2023
PERTEMUAN 1 PENDAHULUAN
1.1 Engineering
1.2 Ekonomi
1.3 Lingkungan
PERTEMUAN 2 PERKERASAN
2.1 Perkerasan Lentur
2.2 Perkerasan Kaku
1.1 ENGINEERING
Engineering atau disebut Rekayasa adalah ilmu aplikasi yang membahas bagaimana
memanfaatkan sumber daya alam yang ada menjadi suatu produk yang bermanfaat
untuk orang banyak. Ilmu aplikasi sangat berbeda dengan ilmu-ilmu murni seperti fisika,
kimia dan matematika. Karena engineering adalah ilmu aplikasi maka bidang yang
termasuk engineering sangat luas, tidak terbatas pada Civil Engineering saja. Civil
Engineering masih terbagi lagi dalam berbagai bidang seperti Soil Engineering,
Hidrological Engineering, Structure Engineering, Highway Engineering, Traffic Engi-
neering, dan sebagainya. Bahkan sudah lama berkembang Chemical Engineering, tetapi
bukan ilmu kimia murni sebagaimana yang disebutkan diatas. Demikian pula dengan
pesatnya perkembangan Physically Engineering yang produknya nampak dalam
kehidupan sehari-hari seperti produk-produk wireless (tanpa kabel) dan sebagainya.
1.2 EKONOMI
Harga bahan konstruksi selalu mengikuti hukum ekonomi yaitu permintaan dan
penawaran. Jika permintaan tinggi dan penawaran rendah (bahan tidak tersedia cukup di
pasar bebas) maka harga bahan konstruksi semakin tinggi dan sebaliknya. Agar
diperoleh bahan konstruksi yang murah maka sumber alam suatu daerah harus disurvey
depositnya. Jika depositnya sangat banyak maka bahan konstruksi tersebut merupakan
salah satu pilihan utama.
Karena bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam Pekerjaan secara teknis harus:
Memenuhi spesifikasi dan standar yang berlaku.
Memenuhi ukuran, pembuatan, jenis dan mutu yang disyaratkan dalam Gambar dan
Spesifikasi ini, atau sebagaimana secara khusus disetujui tertulis oleh Engineer.
Semua produk harus baru.
dan secara ekonomis harus :
Murah
Jumlah banyak
Mudah diperoleh
serta tidak menimbulkan dampak lingkungan dalam eksploitasinya, maka pemilihan bahan
konstruksi selalu dihubungkan dengan sumber alam yang tersedia dan lingkungan
sekitarnya.
Desainer selalu harus memilih bahan konstruksi yang paling ekonomis. Jika tidak sangat
terpaksa misalnya alasan teknis maka disarankan untuk tidak menggunakan bahan
konstruksi yang berasal luar daerah tersebut.
Kontraktor harus menentukan sendiri jumlah serta jenis peralatan dan pekerja yang
dibutuhkan untuk menghasilkan bahan yang memenuhi Spesifikasi. Dengan demikian,
kontraktor harus menggunakan metode eksploitasi yang paling ekonomis.
Kontraktor harus menyadari bahwa contoh-contoh bahan tersebut tidak mungkin dapat
menentukan batas-batas mutu bahan dengan tepat pada seluruh deposit, dan variasi mutu
bahan harus dipandang sebagai hal yang biasa dan sudah diperkirakan. Dengan demikian,
harga bahan konstruksi akan menjadi lebih mahal jika banyak lokasi deposit yang tidak
memenuhi batas-batas mutu bahan konstruksi.
Kontraktor harus memahami dampak lingkungan yang mungkin terjadi akibat pelak-
sanaan kegiatan konstruksi, serta cara penanganannya sesuai dengan petunjuk
Engineer. Sebelum melaksanakan kegiatan fisik di lapangan, Kontraktor harus menyusun
program pelaksanaan manajemen lingkungan yang harus mendapat persetujuan dari
Engineer.
