Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Tinjauan Umum Tanah


Berikut adalah penjelasan umum mengenai tanah.

2.1.1 Pengertian Tanah


Tanah merupakan lapisan teratas pada lapisan bumi. Tanah memiliki ciri khas dan sifat-
sifat yang berbeda antara tanah di suatu lokasi dengan lokasi yang lain. Menurut Dokuchaev
(1870) dalam Fauizek dkk (2018), Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari
material induk yang telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami di bawah pengaruh
air, udara, dan macam-macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah mati.
Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil pelapukan.
Menurut Suyono Sosrodarsono (1984:8), Tanah didefinisikan sebagai partikel-partikel
mineral yang tersemen maupun yang lepas sebagai hasil pelapukan dari batuan, dimana rongga
pori antar partikel terisi oleh udara dana tau air. Akibat pengaruh cuaca dan pengaruh lainnya,
tanah mengalami pelapukan sehingga terjadi perubahan ukuran dan bentuk butirannya.
Pelapukan batuan dapat disebabkan oleh pelapukan mekanis, kimia dan organis.
Menurut Wesley (1977), Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan
terjadi secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan angina,
pengikisan oleh air dan gletsyer, atau perpecahan akibat pembekuan atau pencairan es dalam
batuan sedangkan proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan
asalnya. Salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam alkali, oksigen dan
karbondioksida.
Menurut Das (1995), Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai
material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat
secara kimia) satu sama lain dari bahan-bahan organic yang telah melapuk (yang berpartikel
padat disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel
padat tersebut.
Menurut Bowles (1980) dalam Fauizek dkk (2018), tanah adalah campuran partikel-
partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut:

4
5

a. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih besar dari
250 mm sampai 30 mm. untuk kisaran antara 150 mm sampai 250 mm, fragmen batuan
ini disebut Kerakal (cobbles).
b. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.
c. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0.074 mm sampai 5 mm, berkisar dari dari
kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 jam).
d. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0.002 mm sampai 0.074 mm. Lanau dan
lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang disedimentasikan ke dalam
danau atau di dekat garis pantai pada muara sungai.
e. Lempung (clay), partikel mineral yang berukuran lebih kecil dari 0.002 mm. partikel-
partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang kohesif.
f. Koloid (collids), partikel mineral yang “ diam” yang berukuran lebih kecil dari 0.001
mm.

2.1.2 Klasifikasi Tanah


Klasifikasi tanah adalah pengelompokan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok yang
sesuai dengan karakteristiknya. Sistem klasifikasi ini menjelaskan secara singkat sifat-sifat
umum tanah yang sangat bervariasi namun tidak ada yang benar-benar memberikan penjelasan
yang tegas mengenai kemungkinan pemakaiannya (Das, 1995). Tujuan klasifikasi tanah adalah
untuk menentukan kesesuaian terhadap pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan
tentang keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar.
Seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989 dalam
Adha 2014).
Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering digunakan, yaitu USCS (Unified Soil
Classification System) dan AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials). Sistem-sistem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang
sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair, dan indeks plastisitas. Klasifikasi tanah
dari Sistem Unified mula pertama diusulkan oleh Casagrande (1942), kemudian direvisi oleh
kelompok teknisi dari USBR (United State Bureau of Reclamation). Dalam bentuk yang
sekarang, sistem ini banyak digunakan oleh berbagai organisasi konsultan geoteknik.
6

1. Klasifikasi Sistem USCS (Unified Soil Classification System)


Sistem ini diperkenalkan oleh Casagrande (1942) untuk dipergunakan pada pekerjaan
pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The Army Corps of Engineers.
Sistem klasifikasi berdasarkan hasil-hasil percobaan laboratorium yang paling banyak
dipakai secara meluas adalah sistem klasifikasi kesatuan tanah. Percobaan laboratorium yang
dipakai adalah analisis ukuran butir dan batas-batas Atterberg. Semua tanah diberi dua huruf
penunjuk berdasarkan hasil-hasil percobaan ini. Sistem ini mengelompokkan tanah ke dalam dua
kelompok besar, yaitu :
a. Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir dimana kurang
dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200. Symbol dari kelompok ini
dimulai dengan huruf awal G, adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil dan S,
adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
b. Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total
contoh tanah lolos ayakan No. 200. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal
M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik dan O untuk lanau-
organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck
dan tanah-tanah lain dengan kadar organik tinggi. Simbol-simbol lain yang digunakan
untuk klasifikasi USCS, adalah :
W = tanah dengan gradasi baik (well graded)
P = tanah dengan gradasi buruk (poorly graded)
L = tanah dengan plastisitas rendah (low plasticity), LL < 50
H = tanah dengan plastisitas tinggi (high plasticity), LL > 50
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM, GC, SW,
SP, SM, dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, perlu diperhatikan faktor-faktor berikut :
1. Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (ini adalah fraksi halus)
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40
3. Koefisien keseragaman (Cu) dan koefisien gradasi (Cc) untuk tanah dimana 0-12%
lolos ayakan No. 200
4. Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (IP) bagian tanah yang lolos ayakan No. 40
(untuk tanah dimana 5% atau lebih lolos ayakan No. 200)
7

Bilamana persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 adalah antara 5 sampai 12%,
simbol ganda seperti : GW-GM, GP-GM, GW-GC, GP-GC, SW-SM, SW-SC, SP-SM dan SP-
SC diperlukan. Cassagrande membagi tanah atas 3 (tiga) kelompok (Sukirman, 1992) yaitu :

a. Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan No. 200.


b. Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan No. 200.
c. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau dan sisa-sisa tumbuhtumbuhan yang
terkandung di dalamnya.

