TINJAUAN KEPUSTAKAAN
4
5
a. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari
250 mm sampai 30 mm. untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan
ini disebut Kerakal (cobbles).
b. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
c. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0.074 mm sampai 5 mm, berkisar dari dari
kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 jam).
d. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0.002 mm sampai 0.074 mm. Lanau dan
lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam
danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.
e. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0.002 mm. partikel-
partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.
f. Koloid (collids), partikel mineral yang “ diam” yang berukuran lebih kecil dari 0.001
mm.
Bilamana persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 adalah antara 5 sampai 12%,
simbol ganda seperti : GW-GM, GP-GM, GW-GC, GP-GC, SW-SM, SW-SC, SP-SM dan SP-
SC diperlukan. Cassagrande membagi tanah atas 3 (tiga) kelompok (Sukirman, 1992) yaitu :
Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah Sistem Unified adalah sebagai berikut :
1. Tentukan apakah tanah berupa burtiran halus atau butiran kasar secara visual atau dengan
cara menyaringnya dengan saringan No.200.
2. Jika tanah berupa butiran kasar :
a. Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran.
b. Tentukan persen butiran lolos saringan No.4. Bila persentase butiran yang lolos kurang
dari 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil. Bila persen butiran yang lolos
lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai pasir.
c. Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan No.200. Jika persentase butiran yang lolos
kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi butiran dengan menghitung Cu
dan Cc. jika termasuk bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila kerikil) atau
SW (bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila kerikil)
atau SP (bila pasir). Jika persentase butiran tanah yang lolos saringan No.200 diantara 5
sampai 12%, tanah akan mempunyai symbol dobel dan mempunyai sifat keplastisan (GW
– GM, SW – SM, dan sebagainya).
d. Jika pesentase butiran yang lolos saringan No.200 lebih besar 12%, harus dilakukan uji
batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tinggal dalam saringan
No.40. Kemudian, dengan menggunakan diagram plastisitas, ditentukan klasifikasinya
(GM, GC, SM, SC, GM – GC atau SM – SC)
3. Jika tanah berbutir halus :
a. Kerjakan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tinggal
dalam saringan No.40. Jika batas cair lebih dari 50, klasifikasikan sebagai H (plastisitas
tinggi) dan jika kurang dari 50, klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah).
8
b. Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di
bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau anorganik (MH). Jika plotnya
jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai CH.
c. Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di
bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi tanah tersebut sebagai organic
(OL) atau anorganik (ML) berdasarkan warna, bau atau perubahan batas cair dan batas
plastisnya dengan mengeringkannya di dalam oven.
d. Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang diarsir, dekat
dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, gunakan simbol dobel.
Cara penentuan klasifikasi tanah Sistem Unified dengan menggunakan diagram alir
diperlihatkan dalam tabel 2.1.
9
Tabel 2.2
Sistem Klasifikasi Tanah USCS
Sistem klasifikasi AASTHO bermanfaat untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan
jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini ditujukakn untuk
pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan
terhadap maksud dan tujuan aslinya. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama
yaitu A-1 sampai dengan A-7. A-1, A-2 dan A-3 adalah tanah bebutir dimana 35% atau kurang
dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah dimana lebih dari 35%
butirannya tanah lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan kedalam kelompok A-4, A-5, A-6 dan A-
7. Butiran kelompok A-4 sampai A-7 sebagian besar adalah lanau dan lempung. Sistem
klasifikasi ini didasarkan pada krieria berikut:
1. Ukuran Pasir
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 in) dan yang tertahan pada
ayakan No. 10 (2 mm)
Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan N0. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada ayakan No.
200 (0.075 mm)
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.
2. Plastisitas
Plastisitas merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk pada volume
konstan tanpa retak-retak atau remuk. Tingkat keplastisan tanah umumnya ditunjukkan
dari nilai indeks plastisitas, yaitu selisih nilai batas cair dan batas plastis suatu tanah.
