Anda di halaman 1dari 42

PROPSAL SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN TEKANAN AIR PORI TERHADAP


TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK MENGGUNAKAN PROGRAM
PLAXSIS 2D

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat penulisan tugas akhir pada


jurusan Teknik Sipil

Diusulkan Oleh,

ZHILLAN ZHOLILA

160110076

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2021
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan dunia konstruksi yang semakin pesat, membuat banyak
terjadi kegiatan pembangunan infrastruktur hampir diseluruh wilayah. Kegiatan
konstruksi yang dilakukan tidak lepas dari pekerjaan tanah yang menjadi dasar
berdirinya infrastruktur hampir diseluruh tempat. Banyaknya konstruksi bangunan
yang dibangun menimbulkan masalah hal keterbatasan lahan dan daya dukung
tanah yang kurang baik. Tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari
agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara
kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang mengalami pelapukan
disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantar partikel-
partikel padat (Braja M Das, 1999).
Tanah berbutir halus yang merupakan tanah berkohesi yang disebut tanah
kohesif. Tanah kohesif merupakan tanah yang terdiri dari butir-butir yang sangat
kecil seperti lempung dan lanau. Tanah lunak dapat mengembang dan menyusut
akibat masuk atau keluarnya air. Tanah lunak mempunyai sifat geser yang rendah,
kemampatan yang tinggi, koefisien permeabilitas yang rendah dan mempunyai
daya dukung yang rendah.
Dikarenakan tanah lunak memiliki daya dukung kurang baik ketika diberi
beban akan terjadi kondisi undrained pada waktu dekat setelah penimbunan,
dalam kondisi ini air belum terdisipasi sepenuhnya dari pori-pori tanah akibat
pembebanan, tegangan total menjadi terdistribusi diantara tegangan efektif tanah
dan tekanan air pori tanah, tegangan tambahan ini menyebabkan keluarnya air
pori yang berlebih dari pori-pori tanah dan mengakibatkan kelongsoran serta
penurunan pada suatu timbunan, dalam hal ini perlu dipelajari perilaku terhadap
tegangan, tekanan air pori dan stabilitas untuk memperoleh timbunan yang aman

1
2

dari keruntuhan atau kelongsoran, penurunan yang berlebih dan memperhitungkan


faktor aman suatu timbunan yang akan dimodelkan.
Metode yang digunakan pada penelitiaan ini yaitu Metode Morh-columb
dan Methode Elemen Hingga (perhitungan menggunakan program software
plaxsis).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan seperti yang telah dijelaskan pada sub bab latar
belakang, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Berapakah nilai tegangan, tekanan air pori menggunakan methode mohr
columb dan software plaxsis ?
2. Berapakah kemiringan yang aman pada timbunan menggunakan software
plaxsis ?
3. Berapakah jarak aman timbunan untuk dilakukan pembangunan didekat
timbunan menggunakan software plaxsis ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Memperoleh nilai tegangan dan tekanan air pori dengan menggunakan
methode mohr columb (menggunakan software plaxsis).
2. Mengetahui kemiringan yang aman pada timbunan menggunakan software
plaxsis .
3. Mengetahui jarak aman untuk dilakukan pembangunan didekat timbunan
menggunakan software plaxsis ?

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang didapat dari penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai
berikut:
1. Dari penelitian yang dilakukan dapat mengetahui nilai tegangan dan
tekanan air pori serta kemiringan dan jarak yang aman pada timbunan
tanah lunak menggunakan software plaxsis.
3

2. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam menggunakan software


plaxsis.
3. Mengetahui metode analisis timbunan pada tanah lunak.
4. Sebagai referensi mahasiswa yang mengambil topik yang sama dengan
penelitian ini.

1.5 Ruang Lingkup Dan Batasan Masalah


Untuk memfokuskan penulis dalam penyelesaian masalah dalan penelitian
ini, perlu dibatasi ruang lingkupnya agar permasalahan dalam penelitian tidak
melebar dan tidak membutuhkan waktu yang sangat lama. Adapun ruang lingkup
dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pada analisis ini Perilaku tegangan adalah tegangan total
2. Perilaku pada tekan air pori adalah tekanan pori aktif
3. Metode yang digunakan adalah Metode Elemen Hingga menggunakan
Program Plaxis
4. Beban yang dihitung berupa berat sendiri tanah.
5. Tidak memperhitungkan biaya proyek.
6. Analisis gempa tidak dibahas.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Tanah


Tanah merupakan kumpulan butiran (agregat) mineral alami yang bisa
dipisahkan oleh suatu cara mekanik bila agregat tersebut diaduk dalam air atau
kumpulan mineral, bahan organic dan endapan-endapan yang relative lepas
(loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang
relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat. zat organik, atau oksidaoksida yang
mengendap di antara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat
berisi air, udara ataupun keduanya.
Menurut Braja M Das dalam Erlangga (1995) Tanah didefenisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak
tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik
yang mengalami pelapukan disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-
ruang kosong diantar partikel-partikel padat tersebut.
Sedangkan menurut Bowles (1989), tanah adalah campuran partikel-partikel
yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :
a. Berangkal (boulders) adalaha potongan batuan besar, biasanya lebih besar
dari 250 sampai 300 mm dan ukuran 150 mm sampai 250 mm, fragmen
batuan ini disebut kerakal (cobbles/pebbels).
b. Kerikil (gravel) adalah pertikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
c. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,
yang berkisar dari kasar dengan ukuran 3 mm sampai 5 mm sampai bahan
halus yang berukuran < 1 mm.
d. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm sampai
0,0074 mm.
e. Lempung (clay) adalah partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0,002
mm yang merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah uang kohesif.
5

f. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam dan berukuran lebih kecil
dari 0,001 mm.

2.2 Klasifikasi tanah


Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-
kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya. (Braja M
Das, 1999).
Menurut Hary Christady H (2002), terdapat dua sistem k1asifikasi yang
sering digunakan, yaitu Unified Soil Classification System dan AASHTO
(American Association of State Highway and Transportation Officials). Sistem-
sistem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi
ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitas. Klasifikasi tanah dari Sistem
Unified pertama diusulkan oleh Casagrande (1942), kemudian direvisi oleh
kelompok teknisi dari USBR (United State Bureau of Reclamation).