Upaya Pengelolaaan Lingkungan berkaitan dengan eksploitasi sumber bahan jalan dan
jembatan :
1. Dalam pemilihan lokasi sumber bahan (quarry), beberapa arahan di bawah ini harus
diperhatikan :
a. Prioritas harus diberikan pada lokasi sumber bahan yang sudah dibuka, bilamana
jumlah dan mutunya memenuhi.
b. Lokasi sumber bahan harus dipilih harus memberikan rasio tertinggi antara
kapasitas bahan yang digali (baik kuantitas maupun kualitas) dan kehilangan
sumber daya negara.
c. Lokasi sumber bahan yang berdekatan dengan alinyemen jalan, yang sangat
mudah diambil dan mempunyai tebing yang tidak curam lebih disarankan.
d. Eksploitasi sumber bahan di daerah sumber daya alam yang vital harus dihindari,
seperti hutan tanaman berkayu dan hutan lebat lainnya maupun daerah-daerah
penghasil bahan makanan dan hutan lindung untuk burung dan hewan lainnya.
e. Disarankan untuk menghindari atau setidaknya mengurangi pemilihan lokasi
sumber bahan di dasar sungai. Meskipun pemilihan lokasi sumber bahan di luar
dasar sungai tidak memungkinkan, sumber bahan yang terletak di sungai atau
saluran kecil tetap tidak boleh diambil. Disarankan untuk memilih lokasi sumber
bahan di petak-petak atau endapan alluvial yang terletak di dasar sungai tetapi
tidak dialiri air pada kondisi air normal.
2. Bilamana sumber bahan terletak di daerah bergunung atau berbukit, atau bilamana
kondisi talud sangatlah mempengaruhi stabilitas lereng, maka penggalian bertangga
harus dilaksanakan. Lereng setiap sumber bahan yang telah dibentuk kembali harus
mempunyai kelandaian yang tidak kurang dari nilai rata-rata 1,3. Setelah
pelaksanaan lereng bertangga dan pembaharuan sistem drainase harus dilakukan
dalam suatu kondisi yang rata dan rapi dengan tepi dan lereng yang stabil dan saluran
drainase yang memadai.
BAB II
PERKERASAN
LAPIS PONDASI ATAS dapat terbuat dari lapisan beraspal, bahan berbu-
(Base Course) tir, bahan yang distabilisasi dengan semi/kapur.
LAPIS PONDASI BAWAH dapat terbuat dari lapisan beraspal, bahan berbu-
(Subbase Course) tir, bahan yang distabilisasi dengan semen/kapur
Parameter yang paling sering digunakan untuk perkerasan lentur adalah California Bearing
Ratio disingkat CBR karena metode CBR merupakan cara perhitungan perkerasan yang
paling awal digunakan.
CBR adalah perbandingan beban untuk penetrasi piston seluas 3 inch persegi sedalam 0,1
inch terhadap beban 3000 lbs, atau 0,2 inch terhadap beban 4500 lbs.
Biasanya diambil yang penetrasi 0,1 inch. Jika yang 0,2 inch memberikan CBR yang lebih
besar dari yang 0,1 inch maka pengujian harus diulang. Jika pengujian ulang memberikan
hasil yang masih tetap sama, maka diambil CBR dengan penetrasi 0,2 inch.
Beban
Piston Penekan
Penetrasi
Luas Alas 3 inch2
Secara umum, CBR yang ekonomis untuk tanah dasar adalah sama dengan atau diatas 6.
Bilamana CBR tanah dasar agak kecil maka tanah dasar tersebut harus ditingkatkan dengan
cara yang ekonomis yaitu pemasangan capping layer yang terdiri dari “Timbunan Pilihan“
(CBR > 10) :
1. Jika CBR antara 3 sampai 5 maka digunakan capping layer sekitar 20 cm
2. Jika CBR dibawah 3 maka digunakan capping layer sekitar 35 cm
Pemasangan capping layer ini dimaksudkan untuk memperoleh CBR gabungan antar
capping layer dengan CBR tanah di bawahnya yang mendekati 6.
