Anda di halaman 1dari 19

UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama : Muhammad Kennyzyra Bintang


NIM : 21914032
Mata Kuliah : Bahan Perkerasan Jalan

Soal Bagian -1
1. Berikan contoh kasus Problematic Soil pada perancangan, pelaksanaan,
dan pemeliharaan jalan khusunya di Indonesia!
Tanah problematik merupakan tanah yang tidak memenuhi syarat untuk
dijadikan tanah dasar atau landasan bagi struktur perkerasan jalan karena
permasalahan rendahnya daya dukung dan sifat kemampatan tanah yang besar.
Tanah Problematik terdiri dari beberapa tanah yang pada dasarnya mempunyai
karakteristik properties yang berbeda dari konsistensi sangat lunak sampai
dengan lunak dengan nilai kompresibilitas rendah, nilai permeabilitas rendah,
dan daya dukung juga rendah. Permasalahan yang biasa ditemui dalam
pelaksanaan konstruksi jalan antara lain:
a. ‘At-grade’, yaitu kondisi perkerasan yang selevel dengan tanah dasarnya
sehingga tanah dasar asli difungsikan sebagai lapisan subgrade.
Permasalahan yang terjadi distruktur perkerasan yang terjadi pada kondisi
ini adalah menurunnya daya dukung tanah dasar akibat muka air tanah dan
system drainasenya, maka perlu direncanakan dengan baik agar tidak
merusak struktur perkerasan yang ada diatasnya,
b. ‘At-fill’, yaitu kondisi perkerasan berada pada timbunan sehingga
timbunan difungsikan sebagai lapisan subgrade. Permasalahan yang terjadi
adalah ketika beban timbunan tidak mampu didukung oleh lapisan tanah
sehingga dapat berdampak menurunnya stabilitas timbunan yang
berpotensi terhadap keruntuhan.
c. ‘At-cut’, yaitu kondisi perkerasan berada pada daerah galian. Permasalahan
yang terjadi dapa berupa kerusakan karena dampak dari pengurangan beban
pada lereng alamnya yang berdampak pada berkurangnya daya dukung dan
kemantapan stabilitas lereng.
Contoh kasus kerusakan jalan akibat tanah problematic diambil dari penelitian
Nehlaturrahma dan Herawaty (2003) pada ruas Jalan Gading-Playen
Kabupaten Gunung Kidul dengan rincian sebagai berikut.
a. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada ruas Jalan Gading-Playen Kabupaten Gunung
Kidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar berikut dengan keterangan ruas Jalan Gading-Playen
diberi tanda lingkaran berwarna biru.

Gambar 1. Lokasi Penelitian


b. Faktor yang mempengaruhi
Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut.
1) Daya dukung tanah pada ruas Jalan Gading-Playen sangat rendah. Hal
ini berdasar pada nilai CBR tanah dasar yang kecil.
2) Tanah dasar termasuk kelompok tanah lempung yang memiliki sifat
plastis dan kembang susut besar sehingga sangat sensitif terhadap air.
3) Gradasi agregat sudah mengalami degradasi dan agregat yang
digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi gradasi agregat yang
ditentukan untuk surface course.
4) Penggunaan kadar aspal yang tidak merata menyebabkan kadar aspla
pada masing-masing stasiun berbeda, namun kadar aspal rata-rata
sebesar 6,21% lebih besar dari kadar aspal yang disyaratkan yaitu 6%.
5) Tebal lapis perkerasan yang ada dengan ITP 6,12 cm ternyata belum
mampu memikul beban lalu lintas ruas Jalan Gading-Playen saat ini.
6) Dimensi saluran drainase yang terdapat pada ruas Jalan Gading-Playen
belum mencukupi kebutuhan untuk menampung limpasan air yang ada
dan kondisi bahu jalan yang tidak memiliki kemiringan menyebabkan
limpasan air tergenang di atas permukaan perkerasan.
c. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Perlu dilakukan pemadatan hingga didapatkan kapasitas daya dukung
dengan CBR lapangan yang sesuai.
2) Dapat juga dilakukan stabilisasi tanah dasar atau penggantian material
hingga kedalaman tertentu.
3) Perlu penggunaan dimensi saluran drainasi yang sesuai dengan
kebutuhan limpasan air terutama pada saluran samping (side ditch)
untuk membuang air hujan mengingat tanah dasar pada lokasi
merupakan tanah yang sensitif dengan air.
4) Perlu penambahan lapis perkerasan untuk menambah daya dukung
perkerasan terhadap beban lalu lintas yang ada.
Sumber: Nehlaturrahma & Herawaty, M. 2003. Studi Kasus Kerusakan Jalan
Gading-Playen Kabupaten Gunung Kidul. Tugas Akhir. Program Sarjana
Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis campuran untuk
flexible pavement. Jelaskan dan gambarkan tahapan proses pemilihan
campuran perkerasan dalam bentuk bagan alir sederhana.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis campuran untuk flexible
pavement adalah sebagai berikut.
a. Lalu lintas
Lalu lintas merupakan faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis
campuran. Karena semakin banyak dan padat lalu lintas yang akan
melewati suatu jalan maka ketebalan untuk flexible pavement semakin
tebal.
b. Lingkungan
c. Struktur Perkerasan Bawah Permukaan
d. Kondisi dan Persiapan Perkerasan Eksisting
e. Ekonomi.
Berikut diagram alir untuk prosedur metodologi desain perkerasan fleksibel
menurut Asphalt Institute.