2.2.1 Sistem Klasifikasi Unified


Pada Sistem Unified, tanah diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar
(kerikil dan pasir) jika kurang dari 50% lolos saringan nomer 200, dan sebagai
tanah berbutir halus (lanau/lempung) jika lebih dari 50% lolos saringan nomer
200. Selanjutnya, tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan
subkelompok. Simbol-simbol yang digunakan tersebut adalah:
G = kerikil (gravel)
S = pasir (sand)
C = lempung (clay)
M = lanau (silt)
O = lanau atau lempung organik (organic silt or clay)
Pt = tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly organic soil)
W = gradasi baik (well-graded)
P = gradasi buruk (poorly-graded)
H = plastisitas tinggi (high-plasticity)
L = plastisitas rendah (low-plasticity)
6

Prosedur untuk rnenentukan klasifikasi tanah Sistem Unified adalah sebagai


berikut:
1. Tentukan apakah tanah berupa butiran halus atau butiran kasar secara visual
atau dengan cara menyaringnya dengan saringan nomer 200.
2. Jika tanah berupa butiran kasar :
a) Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran.
b) Tentukan persen butiran lolos saringan no.4. Bila persentase butiran yang
lolos kurang dari 50%, klasifikasikan tersebut sebagai kerikil. Bila persen
butiran yang lolos lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai pasir.
c) Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan no.200. jika persentase
butiran yang lolos kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik
distribusi butiran dengan menghitung Cu dan Cc. Jika termasuk bergradasi
baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila kerikil) atau SW (bila pasir).
Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila kerikil)
atau SP (bila pasir).
d) Jika persentase butiran tanah yang lolos saringan no.200 diantara 5-12%,
tanah akan mempunyai sifat keplastisan (GW-GM, SW-SM, dan
sebagainya).
e) Jika persentase butiran yang lolos saringan no.200 lebih besar 12%, harus
dilakukan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah
yang tinggal dalam saringan no.40. Kemudian, dengan menggunakan
diagram plastis, ditentukan klasifikasinya (GM, GC, SM, SC, GM-GC
atau SM-SC).
3. Jika tanah berbutir halus :
a) Kerjakan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah
yang tinggal dalam saringan no. 40. Jika batas cair lebih dari 50,
klasifikasikan sebagai H (plastisitas tinggi) dan jika kurang dari 50,
klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah).
b) Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A, tentukan apakah tanah organic (OH) atau
7

anorganik (MH). Jika plotnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai


CH.
c) Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik
plastisitas di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi
tanah tersebut sebagai organik (OL) atau anorganik (ML) berdasar
warna, bau atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan
mengeringkannya di dalam oven.
d) Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area
yang diarsir, dekat dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, gunakan
simbol dobel.
Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi Tanah Unified

2.2.2 Sistem Klasifikasi AASHTO


Sistem klasifikasi AASHTO (Ameciran Association Of State Highway And
Trasnportation Official ) Sistem ini dikembangkan tahun 1929 sebagai Public
Road Administration Classification System. Sistem ini mengalami beberapa kali
perbaikan, versi yang saat ini berlaku diajukan oleh Commite on Classification of
Materials for Subgrade and Granular Type Road of The Highway Reessearch
Board tahun 1945 (ASTM standard no D-3282, AASHTO metode M145).
8

Sistem ini bermanfaaat untuk menentukan kualitas tanah guna menentukan


kualitas tanah untuk perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem
ini untuk maksud dan tujuannya. Sistem ini membagi tanah kedalam 8 kelompo
utama yaitu A-1 sampai denga A-8. Tanah yang diklasifikasikan dalam A-1, A-2,
dan A-3 adalah tanah berbutir (kurang dari 35 % lolos ayakan No. 200), Tanah
yang diklasifikasi dalam A-4, A-5, A-6 dan A-7adalah tanah berbutir halus
berbutir (lebih dari 35% lolos ayakan No. 200), tanah berbutir halus sebagian
besar adalah tanah lanau-lempung. Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria
dibawah ini:
1. Ukuran Butir
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 in) dan tertahan
pada ayakan No. 20 ( 2 mm).
Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan tertahan pada
ayakan No. 200 ( 0,0075 mm).
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos pada ayaka No. 200.
2. Plastisitas
Plastisitas merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk
pada volume konstan tanpa retak-retak atau remuk. Berlanau dipakai apabila
bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas (PI)
sebesar 10 atau kurang. Berlempung bilamana bagian-bagian yang halus dari
tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.
3. Apabila batuan (ukuran lebih dari 75 mm) ditemukan dalam sampel tanah
sampel tanah yang ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan
tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan
yang dikeluarkan harus dicatat.
Apabila sistem klasifikasi AASHTO digunakan untuk mengklasifikasi
tanah, data hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam tabel
dari kolom sebelah kiri ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan angka-angka
yang sesuai (Das,1995). indeks grup (group index, Gl) juga diperlukan selain
kelompok dan subkelompok dari tanah yang bersangkutan. Harga GI ini
dituliskan di dalam kurung setelah nama kelompok dan subkelompok dari tanah
9

yang bersangkutan. Indeks grup dapat dihitung dengan memakai persamaan


seperti di bawah ini:

GI = (F-35)[0,2 + 0,005(LL -40)] + 0,01(F -15)(PI -10)(1.37) (2.1)


di mana:
GI = indeks kelompok (group index)
F = persentase butiran yang lolos ayakan No. 200
LL = batas cair (liquid limit) indeks plastisitas.
PI = indesk plastisitas.

Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi AASHTO

.
10

2.3 Sifat Fisis Tanah


Tanah memiliki beberapa sifat-sifat dasar, sifat dasar tersebut berupa sifat
fisik yang berhubungan dengan bentuk dan ciri-ciri umun tanah. Sifat fisik
berguna untuk mengetahui jenis tanah.

2.3.1 Ukuran butiran


Ukuran partikel tanah berbeda-beda tergantung dari jenis tanah tersebut.
Ukuran butiran ditentukan dengan melakukan uji saringan dengan lubang yang
terbesar berada paling atas dan semakin kebawah semakin kecil. Dari hasil uji
saringan dapat diketahui jenis tanah.