Prosedur untuk menentukan klasifikasi tanah Sistem Unified adalah sebagai berikut :

1. Tentukan apakah tanah berupa burtiran halus atau butiran kasar secara visual atau dengan
cara menyaringnya dengan saringan No.200.
2. Jika tanah berupa butiran kasar :
a. Saring tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran.
b. Tentukan persen butiran lolos saringan No.4. Bila persentase butiran yang lolos kurang
dari 50%, klasifikasikan tanah tersebut sebagai kerikil. Bila persen butiran yang lolos
lebih dari 50%, klasifikasikan sebagai pasir.
c. Tentukan jumlah butiran yang lolos saringan No.200. Jika persentase butiran yang lolos
kurang dari 5%, pertimbangkan bentuk grafik distribusi butiran dengan menghitung Cu
dan Cc. jika termasuk bergradasi baik, maka klasifikasikan sebagai GW (bila kerikil) atau
SW (bila pasir). Jika termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila kerikil)
atau SP (bila pasir). Jika persentase butiran tanah yang lolos saringan No.200 diantara 5
sampai 12%, tanah akan mempunyai symbol dobel dan mempunyai sifat keplastisan (GW
– GM, SW – SM, dan sebagainya).
d. Jika pesentase butiran yang lolos saringan No.200 lebih besar 12%, harus dilakukan uji
batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tinggal dalam saringan
No.40. Kemudian, dengan menggunakan diagram plastisitas, ditentukan klasifikasinya
(GM, GC, SM, SC, GM – GC atau SM – SC)
3. Jika tanah berbutir halus :
a. Kerjakan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tinggal
dalam saringan No.40. Jika batas cair lebih dari 50, klasifikasikan sebagai H (plastisitas
tinggi) dan jika kurang dari 50, klasifikasikan sebagai L (plastisitas rendah).
8

b. Untuk H (plastisitas tinggi), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di
bawah garis A, tentukan apakah tanah organik (OH) atau anorganik (MH). Jika plotnya
jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai CH.
c. Untuk L (plastisitas rendah), jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas di
bawah garis A dan area yang diarsir, tentukan klasifikasi tanah tersebut sebagai organic
(OL) atau anorganik (ML) berdasarkan warna, bau atau perubahan batas cair dan batas
plastisnya dengan mengeringkannya di dalam oven.
d. Jika plot batas-batas Atterberg pada grafik plastisitas jatuh pada area yang diarsir, dekat
dengan garis A atau nilai LL sekitar 50, gunakan simbol dobel.
Cara penentuan klasifikasi tanah Sistem Unified dengan menggunakan diagram alir
diperlihatkan dalam tabel 2.1.
9

Tabel 2.1 Sistem

Klasifikasi Tanah Unified


10

Gambar 2.1 Diagram Plastisitas (ASTM)

Tabel 2.2
Sistem Klasifikasi Tanah USCS

2. Klasifikasi sistem AASTHO (American Association of State Highway and Transporting


Official)
11

Sistem klasifikasi AASTHO bermanfaat untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan
jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem ini ditujukakn untuk
pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam prakteknya harus dipertimbangkan
terhadap maksud dan tujuan aslinya. Sistem ini membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama
yaitu A-1 sampai dengan A-7. A-1, A-2 dan A-3 adalah tanah bebutir dimana 35% atau kurang
dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah dimana lebih dari 35%
butirannya tanah lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan kedalam kelompok A-4, A-5, A-6 dan A-
7. Butiran kelompok A-4 sampai A-7 sebagian besar adalah lanau dan lempung. Sistem
klasifikasi ini didasarkan pada krieria berikut:
1. Ukuran Pasir
Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 in) dan yang tertahan pada
ayakan No. 10 (2 mm)
Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan N0. 10 (2 mm) dan yang tertahan pada ayakan No.
200 (0.075 mm)
Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.
2. Plastisitas
Plastisitas merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk pada volume
konstan tanpa retak-retak atau remuk. Tingkat keplastisan tanah umumnya ditunjukkan
dari nilai indeks plastisitas, yaitu selisih nilai batas cair dan batas plastis suatu tanah.
Berlanau adalah nama yang di gunakan untuk tanah yang benilai indeks plastis sebesar 10
atau kurang. Berlempung adalah nama tanah yang bernilai indeks plastis sebesar 11 atau
lebih.
3. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan dalam sampel tanah yang
akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan
terlebih dahulu, tetapi persentase tanah yang dikeluarkan harus dicatat.
Apabila dalam sistem AASTHO dipakai untuk mengklasifikasi tanah, maka data
dariuji dicocokkan dengan angka-angka yang di berikan dalam tabel 1 dari kolom bagian
kiri e kolom bagian kanan higga ditemukan angka angka yang sesuai (Das, 1995).
12

Gambar 2.2 Grafik Plastisitas Untuk Klasifikasi Tanah Sistem AASTHO


(sumber : Das,1999)

Untuk mengevaluasi mutu (kualitas) dari suatu tanah sebagai bahan lapisan tanah dasar
(subgrade) dari suatu jalan raya, suatu angka yang dinamakan indeks grup (group index, Gl)
juga diperlukan selain kelompok dan subkelompok dari tanah yang bersangkutan. Harga GI
ini dituliskan di dalam kurung setelah nama kelompok dan subkelompok dari tanah yang
bersangkutan. Indeks grup dapat dihitung dengan memakai persamaan seperti di bawah ini:

GI = (F - 35)[0,2 + 0,005(LL - 40)] + 0,01(F - 15)(PI - 10)


di mana:
F = persentase butiran yang lolos ayakan No. 200
LL = batas cair (liquid limit) indeks plastisitas.
PI = indesk plastisitas.
Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) dari tanah yang lolos ayakan No. 40 adalah
30 dan 1 0. Klasifikasikan tanah tersebut dengan cara AASHTO.
Gambar 2.2 menunjukkan suatu gambar dari senjang batas cair (liquid limit, LL) dan
indeks plastisitas (PI) untuk tanah yang masuk dalam kelompok A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-
7. Untuk klasifikasi dapat dilihat seperti pada Tabel 2.2 dibawah ini :
13