Berlanau adalah nama yang di gunakan untuk tanah yang benilai indeks plastis sebesar 10
atau kurang. Berlempung adalah nama tanah yang bernilai indeks plastis sebesar 11 atau
lebih.
3. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan dalam sampel tanah yang
akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan
terlebih dahulu, tetapi persentase tanah yang dikeluarkan harus dicatat.
Apabila dalam sistem AASTHO dipakai untuk mengklasifikasi tanah, maka data
dariuji dicocokkan dengan angka-angka yang di berikan dalam tabel 1 dari kolom bagian
kiri e kolom bagian kanan higga ditemukan angka angka yang sesuai (Das, 1995).
12
Untuk mengevaluasi mutu (kualitas) dari suatu tanah sebagai bahan lapisan tanah dasar
(subgrade) dari suatu jalan raya, suatu angka yang dinamakan indeks grup (group index, Gl)
juga diperlukan selain kelompok dan subkelompok dari tanah yang bersangkutan. Harga GI
ini dituliskan di dalam kurung setelah nama kelompok dan subkelompok dari tanah yang
bersangkutan. Indeks grup dapat dihitung dengan memakai persamaan seperti di bawah ini:
(sumber: das,1999)
1. Ukuran Butiran
Ukuran partikel yang dimiliki tanah berbeda-beda tergantung dari jenis tanah tersebut.
ukuran butiran ditentukan dengan melakukan uji sarinagn dengan saringan yang disusun dengan
lubang yang terbesar berada paling atas dan semakin baawah semakin kecil susunannya. Jenis
tanah dapat diketahui melalui uji saringan. Metode gravik segitiga dapat digunakan untuk
mengetahui jenis tanah berdasarkan tekstur, gravik segitiga ini dikembangkan oleh Mississipi
River Comission.
2. Kadar Air
Kadar air (w) di definisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat
atau isi tanah dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air dapat dihitung sebagai berikut:
w = Ww/Ws x 100%
dengan:
w = kadar air
Ww = berat air
Dengan:
Vw = volume air
15
W1 = Berat piknometer
4. Angka Pori
Angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang kosong dan volume
butir padat. Semakin besar nilai angka pori maka daya dukung tanah akan semakin kecil. Angka
pori dapat di hitung sebagai berikut;
Dengan:
e = Angka pori
Vv = Volume pori
5. Porositas
Porositas adalah perbandingan antara jumlah volume ruang kosong dengan volume
keseluruhan massa tanah. Porositas dapat dihitung dengan rumus berikut:
atau
Dengan:
np = Porositas
e = Angka pori
Vv = Volume pori
6. Derajat Kejenuhan
16
Derajat kejenuhan (S) adalah perbandingan antara volume air dengan volume pori.
Derajat kejenuhan di nyatakan dalam presentase dengan nilai berkisar 0% sampai 100% atau 0
sampai 1. Bila tanah dalam keadaan jenuh maka nilai derajat kejenuhannya adalah 1 dan bila
tanah dalam keadaan kering maka nilai derajat kejenuhannya adalah 0. Nilai derajat kejenuhan
dapat di hitung sebagai berikut:
Dengan:
Vv = Volume pori
Vw = Volume air
7. Batas-Batas Atterberg
Batas kadar air tanah dari satu keadaan berikutnya disebut sebagai batas-batas
kekentalan/konsistensi. Batas-batas konsistensi tanah tersebut adalah sebagai berikut;
a. Batas cair (liquid limit)
Batas cair (LL) adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dan keadaan cair
menjadi keadaan plastis. Pendekatan yang digunakan untuk untuk menentukan batas cair
berupa data pukulan dan kadar air yang di hitung dengan persamaan berikut:
Dengan:
LL = Batas cair
apabila digulung sampai dengan 1/8 in (3.2 mm) menjadi retak-retak. Cara pengujiannya
adalah dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipsoida dengan telapak tangan
diatas kaca hingga terlihat retak-retak rambut.