Gambar 2. Diagram Alir untuk Prosedur Metodologi Desain Perkerasan Fleksibel


Menurut Asphalt Institute
Tahapan pemilihan campuran perkerasan adalah sebagai berikut.
a. Menentukan nilai kumulatif ESAL
Jumlah kumulatif ESAL (18 kps) selama periode desain ditentukan setelah
berikut ini diperkirakan:
1) komposisi lalu lintas tahunan rata-rata selama tahun pertama
pembukaan, dalam hal komposisi berat gandar atau komposisi jenis
kendaraan;
2) persentase truk lalu lintas di jalur rencana; dan
3) persentase tingkat pertumbuhan tahunan untuk truk.
b. Pemilihan modulus ketahanan tanah dasar
Pemilihan modulus ketahanan tanah dasar MR, data lain yang diperlukan
untuk penentuan ketebalan lapisan, dilakukan setelah pengambilan sampel
dan laboratorium yang representatif pengujian. Jika sampel dari suatu lokasi
memberikan MR rendah, menunjukkan tanah yang sangat lemah,
direkomendasikan untuk mengambil dan menguji sampel tambahan untuk
menentukan batas wilayah dengan tanah yang lemah. Desain Nilai MR
bukanlah rata-rata dari nilai yang ditentukan tetapi nilai yang lebih rendah
dari persentil tertentu dari semua nilai tes. Prosedur untuk memilih nilai MR
desain yang sesuai dengan persentil tertentu dijelaskan oleh contoh di
Asphalt Institute (1999).
c. Pemilihan bahan lapisan
Pemilihan bahan lapisan untuk desain perkerasan fleksibel menurut Asphalt
Institute terklasifikasi untuk base dan sub-base, untuk campuran permukaan
(terdiri dari beton aspal dan Campuran aspal dingin – campuran dasar aspal
emulsi).
d. Pemilihan kelas aspal
Tingkat aspal dipilih sesuai dengan suhu udara tahunan rata-rata (MAATs).
Tiga kondisi suhu yang berbeda dibedakan: dingin (≤7°C), hangat (7°C
hingga 24°C) dan panas (≥24°C). Nilai aspal yang direkomendasikan adalah
penetrasi 120/150 atau penetrasi 85/100 untuk kondisi dingin, penetrasi
85/100 atau penetrasi 60/70 untuk kondisi hangat, dan penetrasi 60/70 atau
penetrasi 40/50 untuk kondisi panas.
e. Penentuan ketebalan (prosedur)
Penentuan ketebalan setiap lapisan ditentukan dari nomograf yang sesuai.
Nomograf yang dikembangkan adalah untuk kondisi suhu dingin, hangat
dan panas, masing-masing dicatat untuk 7°C, 15,5°C dan 24°C, dan untuk
dua alternatif ketebalan lapisan dasar tidak terikat, 150 atau 300 mm.
Nomograf penentuan ketebalan setiap lapisan terklasifikasi untuk
perkerasan lentuk tidak terikat, perkerasan dengan kedalaman penuh, dan
perkerasan dengan aspal dingin.
f. Pembangunan konstruksi yang direncanakan
Konstruksi tahap yang direncanakan adalah konstruksi dimana lapisan aspal
dibangun pada tahapan sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditentukan.
Prasyarat utama untuk konstruksi tahap yang direncanakan adalah bahwa
semua tahap berikutnya (biasanya satu tahap plus satu) harus diterapkan
sesuai jadwal dan sebelum tanda kelelahan perkerasan muncul.
Menurut Asphalt Institute (1999), metode desain melibatkan tiga tahap:
1) tahap pertama desain,
2) desain awal overlay tahap kedua dan,
3) desain akhir tahap kedua hamparan.
g. Analisis ekonomi
Analisis ekonomi dapat dilakukan sebelum keputusan desain akhir diambil,
dengan membuat: perbandingan ekonomi antara desain perkerasan
alternatif. Ini menggabungkan konsep nilai sekarang untuk mengevaluasi
pengeluaran masa depan dan prosedur analisis biaya siklus hidup. Faktor
dasar yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1) biaya awal struktur perkerasan;
2) biaya overlay masa depan, pemeliharaan besar atau rekonstruksi, atau
intervensi lain;
3) waktu, dalam tahun, dari konstruksi awal hingga setiap intervensi;
4) nilai sisa struktur pada akhir periode analisis;
5) minat kecepatan; dan
6) penentuan periode analisis.
Sumber: Nikolaides, A. 2014. Highway Engineering. CRC Press. Boca Raton,