Tabel 2.2 Klasifikasi Tanah AASHTO

(sumber: das,1999)

2.1.3 Sifat Fisik Tanah


Tanah dalam keadaan alami atau asli memiliki beberapa sifat dasar. Sifat dasar tersebut
berupa sifat fisik yang berhubungan dengan tampilan dan ciri-ciri umum dari tanah. Sifat fisik
tanah berguna untuk mengetahui jenis tanah tersebut.
14

1. Ukuran Butiran
Ukuran partikel yang dimiliki tanah berbeda-beda tergantung dari jenis tanah tersebut.
ukuran butiran ditentukan dengan melakukan uji sarinagn dengan saringan yang disusun dengan
lubang yang terbesar berada paling atas dan semakin baawah semakin kecil susunannya. Jenis
tanah dapat diketahui melalui uji saringan. Metode gravik segitiga dapat digunakan untuk
mengetahui jenis tanah berdasarkan tekstur, gravik segitiga ini dikembangkan oleh Mississipi
River Comission.
2. Kadar Air
Kadar air (w) di definisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat
atau isi tanah dari volume tanah yang diselidiki. Kadar air dapat dihitung sebagai berikut:
w = Ww/Ws x 100%

dengan:

w = kadar air

Ww = berat air

Ws = berat tanah kering

3. Berat Jenis Tanah


Berat jenais (Gs) didefinisikan sebagai perbandingan antar berat tanah dengan berat air
suling dengan volume yang sama pada suhu tertentu. Berat butir tanah adalah perbandinagn
antara berat butir da nisi butir. Sedangkan isi air adalah perbandingan antara beart air da nisi air.
Beart jenis tanah dapat dihitung dengan rumus berikut:

Dengan:

Gs = Berat jenis tanah

γs = Berat volume butiran

γw = Berat volume air

Vw = volume air
15

W1 = Berat piknometer

W2 = Berat piknometer + tanah

W3 = Berat piknometer + tanah + air

W4 = Berat piknometer + air

4. Angka Pori
Angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume ruang kosong dan volume
butir padat. Semakin besar nilai angka pori maka daya dukung tanah akan semakin kecil. Angka
pori dapat di hitung sebagai berikut;

Dengan:

e = Angka pori

Vv = Volume pori

Vs = Volume butir padat

5. Porositas
Porositas adalah perbandingan antara jumlah volume ruang kosong dengan volume
keseluruhan massa tanah. Porositas dapat dihitung dengan rumus berikut:

atau

Dengan:

np = Porositas

e = Angka pori

Vv = Volume pori

V = Volume keseluruhan masa tanah

6. Derajat Kejenuhan
16

Derajat kejenuhan (S) adalah perbandingan antara volume air dengan volume pori.
Derajat kejenuhan di nyatakan dalam presentase dengan nilai berkisar 0% sampai 100% atau 0
sampai 1. Bila tanah dalam keadaan jenuh maka nilai derajat kejenuhannya adalah 1 dan bila
tanah dalam keadaan kering maka nilai derajat kejenuhannya adalah 0. Nilai derajat kejenuhan
dapat di hitung sebagai berikut:

Dengan:

S = derajat Kejenuhan (%)

Vv = Volume pori

Vw = Volume air

7. Batas-Batas Atterberg
Batas kadar air tanah dari satu keadaan berikutnya disebut sebagai batas-batas
kekentalan/konsistensi. Batas-batas konsistensi tanah tersebut adalah sebagai berikut;
a. Batas cair (liquid limit)
Batas cair (LL) adalah kadar air batas dimana suatu tanah berubah dan keadaan cair
menjadi keadaan plastis. Pendekatan yang digunakan untuk untuk menentukan batas cair
berupa data pukulan dan kadar air yang di hitung dengan persamaan berikut:

Dengan:

LL = Batas cair

WN = Kadar air saat tanah tertutup

N = Jumlah pukulan pada kadar air WN

Tanβ = 0.121 (tidak semua tanah mempunyai harga tanβ = 0.121)

b. Batas Plastis (plastic limit)


Batas plastis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah (Das,
1998). Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, dimana tanah
17

apabila digulung sampai dengan 1/8 in (3.2 mm) menjadi retak-retak. Cara pengujiannya
adalah dengan cara menggulung massa tanah berukuran elipsoida dengan telapak tangan
diatas kaca hingga terlihat retak-retak rambut.
Indeks Plastisitas (Plasticity Index) adalah perbedaan antara batas cair dan batas
plastis suatu tanah (Das, 1998). Indeks plastisitas (PI) dapat dihitung dengan pendekatan
rumus sebagai berikut:
PI = LL – PL

Dengan:

PI = Indeks Plastisitas

LL = Batas cair

PL = Batas plastis

c. Batas susut (shrinkage limit)


Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan
hilang dalam tanah. Dengan hilangnya air secara terus menerus, tanah akan mencapai suatu
tingkat keseimbangan dimana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan
perubahan volume. Kadar air dinyatakan dalam persen, dimana perubahan volume suatu
massa tanah berhenti didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit) (Das, 1995).
Harus diketahui bahwa apabila batas susut ini semakin kecil, maka tanah akan lebih
mudah mengalami perubahan volume, yaiu semakin sedikit jumlah air yang dibutuhkan
untuk menyusut (Bowles,1989). Batas susut dapat dihitung dengan pendekatan rumus
sebagai berikut:

SL = Ws -

Dengan:

