangkan batuan merupakan agregat mineral yang satu
sama lainnya diikat oleh gaya-gaya
kohesif yang permanen dan kuat (Terzaghi, 1996).
Tanah selalu memiliki peranan yang penting disetiap lokasi pekerjaan konstruksi. Hal ini
dikarenakan tanah adalah struktur bawah (pondasi) yang mendukung semua beban bangunan
yang akan didirikan di atasnya. Akan tetapi, sering dijumpai beberapa kasus dimana lokasi
memiliki daya dukung tanah yang kurang baik, sehingga sulit untuk membangun sebuah konstruksi
di atas tanah
tersebut. Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi
yang diatas sekali. Adapun bahan-bahan penyusun tanah adalah himpunan mineral, bahan organik,
dan endapan- endapan yang relative lepas (loose) yang terletak diatas batuan dasar (Bedrock).
Berdasarkan letak geografis suatu tempat, jenis tanah, karakteristik dan sifat tanah, tidak semua
jenis tanah itu sama sehingga belum tentu tanah
tersebut baik digunakan untuk pendukung kekuatan struktur konstruksi. Tidak mengherankan
apabila kita sering melihat naik turunnya tanah pada pondasi bangunan maupun jalan raya yang
diakibatkan penurunan tanah (deformasi).
Tanah juga merupakan material kontruksi yang paling tua dan juga sebagai material dasar
yang sangat penting karena merupakan tempat dimana stuktur bangunan didirikan dalam bidang
pekerjaan konstruksi.
Dalam penelitian ini diambil sampel tanah di Gampong Meurandeh yang merupakan salah satu
desa yang terletak di Kota Langsa tepatnya di Kecamatan Langsa Lama. Sebagaimana kita
ketahui bahwa dengan berdirinya Universitas Samudra dan ditetapkan menjadi perguruan
tinggi negeri, daerah ini sekarang berada dalam kondisi pengembangan terutama dalam hal
pembangunan sehingga diperlukan kajian awal mengenai klasifikasi tanah agar kekuatan
konstruksi sesuai dengan kondisi tanah.

2.2 Klasifikasi Tanah

Penetapan klasifikasi tanah di lapangan sangat penting agar lebih memudahkan pekerjaan di
kantor, walaupun masih perlu dimantapkan setelah tersedia data tanah hasil analisis di
laboratorium. Klasifikasi tanah yang digunakan mengacu pada sistem Klasifikasi Tanah Nasional
(Subardja et al.2016) serta padanannya menurut sistem klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey
Staff 2014), atau terjemahannya (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian 2015).
Klasifikasi tanah di lapangan sedapat mungkin ditetapkan sampai tingkat Macam tanah,
walaupun masih bersifat sementara, misal berdasarkan sifat fisik dan pH lapangan untuk menduga
kejenuhan basa, antara lain untuk Regosol Distrik atau Kambisol Eutrik. Untuk padanannya,
digunakan klasifikasi tanah menurut sistem klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff 2014).

9
BAB 3
ISI

3.1 Identifikasi tanah di lingkungan sekitar

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian tersebut
akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis mengambil lokasi di Pekanbaru
Rumbai Pesisir.

Metode pengumpulan data


Data yang diperlukan dalam penelitian ini
dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Data Primer yang diperoleh dengan cara mengadakan peninjauan atau survei langsung di
lapangan.
Peninjauan langsung di lapangan dilakukan dengan beberapa pengamatan dan identifikasi.
Pengamatan dan identifikasi langsung tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Letak dan kondisi wilayah Rumbai Pesisir
b. Sampel Tanah.
2. Data Sekunder yang diperoleh dari catatan-catatan, laporan, buku dan bagian/instansi yang terkait.
Data sekunder yang dikumpulkan adalah peta lokasi.

Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian merupakan faktor yang berpengaruh dan sangat diperlukan untuk
menentukan klasifikasi tanah.

Pengambilan sampel
Sampel tanah yang diambil meliputi tanah tidak terganggu (undisturbed soil) yaitu tanah yang
masih alami yang tidak terganggu oleh lingkungan luar. Sampel tanah diambil dibeberapa titik,
sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah yang mewakili tanah di lokasi Pengambilan
Sample.

Benda uji
Sampel tanah yang diuji pada penelitian ini yaitu tanah yang berasal Pekanbaru Rumbai Pesisir
Sebelum diuji, sampel dijemur terlebih dahulu untuk memudahkan dalam proses penyaringan agar
butirannya tidak melekat satu sama lain, kemudian diayak lolos saringan yaitu No.4 (4,75 mm), No.10
(2 mm), No.40 (0,42 mm) dan No.200 (0,074 mm).

