Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH SMEAR ZONE TERHADAP PERBAIKAN

TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN


KOMBINASI METODE PRELOADING DAN
PRE-FEBRICATED VERTICAL DRAIN (PVD)
(Studi kasus Tanah Lunak Proyek Pembangunan Jalan Tol
Tebing Tinggi – Inderapura)

TUGAS AKHIR SARJANA

Oleh

Ilma Syahfiani
1704101010096

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2021
PENGARUH SMEAR ZONE TERHADAP PERBAIKAN
TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN
KOMBINASI METODE PRELOADING DAN
PRE-FEBRICATED VERTICAL DRAIN (PVD)
(Studi kasus Tanah Lunak Proyek Pembangunan Jalan Tol
Tebing Tinggi – Inderapura)

TUGAS AKHIR SARJANA

Diajukan sebagai salah satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Teknik dalam Program Studi Teknik Sipil pada
Jurusan Teknik Sipil – Universitas Syiah Kuala

Oleh

Ilma Syahfiani
1704101010096

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanah memiliki peranan penting pada pembangunan konstruksi karena
tanah menjadi landasan berdirinya suatu konstruksi. Hal ini mengharuskan tanah
dalam kondisi yang benar – benar baik agar dapat dipakai untuk pekerjaan
konstruksi. Salah satu pekerjaan konstruksi yang berhubungan dengan tanah
adalah pembangunan jalan tol.
Pembangunan jalan tol yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah Jalan
Tol Trans Sumatera. Pulau Sumatera merupakan satu dari banyaknya pulau di
Indonesia dengan beragam potensi alam dan komoditas yang berlimpah, mulai
dari karet, sawit, kopi, minyak bumi, batu bara, serta gas bumi. Akibatnya, hal ini
berdampak pada bertambahnya kebutuhan transportasi untuk menghubungkan
pusat – pusat pertumbuhan ekonomi utama untuk memaksimalkan supply chain
systems. Jalan Tol Trans Sumatera dibagi menjadi beberapa ruas, salah satunya
adalah Jalan Tol Trans Sumatera Ruas Tebing Tinggi – Inderapura (STA 86 + 250
– STA 106 + 650). Pada STA 88 + 944 diketahui memiliki tanah lempung lunak
dengan konsistensi medium dan nilai N-SPT berada dibawah 10 hingga
kedalaman 16 meter.
Tanah lunak merupakan kondisi tanah yang memerlukan perbaikan. Tanah
jenis ini adalah salah satu jenis tanah-tanah sulit yang memiliki masalah daya
dukung kecil dan penurunan konsolidasi yang berlebihan, sehingga akan membuat
rusaknya konstruksi yang dibangun diatasnya seiring berjalannya waktu
(Hardiyatmo, 2020). Sedangkan jalan tol harus dapat menahan beban yang besar
karena digunakan sebagai jalur transportasi untuk berbagai jenis kendaraan.
Dalam pemilihan tipe perbaikan tanah, ada beberapa faktor yang menjadi
acuan untuk mendapatkan metode yang cocok. Dalam proyek ini metode yang
cocok adalah metode pra-pembebanan (preloading). Metode ini cocok dipilih
berdasarkan faktor jenis tanah yaitu tanah lunak yang kedalamannya mecapai 16

1
2

meter, pengerjaan metode ini juga sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang
tinggi (Hardiyatmo, 2020).
Akan tetapi, metode preloading ini kurang efektif karena membutuhkan
waktu yang sangat lama untuk proses konsolidasinya, sehingga membutuhkan
metode pendukung untuk mempercepat proses konsolidasi tanah lunak. Metode
pendukung yang cocok adalah metode drainase vertikal (vertical drain). Metode
ini dapat mempercepat konsolidasi untuk tanah lempung yang memiliki butir
halus, dikarenakan metode ini dapat memberikan lintasan air pori yang lebih
pendek sehingga kecepatan proses konsolidasi beberapa kali lebih cepat
(Hardiyatmo, 2013).
Drainse vertikal terbagi atas dua tipe yaitu drainase pasir vertikal (sand
drain) dan drainase vertikal pracetak (prefabricated vertical drain, PVD). Tipe
yang digunakan dalam proyek ini adalah tipe prefabricated vertical drain (PVD)
karena lebih ekonomis dan pemasangan yang lebih mudah. Dalam pemasangan
PVD, ada gangguan tanah yang terjadi sehingga kofiesien konsolidasi tanah
lempung di sekitar PVD berkurang. Pengaruh gangguan tanah ini disebut
pengotoran (smear) (Hardiyatmo, 2020).
Oleh karena itu, dalam Tugas Akhir ini akan dilakukan perencanaan
mengenai perbaikan tanah dasar pada lokasi proyek pembangunan dengan
alternatif metode preloading untuk timbunan yang kemudian akan
dikombinasikan dengan metode Prefabricated Vertical Drain (PVD) dengan
memperhatikan pengaruh smear zone pada saat pesangannya.

1.2. Identifikasi Masalah


Dari latar belakang diatas, maka masalah yang dibahas dalam Tugas Akhir
ini adalah sebagai berikut.
1. Berapakah besarnya penurunan tanah dan waktu penurunan dengan
preloading apabila tanpa PVD?
2. Berapakah besarnya waktu penurunan tanah apabila menggunakan preloading
dan PVD?
3. Berapakah besar waktu dan penurunan tanah apabila menggunakan
preloading dan PVD dengan memperhatikan pengaruh smear zone?
3

4. Bagaimana perencanaan perbaikan tanah yang efektif digunakan untuk


mempercepat proses konsolidasi tanah lunak?

1.3. Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini, adalah untuk merencanakan alternatif
perbaikan tanah menggunakan kombinasi preloading dan PVD dengan
memperhatikan pengaruh smear zone untuk tanah lunak pada Proyek
Pembangunan Tol Tebing Tinggi – Inderapura.

1.4. Manfaat
Hasil dari tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
perencanaan perbaikan tanah menggunakan kombinasi preloading dan PVD
untuk tanah lunak pada studi kasus lainnya.