Indeks Plastisitas (Plasticity Index) adalah perbedaan antara batas cair dan batas
plastis suatu tanah (Das, 1998). Indeks plastisitas (PI) dapat dihitung dengan pendekatan
rumus sebagai berikut:
PI = LL – PL
Dengan:
PI = Indeks Plastisitas
LL = Batas cair
PL = Batas plastis
SL = Ws -
Dengan:
SL = Batas susut
8. Permukaan Spesifik
permukaan spesifik (specific surface) merupakan perbandingan antara luas permukaan
suatu bahan dan volume bahan tersebut. permukaan spesifik dapat di hitung dengan rumus
berikut:
9. Aktivitas Tanah
Sifat plastis dari suatu tanah disebab kan oleh air yang terserap disekeliling permukaan
partikel lempung (adsorbed water), maka dapat diharapkan bahwa tipe dan jumlah mineral
lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan memperngaruhi batas plastis dan batas cair
tanah yang bersangkutan (Das,1998). Skempton mendefinisikan
A=
Dengan: A = Aktivitas/Activity
Sifat tanah tanah lempung yang mudah diamati menurut Terzaghi (1987) dalam
Khoiriyah (2015), adalah jika tanah lempung dalam keadaan kering maka akan sangat keras, dan
tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan, selain itu permeabilitas tanah lempung juga
sangat rendah. Sedangkan menurut Hardiyatmp (1992) dalam Herman (2016), sifat-sifat yang
dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm,
permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut
yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.
2.4 Penurunan
Daya dukung tanah dalam menahan beban tergantung dari jenis tanah yang ada. Semua
jenis tanah jika dibebani maka tanah akan mengalami penurunan (Settlement). Penurunan yang
terjadi dalam tanah disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan
rongga pori atau air di dalam tanah tersebut. Jumlah dari penurunan sepanjang kedalaman lapisan
merupakan penurunan total tanah. Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan
segera dan penurunan konsolidasi (Das, 1995).
20
Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable), air dapat mengalir dengan cepat
sehingga pengaliran air pori keluar sebagai akibat dari kenaikan tekanan air pori dapat selesai
dengan cepat. Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah,
berkurangnya volume tanah tersebut dapat menyebabkan penurunan lapis tanah itu karena air
pori di dalam tanah berpasir dapat mengalir keluar dengan cepat,maka 17 penurunan segera dan
penurunan konsolidasi terjadi secara bersamaan (Das, 1995).
Hal ini berbeda dengan lapis tanah lempung jenuh air yang compressible (mampu
mampat). Koefisien rembesan lempung sangat kecil dibandingkan dengan koefisien rembesan
kolom pasir sehingga penambahan tekanan air pori yang disebabkan oleh pembebanan akan
berkurang secara lambat dalam waktu yang sangat lama. Untuk tanah lempung perubahan
volume yang di Sebabkan oleh keluarnya air dari dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi
sesudah penurunan segera. Penurunan konsolidasi biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat
serta lama dibandingkan dengan penurunan segera (Das, 1995).
Oleh karena itu harus dilakukan usaha perbaikan tanah agar tidak terjadi penurunan
konsolidasi kembali saat konstruksi bangunan mulai dibangun bahkan setelah selesai dibangun di
atasnya, sehingga risiko kerusakan struktur bangunan karena penurunan tanah yang terlalu besar
dapat dihindari.
V = V s + Vv = Vs + Vw + Va
Vv = Vw + Va
Keterangan :
Vs = Volume butiran padat
Vw = volume air 8
Va = Volume udara
Vv = Volume pori
22
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari tanah dapat
dinyatakan dengan :
W = Ws + Ww
Dengan :
Ww = Berat air
Dari data parameter tanah di dapat dari hasil laboratorium maupun hasil interpolasi data-
data tanah yang ada. Hasil parameter nantinya akan menjadi masukan untuk pengukuran dan
analisa yang akan dilakukan
Nilai Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan perbandingan antara nilai
tegangan terjadi
terhadap regangan.