Pelaksanaan pengujian

1. Uji Kadar Air


Pengujian menggunakan standar ASTM D-2216. Adapun cara kerja yaitu:
a. Menimbang cawan yang akan digunakan dan
memasukkan benda uji kedalam cawan dan menimbangnya.
b. Memasukkan cawan yang berisi sampel kedalam oven dengan suhu 110°C selama 24 jam.
c. Menimbang cawan berisi tanah yang sudah di oven
dan menghitung presentase.

Uji Analisis Saringan


Pengujian menggunakan standar ASTM D-422, AASHTO T88 (Bowles, 1991). Adapun langkah
kerja sebagai berikut:
a. Mengambil sampel tanah, memeriksa kadar airnya.

10
b. Meletakkan susunan saringan diatas mesin penggetar dan memasukkan sampel tanah pada
susunan yang paling atas kemudian menutup rapat.
c. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan
mesin penggetar selama kira-kira 15 menit.
d. Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah yang tertahan diatasnya.

Uji Batas Atterberg


a. Batas cair (Liquid Limit)
Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-
4318. Adapun cara kerja antara lain:
1. Mengayak sampel tanah dengan menggunakan saringan No.40.
2. Mengatur tinggi jatuh mangkuk Casagrande setinggi 10 mm.
3. Sampel tanah yang lolos saringan No.40, diberi air sedikit demi sedikit dan aduk
hingga merata kemudian dimasukkan kedalam mangkuk Casagrande.
4. Membuat alur tepat ditengah-tengah dengan membagi benda uji dalam mangkuk
Casagrande tersebut dengan menggunakan grooving tool.
5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu sepanjang 13 mm sambil
menghitung jumlah ketukan dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10 – 40 kali.
6. Mengambil sebagian benda uji untuk
pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja yang sama untuk benda uji dengan
keadaan adonan benda uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji dengan
jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah 25 ketukan dan 2 buah diatas 25
ketukan.

Batas Plastis (Plastic limit)


Pengujian ini menggunakan standar ASTM D-
4318. Adapun cara kerjanya sebagai berikut:
1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan dengan saringan No.40.
2. Mengambil sampel tanah kira-kira sebesar ibu jari kemudian digulung diatas plat
kaca hingga mencapai diameter 3 mm sampai retak-retak atau putus-putus.
3. Memasukkan benda uji ke dalam container kemudian ditimbang.
4. Menentukan kadar air benda uji.

Perhitungan:
1. Nilai batas plastis (PL) adalah kadar air rata- rata dari ketiga benda uji.
2. Indeks plastisitas (PI) adalah harga rata-rata
dari ketiga sampel tanah yang diuji.
PI = LL – PL

Tahap klasifikasi USCS

Analisa USCS (Unified Soil Classification System) didasarkan pada sifat tekstur tanah dan sistem
ini menempatkan tanah dalam dua kelompok:
1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir kurang dari 50% berat
total
2. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50% berat.

Adapun klasifikasi dengan metode USCS ditentukan oleh parameter-parameter:


1. Jenis ukuran butiran kerikil lewat ayakan No.3 tertahan ayakan No. 4, dan pasir lewat ayakan
No.4 tertahan ayakan No. 200, Lanau dan lempung lewat ayakan No.
200
2. Koefisien Keseragaman
3. Batas-batas Atteberg

11
Sampel Tanah
Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini, diambil dari tiga lokasi yang berbeda dan
dengan berat
kering yang berbeda pula. Adapun Sampel tanah yang diambil adalah:
1. Sampel 1 dengan berat kering 600 gr.
2. Sampel 2 dengan berat kering 930 gr
3. Sampel 3 dengan berat kering 890 gr

Analisis Ayakan
Analisis ayakan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan kasar dengan
menggunakan saringan.