1.5. Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Perbaikan tanah menggunakan preloading dan dikombinasi dengan PVD
2. Pola pemasangan PVD menggunakan pola segitiga
3. Jarak pemasangan PVD menggunakan 1,2 m, 1,3 m, dan 1,4 m.
4. Lokasi perencanaan terdapat di salah satu wilayah Tebing Tinggi, Sumatera
Utara
5. Data tanah yang digunakan adalah data sekunder
6. Tidak merencanaan metode pelaksanaan

1.6. Sistematika Penulisan


Sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, tujuan,
manfaat, dan batasan masalah dan sistematika penulisan.
2. Bab II Tinjauan Kepustakaan
Bab ini berisikan tentang landasan teori tentang tanah lunak, beban jalan,
konsolidasi, perbaikan tanah dan penelitian terdahulu.
4

3. Bab III Metodologi


Bab ini berisikan tentang obyek tugas akhir, jenis dan sumber data, dan teknik
perencanaan.
4. Bab IV Pembahasan
Bab ini berisikan tentang hasil perencanaan, dan pembahasan.
5. Bab V Kesimpulan dan saran
Bab ini berisikan tentang kesimpulan, dan saran.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Tanah Lunak


Das (1995) menyatakan bahwa tanah didefinisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi
(terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah
melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi
ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut.
Menurut RSNI 1726-2010, UBC 1997, ASCE 7-10 dan IBC 2009
mengklasifikasikan 6 (enam) tipe tanah, yaitu batuan keras, batuan, tanah sangat
padat & batuan lunak, tanah sedang, tanah lunak serta tanah khusus, sebagaimana
terlihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi site didasarkan atas korelasi penyelidikan tanah lapangan
dan laboratorium
Klasifikasi Site 𝑽𝒔 (𝒎/𝒅𝒕) 𝑵 𝑺𝒖 (𝒌𝑷𝒂)
Batuan Keras 𝑉 ≥ 1500 N/A N/A
Batuan 750 < 𝑉 ≤ 1500 N/A N/A
Tanah Sangat Padat dan Batuan Lunak 350 < 𝑉 ≤ 750 𝑁 > 50 𝑆̅ ≥ 100
Tanah Sedang 175 < 𝑉 ≤ 350 15 ≤ 𝑁 ≤ 50 50 ≤ 𝑆̅ ≤ 100
Tanah Lunak 𝑉 < 175 𝑁 < 15 𝑆̅ < 50
Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih
dari 3 mm dengan karakteristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI>20,
2. Kadar Air (w) ≥ 40%, dan
3. Kuat geser tak terdrainase 𝑆̅ < 25 𝑘𝑃𝑎
Setiap profi lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
lebih dari karakteristik seperti :
- Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban
gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat
Lokasi yang membutuhkan
sensitif, tanah tersementasi lemah
penyelidikan geoteknik dan analisis
- Lempung organik tinggi dan/atau gambut
respon spesifik (Site Spesific Response
(dengan ketebalan > 3 m)
Analysis)
- Plastisitas tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan
PI > 75)
- Lapisan lempung lunak/medium kaku dengan
ketebalan H > 35 m
(Sumber : SNI-2002, UBC-97, IBC-2009, ASCE 8-10)

5
6

Menurut Panduan Geoteknik 1 (2002), istilah “tanah lunak” berhubungan


dengan tanah - tanah yang jika tidak diperhatikan secara seksama dapat
menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak
dapat ditolerir, hal ini disebabkan karena tanah tersebut mempunyai kuat geser
yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi. Tanah lunak mengandung mineral-
mineral lempung dan mengandung kadar air yang tinggi. Di Indonesia tanah jenis
ini terdapat pada area lebih dari 20 juta hektar, lebih dari 10% dari daratan
Indonesia. Lokasi tanah lunak dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Lokasi tanah lunak di Indonesia


(Sumber : Panduan Geoteknik 1, 2002)

Menurut Hardiyatmo (1996), dikarenakan tanah lunak memiliki butiran


yang halus, memiliki sifat – sifat yang tidak diinginkan seperti :
1. Kuat geser rendah, segera sesudah penerapan beban
2. Kapilaritas tinggi
3. Permeabilitas rendah
4. Kerapatan relatif rendah dan sulit dipadatkan
Menurut Suyono (1986) umumnya lapisan tanah yang disebut lapisan yang
lunak adalah lempung (clay) atau lanau (silt) yang mempunyai harga pengujian
penetrasi standar (standard penetration test) N yang lebih kecil dari 4 atau tanah
organis seperti gambut yang mempunyai kadar air alamiah yang sangat tinggi.
Demikan pula lapisan tanah berpasir yang dalam keadaan lepas mempunyai harga
N kurang dari 10, diklasifikasi sebagai lapisan yang lunak.
7

Untuk konsistensi tanah lunak berdasarkan nilai N-SPT dapat dilihat pada
tabel 2.2.
Tabel 2.2 Hubungan Antara Harga N-SPT dengan Konsistensi Tanah
Taksiran harga
Konsistensi tanah
SPT, harga N
Sangat Lunak (very soft) 0–2
Lunak (soft) 2–5
Agak kaku (medium stiff) 5 – 10
Kaku (stiff) 10 – 20
Sangat kaku (very stiff) 20 – 30
Keras (hard) > 30
(Sumber : Budi, 2011)

2.2. Beban Jalan


Beban dipakai untuk mengetahui kekuatan serta kestabilan konstruksi
jalan. Beban-beban tersebut berupa beban lalu lintas dan perkerasan kaku.

2.2.1. Beban Lalu Lintas


Panduan geoteknik 4 (2002) menyatakan bahwa “Beban lalu lintas
ditambahkan untuk analisis stabilitas timbunan jalan”. Analisa beban lalu lintas
menurut kelas jalan dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Beban Lalu Lintas dalam Analisis
Kelas Jalan Beban Lalu lintas (kPa)
I 15
II 12
III 12
Sumber : Panduan Geoteknik 4 (2002)

2.2.2. Perkerasan Kaku


Pedoman XX (2002) menyatakan bahwa “Perkerasan beton semen atau
lebih dikenal sebagai perkerasan kaku adalah suatu struktur perkerasan yang
umumnya terdiri dari tanah dasar, lapis pondasi bawah dan lapis beton semen
dengan atau tanpa tulangan.”
Untuk menghitung beban akibat perkerasan dapat menggunakan parameter
ketebalan dan berat jenis dari material material yang digunakan. Untuk berat jenis
material dapat dilihat pada Tabel 2.4.
8

Tabel 2.4 Daftar Berat Jenis Material Konstruksi


Berat Jenis
Jenis Material
(ton/m3)
Beton bertulang/pratekan 2,50
Beton biasa, tumbuk, siklop 2,20
Tanah, pasir, krikil (semua dalam keadaan padat) 2,00
Sumber : PPPJJR (1987)

2.3. Konsolidasi
Hardiyatmo (2007) menyatakan bahwa konsolidasi adalah suatu proses
dari tanah jenuh berpermeabilitas rendah yang diberi pembebanan sehingga
berkurangnya volume dan rongga pori tanah, dimana prosesnya dipengaruhi oleh
kecepatan terperasnya air pori keluar dari rongga tanah.