Florida.
3. Mengapa dalam pekerjaan perkerasan lentur verifikasi lapangan perlu
dilakukan dengan tepat dan benar. Jelaskan tahapan, kriteria, dan proses
verifikasi lapangan yang perlu dilakukan agar tujuan verifikasi tersebut
terpenuhi.
Verifikasi lapangan perlu karena tersebut digunakan untuk mengukur
perbedaan antara campuran hasil batching plant aspal yang dihasilkan dengan
Job Mix Formula (JMF) yang ditentukan pada fase desain campuran, dan untuk
menentukan tindakan korektif yang perlu dilakukan.
a. Kriteria yang harus dipenuhi
Verifikasi lapangan dari campuran aspal melibatkan pengujian dan analisis
campuran yang diproduksi di lapangan untuk memastikan kriteria Job Mix
Formula (JMF) yang ditentukan terpenuhi. Beberapa kriteria tersebut
adalah sebagai berikut.
1) konten pengikat,
2) gradasi setiap ukuran ayakan yang ditentukan,
3) tipe campuran dingin/panas,
4) sifat agregat termasuk berat jenis curah,
5) sifat volumetrik termasuk Pa, VMA, dan VFA,
6) massa jenis dan berat jenis maksimum campuran, dan
7) stabilitas, aliran atau parameter kinerja lain yang ditentukan.
b. Proses verifikasi lapangan
Proses verifikasi lapangan terbagi menjadi dua tingkat analisis yang
berbeda.
1) Verifikasi Job Mix Formula (JMF)
Kandungan aspal, analisis rongga, gradasi, dan pengujian tertentu
lainnya dilakukan untuk membandingkan sifat campuran ketika di
lapangan dengan JMF. Beberapa uji yang dilakukan dalam proses
verifkasi JMF adalah sebagai berikut.
a) Perataan campuran, untuk konstituen individu dan agregat campuran
dari pengering
b) Stabilitas dan analisis rongga campuran termasuk maksimum teoritis
berat jenis campuran lepas, aliran dan rongga, kepadatan, konten
pengikat
c) Tingkat penyebaran campuran
d) Kepadatan lapisan yang dipadatkan
e) Kontrol suhu pengikat di boiler, agregat di pengering, campuran
pada saat peletakan dan penggulungan
2) Verifikasi campuran harian
Verifikasi campuran harian dapat memberikan peringatan dini dengan
menunjukkan adanya penyimpangan sifat campuran dari spesifikasi.
Verifikasi harian merupakan bagian dari pengendalian proses pabrik
yang dapat mengidentifikasi potensi masalah pada sampel campuran.
Pengambilan sampel dilakukan secara acak agar evaluasi dari material
yang tidak bias dapat dibuat. Nilai hasil verifikasi campuran harian akan
diplot pada Diagram Kontrol. Diagram kontrol adalah plot campuran
data yang menyediakan grafik representasi dari proses produksi.
Campuran data yang dimaksud seperti rongga udara dan konten
pengikat.
c. Tes dan Pengendalian Mutu
Agar didapatkan agregat yang sesuai dengan standar maka dilakukan
beberapa tes sebagai berikut.
1) Konten aspal
Beberapa metode dapat digunakan untuk menentukan konten pengikat.
Metode yang paling sering digunakan adalah uji ekstraksi (AASHTO-T
64 atau ASTM D2172) dan uji oven pengapian (AASHTO-T 308).
2) Gradasi agregat
Berbagai metode juga ada untuk menentukan gradasi agregat. Hasiil
gradasi dapat bervariasi tergantung pada lokasi sampel. Ekstraksi atau
pengujian oven pengapian dari bahan campuran batching plan dianggap
sebagai pengukuran yang lebih akurat untuk gradasi agregat dari
campuran akhir.
3) Berat jenis maksimum campuran
Biasanya digunakan sebagai acuan untuk menentukan densitas
campuran aspal di tempat.
4) Berat jenis curah dan rongga dari campuran
Berat jenis massal campuran (Gmb) dapat ditentukan pada setiap HMA
yang dipadatkan. Termasuk material yang dipadatkan di lab atau
material yang dipadatkan di jalan raya.
Saat mengambil sampel campuran lapangan untuk penentuan berat jenis
curah, pemadatan laboratorium tanpa pemanasan ulang
direkomendasikan. Jika pemanasan ulang sampel dingin atau sampel
yang disimpan tidak dapat dihindari, korelasi harus dibuat untuk