Sampe iamet Bera Kumulatif


lTana Saringan er tTert (%)
Tertahan Lolos
h No 4 4,75
(mm 0,00
ahan 0,00 100,0
No 10 ) 2 7,80 1,30 098,70
Samp NoNo 40 0.42 323,00 53,83 46,17
0.074 256,90 42,82 2,05
el Pan
200 12,30 2,05 0,00
1 Jumlah 600,00 100,0
No 4 4,75 0,00 00,00 100,0
No 10 2 3,16 0,34 099,66
No 40 0.42 224,83 24,18 75,48
Samp No 0.074 672,00 72,26 3,23
el Pan
200 30 3,23 0,00
2 Jumlah 930,00 100,0
No 4 4,75 0,80 00.08 100,0
No 10 2 10,47 1.18 099,66
Samp NoNo 40 0.42 344,00 38,65 75,48
0.074 509,00 52,70 3,23
el Pan
200 25,73 2,89 0,00
3 Jumlah 890,00 100,0
0
Dari Tabel dapat dilihat bahwa sampel , 2 dan 3
termasuk dalam divisi tanah berbutir kasar dengan ≥ 50%

Sampel 1 yaitu 42,82% butiran yang tertahan dan


termasuk dalam pasir dengan ≥ 50% fraksi kasar lolos
saringan No.4 yaitu 100% butiran yang lolos.
2. Sampel 2 72,26% butiran yang tertahan dan termasuk
dalam pasir dengan ≥ 50% fraksi kasar lolos saringan
No.4 yaitu 100% butiran yang lolos.
3. Sampel 3 yaitu 57,20% butiran yang tertahan dan
termasuk dalam pasir dengan ≥ 50% fraksi kasar lolos
saringan No.4 yaitu 99,91% butiran yang lolos.

12
Gambar (komposisi campuran), menunjukan bahwa persen kumulatif lolos ayakan No.4
dan No.200 pada ketiga sampel tidak berbeda jauh yaitu >90% dan
<10%, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel baik itu sampel termasuk dalam divisi
tanah berbutir kasar dengan ≥ 50% butiran tertahan saringan No.200 dan pasir
dengan ≥ 50% fraksi kasar lolos saringan No.4.
Analisis Atterberg Limit

Batas cair (liquid limit)


Batas cair atau liquid limit (LL) didefinisikan sebagai nilai kadar air tanah pada batas antara
keadaan cair dan plastis atau pada 25 ketukan. Adapun batas cair untuk masing-masing sampel
dapat dilihat pada grafik-grafik berikut:

Dari grafik yang didapat maka nilai batas cair atau liquid limit (yaitu nilai kadar air pada jumlah
ketukan sebanyak 25) untuk sampel 1 nilai Liquid Limit-nya (LL) adalah 30,56%.

Indeks plastisitas (plasticity index)


Indeks plastisitas atau plasticity index (PI) yang merupakan nilai selisih dari batas cair dan batas
plastis. dapat dilihat pada tabel berikut:

Dari Tabel dapat dilihat bawa Indexs Plastisitas dari Sampel 1 adalah 2,64, Sampel 2 -20,86, dan
Sampel 3 adalah 1,72.
Pembahasan
Analisis sampel di tiga titik berbeda dengan analisis ayakan dan atterberg limit. Berdasarkan
dari data
USCS sebagai berikut:

Dari Tabel dapat dilihat seluruh sampel didominasi oleh jenis tanah pasir dengan nilai rata-rata
mencapai 97,25%. Setelah diperoleh jenis tanah, selanjutnya menganalisa klasifikasi tanah dengan
berdasarkan metode USCS.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa seluruh sampel baik itu sampel
1, 2 dan 3 termasuk dalam divisi tanah berbutir kasar dengan
≥ 50% butiran tertahan saringan No.200 dan pasir dengan
≥ 50% fraksi kasar lolos saringan No.4.
Dari hasil analisis ayakan ini diketahui bahwa tanah
berjenis pasir baik itu SW, SP, SM, ataupun SC.

13
Adapun syarat klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus dalam metode USCS adalah sebagai
berikut:
1. Kurang dari 5% lolos saringan No.200: GW, GP,SW, SP
2. 5% - 12% lolos saringan No.200: Batasan klasifikasi
yang mempunyai simbol dobel
3. lebih dari 12 % lolos saringan No.200: GM, GC, SM,SC.
Seluruh sampel memiliki nilai kurang dari 5% lolos saringan No.200 sehingga dapat disimpulkan
bahwa tanah berjenis pasir baik SW ataupun SC. Selanjutnya untuk menentukan apakah tanah
berjenis pasir SW atau SP maka langkah terakhir yang dilakukan adalah dengan menentukan nilai
Koefisien Keseragaman (Cu) ataupun Koefisien Gradasi Cc. Adapun kriteria klasifikasi yaitu:
1. Tanah berjenis pasir SW jika nilai Cu>6 atau 1<Cc < 3
2. Namun tanah berjenis pasir SP jika tidak memenuhi

Untuk memperoleh data diameter yang bersesuaian dengan % lolos ayakan dibutuhkan grafik
ukuran tanah. Adapun grafik ukuran tanah disajikan pada Gambar berikut ini.