Gambar 2.2 Grafik hubungan Antara ∆𝐻 atau e terhadap log t


(Sumber : Hardiyatmo, 2007)

Pada Gambar 2.2 memperlihatkan hubungan antara penurunan (∆𝐻) dan


logaritma waktu (log t). pada bagian kedudukan 1 merupakan bagian dari
kompresi awal yang disebabkan oleh pembebanan awal dari benda uji. Kedudukan
2 menunjukkan proses konsolidasi primer. Kedudukan 3 menunjukan proses
konsolidasi sekunder.

2.3.1. Penurunan segera (immediately settlement)


Hardiyatmo (2007) menyatakan bahwa penurunan segera pada sudut dari
beban berbentuk luasan empat persegi panjang fleksibel dinyatakan oleh
Persamaan 2.1 dengan faktor pengaruh berdasarkan Gambar 2.3.
9

𝑆 = (1 − 𝜇 )𝐼 (2.1)

dengan :
𝐵 = Lebar timbunan (m)
𝐼 = Faktor pengaruh
𝑞 = Beban total (kN/m2)
𝐸 = Modulus elastis tanah (kN/m2)
𝜇 = Angka poisson
𝑆 = Penurunan segera (m)

Gambar 2.3 Faktor pengaruh penurunan di sudut luasan segi empat fleksibel
(Sumber : Terzaghi, 1943 )

2.3.2. Penurunan konsolidasi primer (consolidation settlement)


Menurut Hardiyatmo (2002), bila tegangan efektif yang bekerja pada suatu
titik didalam tanah pada waktu sekarang merupakan tegangan maksimumnya (atau
tanah tidak pernah mengalami tekanan yang lebih besar dari tekanan pada waktu
sekarang), maka lempung disebut pada kondisi normally consolidated (NC) atau
terkonsolidasi normal. Perhitungan untuk mencari nilai penurunan normally
consolidated dapat dilakukan dengan Persamaan 2.2.

× ∆
𝑆 = log (2.2)
10

dengan :
𝐶 = Indeks kompresi tanah
𝑃 = Tekanan overburden efektif (kN/m2)
∆𝑃 = Tambahan tegangan vertikal (kN/m2)
𝑒 = Angka pori
𝐻 = Tebal lapisan tanah (m)
𝑆 = Penurunan primer (m)

Dalam menghitung besarnya penurunan suatu lapisan tanah, maka


diperlukan beberapa parameter. Berikut ini parameter-parameter perhitungan
penurunan konsolidasi primer sebagai berikut.
1. Tegangan Overburden Efektif (𝑃 )
Tegangan overburden efektif dapat dihitung dengan Persamaan 2.3.

𝑃 = 𝛾′ × 𝐻 (2.3)

dengan :
𝑃 = Tegangan overburden efektif (kN/m2)
𝛾′ = Berat volume tanah efektif (kN/m3)
𝐻 = Tebal lapisan tanah (m)

2. Distribusi Tegangan Tanah (∆𝑃)


Distribusi tegangan tanah dapat dihitung dengan Persamaan 2.4 dan
Persamaan 2.5 dengan melihat Lampiran A.2.1.

∆𝑃 = 2 × 𝑞 × 𝐼 (2.4)
𝑞 =𝛾 ×𝐻 (2.5)

dengan :
∆𝑃 = Tambahan tegangan vertikal (kN/m2)
𝑞 = Beban timbunan (kN/m2)
𝛾 = Berat volume tanah timbunan (kN/m3)
𝐻 = Tebal lapisan tanah (m)
𝐼 = Faktor pengaruh
11

3. Indeks kompresi tanah (𝐶 )


Terzaghi dan Peck (1967) menyarankan pemakaian persamaan empiris untuk
menghitung indeks pemampatan pada lempung yang stuktur tanahnya tidak
terganggu atau belum rusak (undistrubed). Perhitungan dilakukan dengan
menggunakan Persamaan 2.6.

𝐶 = 0,009 × (𝐿𝐿 − 10) (2.6)

dengan :
𝐶 = Indeks kompresi tanah
𝐿𝐿 = Batas cair (%)

2.3.3. Penurunan konsolidasi sekunder


Menurut Das (1995) dan Hardiyatmo (2020), penurunan yang diakibatkan
konsolidasi sekunder sangat penting untuk semua jenis tanah organik dan tanah
anorganik yang sangat mampu mampat (compressible). Untuk lempung anorganik
yang terlalu terkonsolidasi, indeks pemampatan sekunder sangat kecil sehingga
dapat diabaikan atau 𝑆 = 0.

2.3.4. Penurunan total


Menurut Hardiyatmo (2020), penurunan total dinyatakan oleh Persamaan :

𝑆 =𝑆 +𝑆 +𝑆 (2.7)

dengan :
𝑆 = Penurunan total (m)
𝑆 = Penurunan segera (m)
𝑆 = Penurunan konsolidasi primer (m)
𝑆 = Penurunan konsolidasi sekunder (m)

2.3.5. Konsolidasi satu dimensi


Persamaan matematis untuk konsolidasi satu dimensi dari Terzaghi dalam
menentukan nilai derajat konsolidasi arah vertikal (𝑈 ) dapat dinyatakan dengan
Persamaan 2.7.
12

𝑈 = , , (2.8)

dengan :
𝑈 = Derajat konsolidasi arah vertikal
𝑇 = Faktor waktu vertikal

Menurut Hardiyatmo (2020) faktor waktu penurunan konsolidasi dapat


dihitung menggunakan Persamaan 2.8.

×
𝑇 = (2.9)

dengan :
t = Waktu Konsolidasi (hari)
𝑇 = Faktor waktu vertikal
𝐻 = Tinggi timbunan total
𝐶 = Koefisien Konsolidasi vertikal (m2/hari)
Koefisien konsolidasi vertikal (𝐶 ) biasanya akan berkurang dengan
bertambahnya batas cair (LL) dari tanah. Rentang dari variasi harga 𝐶 untuk
suatu batas cair tanah tertentu adalah agak lebar. Koefisien konsolidasi vertikal
(𝐶 ) menentukan kecepatan pengaliran air pada arah vertikal dalam tanah. Pada
umumnya konsolidasi berlangsung satu arah saja yaitu arah vertikal. Koefisien
konsolidasi sangat berpengaruh terhadap kecepatan konsolidasi yang akan terjadi.
Nilai koefisien konsolidasi vertikal (𝐶 ) dapat dicari dengan interpolasi linier
pada nilai-nilai di Lampiran B.2.1.
Pada tanah yang berlapis nilai 𝐶 yang digunakan yaitu nilai
𝐶 yang dirumuskan pada persamaan 2.10.