menyesuaikan upaya pemadatan pada campuran yang dipanaskan ulang
agar sesuai dengan sifat volumetrik (seperti VMA dan persen rongga
udara) dari campuran lapangan yang tidak dipanaskan kembali.
Sumber: Manual for Dense Graded Bituminous Mixes (DBM/BC) dan Field
Verification of Asphalt Mixtures.
4. Jelaskan mekanisme terjadinya proses penuaan campuran beraspal
(ageing of asphalt mixture). Buatlah tabel/e-matriks atau diagram skema
yang menunjukkan mekanisme penuaan, faktor yang mempengaruhi
tingkat penuaan, beraspal, metode atau alat untuk mensimulasi/mengukur
penuaan aspal.
Matrikulasi mengenai aging dapat dilihat pada tabel di halaman selanjutnya.
Tabel 1. Aging
No. Aspek Penjelasan
1 Pengertian aging Aging adalah efek pengerasan aspal seiring waktu
yang disebabkan oleh oksidasi, panas, dan cahaya
UV.
2 Mekanisme aging Mekanisme aging mungkin berlaku untuk aspal
saja
atau berlaku juga untuk bitumen serta terhadap
bahan tambah atau pengubah yang mungkin
dicampur dan langkah-langkah berikut berfokus
hanya pada aspal.
1. Penguapan
a. Seiring bertambahnya usia aspal,
komponen-komponen yang lebih rendah
massa molekul dapat menghilang ke udara
atau ke atmosfir.
b. Proses suhu tinggi terkait dengan
penurunan massa pengikat.
c. Tingkat penguapan tergantung pada
metode pembuatan pengikat bitumen.
2. Oksidasi yang melibatkan penggabungan
oksigen ke dalam struktur molekul
bitumen bahan pengikat.
a. Oksigen diambil ke dalam struktur
molekul bitumen UV merupakan inisiator
penting dan akselerator
b. Berkaitan dengan peningkatan massa
pengikat.
Lanjutan Tabel 1. Aging
No. Aspek Penjelasan
2 (Lanjutan) 3. Pemasangan oksidatif eksternal
Mekanisme aging a. Penggabungan dua molekul yang berbeda
untuk membentuk yang lebih besar
struktur yang lebih berat UV merupakan
inisiator penting dan akselerator
b. Oksigen dapat dihilangkan atau mungkin
menjadi katalis
c. Berkaitan dengan penurunan massa
pengikat.
4. Pengeluaran
a. Seiring waktu, minyak komponen tertentu
dalam maltene fase dalam bitumen
pengikat bitumen dapat diserap oleh
rongga/pori-pori di agregat, yang
menghasilkan pengikat yang lebih kaku.
b. Keadaan luar biasa terkait dengan ukuran
pori dan keseimbangan komposisi aspal
5. Pengerasan sterik
a. Proses dimana molekul mengatur ulang
diri mereka ke dalam keadaan yang lebih
padat energi paling sedikit mempengaruhi
mobilitas sebagai antarmolekul kekuatan
yang terlibat.
b. Persyaratan waktu dalam uji penetrasi
periode pengkondisian adalah 1 hingga
1,5 jam di udara dan 1 hingga 1,5 jam di
dalam air. Selama fase ini penetrasi dapat
berubah sebanyak 1 dmm per jam.
Lanjutan Tabel 1. Aging
No. Aspek Penjelasan
3 Faktor yang 1. Komposisi kimia bitumen
mempengaruhi 2. Rongga yang ada di dalam lapisan aspal
tingkat penuaan 3. Adanya antioksidan seperti jeruk nipis.
Polimer, dan senyawa berbasis seng mungkin
melawan beberapa efek penuaan
4. laju difusi oksigen melalui pengikat.
5. Ketebalan lapisan dari pengikat bitumen
sekitar agregat
6. Viskositas pengikat bitumen yang mengatur
laju difusi oksigen melalui pengikat
7. Tekanan parsial oksigen
8. Temperatur udara
9. Ketebalan lapisan aspal yang mengatur laju
difusi bahan teroksidasi di seluruh lapisan.
10. Iklim yang menentukan efek dari
kelembaban, suhu dan tutupan awan.
11. Agregat yang dapat menyebabkan eksudasi
atau mengkatalisis oksidasi
5 Metode dan alat 1. Thin Film Oven (TFO)
untuk mengukur Mensimulasikan jangka pendek penuaan
short term aging dengan memanaskan lapisan aspal dalam
oven selama 5 jam pada 163°C (325°F).
Gambar alat yang digunakan dapat dilihat
pada halaman selanjutnya.
Lanjutan Tabel 1. Aging
No. Aspek Penjelasan
5 (Lanjutan)
Metode dan alat
untuk mengukur
short term aging