Perkiraan nilai Es
untuk tiap jenis tanah
terdapat pada Tabel
2.3. Nilai Es untuk
beberapa jenis tanah
dapat diperoleh
dari data sondir dan
SPT seperti pada Tabel
2.3.
23
2.5.4 Kohesi
Kohesi merupakan ukuran dari daya Tarik antara partikel-partikel tanah kohesif yang
disimbolkan dengan c. kohesi bersama dengan sudut geser dalam merupakan parameter dari
kekuatan geser pada tegangan efektif. Dengan demikian keruntuhan akan terjadi pada titik yang
mengalami kritis yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan geser dan tegangan normal
efektif (Craig, 1989).
f = Kekuatan geser
C = Kohesi
f = Tegangan Normal
tan = faktor geser diantara butir-butir yang bersentuhan
= Sudut Geser Dalam Tanah
Menurut Craig (1989) kekuatan geser tanah dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari
tegangan normal efektif sebagai berikut:
f = c’ + f ’ tan ’
Dimana :
f = Kekuatan geser
c' = Kohesi
f ’ = Tegangan efektif = f - u
= Sudut Geser Dalam Tanah
D = Kedalaman pondasi
B = Lebar pondasi
= Berat isi tanah
Nc, Nq, N = Faktor daya dukung tanah tergantung pada sudut geser
Mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau
ditunjukkan dalam gambar untuk struktur.
Galian struktur terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan, tembok penahan tanah
beton, dan struktur pemikul beban lainnya selain yang disebut dalam spesifikasi ini.
Pekerjaan galian struktur meliputi penimbunan kembali dengan bahan yang disetujui
oleh direksi pekerjaan, pembuangan bahan galian yang tidak terpakai semua
keperluan drainase, pemompaan, penimbaan, penurapan, penyokong, pembuatan
tempat kerja atau cofferdam beserta pembongkarannya.
b. Toleransi Dimensi
Untuk galian biasa, galian batu dan galian struktur
Kelanadaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh lebih dari 2 cm dari
yang telah ditenukan dalam gambar atau yang telah diperintahkan oleh direksi
pekerjaan pada setiap titik.
Untuk galian perkerasan beraspal
Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh lebih dari 2 cm dari
yang telah disyaratkan.
Untuk galian biasa, galian batu
Jika galian telah selesai dan terbuka terhadap aliran air, permukaan harus cukup rata
dan harus memiliki cukup kemiringan untuk menjamin pengaliran air yang bebas dari
permukaan itu tanpa terjadi genangan.
Lereng merupakan suatu penampakan permukaan alam dengan beda tinggi dan elevasi.
Akibat adanya pebedaan elevasi tersebut permukaan menjadi miring dan akan membentuk suatu
sudut terhadap bidang horizontal. Lereng secara umum dibedakan menjadi dua yaitu, lereng
alami dan lereng buatan. Lereng alami adalah lereng yang terbentuk secara alami akibat proses
geologi misalnya lereng perbukitan dan tebing sungai. Sedangkan lereng buatan adalah lereng
yang dibuat manusia untuk suatu keperluan tertentu misalnya tanggul sungai, urugan jalan raya,
atau lereng bendungan. Berikut adalah tabel pengklasifikasian lereng berdasarkan kemiringannya
menurut United Stated Soil Sistem Management (USSSM) dan Universal Soil Loss Equation
(USLE).
Tabel klasifikasi kemiringan lereng menurut USSSM dan USLE
1.9.1
Stabilitas Lereng
Stabilitas lereng merupakan salah satu aspek penting dalam analisa dan desain geoteknik.
Stabilitas atau kemantapan lereng merupakan suatu faktor aman dalam pekerjaan geoteknik,
karena menyangkut persoalan keselamatan manusia, dan kelancaran pekerjaan. Selain itu,
stabilitas lereng juga merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi untuk
membangun sebuah konstruksi di suatu bidang lereng. Suatu tanah akan mengalami perubahan
tegangan apabila diberikan tambahan beban atau pengurangan beban. Pada kegiatan penggalian
yang akan membentuk suatu lereng baru akan mengakibatkan perubahan tegangan pada tanah
yang berpengaruh terhadap kestabilan tanah akibat adanya pengurangan beban pada galian.