2.3.2 Kadar Air


Kadar air (W) sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat
atau isi tanah dari volume tanah yang diteliti. Kadar air dihitung sebagai berikut :

Ww
W= × 100 % (2.2)
Ws

Dengan :
W = kadar air
Ww = berat isi
Ws = berat tanah kering

2.3.3 Berat Jenis Tanah


Berat jenis (Gs) didefenisikan sebagai perbandingan antar berat butir tanah
dengan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu. Berat butir
tanah adalah perbandingan antara berat butir dan isi butir. Berat jenis tanah dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

γs Ws (W 2−W 1)
Gs = = =
γw Vw x γw ( W 4−W 1 )−(W 3−W 2)
(2.3)

Dengan :
11

Gs = berat jenis tanah


γs = berat volume butir
γw = berat volume air
Vw = volume air
W1 = Berat piknometer
W2 = Berat piknometer + tanah
W3 = Berat piknometer + tanah + air
W4 = Berat piknometer + air

2.3.4 Angka Pori


Angka pori didefenisikan sebagai petbandingan antara volume ruang kosong
dan volume butir padat. Semakin besar nialai angka pori maka daya dukung tanah
semakin kecil. Angka pori dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Vv
e= (2.4)
Vs

Dengan :
e = Angka Pori
Vv = Volume Pori
Vs = Volume Butir Padat

2.3.5 Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume ruang
kosong dengan volume keseluruhan massa tanah. Porositas dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Vv e
np = x 100 % atau np = (2.5)
V 1+ e

dengan :
np = Porositas
e = Angka Pori
Vv = Volume Pori
V = Volume Keseluruhan Massa Tanah
12

2.3.6 Derajat Kejenuhan


Derajat Kejenuhan (S) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air
dengan volume pori. Derajat kejenuhan dinyatakan dalam presentase dan nilainya
berkisar antara 0% sampai 100% atau 0 sampai 1. Bila tanah dalam keadaan jenuh
maka nilai derajat kejenuhannya adalah 1 (100%), jika tanah dalam keadaan
kering maka nilai derajat kejenuhannya adalah 0 (0%). Nilai derajat kejenuhan
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Vw
S (%) = x 100 % (2.6)
Vv
dengan :
S = Derajat Kejenuhan (%)
Vv = Volume Pori
Vw = Voluma Air

2.4 Parameter Tanah


Parameter tanah adalah ukuran atau acuan untuk mengetahui atau meilai
hasil suatu proses perubahan yang terjadi dalam tanah , baik dari sifat dan jenis
tanah. Tanah terdiri dari tiga fase elemen, yaitu butiran padat (solid), air dan
udara, seperti ditunjukkan Gambar 2.3. data yang diperlukan dapat berupa data
pengujian di laboraturium dan data hasil pengujian dilapangan. Dalam
pengambilan sampel tanah dan pengujian dilaboraturium tidak dilakukan pada
seluruh lokasi daerah yang ditinjau melainkan dibeberapa titik yang mewakili
daerah tersebut.
Kelengkapan data dalam penyidikan lapangan menentukan hasil asumsi
dalam perencanaan, tetapi tidak semua data diperoleh dengan lengkap. Hal ini
terkait ddengan maslah biaya pengambilan sampel atau kendala non teknis yang
terjadi diasumsi dapat dipertanggung jawabkan dengan nilai kesalahan yang
minimal. Asumsi tersebut diperoleh dari korelasi empiris yang telah dilakukan
oleh ahli-ahli geoteknik yang mengacu pada pamahaman mekanika tanah yang
baik. Pemahaman mengenai komposisi tanah diperlukan untuk mengambil
13

keputusan dalam memperoleh parameter tanah. Tanah terdiri dari mineral dan
partikel batuan dalam berbagai ukuran dan bentuk dan ini dikenal dengan dengan
bagian padat pada tanah. Ruang antara partikel padat disebut pori atau void. Void
ini berisi udara, air atau keduanya. Jika void terisi penuh air maka tanah disebut
tanah jenuh. Sebaliknya, jika terisi sebagian air, maka tanah menjadi tanah tidak
jenuh. Untuk lebih memahami komponen tanah, kita harus mampu
mengkuantifikasi volume dan berat ketiga fase yang sistematisnya ditunjukkan
dalam gambar fase tanah sebagai berikut.

Gambar 2.3 Tiga Fase Elemen Tanah


Dimana :
ms, mw, ma = massa solid, air, dan udara.
Ws, Ww, Wa= berat solid, air, dan udara.
Vs, Vw, Va = volume solid, air, dan udara.
gs, gw, ga = kepadatan solid, air, dan udara.
Wt, Vt = total berat tanah dan total volume tanah.
Vv = volume void.
Dari data parameter tanah didapat dari hasil laboraturium maupun hasil
interpolasi data-data tanah yang ada. Hasil parameter nantinya akan menjadi
masukan untuk pengukuran dan analisa yang akan dilakukan.
14

2.4.1 Modulus Young


Nilai Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan perbandingan
antara nilai tegangan terjadi terhadap regangan.

Dengan menggunakan data sondir, booring dan grafik triaksial dapat


digunakan untuk mencari nilai elastisitas tanah. Nilai yang dibutuhkan adalah
nilai qc atau cone resistance. Yaitu dengan menggunakan rumus :
E = 2.qc kg/cm² (2.7)
E = 3.qc (untuk pasir) (2.8)
E = 2. sampai 8.qc (untuk lempung) (2.9)
Nilai yang dibutuhkan adalah nilai N. Modulus elastisitas didekati dengan
menggunakan rumus :
E = 6 ( N + 5 ) k/ft² (untuk pasir berlempung) (2.10)
E = 10 ( N + 15 ) k/ft² (untuk pasir) (2.11)
Perkiraan nilai Es untuk tiap jenis tanah terdapat pada Tabel 2.3. Nilai Es
untuk beberapa jenis tanah dapat diperoleh dari data sondir dan SPT seperti pada
Tabel 2.3