2. Rolling Thin Film Oven (RTFO)


Mensimulasikan penuaan jangka pendek
dengan
memanaskan film aspal yang bergerak dalam
oven untuk 85 menit pada 163°C (325°F)

3. Stirred Air Flow Test (SAFT)


Tes RTFOT dan Tes TFOT membutuhkan
waktu yang lama untuk sampel usia yang
tepat, SAFT mempercepat proses dengan
menggunakan bitumen udara bertiup.
Hembusan udara mengoksidasi produk
minyak mentah di aspal dan menua sampel
pada tingkat yang lebih cepat.
Lanjutan Tabel 1. Aging
No. Aspek Penjelasan
5 (Lanjutan) Lama untuk pengujian ini adalah 35 menit.
Metode dan alat
untuk mengukur
short term aging

6 Metode dan alat Pressure Aging Vessel (PAV):


untuk mengukur mensimulasikan efek jangka panjang penuaan
long term aging aspal yang terjadi sebagai akibat dari 7 hingga 10
tahun layanan perkerasan Hot Mix Asphalt
(HMA)

Sumber: Birgisson, B. Aging of Asphalt Pavements. Zachry Department of Civil


Engineering. Texas A&M University, Texas.
Soal Bagian -2
I
PENDAHULUAN
Nono (2015) menyatakan bahwa lebih dari 90% dari seluruh panjang yang
ada di Indonesia menggunakan teknologi perkerasan lentur atau perkerasan
beraspal. Hal ini didukung oleh pernyataan Harnaeni dkk (2013) yang menyatakan
bahwa perkembangan konstruksi jalan raya sangat berkembang pesat, dimana
semua aktifitas manusia banyak menggunakan transportasi darat, sehingga
pembangunan maupun pemeliharaan jalan raya sangat menjadi perhatian utama
pemerintah, untuk mendapatkan rasa aman, nyaman, bagi para pengguna jalan raya.
Akan tetapi, terdapat beberapa penyebab yang menyebabkan perkerasan lentur
mengalami penurunan kinerja yang salah satunya adalah penuaan. Herman dan
Yamin (2005) menyatakan bahwa penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik
untuk mengetahui durabilitas campuran beraspal. Penuaan aspal disebabkan oleh
dua faktor utama, yaitu penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung dalam
aspal dan oksidasi (penuaan jangka pendek, short-term aging), serta oksidasi yang
progresif (penuaan jangka panjang, long-term aging). Hofko dkk (2017)
menambahkan, suhu merupakan salah satu penyebab proses penuaan terjadi, karena
suhu memicu terjadi oksidasi. Semakin relatif tinggi suhu maka tingkat oksidasi
tinggi. Penuaan ini menyebabkan terjadinya pengerasan pada aspal, yang
selanjutnya meningkatkan kekakuan campuran beraspal sehingga akan
mempengaruhi kinerja campuran beraspal terutama pada sifat aspal.
Hofko dkk (2017) menyatakan bahwa sifat campuran aspal setelah penuaan
merupakan parameter mendasar dalam menentukan kinerja jangka panjang
(misalnya daya tahan) dari bahan-bahan aspal. Lebih lanjut, Hofko dkk (2017) juga
menyatakan bahwa dalam hal sifat mekanik, aspal cenderung menjadi lebih kaku,
lebih elastis, dan rapuh dari waktu ke waktu. Berdasarkan dua pernyataan
sebelumnya, Hofko dkk (2017) melakukan penelitian terkait pengaruh suhu
penuaan jangka pendek pada sifat aspal.
Menurut saya, dengan dilakukan penelitian mengenai pengaruh-pengaruh
terhadap sifat aspal yang mengakibatkan penurunan kinerja aspal terutama penuaan
maka hal ini dapat menjadi salah satu upaya untuk menambah keilmuan dan
wawasan mengenai penuaan sehingga kedepannya tercipta campuran aspal yang
mempunyai kinerja yang baik dalam rentang waktu yang lebih lama.