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang
horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan manusia. Galian merupakan
30
suatu lereng buatan manusia. Dalam menentukan stabilitas atau kemantapan lereng dikenal
istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang
menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil. Gaya
gravitasi dan rembesan cenderung menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami, pada lereng
yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah. Dalam
kelongsoran rotasi bentuk permukaan runtuh pada potongannya dapar berupa bususr lingkaran
atau kurva bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran lingkaran berhubungan dengan kondisi
tanah yang homogen dan kelongsoran bukan lingkaran berada pada kondisi tidak homogen.
Kelongsoran transalasi dan kelongsoran gabungan terjadi bila bentuk permukaan runtuh
dipengaruhi oleh adanya kekuatan geser yang berada pada lapisan tanah yang terbatasan.
Bila keruntuhan terjadi sepanjang bidang gelincir yang masih terletak dalam batas lereng,
disebut keruntuhan lereng. Bila keruntuhan terjadi bidang gelincir melewati ujung bawah lereng,
disebut keruntuhan dasar. Hal ini dapat dilihat pada gambar
Df =
Lereng tak terbatas akan terjadi apabila sifat-sifat tanah dan tegangan-tegangan pada
salah satu bidang yang sejajar dengan lereng adalah sama dank arena itu kelongsoran yang
terjadi pada lereng biasanya terletak dalam satu bidang yang sejajar dengan bidang lereng. Tinjau
CD, yang mewakili suatu bidang longsor dengan kedalaman h. ambil satu bagian kecil (elemen)
dengan panjang b (arah lereng) dan tinggi h serta satuan-satuan lebar.
32
σv = = γ . h . cosi
Jika σ dan τ adalah komponen tegangan normal dan tegangan geser pada bidang CD, maka :
σ = σv . cosi = γ . h . cos2i
τ = σv . sini = γ . h . cosi . sini
F=
Dengan:
f = kekuatan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah
d = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor
F = faktor aman
Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
Nilai c dan adalah parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang longsornya.
Sedangkan persamaan geser yang terjadi akibat beban tanah dan beban lain sepanjang bidang
longsornya dituliskan:
Dengan cd dan adalah kohesi dan sudut geser dalam yang bekerja sepanjang bidang
longsor yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada longsornya.
33
Fs =
Atau:
Dengan:
Fc =
F =
Bila persamaan (2.18), (2.20), dan (2.21) dibandingkan, adalah wajar bila Fs, menjadi
sama F dengan harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap kekuatan tanah atau bila
Fs = 1, maka lereng adalah dalam keadaan akan longsor. Umumnya, harga 1,5 untuk
angka keamanaan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas
lereng (Das, 1997).
Wt = luas tiap bidang sayatan (m2) x bobot satuan isi tanah (γ, kN/m3)
Pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, nilai F adalah sebagai berikut:
F=
36
B. Metode Bishop
37
A.W Bishop (1955) membuat analisa ini menggunakan cara elemen dimana gaya yang
bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Persyaratan keseimbangan
diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. faktor keamanan terhadap
longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah
di bidang longsor (S tersedia) dengan tahanan geser yang diperlukan unuk keseimbangan (S
perlu).
Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila
sudut negatif ( - ) di lereng paling bawah mendekati 30. Kondisi ini bisa timbul bila
lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada dekat puncak
lereng. Faktor keamana yang didapat dari cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat
dengan cara Fellenius.