Tabel 2.3. Nilai Es Berdasarkan Jenis Tanah

sumber: Bowles, 1992


15

2.4.2 Poisson Ratio


Nilai poisson ratio ditentukan sebagai kompresi poros terhadap regangan
pemuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah
seperti pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Nilai Poisson Ratio Berdas Arkan Jenis Tanah

sumber: Bowles, 1992

2.4.3 Sudut Geser Dalam


Sudut geser dalam merupakan salah satu komponen yang menduung kuat
geser akibat gesekan antar partikel. Nilai ini juga didapat dari pengukuran
engineering properties tanah dengan ditrect shear test. Hubungan antara sudut
geser dalam jenis tanah ditunjukkan pada tabel 2.5
Tabel 2.5 Nilai Sudut Geser Dalam Berdasarkan Jenis Tanah
16

sumber: Das, 1999


2.4.4 Kohesi
Kohesi merupakan ukuran dari daya tarik antara partikel-partikel tanah
kohesif yang disimbolkan dengan c. Kohesi bersama dengan sudut geser dalam
merupakan perameter dari kekuata geser pada tegangan efektif. Dengan demikian
keruntuhan akan terjadi pada titik yang mengalami kritis yang disebabkan oleh
kombinasi antara tegangan geser dan tegangan normal efektif (Craig, 1989).
Dalam hal ini, benda berbentuk padat memiliki kohesi yang paling besar dan
sebaliknya pada cairan.Nilai kohesi secara empiris dapat ditentukan dari data
sondir (qc) yaitu sebagai berikut:

Kohesi ( c ) = qc/20 (2.12)

2.5 Kuat Geser Tanah


Kekuatan geser suatu massa tanah merupaka perlawanan internal tanah
terhadap keruntuhan atau pergeseran sepanjang bidang geser dalam tanah. Dengan
dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan, akan ditahan oleh
(Hardiyatmo, 2002) :
1. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi tidak
terantung dari tegangan normal yang bekerja pada bidang geser.
2. Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan
tegangan normal pada bidang gesernya.

f = c + f tan  (2.13)

Dimana :
f = Kekuatan geser
c = Kohesi
f = Tegangan Normal
tan  = faktor geser diantara butir-butir yang bersentuhan
 = Sudut Geser Dalam Tanah
17

2.6 Daya Dukung Tanah


Dalam suatu konstruksi bangunan ataupun tanah sangat diperlukan suatu
daya dukung tanah yang mencukupi. Daya dukung tanah merupakan kemampuan
tanah untuk untuk menahan beban diatasnya tanpa mengalami keruntuhan akibat
geser. Jika kekuatan atau daya dukung tanah melampaui, maka penurunan yang
berlebih atau keruntuhan akan terjadi. (Das, 1999)
Perhitungan daya dukung tanah dapat dihitung berdasarkan teori Terzaghi:
a. Daya dukung tanah untuk pondasi lajur
1
qult = cNc + DNq + BN (2.14)
2

b. Daya dukung tanah untuk pondasi bujur sangkar


qult = 1,3cNc + DNq + 0,4 BN (2.15)
c. Daya dukung untuk tanah jenuh
Apabila permukaan tanah terletak pada jarak D di atas dasar pondasi.
Qult =  (Df – D) + ’ D (2.13)
dimana :
’ = sat - w = Berat volume efektif dari tanah
D = Kedalaman pondasi
B = Lebar pondasi
 = Berat isi tanah
Nc, Nq, N = Faktor daya dukung tanah tergantung pada sudut geser

2.7 Tegangan Dalam Tanah


Tegangan adalah sebuah gaya tarik/tekan yang mana ditunjukkan oleh
sebuah matriks dalam koordinat Cartesius (sumbux, y dan z). Dalam bahasan ini
prinsip-prinsip perhitungan besarnya kenaikan tegangan pada tanah yang
diakibatkan oleh bermacam-macam pembebanan berdasarkan pada teori
elastisitas. Tanah secara aslinya sebagian besar tidak elastis penuh, tidak isotropis
dan tidak homogen, perhitungan memperkirakan besarnya kenikan tegangan
umumnya memberikan hasil yang cukup baik dan praktis dilapangan.
18

2.7.1 Tegangan Normal


Tegangan Normal Merupakan hasil perkalian dari berat volume tanah
dengan kedalaman titik yang ditinjau, dan berat volume tanah yang digunakan
merupakan berat volume alamiah tanah serta tidak memperhitungkan pengaruh
air.

σ = γt . z (2.16)

2.7.2 Tegangan Efektif


Tegangan Efektif Merupakan gaya persatuan luas yang dipikul oleh butir-
butir tanah yang pertama kali diperkenalkan oleh Terzaghi 1925, berdasarkan
hasil uji percobaan, tegangan efektif ini merupakan tegangan yang mempengaruhi
kuat geser dan perubahan volume atau penurunan tanah. Diaplikasikan pada tanah
yang jenuh sempurna yaitu:
a. Tegangan Normal Total (σ) yaitu tegangan yang diakibatkan oleh berat
tanah total termasuk air pori persatuan luas dengan arah ┴. Tegangan
normal total diberikan oleh persamaan:
P
= (2.17)
A
b. Tekanan Air Pori () atau tekanan netral yang bekerja segala arah sama
besar, butiran yaitu tekanan air yang mengisi rongga antar butiran padat.
Tekanan air pori diberikan persamaan:
 = w . Z (2.18)
c. Tegangan Normal Efektif (σ’) pada suatu bidang di dalam massa tanah,
yaitu tegangan yang dihasilkan dari beban berat butiran tanah per satuan
luas bidangnya. Tegangan normal efefktif diberi persamaan:
’ =  -  (2.19)
Hubungan dari ketiganya prinsip Tegangan Efektif adalah :
 = ’ +  (2.20)

2.7.3 Tekanan Air Pori


Pola curah hujan dan drainase dapat mengubah rezim air tanah. Hal ini
19

dapat mempengaruhi tekanan pori jika tidak dikontrol dengan benar. Sebagai
akibatnya, berat material di lereng bertambah dan dengan demikian menyebabkan
peningkatan tekanan air pori yang berujung pada penurunan tegangan efektif
yang akhirnya mengarah pada penurunan kekuatan geser. Untuk alasan ini,
penurunan tekanan air pori membua timbunan lebih stabil sementara tekanan pori
air tanah yang berkembang di sepanjang antar muka mengurangi stabilitas
timbuanan.