SL = Batas susut

Ws = Berat tanah kering

W = Kadar air tanah basah


18

V1 = Volume tanah basah

V2 = Volume tanah kering

8. Permukaan Spesifik
permukaan spesifik (specific surface) merupakan perbandingan antara luas permukaan
suatu bahan dan volume bahan tersebut. permukaan spesifik dapat di hitung dengan rumus
berikut:

9. Aktivitas Tanah
Sifat plastis dari suatu tanah disebab kan oleh air yang terserap disekeliling permukaan
partikel lempung (adsorbed water), maka dapat diharapkan bahwa tipe dan jumlah mineral
lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan memperngaruhi batas plastis dan batas cair
tanah yang bersangkutan (Das,1998). Skempton mendefinisikan

A=

Dengan: A = Aktivitas/Activity

2.2 Tanah Lempung


Menurut Bowles (1991) dalam Septiyani (2016), tanah lempung merupakan partikel
mineral yang berukuran lebih kecil daei 0,002 mm. partikel-partikel ini merupakan sumber
utama dari kohesi di dalam tanah yang kohesif. Namun menurut Chen (1975) dalam Aziz &
Safitri (2015), bahwa suatu mineral lempung tidak dapat dibedakan melalui ukuran partikel saja,
sebagai contoh partikel quartz dan feldspar, meskipu terdiri dari partikel-partikel yang sangat
kecil namun tidak bisa disebut tanah lempung karena umumnya partikel-partikel tersebut tidak
dapat menyebabkan terjadinya sifat plastis dari tanah. Perubahan sifat fisik dan mekanis tanah
lempung dikendalikan oleh kelompok mineral yang mendominasi tanah tersebut.
Manurut Das (1995) mineral lempung merupakan senyawa aluminium silikat yang
kompleks yang terdiri darisatu dua unit dasar yaitu silika tetrahedra dan alumunium oktahedra.
Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau
tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran serta macam ikatan
antara masing-masing lembaran.
19

Sifat tanah tanah lempung yang mudah diamati menurut Terzaghi (1987) dalam
Khoiriyah (2015), adalah jika tanah lempung dalam keadaan kering maka akan sangat keras, dan
tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan, selain itu permeabilitas tanah lempung juga
sangat rendah. Sedangkan menurut Hardiyatmp (1992) dalam Herman (2016), sifat-sifat yang
dimiliki dari tanah lempung yaitu antara lain ukuran butiran halus lebih kecil dari 0,002 mm,
permeabilitas rendah, kenaikan air kapiler tinggi, bersifat sangat kohesif, kadar kembang susut
yang tinggi dan proses konsolidasi lambat.

2.3 Stabilitas Tanah


Sebagai salah satu hal penting dalam mendukung sebuah konstruksi tetap aman, tanah
sebagai penahan beban haruslah memiliki daya dukung yang cukup untuk menahan beban dari
konstruksi. Stabilisasi tanah adalah proses untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dengan
menambahkan atau memodifikasi struktur lapisan tanah agar dapat manaikkan daya dukung
tanah, mempertahankan kekuatan geser dan mengurangi terjadinya deformasi tanah. Menurut
Bowles (1991) dalam Jatmiko (2014), beberapa tindakan yang dilakukan untuk menstabilkan
tanah adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan kerapatan tanah.
2. Menambah material yang tidak aktif sehingga menigkatkan kohesi dan tahanan gesek yang
terjadi.
3. Menambah bahan untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi atau fisis pada tanah.
4. Menurutkan muka air tanah (drainase tanah).
5. Mengganti tanah yang buruk.

2.4 Penurunan
Daya dukung tanah dalam menahan beban tergantung dari jenis tanah yang ada. Semua
jenis tanah jika dibebani maka tanah akan mengalami penurunan (Settlement). Penurunan yang
terjadi dalam tanah disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan
rongga pori atau air di dalam tanah tersebut. Jumlah dari penurunan sepanjang kedalaman lapisan
merupakan penurunan total tanah. Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan
segera dan penurunan konsolidasi (Das, 1995).
20

Pada tanah berpasir yang sangat tembus air (permeable), air dapat mengalir dengan cepat
sehingga pengaliran air pori keluar sebagai akibat dari kenaikan tekanan air pori dapat selesai
dengan cepat. Keluarnya air dari dalam pori selalu disertai dengan berkurangnya volume tanah,
berkurangnya volume tanah tersebut dapat menyebabkan penurunan lapis tanah itu karena air
pori di dalam tanah berpasir dapat mengalir keluar dengan cepat,maka 17 penurunan segera dan
penurunan konsolidasi terjadi secara bersamaan (Das, 1995).
Hal ini berbeda dengan lapis tanah lempung jenuh air yang compressible (mampu
mampat). Koefisien rembesan lempung sangat kecil dibandingkan dengan koefisien rembesan
kolom pasir sehingga penambahan tekanan air pori yang disebabkan oleh pembebanan akan
berkurang secara lambat dalam waktu yang sangat lama. Untuk tanah lempung perubahan
volume yang di Sebabkan oleh keluarnya air dari dalam pori (yaitu konsolidasi) akan terjadi
sesudah penurunan segera. Penurunan konsolidasi biasanya jauh lebih besar dan lebih lambat
serta lama dibandingkan dengan penurunan segera (Das, 1995).
Oleh karena itu harus dilakukan usaha perbaikan tanah agar tidak terjadi penurunan
konsolidasi kembali saat konstruksi bangunan mulai dibangun bahkan setelah selesai dibangun di
atasnya, sehingga risiko kerusakan struktur bangunan karena penurunan tanah yang terlalu besar
dapat dihindari.