Dalam praktek diperlukan cara coba-coba dalam menemukan bidang longsor dengan nilai
faktor aman yang terkecil. Jika bidang longsor diamggap lingkaran, maka lebih baik dibuat
kotak-kotak dimana tiap titik potongan garis-garisnya merupakan tempat kedudukan pusat
lingkaran longsor. Pada titik potong garis yang merupakan pusat lingkaran longsor,
dituliskan nilai faktor aman terkecil pada titik tersebut seperti gambar di bawah. Perlu
diketahui bahwa pada tiap titik pusat lingkaran harus dilakukan pula hitungan faktor aman
untuk menentukan nilai faktor aman yang terkecil dari bidang longsor dengan pusat lingkaran
pada titik tersebut, yaitu dengan cara mengubah jari-jari lingkarannya. Kemudian, setelah
faktor aman terkecil pada tiap-tiap titik pada kotaknya diperoleh, digambarkan garis kontur
yang menunjukkan tempat kedudukan dari titik-titik pusat lingkaran yang mempunyai faktor
aman yang sama. Gambar di bawah menunjukkan contoh kontur-kontur faktor aman yang
sama, dari kontur faktor aman tersebut dapat ditentukan letak kira-kira dari pusat lingkaran
yang menghasilkan faktor aman terkecil.
39
D=
Jika dasar lapisan keras sangat dalam, maka perlu ditentukan nilai banding kedalam D
yang sangat kritis. Penentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan garis-garis nilai
banding tekanan pori yang sama (rue) pada diagramnya. Nilai rue didefinisikan sebagai:
rue =
40
Dengan m2 dan n2 adalah koefesien stabilitas untuk D yang lebih tinggi. Jika ru lebih besar
dari pada rue, untuk potongan dan parameter kuat geser tertentu, maka faktor aan ditentukan
dengan nilai D yang lebih besar, yang mempunyai nilai faktor aman yang lebih kecil
daripada faktor aman yang ditentukan dari D yang lebih kecil.
D. Diagram Morgenstern (1963) untuk Kondisi Penurunan Muka Air Cepat (Rapid Drawdown)
Analisis stabilitas lereng Morgenstem (1963) digunakan untuk kondisi di mana muka air
turun dengan cepat (rapid drawdown) pada suatu bendungan urugan tanah yang terletak pada
permukaan tanah keras dan kedap air. Mula-mula, posisi permukaan air sejajar dengan
puncak bendungan. Kemudian. karena sesuatu hal, muka air turun mendadak sedalam L.
menggunakan beberapa rasio tekanan pori yang berbeda, dan dianggap kedalaman lapisan
keras sangat jauh dari pennukaan tanah. Dalam menggunakan diagram-diagram, diperlukan
nilai sudut gesek dalam tanah yang dikerahkan untuk keseimbangan batas, dengan:
tg φd = tg φ’/F
atau
Jika kedalaman tanah keras sangat dekat dengan permukaan tanah, hitungan stabilitas
didasarkan pada gambar diagram di bawah menjadi lebih aman.
metode tersebut adalah membuat persamaan matamatis dengan berbagai pendekatan dan
rangkaiaan persamaan aljabar yang melibatkan nilai-nilai pada titik titik distrik pada bagian yang
dievaluasi. Persamaan metode elemen hingga dibuat dan dicari solusinya dengan sebaik mungkin
untuk menghindari kesalahan pada hasil akhirnya.
2.11 Plaxis 2D
Plaxis adalah salah satu program lunak yang sering digunakan dalam dunia Teknik Sipil
khususnya bidang geoteknik. Plaxis merupakan perangkat lunak yang berdasarkan metode
elemen hingga dua dimensi. Secara khusus Plaxis digunakan untuk menganalisis deformasi,
stabilitas, dan aliran air tanah dalam rekayasa geoteknik. Kondisi sesungguhnya dapat
dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan metode
antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat model
jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari kondisi yang ingin dianalisis. Secara garis
43
besar program Plaxis ini terdiri dari empat sub program yaitu, masukan, perhitungan, keluaran
atau hasil perhitungan dan kurva. (Anonim, 2013).
Kondisi dilapangan yang disimulasikan ke dalam program Plaxis ini bertujuan untuk
mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam tahapan pengerjaan pada
program, dengan harapan pelaksanaan di lapangan dapat didekati sedekat mungkin pada
program, sehingga respon yang dihasilkan dari program dapat diasumsikan sebagai cerminan
dari kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan (Anatomi, 2013).