2.8 Pengertian Lereng


Lereng merupakan suatu penampakan permukaan alam dengan beda tinggi
dan elevasi. Akibat adanya pebedaan elevasi tersebut permukaan menjadi miring
dan akan membentuk suatu sudut terhadap bidang horizontal. Lereng secara
umum dibedakan menjadi dua yaitu, lereng alami dan lereng buatan. Lereng alami
adalah lereng yang terbentuk secara alami akibat proses geologi misalnya lereng
perbukitan dan tebing sungai. Sedangkan lereng buatan adalah lereng yang dibuat
manusia untuk suatu keperluan tertentu misalnya tanggul sungai, urugan jalan
raya, atau lereng bendungan. Berikut adalah tabel pengklasifikasian lereng
berdasarkan kemiringannya menurut United Stated Soil Sistem Management
(USSSM) dan Universal Soil Loss Equation (USLE).
Tabel klasifikasi kemiringan lereng menurut USSSM dan USLE

2.8.1 Stabilitas Lereng


Stabilitas lereng merupakan salah satu aspek penting dalam analisa dan
desain geoteknik. Stabilitas atau kemantapan lereng merupakan suatu faktor aman
dalam pekerjaan geoteknik, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia,
20

dan kelancaran pekerjaan. Selain itu, stabilitas lereng juga merupakan salah satu
syarat penting yang harus dipenuhi untuk membangun sebuah konstruksi di suatu
bidang lereng. Suatu tanah akan mengalami perubahan tegangan apabila diberikan
tambahan beban atau pengurangan beban. Pada kegiatan penimbunan yang akan
membentuk suatu lereng baru akan mengakibatkan perubahan tegangan pada
tanah yang berpengaruh terhadap kestabilan tanah akibat adanya penambahan
beban timbunan. Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut
kemiringan tertentu dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara
alami maupun buatan manusia. Timbunan merupakan suatu lereng buatan
manusia. Dalam menentukan stabilitas atau kemantapan lereng dikenal istilah
faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya
yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut
dianggap stabil.

2.8.2 Analisiss Stabilitas Lereng


Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan angka
keamanan dari suatu lereng. Angka keamanan didapatkan dari perbandingan gaya
penahan dan gaya yang menggerakkan.

f
F= (2.21)
d

Dengan:
f = kekuatan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah
d = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor
F = faktor aman
Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
¿ c +t g (2.22)
Nilai c dan adalah  parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang
longsornya. Sedangkan persamaan geser yang terjadi akibat beban tanah dan
beban lain sepanjang bidang longsornya dituliskan:
d=c d +t g (2.23)
21

Dengan cd dan adalah kohesi dan sudut geser dalam yang bekerja sepanjang
bidang longsor yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada longsornya.
c +t g
Fs = (2.24)
cd +t g d
Atau:
c tg
cd +t g d= + (2.25)
F F
Dengan:
c
Fc = (2.26)
cd
tg
F = (2.27)
t gd
Bila persamaan (2.18), (2.20), dan (2.21) dibandingkan, adalah wajar bila
Fs, menjadi sama F dengan harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap
kekuatan tanah atau bila
c tg
= (2.28)
cd t g d
Maka dapat dituliskan:
Fs=Fc=F (2.29)
Fs = 1, maka lereng adalah dalam keadaan akan longsor. Umumnya, harga
Fs = 1,5 untuk angka keamanaan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk
merencanakan stabilitas lereng (Das, 1997).

2.9 Metode Analisis Timbunan


2.9.1 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga adalah prosedur perhitungan yang dipakai untuk
mendapatkan pendekatan dari permasalahan metematis yang sering muncul pada
rekayasa teknik, inti dari metode tersebut adalah membuat persamaan matamatis
dengan berbagai pendekatan dan rangkaiaan persamaan aljabar yang melibatkan
nilai-nilai pada titik titik distrik pada bagian yang dievaluasi. Persamaan metode
elemen hingga dibuat dan dicari solusinya dengan sebaik mungkin untuk
menghindari kesalahan pada hasil akhirnya.
22

Gambar 2.4 Contoh jaring jaring dari elemen hingga

Jaring (mesh) terdiri dari elemen elemen yang dihubungkan oleh node.
Node merupakan titi titik pada jarring dimana nilai dari variable primernya
dihitung. Missal untuk analisis displacement, nilai variable primernya adalah nilai
dari displacement. Nilai nilai nodal displacement diinterpolasikan pada elemen
agar didapatkan persamaan ajabar untuk displacement, dan regangan, melalui
jaring jaring yang terbentuk.

2.9.2 Metode Mohr – Columb


Mohr (1980) menyuguhkan sebuah teori tentang keruntuhan pada material
yang menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi
kritis antara tegangan normal dan geser, dan bukan hanya akibat tegangan normal
maksimum atau tegangan geser maksimum saja. Persamaan Morh-columb
dirumuskan sebagai berikut :

¿ c + tan (2.30)

2.10 Sifat-Sifat Teknik Sampah


2.10.1 Komposisi Sampah
Sampah biasanya terdiri dari bahan heterogen yang bervariasi dari satu
tempat ke tempat lain dan berubah seiring waktu. Limbah dapat dikategorikan
menjadi limbah kota dan industri, limbah berbahaya. Pekerjaan ini berfokus pada
limbah industri yang ditempatkan di TPA untuk limbah non B3.
23

2.10.2 Limbah industri


Limbah industri dapat berupa limbah padat, cair atau gas dan dapat
dibedakan menjadi limbah B3 dan non B3. Komponen limbah industri dan lindi
dari limbah bergantung pada industri penghasil limbah tersebut. Limbah industri
dapat berupa bahan kimia organik dan anorganik, residu serat, kertas, minyak,
karet, plastik, logam, kaca, kayu, dan campurannya. Limbah industri dapat
dihasilkan dari industri seperti industri pertambangan, industri tekstil, industri
makanan, industri kertas, industri percetakan dan penerbitan, pemurnian minyak
bumi dan industri besi dan baja, dll.

2.10.3 Kadar air


Kadar air limbah didefinisikan sebagai rasio persentase berat kelembaban
dalam limbah dan berat awal sampel limbah yang digunakan. Pengalaman dan
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengendalian kadar air limbah
merupakan faktor terpenting dalam meningkatkan dekomposisi sampah di TPA
(Pohland, 1975). Kadar air bahan TPA juga bergantung pada sejumlah faktor
yang saling terkait, termasuk komposisi limbah, jenis limbah, kondisi iklim lokal,
sifat limbah, pemadatan awal, prosedur pengoperasian TPA, efektivitas sistem
pengumpulan dan pembuangan lindi, jumlah kelembaban yang dihasilkan oleh
proses biologis di dalam TPA dan jumlah kelembaban yang dihilangkan dengan
gas TPA (Mitchell & Mitchell, 1992). Untuk sebagian besar sampah, kadar air
bervariasi dari 15 sampai 40 persen dari berat kering, tergantung pada kondisi
kelembaban dan cuaca, komposisi sampah dan musim dalam setahun
(Tchobanoglous et al., 1993).