Capping Layer
CBR gabungan 6 100 cm
Tanah Asli
Beban Beban
PERKERASAN KAKU
PERKERASAN LENTUR
L L
Dalam mekanika tanah, istilah tanah menacakup semua bahan konstruksi yang berasal dari
quarry atau pits seperti : lempung; lanau; pasir; kerikil; kerakal; berangkal;
dsb. Cara menggolongkan jenis tanah atau disebut klasifikasi tanah adalah :
1. Primer :
ASTM Committee on Soils for Engineering Purpose mendefinisikan pasir sebagai butiran
antara 0,05 mm (No.270) sampai 2,0 mm (No.10). Sebaliknya berbagai sumber
mendefinisikan pasir sebagai butiran yang lolos No.4 atau ¼”. Banyak Kontraktor,
Engineer dan Desainer berpikir serupa. Beberapa rujukan memberikan batasan berikut di
bawah ini :
Berdasarkan ukuran butirannya
Jenis Rentang Ukuran Butir
Berangkal (Boulder) > 8 inch atau > 20 cm
Kerakal (Cobble) 3 – 8 inch (7,5 – 20 cm)
Kerikil (Gravel) No.8 – 3 inch (2,36 mm – 7,5 cm)
Pasir (Sand) No.200 – No.8 (0,075 mm – 2,36 mm)
Lanau (Silt) 0,005 – 0,075 mm
Lempung (Clay) < 0,005 mm
2. Sekunder :
3.2 AGREGAT
3.3 BITUMEN
Bitumen sering diartikan sebagai aspal, sebenarnya tidak demikian karena Tar juga
mengandung bitumen. Selanjutnya hanya dibahas Aspal sebagai bahan bitumen. Semua
aspal diperoleh dari destilasi minyak mentah bumi (crude oil) baik secara mekanik mapun
secara alami.
Secara umum aspal emulsi lebih menguntungkan dari aspal cair karena :
a. Dapat beradaptasi untuk agregat basah
b. Mengurangi bahaya kebakaran dan bahaya keracunan.
4.1 SPESIFIKASI
Spesifikasi merupakan salah satu bagian penting dari Dokumen Lelang/ Kontrak atau bestek
yang memuat segala peraturan dan ketentuan tentang bagaimana pekerjaan harus
dikerjakan dan berhasil “akhir”, dikenal juga dengan nama Spesifikasi Umum. Untuk jenis
pekerjaan yang bersifat khusus maka seringkali Spesifikasi Umum masih dilengkapi dengan
Spesifikasi Khusus atau Addendum.
Terdapat 2 jenis Spesifikasi yaitu Spesifikasi Hasil Akhir (End Result Specifi-cations) dan
Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap (Multi Steps Specifications). Spesifikasi Hasil Akhir
secara umum hanya mengatur hasil akhir yang harus dicapai dari suatu pekerjaaan,
misalnya CBR minimum harus > 90%. Sedang-kan Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap
mengatur semua hal dan tahap (dari awal sampai akhir). Spesifikasi yang digunakan di
Indonesia, khususnya untuk bidang jalan dan jembatan adalah Spesifikasi Berjenjang atau
Bertahap.
Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap yang baik harus mempunyai pola 3 – 2 – 5 yaitu
bertahap 3, berlingkup 2 dan berstruktur 5. 3 tahap pengujian yaitu bahan baku, bahan
olahan dan bahan jadi. 2 lingkup yaitu pengendalian dimensi dan pengendalian mutu. 5
struktur yaitu jenis pengujian, metoda pengujian, frekwensi pengujian, persyaratan
(minimum dan/atau maksimum) dan toleransi yang diijinkan.
Pengaturan lingkup dalam Spesifikasi Berjenjang atau Bertahap adalah :
Lingkup Pekerjaan
Cuaca yang diijinkan untuk bekerja
Bahan
Pelaksanaan
Peralatan
Pengendalian Mutu
Cara Pengukuran Hasil Kerja
Pembayaran
Persyaratan Bahan ditentukan dalam Spesifikasi dalam Seksi “Bahan” dan Seksi
“Pengendalian Mutu”.
Persyaratan Bahan yang dibahas berikut ini adalah Bahan Baku dan Olahan.