( ⋯ )
𝐶 = (2.10)

dengan :
𝐶 = Koefisien Konsolidasi gabungan (m2/hari)
𝐶 = Koefisien Konsolidasi Lapisan tanah ke-1 (m2/hari)
13

𝐶 = Koefisien Konsolidasi Lapisn tanah ke-n (m2/hari)


𝐻 = Lapisan tanah ke-1 (m)
𝐻 = Lapisan tanah ke-n (m)

2.4. Perbaikan Tanah


Menurut Hardiyatmo (2020) perbaikan tanah (ground improvement)
adalah suatu cara untuk memperbaiki sifat – sifat teknis tanah, seperti kuat geser,
kekakuan, dan permeabilitasnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam
pemilihan metode perbaikan tanah anatara lain adalah jenis tanah, area, sifat tanah
yang diinginkan, material yang tersedia, tenaga ahli yang berpengalaman yang
tersedia, kondisi lingkungan, serta ekonomisnya. Jenis perbaikan tanah yang
cocok berdasarkan dengan ukuran butir tanahnya dapat dilihat pada Lampiran
A.2.2.
Salah satu perbaikan sifat – sifat tanah dapat dilakukan dengan dengan
cara modifikasi hidrolik. Cara ini dilakukan dengan memaksa air keluar lewat
perlengkapan drainase, contohnya metode preloading dan vertical drain.

2.4.1. Pra Pembebanan (Preloading)


Menurut Hardiyatmo (2020), pra – pembebanan (preloading) merupakan
timbunan semetara yang hanya berfungsi pengganti beban perkerasan dan beban
lalu lintas dan nantinya akan dibongkar, kemudian setelah dibongkar akan
dibangun lapisan perkerasannya. Tinggi timbunan total (𝐻 ) yang harus dibangun
di lapangan adalah jumlah dari tinggi timbunan rencana (𝐻 ) ditambah dengan
tinggi timbunan yang tenggelam ke tanah fondasi akibat penurunan tanah. Seperti
yang terlihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Tinggi timbunan rencana dan tinggi timbunan total yang dibutuhkan
(Sumber : Hardiyatmo, 2020)
14

𝐻 =𝐻 +𝐻 +𝑆 (2.11)

𝐻 = (2.12)

𝐻 =𝐻 +𝑡 (2.13)

dengan :
𝐻 = Tinggi timbunan total yang dibutuhkan (m)
𝐻 = Tinggi timbunan preloading (m)
𝐻 = Tinggi timbunan dari dasar perkerasan sampai tanah asli (m)
𝐻 = Tinggi timbunan rencana (m)
𝑆 = Penurunan total (m)
𝑞 = Beban perkerasan (kN/m2)
𝑞 = Beban lalu lintas (kN/m2)
𝑡 = Tebal total lapis perkerasan (m)

2.4.2. Prefabricated Verticaal Drain (PVD)


Menurut Hardiyatmo (2020), drainase vertikal pracetak (Prefabricated
Verticaal Drain) berbentuk pita dengan tampang empat persegi panjang dengan
lebar sekitar 100 mm dan tebal 4 mm dan dibuat dari geosintetik yang
menyelubungi inti plastik. Selubung luar umumnya dibuat dari geotekstil nir-
anyam (non woven) yang terbuat dari polyester atau polypropylane.

Geotekstil non woven

Inti

Gambar 2.5 Drainase vertikal pracetak (PVD)


(Sumber : Hardiyatmo, 2020)

Menurut Hardiyatmo (2020), untuk mempercepat proses pemampatan


tanah atau penurunan konsolidasi dibutuhkan jarak aliran yang lebih pendek.
15

Seperti yang terlihat pada Gambar 2.6, pengaliran air dari drainase vertikal yang
dibangun pada lapisan tanah lunak akan menuju ke arah lapisan lolos air yang
berada diatas.

Gambar 2.6 Timbanan dengan beban ekstra dan drainase pasir vertikal
Sumber : Hardiyatmo, 2020

Menurut Hardiyatmo (2020), Faktor penting dalam perancangan PVD


adalah pemilihan parameter – parameter tanah, terutama koefisien konsolidasi 𝐶 .
Oleh karena itu, koefisien konsolidasi arah vertikal (𝐶 ) dan arah horizontal (𝐶 )
harus ditentukan dengan seksama. Namun, dalam perancangan, nilai 𝐶 sering
diestimasi dari nilai 𝐶 maka nilai koefisien konsolidasi horizontal (𝐶 ) dapat
dicari dengan menggunakan Persamaan 2.14.

𝐶 = (1 𝑠/𝑑 4 ) × 𝐶 (2.14)

dengan :
𝐶 = Koefisien konsolidasi arah radial (m2/hari)
𝐶 = Koefisien konsolidasi arah vertikal (m2/hari)

Persamaan umum untuk menentukan waktu konsolidasi radial untuk kasus


ideal tanpa ada smear :
16

𝑡= 𝐹(𝑛) ln (2.15)
×
𝑈 = 1 − 𝑒𝑥𝑝 ( ) (2.16)

dengan,

×
𝑇 = (2.17)

𝐹(𝑛) = ln − 0,75 (2.18)


( )
𝐷 = (2.19)

dengan :
𝑇 = Faktor waktu horizontal
𝐶 = Koefisien konsolidasi arah horizontal (m2/hari)
𝐷 = Diameter jangkauan kerja PVD (m)
𝑡 = Waktu ke-n (hari)
𝑈 = Derajat konsolidasi arah radial
𝐹(𝑛) = Faktor hambatan
𝐷 = Diameter lingkaran ekivalen PVD (m)
a = Lebar tampang PVD (mm)
b = Tebal tampang PVD (mm)

Hardiyatmo (2020), untuk drainase gabungan ke arah vertikal dan radial


sekaligus, derajat konsolidasi rata – rata diyatakan dalam persamaan :

𝑈 = 1 − (1 − 𝑈 )(1 − 𝑈 ) (2.20)

dengan :
𝑈 = Derajat konsolidasi rata-rata
𝑈 = Derajat konsolidasi arah vertikal
𝑈 = Derajat konsolidasi arah radial

Dapat dilihat pada Gambar 2.7 penurunan tanah dengan drainase vertikal
dan tanpa menggunakan drainase vertikal terhadap waktu sebagai berikut ini.
17

Gambar 2.7 Penurunan Dengan dan Tanpa Drainase Vertikal


(Sumber : Barimbing, 2017)

Dalam Hardiyatmo (2020), ukuran tipe drainase vertikal dan bahan yang
digunakan dirangkum dalam Lampiran B.2.2.
1. Jarak antar PVD
Menurut Hardiyatmo (2020), Jarak PVD yang pernah digunakan adalah
antara 1,2 sampai 4 meter. Namun dalam pratik, jarak PVD yang lebih besar
dari 2 meter umumnya jarang. Falenius menyarankan jarak drainase vertikal
sebagai berikut :
Untuk lempung homogen : 1 sampai 1,6 m
Lempung berlanau : 1 sampai 1,8 m
Tanah – tanah yang lebih kasar : 1,5 sampai 2 meter