2.10.4 Porositas
Porositas adalah perbandingan volume void dengan total volume yang
ditempati oleh limbah. Volume pori limbah sangat berkurang dengan kompresi
dan penurunan yang substansial. Bio-fouling yaitu resirkulasi lindi melalui limbah
dan material lindi seperti pasir dan geotekstil (Koerner dan Koerner,
24

1994). Karena porositas berubah seiring waktu, berat unit limbah terpengaruh.
Dari literatur, porositas sampah bervariasi antara 0,4 - 0,67 tergantung pada
derajat pemadatan dan komposisi sampah (Sharma dan Lewis, 1994).

2.10.5 Berat satuan


Faktor-faktor yang mempengaruhi berat satuan sampah adalah derajat
variasi komponen sampah, keadaan dekomposisi, derajat pemadatan relatif,
ketebalan total TPA dan ketebalan tutupan harian. TPA yang memiliki banyak
puing akan memiliki berat satuan yang tinggi. Oweis dan Khera (1990)
melaporkan bahwa berat satuan sampah berkisar antara 2.8 -10.5kN / m 3. Sharma
dkk. (1990) meninjau data berat satuan dari berbagai sumber, serta melakukan
pengukurannya sendiri dan melaporkan bahwa satuan berat untuk sampah dapat
berkisar antara 3,1 hingga 13,2kN / m3. Jika data tidak tersedia, berat unit dalam
kisaran 9,4 hingga 11kN / m 3 dapat digunakan untuk evaluasi teknik, baik untuk
TPA tua yang terdegradasi dan menetap atau TPA sampah yang baru dipadatkan
(Sharma dan Lewis, 1994). Oleh karena itu, dengan menggunakan kadar air 40
persen berat unit lembab untuk TPA akan berada pada kisaran 10,8 hingga
15,4kN / m3. Dalam literatur juga dilaporkan bahwa sampah yang lebih tua
memiliki berat satuan yang lebih tinggi daripada sampah yang baru dibuang
karena sampah yang terdegradasi akan dipecah menjadi partikel-partikel yang
lebih kecil. Hal ini menyebabkan pengurangan rongga dan peningkatan massa
sampah per satuan volume.

2.10.6 Kekuatan Limbah


Parameter kekuatan geser limbah merupakan parameter yang paling kritis
untuk menentukan stabilitas lereng tempat pembuangan akhir. Parameter ini dapat
ditentukan dengan pengujian di lapangan atau di laboratorium dan juga dengan
perhitungan ulang dari pengujian lapangan dan catatan operasional. Kriteria
kegagalan Mohr-Coulomb biasanya digunakan untuk menyatakan kuat geser
limbah dan diberikan oleh persamaan berikut :
¿ c +n tan (2.31)
25

Dimana τ, c, Φ masing-masing adalah kuat geser, kohesi dan sudut geser


dalam. Menurut Fassett et al. (1994) faktor-faktor berikut mempengaruhi sifat
kekuatan sampah:
1. kandungan organik dan serat dalam sampah
2. umur sampah yang ditempatkan di TPA dan sejauh mana sampah
tersebut telah terurai
3. cara penempatannya (yaitu pemadatan upaya, ketebalan angkat dan
jumlah dan jenis penutup harian).
Dari tabel 2 kuat geser limbah berkisar antara 0 - 70kPa untuk kohesi
sedangkan sudut gesek antara 0-50 °. Tetapi untuk pertimbangan desain, ini
tampaknya nilai yang masuk akal:
1. Nilai kohesi dalam kisaran 0-30kPa dan sudut gesekan internal 20-35 °.
2. Untuk sampah yang baru ditempatkan, gunakan kohesi rendah dan sudut
gesekan tinggi karena sampah memiliki karakter yang mirip dengan
bahan butiran.
3. Untuk limbah lama, gunakan kohesi tinggi dan sudut gesekan rendah
karena peningkatan kehalusan limbah karena degradasi.

Tabel 2.10 Parameter Geser Efektif Limbah TPA (Sarsby,200)

Sumber Kohesi kN / m2 Sudut Gesekan



Duplanic (1990) 0 34

EMCON (1987) 14-20


18-35

Fang (1977) ~ 60 ~18

Jessberger (1994) 0-30 17-42

Landva dan Clark (1990) 0-23 24-41

Saarela (1987) 0-70 19-33


26

Sanchez - Alciturri et al.(1995) 0 28-35

Siegel et al. (1990) 0-70 39-50

2.11 Timbunan
Dalam pemodelan timbunan perkiraan tinggi timbunan adalah 30 m dan
dimodelkan dalam lima lapisan yang berbeda dengan lapisan 1 dipermukaan
tanah dan lapisan 5 paling atas. Lapisan tanah dibuat dari lempung sangat lunak,
lempung lunak, pasir halus sangat gembur, lanau lempung kaku dan lanau
berpasir keras. Pada timbunan yang digunakan berupa sampah yang akan
dimodelkan berdasarkan jenis-jenis sampahnya, dimana kemiringan yang
dimodelkan pada timbunan berbeda-beda. Maka dari itu diperlukan parameter
tanah dan parameter sampah sebagai timbunan untuk memudahkan dalam
melakukan analisis menggunakan sofware plaxis2D.