II
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Hofko dkk (2017) melakukan penelitian tentang pengaruh suhu penuaan
jangka pendek pada sifat aspal. Berdasarkan penelitian tersebut, nilai penetrasi pada
aspal akan menurun seiring bertambahnya usia aspal. Selain itu, peningkatan suhu
metode uji Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT) meningkatkan tingkat penuaan.
RTFOT pada 163°C mengurangi nilai rata-rata penetrasi hingga di bawah 50 x 0,1
mm, RTFOT pada 143°C menjadi sekitar 60 x 0,1 mm, dan RTFOT pada 123
menjadi 70 x 0,1 mm. Namun, setelah penuaan Pressure Aging Vessel (PAV)
berikutnya, semua kondisi RTFOT memiliki nilai penetrasi rata-rata berkurang
menjadi 30 x 0,1 mm. Hal ini menunjukkan bahwa efek penuaan PAV lebih parah
daripada penuaan RTFOT. Setelah penuaan PAV, penetrasi sampel RTFOT yang
berusia pada 123°C adalah sekitar 31-32 x 0,1 mm, sedangkan sampel berusia PAV
yang berusia RTFOT pada 143°C dan 163°C memiliki penetrasi sekitar 28-29 x 0,1
mm.
Pembahasan lainnya, penuaan PAV setelah RTFOT pada 123°C menaikkan
titik pelunakan menjadi sekitar 57°C Penuaan PAV setelah RTFOT pada 143°C
dan 163°C masing-masing menaikkan titik pelunakan menjadi sekitar 58°C dan
59/60°C. Dengan demikian, suhu penuaan yang digunakan untuk RTFOT tidak
berdampak signifikan pada titik pelunakan setelah penuaan PAV.
Dalam suhu RTFOT yang berbeda, terlihat bahwa ketika menggunakan
163°C terjadi peningkatan modulus kompleks yang lebih parah dibandingkan
dengan dua suhu lainnya: 143°C dan 123°C. Hasil serupa juga dapat diamati untuk
tiga kondisi penuaan yang sesuai saat PAV dilakukan. Kondisi pengujian pada suhu
rendah meminimalkan efek penuaan dalam mengurangi perbedaan modulus
kompleks. Penuaan tampaknya menyebabkan penurunan yang signifikan dalam
nilai hanya ketika PAV dilakukan, menunjukkan hilangnya komponen kental dari
modulus kompleks, meskipun pola yang jelas tidak dapat diidentifikasi. Analisis
statistik yang lebih rinci akan dilakukan dalam kemajuan penelitian untuk
memverifikasi analisis visual secara kuantitatif.
Hofko dkk (2019) melakukan penelitian tentang dampak dari suhu pada
proses penuaan aspal dari segi kemo-mekanis dan menyimpulkan bahwa dengan
adanya dua pengikat dengan tingkat penetrasi yang sama tetapi dari yang berbeda
sumber berumur pendek menggunakan RTFOT dan lebih lama istilah usia
menggunakan PAV. Hasilnya menunjukkan bahwa tergantung pada sensitivitas
penuaan sumber pengikat dapat berbeda secara signifikan. Indeks penuaan reologi
menunjukkan bahwa pengikat yang berbeda bereaksi berbeda dengan penuaan dan
beberapa lebih "tahan penuaan". Penurunan suhu penuaan RTFOT memiliki efek
signifikan pada Penuaan RTFOT dan PAV sebagaimana ditentukan oleh penuaan
reologis indeks RAI. Penyelidikan kimia menggunakan FTIR telah menunjukkan
bahwa campuran suhu produksi memiliki dampak yang lebih kuat pada formasi
struktur sulfoksida daripada struktur karbonil. jangka panjang status penuaan
setelah PAV dipengaruhi oleh penuaan jangka pendek suhu. Hasil ini menunjukkan
pentingnya mempertimbangkan kedua jenis penuaan sebagai penuaan jangka
pendek dan jangka panjang kerentanan tidak selalu mengikuti tren yang sama.
Tergantung pada pengikat mungkin ada korelasi yang masuk akal antara penuaan
reologi dan penuaan kimia. Hasil dari ini studi mengkonfirmasi bahwa suhu
penuaan jangka pendek yang lebih rendah dapat bermanfaat dalam mengurangi
penuaan jangka panjang dari aspal. Ini aspek harus dipertimbangkan dalam
mensimulasikan penuaan berkurang campuran suhu di laboratorium dan
standarisasi lebih lanjut dari prosedur tersebut.
III
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan beberapa uraian pada bagian I dan II maka dapat disimpulkan
beberapa simpulan sebagai berikut.
1. Suhu merupakan salah satu faktor terjadinya penuaan pada campuran beraspal
yang memicu terjadinya oksidasi dan mengakibatkan perubahan sifat aspal.
2. Perbedaan metode untuk pengujian short term aging menyebabkan adanya
perbedaan dampak pada sifat-sifat aspal yang diteliti.

Rekomendasi yang saya berikan berdasarkan beberapa uraian di atas adalah


sebagai berikut.
1. Dilakukan pengujian terhadap faktor-faktor lain yang berkaitan dengan
terjadinya penuaan pada campuran aspal sehingga kedepannya dapat menjadi
upaya untuk mempertahankan kinerja campuran beraspal dalam waktu yang
lebih lama.

Link paper yang digunakan:


https://www.tandfonline.com/doi/pdf/10.1080/14680629.2017.1304268?needAcc
ess=true
REFERENSI

Hofko, B., Falchetto, A.C., Grenfell, J., & Lu, H.X. 2017. Effect of Short-Term
Ageing Temperature on Bitumen Properties. Road Materials and Pavement
Design. 18(52): 108-117.
Hofko, B., Poulikakos, L.D., Cannone, F.A., Wang, D., & Porot, L. 2019. Impact
of Asphalt Aging Temperature on Chemo-Mechanics. Royal Society of
Chemistry. 9: 11602-11613.
Nono. 2015. Pengembangan teknologi aditif untuk campuran beraspal yang
menggunakan RAP dan asbuton, Bandung: Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan.
Herman & Yamin, R.A. 2005. Pengaruh Lingkungan Tropis Indonesia pada
Penuaan Aspal dan Modulus Kekakuan Resilien Campuran Beraspal. 5 (2):
99-110.

Anda mungkin juga menyukai