1. Timbunan
a. Timbunan Biasa
s/d 30 cm > 30 cm
Sifat-sifat dibawah dibawah
subgrad subgrad
e e
Klasifikasi Tanah Bukan A-7-6 -
atau CH
CBR (SNI 03-1744-1989) pada kepadatan ringan > 6% -
100% (SNI 03-1742-1989)
Nilai Keaktifan = < 1,25 < 1,25
Indeks Plastisitas / % lolos No.200
Kepadatan (SNI 03-2828-1992) > 100% > 95%
b. Timbunan Pilihan
Sifat-sifat bukan rawa daerah rawa
CBR (SNI 03-1744-1989) pada kepadatan ringan > 10% -
100% (SNI 03-1742-1989)
Indeks Plastisitas = Batas Cair – Batas Plastis - < 6%
(SNI 03-1966-1990 & SNI 03-1967-1990)
Koreksi kepadatan (SNI 03-1976-1990) dilakukan jika material tertahan ayakan ¾” >
10%. Sampai dengan 15 cm di bawah Subgrade, material bekas galian batu tidak
boleh digunakan dan ukuran butir maksimum untuk 15 cm di bawah subgrade adalah
< 10 cm.
2. Lapis Pondasi Agregat
a. Agregat Kasar
Sifat-sifat Kelas A Kelas B Kelas C
Abrasi dengan mesin Los Angeles < 40% < 40% < 50%
(SNI 03-2417-1991)
Bagian yang lunak (SNI 03-4141-1996) < 5% < 5% -
Tertahan ayakan No.4 (4,75 mm) min. 1 - -
bida
ng
pec
ah
b. Agregat Halus
Harus mempunyai sifat-sifat berikut ini :
Sifat-sifat Kelas A Kelas B Kelas C
Indeks Plastisitas = Bats Cair – Batas Plastis < 6% < 10% 6–20%
(SNI 03-1966-1990 untuk Batas Plastis)
Batas Cair (SNI 03-1967-1990) < 25% < 35% < 40%
Indeks Plastisitas x % lolos No.200 < 25 - -
4. Campuran Aspal
a. Aspal Keras
Harus mempunyai ketentuan berikut :
Pengujian Standar Nilai
Penetrasi, 25°C, 100 gr, 5 detik, 0,1 mm SNI 06-2456-1991 60-70
Titik Lembek, °C SNI 06-2434-1991 48-58
Titik Nyala, °C SNI 06-2433-1991 > 200
Daktilitas, 25°C, cm SNI 06-2432-1991 > 100
Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % berat AASHTO T44 > 99
Penurunan Berat (dengan TFOT), % berat SNI 06-2440-1991 < 0,8
Penetrasi setelah penurunan berat, % asli SNI 06-2456-1991 > 54
Daktilitas setelah penurunan berat, 5 asli SNI 06-2432-1991 > 50
Uji bintik (spot test) AASHTO T102
- Standar Naptha Neg.
- Naptha Xylene Neg.
- Hephtane Xelene Neg,
b. Agregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Abrasi dng mesin Los Angeles SNI 03-4217-1991 < 40%
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan SNI 03-3407-1994 < 12%
natrium dan magnesium sulfat
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 > 95%
Angularitas untuk kedalaman
DoT’s Pensylvania
< 10 cm dari permukaan Test Method, 95/90
> 10 cm dari permukaan PTM No.621 80/75
Indeks Kepipihan BS 812 < 25%
Partikel Lonjong ASTM D-4721 < 10%
Material lolos ayakan No.200 SNI-03-4142-1996 < 1%
Catatan :
80/75 menunjukkan bahwa 80% mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan
75% mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
c. Agregat Halus
Jika digunakan pasir alam maka
Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 < 40%
Material lolos ayakan No.200 SNI 03-4142-1996 < 8%
d. Filler
Material lolos ayakan No.200 (SNI 03-4142-1996) minimum 75%.
e. Campuran Aspal
Mempunyai gradasi berikut :
% lolos No.8 50 60 70
% lolos No.30 Paling sedikit 40 Paling sedikit 48 Paling sedikit 56
% kesenjangan 10 atau kurang 12 atau kurang 14 atau kurang
2. Untuk AC, digunakan titik kontrol gradasi agregat, berfungsi sebagai batas-batas
rentang utama yang harus ditempati oleh gradasi-gradasi tersebut. Batas-batas
gradasi ditentukan pada ayakan ukuran nominal maksimum, ayakan menengah
(2,36 mm) dan ayakan terkecil (0,075 mm).