2. Panjang PVD
Menurut Hardiyatmo (2020), panjang PVD sama dengan panjangnya lintasan
drainase efektif dengan panjang maksimum ≤ 60 meter. Jika drainse terjadi
dua arah :

𝐿 = 2𝐻 (2.21)

dengan :
𝐿 = Panjang lintasan drainase efektif (m)
𝐻 = Panjang drainase vertikal PVD (m)
18

3. Transformasi Tampang PVD


Menurut Hardiyatmo (2020), konsolidasi dianggap hanya kearah radial dan
air pori di dalam tanah dialirkan oleh drainase vertikal yang mempunyai
penampang lingkaran. Karena PVD umumnya bertampang persegi panjang,
maka diameter drainase vertikal dinyatakan dalam bentuk diameter ekivalen.
Penjelasan mengenai transformasi panjang PVD dapat dilihat pada Gambar
2.8.
Keliling lingkaran = Keliling Persegi Panjang

𝜋𝑑 = 2(𝑎 + 𝑏) (2.22)
( )
𝑑 = (2.23)

dengan :
𝑑 = diameter PVD (m)
𝑎 = panjang PVD,(m)
𝑏 = lebar PVD (m)

Gambar 2.8 Diameter ekivalen PVD


(Sumber : Hardiyatmo, 2020)

4. Pola PVD
Pada penggunaan drainase vertikal, pola pemasangan yang digunakan ada 2
tipe yaitu susunan bujur sangkar dan segitiga sama sisi.
19

Gambar 2.9 Pola PVD


(Sumber : Hardiyatmo, 2020)

Menurut Hardiyatmo (2020), untuk kedua pola susunan luas zona yang
terdrainase oleh sebuah PVD adalah 1/4𝜋𝐷 .

𝐷 = 1,05 𝑆 (𝑝𝑜𝑙𝑎 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎) (2.24)

dengan :
D = Diameter pengaruh drainase (m)
S = Jarak PVD (m)
Menurut Hardiyatmo (2020), Michael (2020) dan Juniarso (2011), pola
pemasangan segitiga lebih efektif dalam mempercepat konsolidasi tanah
dengan menghasilkan penurunan yang lebih seragam sehingga lebih banyak
digunakan.

5. Smear Zone
Hardiyatmo (2020), akibat gangguan tanah saat pemasangan PVD, koefisien
konsolidasi lempung disekitar kolom drainase vertikal dapat berkurang.
Pengaruh gangguan tanah ini disebut pengotoran (smear). Skema gangguan
dapat dilihat pada gambar 2.10.
20

Gambar 2.10 Skema drainase vertikal denggan tanahan dan gangguan tanah
(Sumber : Hardiyatmo, 2020)

Bergado et al (1996) dalam Ariza (2014) merekomendasikan untuk


menentukan nilai parameter rasio permeabilitas smear zone yaitu :

= 5 𝑠/𝑑 20 (2.25)

dengan :
𝑘 = Koefisien permeabilitas horizontal
𝑘 = Koefisien permeabilitas smear zone

Jamiolkowski et al (1983) dalam Hansbo (1987) merekomendasikan untuk


suatu perencanaan diameter smear zone dapat diestimasi (2-3) kali diameter
mandrel.

𝑑 = (2 𝑠/𝑑 3)𝑑 (2.26)


×
𝑑 = (2.27)

dengan :
𝑑 = diameter smear zone,
𝑑 = diameter mandrel, dan
𝐴 = luasan ukuran mandrel.
21

FHWA (1986) mengusulkan persamaan bila gangguan tanah diperhatikan


namun tanpa gangguan drainase adalah seperti Persamaan 2.28.

𝑡= {𝐹(𝑛) + 𝐹(𝑠)} ln (2.28)

maka,

×
𝑈 = 1 − 𝑒𝑥𝑝 ( ) ( ) (2.29)

𝐹(𝑠) = − 1 ln (2.30)

dengan :
𝑡 = Waktu ke-n (hari)
𝐷 = Diameter pengaruh drainase (m)
𝐶 = Koefisien konsolidasi arah horizontal (m2/hari)
𝐹(𝑠) = Faktor smear zone
𝐹(𝑛) = Faktor jarak vertical drain
𝑈 = Derajat konsolidasi arah radial
𝑘 = Koefisien permeabilitas horizontal
𝑘 = Koefisien permeabilitas smear zone
𝑑 = Diameter smear zone (m)
𝑑 = Diameter mandrel (m)

2.1. Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis
menemukan penelitian dengan judul yang hampir sama seperti judul penelitian ini,
namun lokasi penelitiannya tidak dalam lingkup wilayah yang sama. Beberapa
penelitian sebagai refrensi dalam memperkaya bahan kajian pada penelitian
penulis sebagai berikut :
22

1. Kholifatur Rosidatul Jannah, Arief Alihudien, dan Suhartinah, (Teknik Sipil


Universitas Muhammadiyah), dengan judul Studi Alternatif Konstruksi Jalan
Menggunakan Konstruksi Timbunan Dengan Tanah Dasar Diperbaiki
Menggunakan Kombinasi Preloading Dan Prefabricated Vertical Drain
(Studi Kasus Jalan Lingkar Luar Barat Surabaya STA 1+050 – STA 1+250).
Dalam studi kasus ini Hinitial diperlukan untuk 6,78 m untuk total penurunan
tanah 1,81 m dan membutuhkan periode konsolidasi 100 tahun, dan dengan
direncanakan PVD dengan pola segitiga dengan jarak antara PVD 1 m dengan
panjang 12 m mampu mempercepat waktu konsolidasi lahan sebesar U 90%
dengan waktu akhir proses kompresi 7,5 minggu.
2. Ariza, Syawal Satibi, dan Ferry Fatnanta (Universitas Riau), dengan judul
Analisis Pengaruh Parameter Permeabilitas Smear Zone Terhadap Penurunan
Konsolidasi (Studi Kasus di PLTU –Pekanbaru, Riau). Dalam studi kasus ini
Pengaruh permebilitas smear zone terhadap besar penurunan tanah lunak
sangat besar pengaruhnya. Permeabilitas smear zone diakibatkan oleh
pembentukan kembali tanah disekeliling mandrel akibat instalasi vertical
drain. Semakin besar kerusakan tanah yang diakibatkan pada saat instalasi
vertical drain maka besar penurunan tanah lunak akan semakin kecil otomatis
waktunya akan semakin lama pula.
BAB III
METODOLOGI