2.5 Parameter Tanah


Parameter tanah adalah ukuran atau acuan untuk menegtahui atau menilai hasil suatu
proses perubahan yang terjadi dalam tanah, baik dari sifat dan jenis tanah. Tanah terdiri dari tiga
fase elemen, yaitu butiran padat (soild), air dan udara, seperti ditunjukkan Gambar 2.3.
21

Gambar 2.3 Tiga Fase Elemen Tanah


Sumber : Das, 1999
Gambar 2.3 memperlihatkan elemen tanah yang mempunyai volume (V) dan berat total
(W). berikut hubungan volume-berat :

V = V s + Vv = Vs + Vw + Va
Vv = Vw + Va
Keterangan :
Vs = Volume butiran padat
Vw = volume air 8
Va = Volume udara
Vv = Volume pori
22

Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari tanah dapat
dinyatakan dengan :

W = Ws + Ww

Dengan :

Ws = Berat butir padat

Ww = Berat air

Dari data parameter tanah di dapat dari hasil laboratorium maupun hasil interpolasi data-
data tanah yang ada. Hasil parameter nantinya akan menjadi masukan untuk pengukuran dan
analisa yang akan dilakukan

2.5.1 Modulus Young

Nilai Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan perbandingan antara nilai
tegangan terjadi
terhadap regangan.
Perkiraan nilai Es
untuk tiap jenis tanah
terdapat pada Tabel
2.3. Nilai Es untuk
beberapa jenis tanah
dapat diperoleh
dari data sondir dan
SPT seperti pada Tabel
2.3.
23

Tabel 2.3. Nilai Es


Berdasarkan Jenis Tanah
sumber: Bowles, 1992
2.5.2 Poisson
Ratio

Nilai poisson ratio


ditentukan sebagai kompresi poros terhadap regangan pemuaian lateral. Nilai poisson ratio
dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah seperti pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Nilai Poisson Ratio Berdas Arkan Jenis Tanah

sumber: Bowles, 1992

2.5.3 Sudut Geser Dalam


Sudut geser dalam merupakan salah satu komponen yang mendukung kuat geser akibat
gesekan antar partikel. Nilai ini juga di dapat dari pengukuran engineering properties tanah
dengandirect shear test. Hubungan antara sudut geser dalam jenis tanah ditunjukkan pada tabel
2.5
24

Tabel 2.5 Nilai Sudut Geser Dalam Berdasarkan Jenis Tanah


sumber: Das, 1999

2.5.4 Kohesi
Kohesi merupakan ukuran dari daya Tarik antara partikel-partikel tanah kohesif yang
disimbolkan dengan c. kohesi bersama dengan sudut geser dalam merupakan parameter dari
kekuatan geser pada tegangan efektif. Dengan demikian keruntuhan akan terjadi pada titik yang
mengalami kritis yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan geser dan tegangan normal
efektif (Craig, 1989).

1.5.5 Kuat Geser Tanah


Kekuatan geser
suatu massa tanah
merupakan perlawanan
internal tanah terhadap
keruntuhan atau pergeseran
sepanjang bidang geser dalam tanah. Tanah yang dibebani akan mengakibatkan tegangan geser
yang menahan terjadinya keruntuhan pada tanah. Jika tegangan sudah mencapai batas maka akan
cenderung terjadinya keruntuhan. Pada suatu bidang lereng jika tegangan geser tanah tersebut
mencapai batas maka akan berpotensi terjadinya longsor.
Kekuatan geser tanah (f) pada suatu bidang tertentu dikemukakan oleh colomb sebagai
suatu fungsi linear terhadap tegangan normal (f) pada bidang tersebut.
f = c + f tan 
Dimana :
25

f = Kekuatan geser
C = Kohesi
f = Tegangan Normal
tan  = faktor geser diantara butir-butir yang bersentuhan
 = Sudut Geser Dalam Tanah
Menurut Craig (1989) kekuatan geser tanah dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari
tegangan normal efektif sebagai berikut:
f = c’ + f ’ tan ’
Dimana :
f = Kekuatan geser
c' = Kohesi
f ’ = Tegangan efektif = f - u
 = Sudut Geser Dalam Tanah

2.6 Daya Dukung Tanah


Dalam suatu konstruksi bangunan ataupun tanah sangat di perlukan suatu daya dukung
tanah yang mencukupi. Daya dukung tanah merupakan kemampuan tanah untuk menahan beban
diatasnya tanpa mengalami keruntuhan akibat geser. Jika kekuatan atau daya dukung tanah
melampaui, maka penurunan yang berlebih atau keruntuhan akan terjadi. (Das, 1999)
Perhitungan daya dukung tanah dapat dihitung berdasarkan teori Terzaghi:
1. Daya dukung tanah untuk pondasi lajur

qult = cNc + DNq + BN

2. Daya dukung tanah untuk pondasi bujur sangkar


qult = 1,3cNc + DNq + 0,4 BN
3. Daya dukung tanah jenuh
Apabila permukaan tanah terletak pada jarak D di atas dasar pondasi.
Qult =  (Df – D) + ’ D
Dimana :
’ = sat - w = Berat volume efektif dari tanah
26

D = Kedalaman pondasi
B = Lebar pondasi
 = Berat isi tanah
Nc, Nq, N = Faktor daya dukung tanah tergantung pada sudut geser

2.7 Deformasi dan Tekanan Air Pori Dalam Tanah


Deformasi merupakan perubahan bentuk, dimensi dan posisi dari suatu materi baik
merupakan bagian dari alam ataupun buatan manusia dalam skala waktu dan ruang. Deformasi
dapat terjadi jika suatu benda atau materi dikenai gaya (force). Deformasi dipisahkan menjadi
dua, yaitu deformasi lastis dan deformasi plastis. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk
yang bersifat sementara, perubahan akan hialang bila gaya dihilangkan. Dengan kata lain bila
beban ditiadakan, maka benda akan kembali kebentuk dan ukuran semula. Sedanfgkan deformasi
plastis adalah perubahan bentuk yang bersifat permanen, meskipun beban dihilangkan.
Bila suatu material dibebani sampai daerah plastis, maka perubahan bentuk yang saat itu
terjadi adalah gabungan antara deformasi elastis dan deformasi plastis (penjumlahan ini sering
disebut deformasi total). Bila beban ditiadakan, maka deformasi elastis akan hilang pula,
sehingga perubahan bentuk yang ada hanyalah deformasi plastis saja.