Mempunyai sifat-sifat campuran aspal berikut :
Lataston Laston
Sifat-sifat Campuran
WC Base WC BC Base
Penyerapan kadar aspal Maks. 1,7 1,2
(1)
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
(3)
Rongga dalam campuran (%) Min. 3,0 3,5
Maks. 6,0 5,5
Rongga dalam Agregat (VMA) Min. 18 17 15 14 13
(%)
Rongga terisi aspal (%) Min. 68 65 63 60
(1)
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1500
(1)
Kelelehan (mm) Min. 3 4,5
Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300
Stabilitas Marshall Sisa (%)
setelah perendaman selama Min. 75
(4)
24 jam, 60 ºC
Rongga dlm campuran (%) pada Min. 2 2,5
kepadatan membal (refusal)
(2)
Bilamana rasio kepadatan maksimum dan minimum yang ditentukan dalam serangkaian
benda uji inti pertama yang mewakili setiap lokasi yang diukur, lebih besar dari 1,08 : 1
maka benda uji inti tersebut harus dibuang dan serangkaian benda uji inti baru harus
diambil dengan ketentuan berikut ini.
Syarat Kepa- Jumlah benda Kepadatan Min. Nilai min. setiap peng-
datan (% uji / Rata-rata (% ujian tunggal (%
JSD) pengujian JSD) JSD)
98 3-4 98,1 95
5 98,3 94,9
6 98,5 94,8
97 3-4 97,1 94
5 97,3 93,9
6 97,5 93,8
4.2 RUJUKAN LAIN YANG DISEBUTKAN DALAM SPESIFIKASI
Standar-standar yang seringkali dicantumkan dalam Spesifikasi Jalan dan Jembatan adalah
AASHTO dan SNI (Standar Nasional Inonesia), disamping itu masih terdapat standar-
standar lain seperti ASTM, BS, dsb. Persamaan AASHTO dan SNI untuk Bahan Jalan dan
Jembatan terdapat dalam tabel berikut
AASHTO M6-87 SK SNI S-02-1994- Spesifikasi Agregat Halus Untuk Pekerjaan Adukan Dan
03 Plesteran Dengan Bahan Dasar Semen.
AASHTO M29-90 SK SNI S-02-1993- Spesifikasi Agregat Halus Untuk Campuran Perkerasan
03 Aspal.
AASHTO M81-90 SNI 03-4800-1998 Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Cepat.
AASHTO M82-75 SNI 03-4799-1998 Spesifikasi Aspal Cair Penguapan Sedang.
AASHTO M85-89 SNI 15-2049-1994 Semen Portland
AASHTO M208-87 SNI 03-4798-1998 Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik.
Bahan konstruksi yang dipergunakan di dalam pekerjaan jalan secara teknis harus:
3. Aspal Emulsi
Bahan pengisi (filler) terdiri atas:
1. Loess
2. Debu Berbutir
3. Abu Terbang (Flyash)
Bahan tambah (additive) digunakan untuk meningkatkan :
1. Daya Lekat
Umumnya disebut stripping agent, digunakan untuk meningkatkan daya lekat batuan jenis
silikat dimana kelekatan agregat terhadap aspal tidak memenuhi syarat (< 95%).
2. Titik Lembek
Banyak jenis additive yang dapat menaikkan titik lembek. Seringkali disebut modifier,
karena mengubah sifat-sifat (properties) aspal ke tingkat yang lebih baik.
3. Modulus
Dewasa ini banyak jenis modifier yang dipasarkan untuk meningkatkan sifat-sifat
campuran aspal sehingga dapat lebih tahan terhadap beban berat dan lebih awet karena
umurnya lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA