BAB II
PERENCANAAN PERKERASAN BETON
Dalam perencanaan perkerasan beton semen, tebal pelat beton dihitung agar
supaya mampu memikul tegangan yang ditimbulkan oleh :
Beban roda kendaraan.
Perubahan suhu dan kadar air.
Perubahan volume pada lapisan dibawahnya.
Untuk mengatasi repetisi pembebanan lalu-lintas sesuai dengan konfigurasi
dan beban sumbunya, dalam perencanaan tebal pelat diterapkan prinsip
kelelahan (fatigue) dari pelat beton dan erosi pada lapisan dibawah pelat.
Perencanaan tebal perkerasan beton yang diuraikan dalam pedoman ini,
didasarkan pada:
Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan oleh Modulus Reaksi Tanah Dasar
(k).
Tebal dan jenis lapis pondasi bawah yang diperlukan untuk melayani lalu-
lintas pelaksanaan, mengendalikan pemompaan (pumping) dan perubahan
volume tanah dasar, serta untuk mendapatkan keseragaman daya dukung
dibawah pelat.
Kekuatan beton yang dinyatakan oleh kuat tarik lenturnya (MR).
Tipe bahu jalan, apakah berupa pelat beton yang bersatu dengan perkerasan
atau tidak.
Beban lalu-lintas yang dinyatakan oleh beban sumbu dan tipenya.
2.4.1 Fungsi
Pada perkerasan beton semen lapis pondasi berfungsi sebagai berikut :
Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
5
Mencegah rembesan dan pamping pada sambungan, retakan dan tepi
pelat.
Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
Sebagai lantai kerja selama pelaksanaan.
D50 (filter)
(c) --------------- < 25
D50 (tanah)
Dimana : D15, D50, dan D85 adalah ukuran partikel dari kurva gradasi
masing-masing pada 15%, 50% dan 85% yang lolos saringan dalam
berat.
2.4.3.3 Pondasi tanpa pengikat bergradasi rapat
Lapis pondasi tanpa pengikat bergradasi rapat (dense graded) bila
dipadatkan dengan sempurna memiliki permeabilitas yang rendah
sehingga lapis pondasi perlu diperlebar cukup sampai 30 cm diluar tepi
jalan beton. Lapis pondasi dengan lebar penuh berguna untuk
mengisolasi tanah yang sangat ekspansif.
Ketebalan minimum lapis pondasi untuk mencegah pamping antara 10
cm – 15 cm. Agar dapat mendukung beban lalu-lintas berat, kepadatan
yang disyaratkan tidak boleh kurang dari 100 %, kepadatan menurut
SNI 03-1743-1989.
2.5.1.2 Semen
Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton umumnya tipe I yang
harus sesuai dengan SNI 15-2049-1994. Semen harus dipilih dan sesuai
dengan lingkungan dimana perkerasan akan digunakan serta kekuatan
awalnya harus cukup untuk pemotongan sambungan.
Jenis pengujian pada semen antara lain : sifat fisik seperti kehalusan,
waktu ikat dan kuat tekan mortar.
2.5.1.3 Air
Air harus bersih terbebas dari segala hal yang dapat merugikan dan
dapat merusak kekuatan, waktu seting, atau keawetan beton serta
kekuatan dan keawetan tulangan. Air harus diuji sesuai dengan metoda
AASHTO T26. Jenis pengujian air antara lain : pH, bahan padat, bahan
tersuspensi, bahan organik, minyak, Ion Sulfat (Na 2SO4) dan Chlor
(NaCl).
MR = k fc’
dimana :
MR = nilai kuat lentur dari third point loading (kg/cm2).
k = konstanta, biasanya 0,7 untuk agregat batu koral dan 0,8 untuk
agregat batu pecah.
fc’ = nilai kuat tekan (kg/cm2) yang didapat dari silinder berukuran
15 cm. dan tinggi 30 cm.
2.9 Kerb
2.10.1 Lalu-lintas
Lalu-lintas selama umur rencana merupakan faktor kritis pada
perencanaan perkerasan beton semen, oleh karena itu perlu
dipertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut :
Data lalu lintas saat sekarang.
Lokasi proyek.
Kemungkinan pengalihan rute lalu lintas karena pekerjaan.
Kemungkinan pengembangan industri.
Kemungkinan perubahan kegiatan bisnis.
2.10.3 Daya dukung tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi
Daya dukung tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi, dinyatakan
dalam modulus reaksi tanah (k). Hal ini didapat dari pengujian plate
bearing dengan diameter pelat 76 cm yang dinyatakan dalam kg/cm 3
(MPa/m). Karena pengujian “plate bearing” memerlukan waktu yang
lama dan biaya mahal, maka “k” dapat diperkirakan dari nilai CBR.
Hubungan nilai CBR dengan k diperlihatkan pada Gambar 2.1
Bilamana lapis pondasi digunakan dalam perencanaan tebal
perkerasan, akan terdapat kenaikan nilai k gabungan. Jika lapis
12
pondasi terdiri dari bahan berbutir atau stabilisasi semen, sebagai
pendekatan kenaikan nilai k gabungan diambil dari Tabel 2.2 dan 2.3.
Nilai modulus reaksi untuk beberapa tipe tanah dasar diperlihatkan
pada Tabel 2.4
k dari
k gabungan, kg/cm3 (MPa/m)
Tanah dasar
kg/cm3
10 cm 15 cm 25 cm 30 cm
(MPa/m)
2,0 (20) 6,0 (60) 8,0 (80) 10,5 (105) 13,5 (135)
4,0 (40) 10,0 (100) 13,0 (130) 18,5 (185) 23,0 (230)
6,0 (60) 14,0 (140) 19,0 (190) 24,5 (245) -
Nilai k
Tipe tanah dasar Kekuatan
(MPa/m)
Tanah berbutir halus sebagian besar
Rendah 20 – 30
terdiri dari partikel tanah liat dan silt
Pasir atau campuran pasir kerikil yang
Sedang 35 – 40
mengandung tanah liat atau silt
Pasir atau campuran pasir dan kerikil
yang sedikit sekali mengandung butiran Tinggi 50 – 60
tanah liat halus
Sangat
Cement Treated Base 70 - 110
Tinggi
13
2.10.4 Penggunaan kerb
Untuk jalan dengan pemasangan kerb yang menyatu dengan
perkerasan, mempunyai keuntungan sebagai berikut :
Menambah kemampuan struktur perkerasan.
Menambah faktor keselamatan.
Lebih praktis dan ekonomis untuk jalan di perkotaan dan
lingkungan permukiman.
Contoh :
Perencanaan tebal perkerasan untuk daerah permukiman :
Jalan permukiman, 2 lajur, ADT = 500, ADTT = 5, tanah dasar
lempung, tanpa lapis pondasi, daya dukung tanah dasar (k) adalah
rendah, kuat tarik lentur (MR) beton = 41 kg/cm 2 (4,1 MPa),
sambungan tanpa ruji (dowel), kerb menyatu dengan perkerasan.
Penyelesaian :
Dengan ADTT = 5, pada Tabel 2.5. termasuk kategori beban sumbu
1.
Karena termasuk kategori 1 dan tanpa ruji (dowel), maka gunakan
Tabel 2.6.
Dari Tabel 2.6, dengan daya dukung tanah dasar rendah dan MR = 41
kg/cm2 (4,1 MPa) didapat :
Tabel 2.6 ADTT yang diijinkan untuk beban sumbu gandar katagori 1
sambungan tanpa ruji (undoweled)
Tabel 2.7 ADTT yang diijinkan untuk beban sumbu gandar kategori 2
sambungan dengan ruji (doweled)
16
Tabel 2.8 ADTT yang diijinkan beban gandar kategori 2 sambungan tanpa
ruji (undoweled)
17
At = 204 x b x d
dan
L = (38,3 x) + 75
dimana:
At = Luas penampang besi per meter panjang sambungan
(mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan
dengan tepi perkerasan (m).
d = Tebal perkerasan (m).
L = Panjang batang pengikat (mm).
= Diameter tie bar yang dipilih (mm).
Gambar 2.14 Rencana lokasi sambungan untuk cul de sac atau lingkaran
Tabel 2.10 Penggunaan angker panel dan angker blok pada jalan
dengan kemiringan memanjang yang curam