1.7.1 Deformasi elastis


Deformasi elastis terjadi apabila sepotong logam atau bahan padat dibebani gaya. Bila
beban berupa gaya Tarik, benda akan bertambah panjang, setelah gaya ditiadakan, benda akan
kembali kebentuk semula. Sebaliknya, beban berupa gaya tekan akan mengakibatkan benda
menjadi pendek sedikit. Regangan elastis adalah hasil dari perpanjangan sel satuan dalam arah
tegangan Tarik, atau kontraksi dari sel satuan dalam arah tekanan.
Bila hanya ada deformasi elastis, regangan akan sebanding dengan tegangan.
Perbandingan antara tegangan dan regangan disebut modulus elastisitas (modulus Young), dan
merupakan karakteristik suatu logam tertentu. Makin besar gaya Tarik menarik antar atom
logam, makin tinggi pula modulus elastisitasnya.
Setiap perpanjangan atau perpendekan struktur Kristal dalam satu arah tertentu, karena
gaya searah, akan menghasilkan perubahan dimensi dalam arah tegak lurus dengan gaya tadi.
27

1.7.2 Deformasi Platis


Pada deformasi plastic terjadi bila sepotong logam atau bahan padat dibebani gaya.
Logam akan mengalami perubahan bentuk, dan setelah gaya ditiadakan, terjadi perubahan
bentuk permanen. Hal ini terjadi akibat sliding antar bidang atom, dana tau ikatan atom-atomnya
pecah.

1.7.3 Tekanan Air Pori


Tekanan Air Pori () atau tekanan netral yang bekerja segala arah sama besar, butiran
yaitu tekanan air yang mengisi rongga antar butiran padat. Tekanan air pori diberikan persamaan:
 = w . Z

1.8 Tanah Galian


Dalam pekerjaan struktur sering dijumpai pekerjaan pendahuluan berupa pekerjaan galian
tanah. Data tanah yang didapat dari hasil soil test diperlukan untuk mengambil keputusan metoda
apa yang kita gunakan dalam penggalian, terutama untuk galian yang kedalaman nya lebih dari 2
m. Pada galian terbuka kemiringan galian akan mengikuti stabilitas tanah yang didapat dari hasil
laboratorium tanah dan hitungan. Semetara untuk galian yang memiliki kedalaman lebih dari 2
meter, biasanya menggunakan DPT sebagai bagian struktur yang menahan stabilitas dinding
dari keruntuhan. DPT itu sendiri dapat berupa DPT sementara atau DPT tetap.
a. Jenis Galian
Galian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis :
 Galian Biasa
 Mencakup seluruh galian yang tidak diklasifikasikan sebagai galian batu, galian
struktur, galian sumber bahan (borrow Exavation) dan galian perkerasan beraspal.
 Galian Batu
 Mencakup galian bongkahan batu,
 Dengan volume1 m3 atau lebih.
 Dan seluruh batu atau bahan lainnya yang penggaliannya memerlukan alat
bertekanan udara atau pemboran, dan peledak sesuai petunjuk direksi pekerjaan.
 Galian Struktur
28

 Mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau
ditunjukkan dalam gambar untuk struktur.
 Galian struktur terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan, tembok penahan tanah
beton, dan struktur pemikul beban lainnya selain yang disebut dalam spesifikasi ini.
 Pekerjaan galian struktur meliputi penimbunan kembali dengan bahan yang disetujui
oleh direksi pekerjaan, pembuangan bahan galian yang tidak terpakai semua
keperluan drainase, pemompaan, penimbaan, penurapan, penyokong, pembuatan
tempat kerja atau cofferdam beserta pembongkarannya.
b. Toleransi Dimensi
 Untuk galian biasa, galian batu dan galian struktur
Kelanadaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh lebih dari 2 cm dari
yang telah ditenukan dalam gambar atau yang telah diperintahkan oleh direksi
pekerjaan pada setiap titik.
 Untuk galian perkerasan beraspal
Kelandaian akhir, garis dan formasi sesudah galian tidak boleh lebih dari 2 cm dari
yang telah disyaratkan.
 Untuk galian biasa, galian batu
Jika galian telah selesai dan terbuka terhadap aliran air, permukaan harus cukup rata
dan harus memiliki cukup kemiringan untuk menjamin pengaliran air yang bebas dari
permukaan itu tanpa terjadi genangan.

1.9 Pengertian Lereng


29

Lereng merupakan suatu penampakan permukaan alam dengan beda tinggi dan elevasi.
Akibat adanya pebedaan elevasi tersebut permukaan menjadi miring dan akan membentuk suatu
sudut terhadap bidang horizontal. Lereng secara umum dibedakan menjadi dua yaitu, lereng
alami dan lereng buatan. Lereng alami adalah lereng yang terbentuk secara alami akibat proses
geologi misalnya lereng perbukitan dan tebing sungai. Sedangkan lereng buatan adalah lereng
yang dibuat manusia untuk suatu keperluan tertentu misalnya tanggul sungai, urugan jalan raya,
atau lereng bendungan. Berikut adalah tabel pengklasifikasian lereng berdasarkan kemiringannya
menurut United Stated Soil Sistem Management (USSSM) dan Universal Soil Loss Equation
(USLE).
Tabel klasifikasi kemiringan lereng menurut USSSM dan USLE

1.9.1
Stabilitas Lereng

Stabilitas lereng merupakan salah satu aspek penting dalam analisa dan desain geoteknik.
Stabilitas atau kemantapan lereng merupakan suatu faktor aman dalam pekerjaan geoteknik,
karena menyangkut persoalan keselamatan manusia, dan kelancaran pekerjaan. Selain itu,
stabilitas lereng juga merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi untuk
membangun sebuah konstruksi di suatu bidang lereng. Suatu tanah akan mengalami perubahan
tegangan apabila diberikan tambahan beban atau pengurangan beban. Pada kegiatan penggalian
yang akan membentuk suatu lereng baru akan mengakibatkan perubahan tegangan pada tanah
yang berpengaruh terhadap kestabilan tanah akibat adanya pengurangan beban pada galian.
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan bidang
horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan manusia. Galian merupakan
30

suatu lereng buatan manusia. Dalam menentukan stabilitas atau kemantapan lereng dikenal
istilah faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang
menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil. Gaya
gravitasi dan rembesan cenderung menyebabkan ketidakstabilan pada lereng alami, pada lereng
yang dibentuk dengan cara penggalian, dan pada lereng tanggul serta bendungan tanah. Dalam
kelongsoran rotasi bentuk permukaan runtuh pada potongannya dapar berupa bususr lingkaran
atau kurva bukan lingkaran. Pada umumnya, kelongsoran lingkaran berhubungan dengan kondisi
tanah yang homogen dan kelongsoran bukan lingkaran berada pada kondisi tidak homogen.
Kelongsoran transalasi dan kelongsoran gabungan terjadi bila bentuk permukaan runtuh
dipengaruhi oleh adanya kekuatan geser yang berada pada lapisan tanah yang terbatasan.

Gambar 2.8 Tipe-


Tipe Keruntuhan Lereng
(Sumber: Mekanika Tanah, R.F.CRAIG)

1.9.2 Analisis Stabilitas Lereng Terbatas


Kelongsoran pada lereng terbatas akan terjadi dalam suatu bidang lengkung. Dalam
perhitungan stabilitas, lengkung yang riil ini dianggap sebagai Lingkaran Spiral Logaritmis
(Circle of Logarithmic Spiral). Bidang ini disebut bidang gelincir. Ada tiga jenis bidang
kelongsoran/keruntuhan yang terjadi pada lereng terbatas, yaiut:
1. Keuntuhan muka
2. Keruntuhan dasar
3. Keruntuhan ujung kaki (pada ujung bawah lereng)
31

Bila keruntuhan terjadi sepanjang bidang gelincir yang masih terletak dalam batas lereng,
disebut keruntuhan lereng. Bila keruntuhan terjadi bidang gelincir melewati ujung bawah lereng,
disebut keruntuhan dasar. Hal ini dapat dilihat pada gambar

Gambar 2.9 Kelongsoran atau Keruntuhan Lereng


(Sumber : Mekanika Tanah, Ir. Sunggono Kh)
Dimana :

Df =

1.9.3 Analisa Stabilitas Lereng Tak Terbatas

Gambar 2.10 Lereng Tak Terbatas


(Sumber : Mekanika Tanah, Ir. Sunggono Kh)

Lereng tak terbatas akan terjadi apabila sifat-sifat tanah dan tegangan-tegangan pada
salah satu bidang yang sejajar dengan lereng adalah sama dank arena itu kelongsoran yang
terjadi pada lereng biasanya terletak dalam satu bidang yang sejajar dengan bidang lereng. Tinjau
CD, yang mewakili suatu bidang longsor dengan kedalaman h. ambil satu bagian kecil (elemen)
dengan panjang b (arah lereng) dan tinggi h serta satuan-satuan lebar.
32

Berat elemen : W = γ . h . b . cosI


Dimana :
b = satu-satuan panjang, maka W = γ . h . cosi
Tegangan vertical pada permukaan CD = σ v

σv = = γ . h . cosi

Jika σ dan τ adalah komponen tegangan normal dan tegangan geser pada bidang CD, maka :
σ = σv . cosi = γ . h . cos2i
τ = σv . sini = γ . h . cosi . sini

1.9.4 Angka Keamanan


Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan angka keamanan dari
suatu lereng. Angka keamanan didapatkan dari perbandingan gaya penahan dan gaya yang
menggerakkan.

F=

Dengan:
f = kekuatan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah
d = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor
F = faktor aman
Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

Nilai c dan adalah  parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang longsornya.
Sedangkan persamaan geser yang terjadi akibat beban tanah dan beban lain sepanjang bidang
longsornya dituliskan:

Dengan cd dan adalah kohesi dan sudut geser dalam yang bekerja sepanjang bidang
longsor yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada longsornya.
33

Fs =

Atau:

Dengan:

Fc =

F =

Bila persamaan (2.18), (2.20), dan (2.21) dibandingkan, adalah wajar bila Fs, menjadi
sama F dengan harga tersebut memberikan angka keamanan terhadap kekuatan tanah atau bila

Maka dapat dituliskan:

Fs = 1, maka lereng adalah dalam keadaan akan longsor. Umumnya, harga 1,5 untuk
angka keamanaan terhadap kekuatan geser dapat diterima untuk merencanakan stabilitas
lereng (Das, 1997).