3.1. Obyek Tugas Akhir


Proyek Pembangunan Jalan Tol Ruas Tebing Tinggi – Inderapura
merupakan rencana strategis Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera yang
ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat, termasuk untuk mendukung kelancaran
transportasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatera Utara.
Secara administratif lokasi proyek Pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol
Ruas Tebing Tinggi - Inderapura berlokasi di Provinsi Sumatera Utara.
Pelaksanaan proyek Jalan Tol Ruas Tebing Tinggi – Inderapura terbagi ke dalam
4 zona dengan panjang keseluruhan dari proyek Jalan Tol Ruas Tebing Tinggi –
Inderapura adalah 20,4 km mulai dari STA 86 + 250 sampai STA 106 + 650.
Untuk perbaikan tanah lunak dengan menggunakan PVD dan preloading
direncanakan berada dalam zona 1 sepanjang 800 meter yaitu diantara STA 88 +
600 – STA 89 + 400. Gambar peta/site lokasi proyek seperti diperlihatkan pada
gambar 3.1.

Gambar 3.1 Site Plan Jalan Tol di Sumatera Utara


(Sumber : Kantor PT. Hutama Karya Persero)

23
24

3.2. Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
pengujian tanah yang diperoleh dari PT. Hutama Karya (2020).
1. Data Tanah Dasar
Data tanah dasar yang diperoleh adalah data pegujian Boring Log dan N-SPT
dan Data tanah pengujian laboratorium (Tes Unconfined, tes konsolidasi, tes
analisa saringan, dan tes atterberg limit) diuji oleh Laboratorium Mekanika
Tanah Prodi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Darma Agung Medan.
Dengan titik bor yang digunakan dalam perencanaan ini sebanyak 1 (satu)
titik, yaitu titik BH 11.
2. Data Material tanah Timbunan
Data material tanah timbunan yang digunakan yang berasal dari quarry Laut
Tador yang diuji di Laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri Medan.

3.3. Tahapan Perencanaan


3.3.1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan pada tahap awal perencanaan untuk mencari dan
mengumpulkan refrensi – refrensi yang ada, berupa artikel dan jurnal ilmiah, buku
– buku pedoman yang akan digunakan sebagai acuan dalam melakukan
perencanaan. Adapun bahan studi yang nantinya digunakan dalam perencanaan
adalah :
1. teori pemampatan/settlement,
2. waktu konsolidasi,
3. Metode preloading, dan
4. Metode Prefabricated Vertical Drain.

3.3.2. Pengumpulan data sekunder


Bahan perencanaan yang digunakan adalah data sekunder yang meliputi :
1. Data pengujian lapangan (Boring Log dan N-SPT)
2. Data tanah pengujian laboratorium (Tes Unconfined, tes konsolidasi, tes
analisa saringan, dan tes atterberg limit)
3. Daerah peta wilayah
25

4. Gambar Existing
5. Spesifikasi Material PVD
6. Data Material Tanah Timbunan

3.3.3. Perhitungan beban yang bekerja


Beban yang bekerja pada jalan ini terbagi atas 2, yaitu beban perkerasan
dan beban lalu lintas. Berikut adalah tahapan untuk menghitung beban jalan :
1. Menentukan kelas jalan yang direncanakan sehingga mendapatkan beban lalu
lintas (𝑞) sesuai dengan Tabel 2.3.
2. Menghitung beban perkerasan (𝑞 ) setiap lapisan tergantung dengan
ketebalan dikali lebar dan panjang jalan yang direncanakan. Kemudian dikali
sesuai dengan berat isi material yang digunakan pada Tabel 2.4.
3. Menghitung beban total (𝑞 ) dengan menambahkan beban lalu lintas dan
perkerasan kaku.

3.3.4. Perhitungan penurunan tanah


Penurunan tanah terjadi akibat beban yang bekerja selama konstruksi
maupun setelah konstruksi selesai. Berikut adalah tahapan untuk menghitung
penurunan tanah total yang terjadi :
1. Menghitung penurunan segera (𝑆 ) menggunakan Persamaan 2.1 dengan
faktor pengaruh (𝐼 ) berdasarkan Gambar 2.3.
2. Menghitung tegangan overburden efektif (𝑃 ) menggunakan Persamaan 2.3.
3. Menghitung beban timbunan (𝑞 ) menggunakan Persamaan 2.5.
4. Menghitung tambahan tegangan vertikal (∆𝑃) menggunakan Persamaan 2.4.
5. Menghitung indeks kompresi tanah (𝐶 ) menggunakan Persamaan 2.6.
6. Menghitung penurunan konsolidasi primer (𝑆 ) menggunakan Persamaan 2.2.
7. Menghitung penurunan total (𝑆 ) menggunakan Persamaan 2.7.

3.3.5. Perhitungan tinggi timbunan total


Tahapan dalam menghitung tinggi timbunan total ini adalah sebagai
berikut :
1. Menghitung tinggi timbunan preloading (𝐻 ) menggunakan Persamaan 2.12.
26

2. Menghitung tinggi timbunan rencana (𝐻 ) menggunakan Persamaan 2.13.


3. Menentukan tinggi timbunan dari perkerasan sampaitanah asli (𝐻 )
berdasarkan elevasi yang direncanakan.
4. Menghitung tinggi timbunan total yang dibutuhkan (𝐻 ) menggunakan
Persamaan 2.11.

3.3.6. Perhitungan waktu konsolidasi tanpa PVD


Konsolidasi merupakan penurunan tanah yang disebabkan oleh keluarnya
air pori – pori tanah. Penurunan tersebut membutuhkan waktu lama. Tahapan
perhitungan penurunan dan waktu konsolidasi adalah sebagai berikut:
1. Menghitung koefisien konsolidasi vertikal (𝐶 ) menggunakan Persamaan
2.10.
2. Menghitung faktor waktu vertikal (𝑇 ) dengan nilai waktu (𝑡) yang bervariasi
menggunakan Persamaan 2.8.
3. Menghitung derajat konsolidasi arah vertikal (𝑈 ) menggunakan Persamaan
2.7.
4. Mendapatkan waktu konsolidasi (𝑡) dengan mengulangi perhitungan hingga
nilai derajat konsolidasi vertikal (𝑈 ) sebesar 0,9.