Berdasarkan Gambar dapat dilihat nilai Cu dan


Cc untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari ketiga sampel maka dapat dilihat bahwa seluruh sampel
tanah berjenis pasir bergradasi buruk, pasir berkerikil sedikit atau sama sekali tidak mengandung
butiran halus yang diberi simbol SP.

3.2 Klasifikasi Tanah

Penetapan klasifikasi tanah di lapangan sangat penting agar lebih memudahkan pekerjaan di
kantor, walaupun masih perlu dimantapkan setelah tersedia data tanah hasil analisis di
laboratorium. Klasifikasi tanah yang digunakan mengacu pada sistem Klasifikasi Tanah Nasional
(Subardja et al.2016) serta padanannya menurut sistem klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey
Staff 2014), atau terjemahannya (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian 2015).
Klasifikasi tanah di lapangan sedapat mungkin ditetapkan sampai tingkat Macam tanah,
walaupun masih bersifat sementara, misal berdasarkan sifat fisik dan pH lapangan untuk menduga
kejenuhan basa, antara lain untuk Regosol Distrik atau Kambisol Eutrik. Untuk padanannya,
digunakan klasifikasi tanah menurut sistem klasifikasi Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff 2014).

14
BAB 3
PENUTUP

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tanah di Pekanbaru Rumbai Pesisir
dengan mengambil sampel di tiga titik berbeda menghasilkan klasifikasi tanah yang sama dengan
metode USCS yaitu tanah berjenis pasir bergradasi buruk, pasir berkerikil sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran halus yang diberi simbol SP.

DAFTAR PUSTAKA

15
Abdul Jalil, Hajlul Fajrina, Studi Campuran Kapur Pada Tanah Lempung Terhadap Permeabilitas
Dan Kecepatan Konsolidasi (Studi Kasus Tanah Desa Cot Girek Kandang Kecamatan Muara Dua
Kabupaten Aceh Utara, Teras Jurnal Vol. 6, No. 1 Maret 2016.
Adzuha Desmi, Utari Sniwat,Pengaruh Campuran Abu Sabut Kelapa Dengan Tanah Lempung
Terhadap Nilai CBR Terendam (Soaked) Dan CBR Tidak Terendam (Unsoaked)
–Teras Jurnal, Vol.7, No.1, Maret 2017 P-ISSN 2088-0561
E-ISSN 2502-1680
Bowles, Joseph E. Johan K. Helnim. Sifat-sifat Fisis dan
Geoteknis Tanah (Mekanika tanah). PT. Erlangga, Jakarta,
1991
Das, Braja, dkk. Batas Plastis dan Batas Cair. Surabaya. 1995.
Das, Braja, dkk 2010. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip
Rekayasa Geoteknis) Jilid 1. Surabaya.
Djarwanti, N. ‘Pendugaan Potensi Air Tanah Dengan Metode
Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Di Kampus Tegal Boto
Universitas Jember’, Media Teknik Sipil, 8(2), pp. 109–
114.2009
Hardiyatmo H .C., 2012. Mekanika Tanah 1. Bandung. Gadjah
Mada University Press
Hendarsin, Shirley L. Perencanaan Teknik Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil. Politeknik Negeri
Bandung, Bandung. 2000. Jumikis, A. R., Rock Mechanics. United Stated of America:
Trans Tech Publications. 1979.
Muhammad Ari Ridwansyah, M. Farid Ma’ruf dkk, Stabilisasi Tanah Ekspansif Dengan
Penambahan Pasir (Studi Kasus: Dusun Jatiluhur, Desa Glagahagung, Kecamatan Purwoharjo,
Kabupaten Banywangi, Jurnal Rekayasa Sipil Dan
Lingkungan, ISSN 2548-9518 Vol. 2, No. 1, Juli 2017
Terzaghi, K dan Peck R B. Mekanika Tanah dalam Praktek
Rekayasa Jilid 1. Erlangga, Jakarta. 1996.
Woelandari Fathonah, Dwi Esti Intari dkk, Pemanfaatan Limbah Plastik PET (Polyethylene
Terephthalate) Sebagai Bahan Stabilisasi Tanah lempung Ekspansif, Jurnal Pondasi,
Volume 7 No. 2 2018
Google, Wikipedia

16

Anda mungkin juga menyukai