2.12 Program Plaxis 2D


Program Plaxis merupakan perangkat lunak yang berdasarkan metode
elemen hingga dua dimensi. Secara khusus Plaxis digunakan untuk menganalisis
deformasi, stabilitas, dan aliran air tanah dalam rekayasa geoteknik. Kondisi
sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara
axisymetris. Program ini menerapkan metode antarmuka grafis yang mudah
digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat model jaring elemen
berdasarkan penampang melintang dari kondisi yang ingin dianalisis. Secara garis
besar program Plaxis ini terdiri dari empat sub program yaitu, masukan,
perhitungan, keluaran atau hasil perhitungan dan kurva. (Anonim, 2013).
Kondisi dilapangan yang disimulasikan ke dalam program Plaxis ini
bertujuan untuk mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam
tahapan pengerjaan pada program, dengan harapan pelaksanaan di lapangan dapat
didekati sedekat mungkin pada program, sehingga respon yang dihasilkan dari
program dapat diasumsikan sebagai cerminan dari kondisi yang sebenarnya terjadi
di lapangan (Anonim, 2013)
27

Model material pada PLAXIS digambarkan dalam bentuk persamaan


matematika yang menggambarkan hubungan antara tegangan dan
regangan.Pemodelan PLAXIS dapat dianalisa dalam kondisi plane strain
maupun axisymmetry. Plane strain digunakan untuk menganalisa struktur yang
memiliki potongan melintang dengan pembebanan dan kondisi tegangan yang
seragam dan perpindahan pada arah z dianggap nol. Pemodelan axisymetry
digunakan untuk analisa struktur lingkaran yang memiliki potongan radial dan
pembebanan seragam terhadap pusat, dengan deformasi dan tegangan yang
besarnya dianggap sama pada arah radialnya. Agar didapatkan hasil yang akurat,
maka pemodelan tanah pada program PLAXIS harus disesuaikan dengan kondisi
sesungguhnya dilapangan.

Prosedur analisis dengan metode elemen hingga adalah sebagai berikut :


Membagi model fisis menjadi sejumlah elemen yang memiliki bentuk geometri
tertentu, seperti segitiga, trapesium, atau persegi.
1. Menentukan titik-titik simpul elemen sebagai titik hubung antar elemen
sehingga syarat keseimbangan dan kompatibilitas terpenuhi.
2. Menentukan fungsi perpindahan dari titik-titik dalam elemen.
3. Membentuk matriks kekakuan dan beban pada simpul untuk setiap elemen.
4. Menerapkan persamaan keseimbangan untuk tiap-tiap elemen dan
menggabungkannya untuk seluruh model.
5. Melakukan perhitungan terhadap persamaan-persamaan yang telah terbentuk
untuk menghasilkan perpindahan dan gaya elemen yang terjadi berdasarkan
syarat-syarat batas yang telah ditentukan.
6. Melakukan perhitungan tegangan yang terjadi di dalam elemen setelah gaya
elemen diketahui.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Umum
Pada pembangunan suatu kontruksi, timbunan tanah merupakan pekerjaan
struktur yang sering dijumpai. Timbunan tanah menyebabkan perubahan tegangan
dan tekanan air pori pada tanah. Dalam melakukan analisis tegangan dan tekanan
air pori terhadap timbunan tanah lunak ini terlebih dahulu dilakukan pengumpulan
data berupa data tanah serta letak topografi lokasi yang akan ditinjau.
Adapun prosedur yang perlu diperhatikan dalam perencanaan timbunan
pada tanah lunak antara lain:
1. Tetapkan persyaratan geometri, pembebanan dan kinerja untuk perencanaan.
2. Tentukan sifat-sifat tanah dilapangan
3. Tentukan sifat-sifat teknis timbunan
4. Lakukan evaluasi parameter tanah dan rencana timbunan
5. Cek tegangan dan air pori pada timbunan
6. Rencanakan kemiringan untuk mendapatkan timbunan yang aman
7. Cek keamanan timbunan
8. Evaluasi persyaratan keamanan timbunan

3.2 Lokasi Penelitian


Lokasi yang ditinjau pada penelitian ini ialah tanah lunak Bukit Kerayong,
Kapar, Selangor, Malaysia.

3.3 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan agar dapat memudahkan dalam analisis
tegangan dan tekanan air pori terhadap timbunan pada tanah lunak serta
memperoleh tujuan yang harus dicapai dalam penilitian ini. Adapun data yang
diperlukan antara lain:
29

A. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat dari konsultan perencana
CV.Berkat geotek yang telah melakukan penyelidikan tanah. Data tanah yang
diperlukan dalam kegiatan penelitian ini diambul dari data investigasi tanah antara
lain:
1. Data sondir (Cone Penetration Test)
2. Soil properties, meliputi: berat isi (γ) tanah, water content (w),shieve
Analysis Test, Atterberg Limit Test, spesifik gravity (Gs)
3. Soil Engineering, meliputi: hasil dari Direct Shear Test, Unconfined Test
dan Consolidation Test
B. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperlukan untuk melengkapi
penelitian atau data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi dari suatu badan
instansi tertentu dan data yang diperoleh dari studi literatur dengan berbagai buku
referensi, jurnal maupun dari internet. Data sekunder ini diperoleh dari

3.4 Metode Analisis


Dalam analisis ini metode yang digunakan untuk mencari nilai tegangan,
tekanan air pori serta faktor keamanan adalah metode Mohr-Coloumb dan
menggunakan bantuan Software Plaxis 2D serta untuk desain galian akan
menggunakan bantuan Software Plaxis 2D. Adapun langkah-langkah yang harus
dilakukan agar mendapatkan nilai faktor keamanan dan desain galian sebagai
berikut:

3.4.1 Perencanaan dengan Plaxis 2D


Timbunan yang akan dimodelkan dalam kasus ini adalah timbunan
menggunakan material sampah dengan kemiringan yang berbeda-beda, sehingga
dari model kemiringan timbunan tersebut akan didapat nilai yang sesuai dan
aman. Analisis timbunan akan dilakukan dengan menggunakan bantuan program
Plaxis 2D.
30

Dalam perhitungan timbunan pada tanah lunak ini, penulis


memperhitungkan nilai tegangan dan tekanan air pori serta besarnya faktor
keamanan yang didapat, melalui langkah-langkah berikut:
A. Menggambar geometri 2 dimensi struktur proyek yang dihitung. Untuk
membuat model geometri, berikut langkah-langkahnya:
1. Mulailah program masukan dan pilih proyek baru dalam kotak dialog
buka/buka proyek
2. Dalam lembar-tab proyek dari jendela pengaturan global, masukkan judul
yang sesuai, pastikan agar model dipilih pada regangan bidang dan
elemen dipilih pada 15 titik nodal.
3. Dalam lembar-tab dimensi, diterima satuan pra-pilih (panjang = m; gaya
= kN; waktu = hari) dan masukkan dimensi horizontal (kiri, kanan) dan
masukkan dimensi vertikal (bawah, atas). Terima nilai pra-pilih untuk
spasi grid (Spasi = 0.1 m dan jumlah interval = 1)
4. Klik tombol yang akan diikuti dengan munculnya lembar kerja
5. Pilih garis geometri dari toolbar dan gambarkan geometri dari lereng.
6. Geometri yang digambar adalah lapisan-lapisan tanah, dan dinding
lapisan timbunan.
B. Kondisi Batas (Standard Fixities)
Untuk membentuk kondisi batas, klik tombol jepit standar pada toolbar.
Program kemudian akan membentuk jepit penuh pada bagian dasar dan jepit
rol pada sisi-sisi vertikal.
C. Sifat-Sifat Material Setelah memasukkan kondisi batas, sifat material untuk
klaster-klaster tanah dan objek geometri lainnya harus dimasukkan dalam
kumpulan data. Klik tombol kumpulan data material pada toolbar. Pilih tanah
dan antarmuka untuk jenis kumpulan data. Klik tombol untuk membuat
kumpulan data baru.
1. Untuk lapisan tanah 1, ketik ‘lapisan 1’ untuk identifikasi dan pilih
Mohr-Coulomb untuk model material. Jenis material diatur ke terdrainase
(undrained).
31