3.3.7. Perhitungan waktu konsolidasi PVD tanpa smear


Desain PVD digunakan untuk mempercepat penurunan tanah. PVD
merupakan material dari bahan sintetik. Waktu konsolidasi tanah yang telah
menggunakan PVD dan preloading biasanya mengalami percepatan dibandingkan
sebelumnya. Waktu penurunan dicari hingga memiliki derajat kosolidasi hingga
90%. Tahapan dalam menghitung waktu konsolidasi PVD tanpa memperhatikan
efek smear adalah sebagai berikut:
1. Direncanakan pola PVD menggunakan pola segitiga.
2. Dipilih jarak PVD menggunakan 1,2 m, 1,3 m, dan 1,4 m.
3. Menghitung koefisien konsolidasi vertikal (𝐶 ) menggunakan Persamaan
2.10.
4. Menghitung faktor waktu vertikal (𝑇 ) dengan nilai waktu (𝑡) yang bervariasi
menggunakan Persamaan 2.8.
27

5. Menghitung derajat konsolidasi arah vertikal (𝑈 ) menggunakan Persamaan


2.7.
6. Menghitung koefisien arah radial (𝐶 ) menggunakan Persamaan 2.14.
7. Menghitung diameter jangkauan kerja PVD (𝐷) menggunakan Persamaan
2.24.
8. Menghitung diameter lingkaran ekivalen PVD (𝐷 ) menggunakan Persamaan
2.23.
9. Menghitung faktor waktu horizontal (𝑇 ) dengan nilai waktu (𝑡) yang
bervariasi menggunakan Persamaan 2.17.
10. Menghitung faktor hambatan (𝐹(𝑛)) menggunakan Persamaan 2.18.
11. Menghitung derajat konsolidasi arah radial (𝑈 ) menggunakan Persamaan
2.16.
12. Menghitung derajat konsolidasi rata – rata (𝑈) menggunakan Persamaan 2.20.
13. Mendapatkan waktu konsolidasi (𝑡) dengan mengulangi perhitungan hingga
nilai derajat konsolidasi vertikal (𝑈) sebesar 0,9.

3.3.8. Perhitungan Waktu Konsolidasi PVD dengan smear


Efek smear merupakan gangguan tanah yang dapat mengurangi koefisien
konsolidasi yang ada disekitar drainase vertikal. Tahapan dalam menghitung
waktu konsolidasi PVD dengan memperhatikan efek smear adalah sebagai
berikut:
1. Direncanakan pola PVD menggunakan pola segitiga.
2. Dipilih jarak PVD menggunakan 1,2 m, 1,3 m, dan 1,4 m.
3. Menghitung koefisien konsolidasi vertikal (𝐶 ) menggunakan Persamaan
2.10.
4. Menghitung faktor waktu vertikal (𝑇 ) dengan nilai waktu (𝑡) yang bervariasi
menggunakan Persamaan 2.8.
5. Menghitung derajat konsolidasi arah vertikal (𝑈 ) menggunakan Persamaan
2.7.
6. Menghitung koefisien arah radial (𝐶 ) menggunakan Persamaan 2.14.
7. Menghitung diameter jangkauan kerja PVD (𝐷) menggunakan Persamaan
2.24.
28

8. Menghitung diameter lingkaran ekivalen PVD (𝐷 ) menggunakan Persamaan


2.23.
9. Menghitung nilai faktor waktu horizontal (𝑇 ) dengan nilai waktu (𝑡) yang
bervariasi menggunakan Persamaan 2.17.
10. Menghitung nilai faktor hambatan (𝐹(𝑛)) menggunakan Persamaan 2.18.
11. Menghitung diameter mandrel (𝑑 ) menggunakan Persamaan 2.27.
12. Menghitung diameter smear zone (𝑑 ) menggunakan Persamaan 2.26.

13. Menentukan nilai rasio permeabilitas smear zone ( ) menggunakan

Persamaan 2.25.
14. Menghitung Faktor smear zone (𝐹(𝑠)) menggunakan Persamaan 2.30.
15. Menghitung derajat konsolidasi arah radial (𝑈 ) menggunakan Persamaan
2.29.
16. Menghitung derajat konsolidasi rata – rata (𝑈) menggunakan Persamaan 2.20.
17. Mendapatkan waktu konsolidasi (𝑡) dengan mengulangi perhitungan hingga
nilai derajat konsolidasi vertikal (𝑈) sebesar 0,9.
BAB IV
RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil
Pada Tugas Akhir ini, akan ditampilkan hasil dari perhitungan pada setiap
tahapnya yaitu sebagai berikut :
1. Data sekunder yang telah dikumpulkan dan analisis klasifikasi jenis tanah
berdasarkan data.
2. Hasil perhitungan jumlah beban yang bekerja pada jalan.
3. Hasil perhitungan tinggi timbunan dan preloading yang direncanakan.
4. Hasil perhitungan penurunan total yang terjadi akibat beban jalan dan
timbunan.
5. Hasil perhitungan waktu konsolidasi tanpa PVD pada setiap jarak yang
direncanakan dan grafik hubungan waktu konsolidasi setiap jarak terhadap
derajat konsolidasinya.
6. Hasil perhitungan waktu konsolidasi dengan PVD tanpa memperhatikan efek
dari smear zone pada setiap jarak yang direncanakan dan grafik hubungan
waktu konsolidasi setiap jarak terhadap derajat konsolidasinya.
7. Hasil perhitungan waktu konsolidasi dengan PVD dengan memperhatikan
efek dari smear zone pada setiap jarak yang direncanakan dan grafik
hubungan waktu konsolidasi setiap jarak terhadap derajat konsolidasinya.
8. Grafik perbandingan antar waktu konsolidasi tanpa PVD, waktu konsolidasi
dengan PVD tanpa smear zone, dan waktu konsolidasi PVD dengan smear
zone terhadap derajat konsolidasinya pada setiap jarak yang direncanakan.

3.2. Pembahasan
Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas tentang klasifikasi jenis tanah yang
akan direncanakan menggunakan PVD pada lokasi proyek berdasarkan data yang
telah didapatkan. Data tersebut dikorelasikan dengan teori – teori yang ada terkait
klasifikasi jenis tanah. setelahnya, akan dilihat dampak yang terjadi terhadap
konstruksi akibat dari jenis tanah yang ada di lokasi proyek tersebut.

29
30

Kemudian akan dibahas tentang hasil tinggi timbunan dan beban awal
prealoding yang telah direncanakan dengan penurunan yang terjadi. Akan
dibandingkan hasil dari waktu konsolidasi tanpa PVD, waktu konsolidasi dengan
PVD tanpa smear zone, dan waktu konsolidasi dengan PVD dengan smear zone
pada setiap jarak yang direncanakan. Dari hasil perbandingan tersebut akan dilihat
bagaimana pengaruh PVD terhadap percepatan waktu konsolidasi dengan
mengkombinasikan metode preloading secara bersamaan dalam penggunaannya.
Lalu akan dilihat apakah efek smear zone dari proses pemasangan PVD tersebut
berpengaruh besar untuk menghambat fungsi dari PVD sebagai metode yang
mempercepat waktu konsolidasi tanah. Setelah itu, akan dilihat jarak yang paling
efektif untuk perencanaan PVD tersebut.
BAB V
RENCANA KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Dalam Tugas Akhir ini akan disimpulkan perencanaan pada jarak manakah
yang paling efektif dalam penggunaan PVD ini dan bagaimana pengaruh dari efek
smear zone selama proses pemasangan terhadap penggunaan PVD.