2. Masukkan sifat lapisan tanah 1 pada kotak isian yang sesuai dalam
lembar-tab umum dan parameter.
3. Untuk lapisan tanah 2, ketik ‘lapisan 2’ untuk identifikasi dan pilih
Mohr-Coulomb untuk model material. Jenis material diatur ke terdrainase
(undrained).
4. Masukkan sifat lapisan tanah 2 pada kotak isian yang sesuai dalam
lembar-tab umum dan parameter.
5. Untuk lapisan tanah 3, ketik ‘lapisan 3’ untuk identifikasi dan pilih
Mohr-Coulomb untuk model material. Jenis material diatur ke tak
drainase (drained).
6. Masukkan sifat lapisan tanah 3 pada kotak isian yang sesuai dalam
lembar-tab umum dan parameter.
7. Untuk timbunan, ketik ‘timbunan’ untuk identifikasi dan pilih Mohr-
Coulomb untuk model material.
8. Masukkan sifat timbunan pada kotak isian yang sesuai dalam lembar-tab
umum dan parameter.
D. Kondisi Awal (Initial Condition)
Kondisi awal dari proyek ini membutuhkan perhitungan tekanan air,
penonaktifan dari struktur dan beban serta perhitungan tegangan tanah awal.
Tekanan air (tekanan air pori dan tekanan air pada kondisi batas eksternal)
dapat dihitung dengan dua cara, yaitu dengan perhitungan secara langsung
berdasarkan masukan dari garis freatik dan tinggi tekan dari permukaan air
dalam tanah, atau berdasarkan hasil dari perhitungan secara langsung saja.
1. Klik tombol kondisi awal pada toolbar
2. Klik untuk menerima nilai prapilih dari berat isi air sebesar 10 kN/m3.
Modus kondisi air sekarang akan menjadi aktif, dimana tombol garis
freatik telah terpilih. Secara prapilih, garis freatik global akan terbentuk
di dasar geometri.
3. Klik tombol hitung tekanan air (tanda positif bewarna biru) pada toolbar.
Jendela perhitungan tekanan air akan muncul.
32

4. Pada jendela perhitungan tekanan air, pilih garis freatik dari kotak
dihitung berdasarkan dan klik tombol .
5. Setelah tekanan air terbentuk, hasilnya akan ditampilkan dalam jendela
keluaran. Klik tombol untuk kembali pada modus kondisi air.
6. Lanjutkan ke modus konfigurasi geometri awal dengan mengklik tombol
sebelah kanan dari ‘switch’ pada toolbar.
7. Aktifkan struktur geogrid dan dinding penahan tanah pada struktur
lereng.
8. Klik tombol hitung tegangan awal pada toolbar. Kotak dialog Prosedur-
K0 akan muncul
9. Jaga agar faktor pengali total untuk berat tanah adalah 1.0. Terima nilai
pra-pilih untuk K0 dan klik tombol .
10. Setelah tegangan efektif awal terbentuk, hasilnya akan ditampilkan dalam
jendela keluaran. Klik tombol untuk kembali pada modus konfigurasi
awal.
11. Klik tombol. Pilih untuk menjawab pertanyaan apakah data akan
disimpan dan masukkan nama yang diinginkan.
E. Perhitungan (Calculation)
1. Selain tahap awal (Initial Condition), tahap perhitungan pertama telah
dibuat secara otomatis oleh program. Dalam lembar-tab umum, terima
seluruh nilai pra-pilih.
2. Lalu memilih titik noda. Pemilihan titik noda ini adalah untuk
penggambaran kurva beban perpindahan maupun penggambaran lintasan
tegangan.
3. Pada fase 1, buat judul “Penggalian” lalu klik parameter dan masukkan
waktu selama 4 hari. Lalu klik define dan nonaktifkan lapisan tanah yg
4. akan digali. Lakukan tahap diatas sesuai dengan yang akan dilakukan.
5. Perhitungan pada tahap selanjutnya adalah untuk mendapatkan nilai
faktor keamanan (safety factor). Pilih Phi/c Reduction pada calculation
type. Kemudian pilih incremental multipliers pada loading input lalu klik
calculate.
33

6. Klik pada tahap perhitungan terakhir dalam jendela perhitungan. Klik


tombol pada toolbar. Program keluaran akan dimulai dan menampilkan
jaring elemen terdeformasi (skala diperbesar) pada akhir dari tahap
perhitungan yang dipilih, dengan indikasi perpindahan terbesar yang
terjadi.
34

3.5 Bagan Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data

Desain timbunan dengan


ketinggian 30 m

1:2 1:4 1:6 1:8

Analisis Nilai tegangan dan tekanan


air pori Menggunakan Metode morh
columb pada program Plaxis 2D

Tida
Memenuhi Persyaratan k
Kestabilan timbunan

Ya

Pemilihan dimensi tumbunan


yang aman digunakan untuk
pembangunan

Selesai
Daftar Kepustakaan

Bowles, J. E., 1989, Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta

Das, B. M., 1994, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid

I, Erlangga, Jakarta

Das, B. M., 1995, Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid

II, Erlangga, Jakarta

Hardiyatmo, H. C., 2002, Mekanika Tanah I, Gajahmada University Press,

Yogyakarta

Hardiyatmo, H. C., 2003, Mekanika Tanah II, Gajahmada University Press,

Yogyakarta

35

Anda mungkin juga menyukai