3.2. Saran

31
LAMPIRAN A

Gambar A.2.1 : Faktor Pengaruh Akibat Beban Timbunan (Osterberg,1957)


Sumber : Hardiyatmo, 2002
LAMPIRAN A

Gambar A.2.2 : Jenis perbaikan tanah yang cocok, yang disesuaikan dengan
ukuran butir tanah (U.S. Army,1999)
Sumber : Hardiyatmo, 2020
LAMPIRAN A

MULAI

Perumusan Masalah
Berupa Tanah lunak

Studi Literatur

Pengumpulan Data Sekunder :


1. Data pengujian lapangan (Boring Log dan N-SPT)
2. Data tanah pengujian laboratorium (Tes Unconfined, tes
konsolidasi, tes analisa saringan, dan tes atterberg limit)
3. Daerah peta wilayah
4. Gambar Existing
5. Spesifikasi Material PVD
6. Data Material Tanah Timbunan

Perhitungan Beban yang bekerja

Perhitungan Penurunan Tanah

Perhitungan Tinggi Timbunan

Perhitungan waktu konsolidasi tanpa


PVD

Gambar A.3.1.a : Bagan Alir Penelitian


LAMPIRAN A

Perhitungan Perencanaan dengan PVD

Tanpa Smear Smear

Kedalaman Pola Jarak Kedalaman Pola Jarak


PVD PVD PVD PVD PVD PVD

Perhitungan waktu konsolidasi PVD

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

SELESAI

Gambar A.3.1.b : Bagan Alir Penelitian


LAMPIRAN B
Tabel B.2.1 Korelasi Parameter Tanah
𝛾𝑠𝑎𝑡 Wsat 𝛾𝑠𝑎𝑡 K Cv gamma mv=I/E
Sifat tanah e n
g/cm3 lb cb ft % g/cm3 cm/s ft/year lugeon cm2/s ft^2/year bars Psi cm2/kg ft2/ton
lunak 0.5 31.25 4.4 0.8 163 1.31 1E-09 0.001 0.0001 0.00001 0.01 0.142 100 97.6
s 0.6 37.5 3.5 0.78 129.6 1.38 0.05 0.71 20 19.52
i 0.7 43.75 2.86 0.74 105.8 1.44 1E-08 0.0103 0.001 0.0001 3.4
l
0.8 50 2.38 0.7 88 1.5 0.0002 6.8 0.01 1.42 10 9.76
t
0.9 56.25 2 0.67 74.1 1.57 1E-07 0.0103 0.01 0.0003 10.1 0.05 7.05 2 1.952
y
0.0004 11.1 1 14.2 1 0.976
rata-rata 1 62.5 1.7 0.63 63 1.63 1E-06 1.03 0.1 0.0005 16.9 2 28.4 0.5 0.488
c
1.1 68.75 1.45 1.45 53.9 1.69 2E-06 2.06 0.0006 20.3 3 42.6 0.33 0.32208
l
a 1.2 75 1.25 1.25 46.3 1.76 3E-06 3.1 0.0007 23.6 4 56.8 0.25 0.244
y 1.3 81.25 1.08 1.08 39.9 1.82 4E-06 4,13 0.0008 27 5 71 0.2 0.1952
1.4 87.5 0.93 0.93 34.4 1.88 5E-06 5.17 0.0009 30.4 6 85.2 0.17 0.16592
sand 1.5 93.75 0.8 0.8 29.6 1.94 6E-06 6.2 0.001 338 7 99.4 0.14 0.13664
1.6 100 0.69 0.69 25.5 2.04 7E-06 7.24 8 113.6 0.12 0.11712
g 1.7 106.25 0.59 0.59 21.8 2.07 8E-06 8.26 9 127.8 0.11 0.10736
r 1.8 112.5 0.5 0.5 18.5 2.13 9E-06 9.3 0.01 3380 10 142 0.1 0.0976
a 1.9 118.75 0.42 0.42 15.6 2.2 1E-05 10.33 1 11 156.2 0.091 0.08882
ve 1E-04 103 10 0.1 338000 12 170.4 0.083 0.08101
l gravel 2 125 0.35 0.35 13 2.26 0.001 1030 100 13 184.6 0.077 0.07515
2.1 131.25 0.29 0.29 10.6 2.32 0.01 10300 1000 14 198.8 0.073 0.07125
s 2.2 137.5 0.23 0.23 8.4 2.39 0.1 103000 10000 15 213 0.064 0.06246
a 2.3 143.75 0.17 0.17 6.4 2.45 20 284 0.05 0.0488
n 2.4 150 0.13 0.13 4.63 2.51 50 710 0.02 0.01952
d 2.5 156.25 0.08 0.08 2.96 2.57 100 1420 0.01 0.00976
2.6 162.5 0.038 0.038 1.42 2.64 500 7100 0.002 0.00195
2.7 168.75 0 0 0 2.7 1000 14200 0.001 0.00098
(Sumber : Biarez dan Favre, 1976)
LAMPIRAN B
Tabel B.2.2 Tipe drainase vertikal dan cara pemasangan (Jamiolkowski et al.,
1983)
Tipe drainase Cara Diameter Jarak tipikal Panjang
pemasangan drainase (m) maksimum
(m) (m)
Drainase pasir Dipancang 0,15 – 0,6 1–5 ≤ 30
atau
digetarkan
mandrel ujung
tertutup (tipe
perpindahan)
Drainase pasir Batang 0,3 – 0,5 2–5 ≤ 35
berlubang
flight auger
kontinu
(perpindahan
kecil)
Drainse pasir Disemprotkan 0,2 – 0,3 2–5 ≤ 30
(jetted) (tanpa
perpindahan)
Prefabricated Dipancang 0,06 – 0,15 1,2 – 4 ≤30
sand drain atau
(sand wicks) digetarkan
mandrel ujung
tertutup; flight
auger; bor
cuci putar
(perpindahan
besar atau
kecil)
Prefebricated Dipenetrasikan 0,05 – 0,1* 1,2 – 3,5 ≤60
band shape atau
drain (PVD) digetarkan
dengan
mandrel
tertutup
(perpindahan
besar atau
kecil)
*Diameter ekivalen
(Sumber : Hardiyatmo, 2020)

Anda mungkin juga menyukai