1.9.5 Analisis Stabilitas Lereng


Analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep keseimbangan batas plastis
(limit plastic equilibrium). Metoda ini meninjau lereng pada saat akan mengalami keruntuhan
dan mengasumsilan tanah sebagai material rigid-plastis sehingga tidak ada regangan sampai
keruntuhan terjadi. Analisis ini tergantung pada bentuk bidang runtuh yang dapat diasumsikan
sebagai planar failure surface, circular arch atau logarithmic spiral.
34

Gambar 2.11 Irisan Pada Bidang Runtuh


Analisis kestabilan lereng
berdasarkan metoda kesetimbangan batas
dilakukan dengan cara membagi massa
tanah yang menggelincir menjadi
beberapa irisan yang dapat dianggap
sebagai suatu block geser. Pada
perhitungan selanjutnya, dalam metode ini dianalisa gaya-gaya yang bekerja pada setiap irisan.
Metoda limit equilibrium menggunakan konsep keseimbangan gaya dan momen pada setiap
irisan tanah.
Adapun gaya-gaya yang diperhitungkan tersebut dapat berupa gaya horizontal maupun
vertikal, termasuk gaya horizontal dan vertikal akibat beban dinamik yang bekerja pada setiap
irisan yang apabila digambarkan dapat di lihat seperti gambar berikut:

Gambar 2.12 Gaya-Gaya yang Bekerja Pada Irisan


35

(Sumber : Das, 2010)


dalam mekanika tanah Hardiyatmo (2003), terdapat beberapa metode yang digunakan
dalam mencari nilai faktor keamanan kestabilan lereng. Berikut merupakan beberapa metode
yang digunakan:
A. Metode fellinius
Cara ini dapat digunakan pada lereng-lereng dengan kondisi isotropis dan berlapis-lapis.
Berat total tanah/batuan pada suatu elemen (W) termasuk beban luar yang bekerja pada
permukaan lereng Wt, diuraikan dalam komponen tegak lurus dan tangensial pada dasar
elemen. Dengan cara ini, pengaruh gaya T dan E yang bekerja disamping elemen diaabaikan.
Factor keamanan adalah perbandingan momen penahan longsor dengan penyebab longsor.
Pada lereng yang di pengaruhi oleh muka air tanah nilai F (dengan metoda sayatan,
Fellenius) adalah sebagai berikut:

C’ = kohesi efektif (kN/m2)

’ = sudut geser dalam efetif (derajat)

 = sudut bidang gelincir pada tiap sayatan (derajat)

u = tekanan air pori (kN/m2)


l = panjang bidang gelincir pada tiap sayatan (m)

Wt = luas tiap bidang sayatan (m2) x bobot satuan isi tanah (γ, kN/m3)
Pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, nilai F adalah sebagai berikut:

F=
36

Gambar 3- Sistem gaya pad acara fellenius


Langkah penyelesaian analisis faktor keamanan cara fellenius adalah sebagai berikut:
1. Mebuat
sketsa lereng
berdasarkan
data penampang
lereng.
2. Mebuat
sayatan-
sayatan
vertikal sampai batas bidang gelincir (semakin banyak jumlah sayatan, maka faktor
keamanan semakin teliti).
3. Membuat tabel untuk mempermudah perhitungan.
4. Ukur pada masing-masing sayatan h1, h2, dan b serta sudut  masing-masing bidang
gelincir.
5. Hitung luas pada msing-masing satan u, l, sin, W (=luas dikali γ), (W sin) dan (W
cos).
6. Hitung jumlah u.l, c.l, W sin dan W cos.
7. Masukkan dalam rumus F, maka didapat nilai F.

B. Metode Bishop
37

A.W Bishop (1955) membuat analisa ini menggunakan cara elemen dimana gaya yang
bekerja pada tiap elemen ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Persyaratan keseimbangan
diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut. faktor keamanan terhadap
longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah
di bidang longsor (S tersedia) dengan tahanan geser yang diperlukan unuk keseimbangan (S
perlu).

Gambar 3- Sistem gaya pada suatu elemen menurut Bishop

Faktor keamanan dihitung berdasarkan rumus:

Harga ma dapat ditentukan dari gambar dibawah. Atau menggunakan rumus:

m.a = cos + sin tan’ / Flama)


cara penyelesaiannya merupakan coba-coba (trial dan errors) harga faktor keamanan FK
diruas kiri, dengan menggunakan gambar 3- untuk mempercepat perhitungan.
38

Faktor keamanan menurut cara ini menjadi tidak sesuai dengan kenyataan, terlalu besar, bila
sudut negatif ( - ) di lereng paling bawah mendekati 30. Kondisi ini bisa timbul bila
lingkaran longsor sangat dalam atau pusat rotasi yang diandalkan berada dekat puncak
lereng. Faktor keamana yang didapat dari cara Bishop ini lebih besar dari yang didapat
dengan cara Fellenius.

Gambar 3- Harga ma untuk


persamaan Bishop
(sumber: Janbu dkk., 1956)

Dalam praktek diperlukan cara coba-coba dalam menemukan bidang longsor dengan nilai
faktor aman yang terkecil. Jika bidang longsor diamggap lingkaran, maka lebih baik dibuat
kotak-kotak dimana tiap titik potongan garis-garisnya merupakan tempat kedudukan pusat
lingkaran longsor. Pada titik potong garis yang merupakan pusat lingkaran longsor,
dituliskan nilai faktor aman terkecil pada titik tersebut seperti gambar di bawah. Perlu
diketahui bahwa pada tiap titik pusat lingkaran harus dilakukan pula hitungan faktor aman
untuk menentukan nilai faktor aman yang terkecil dari bidang longsor dengan pusat lingkaran
pada titik tersebut, yaitu dengan cara mengubah jari-jari lingkarannya. Kemudian, setelah
faktor aman terkecil pada tiap-tiap titik pada kotaknya diperoleh, digambarkan garis kontur
yang menunjukkan tempat kedudukan dari titik-titik pusat lingkaran yang mempunyai faktor
aman yang sama. Gambar di bawah menunjukkan contoh kontur-kontur faktor aman yang
sama, dari kontur faktor aman tersebut dapat ditentukan letak kira-kira dari pusat lingkaran
yang menghasilkan faktor aman terkecil.
39

Gambar 2- Contoh Gambar Faktor Aman


C. Analisis Stabilitas Lereng dengan Menggunakan Diagram Bishop dan Morgenstern (1960)
Bishop dan Morgenstern (1960) mengusulkan penyelesaian stabilitas lereng yang dapat
digunakan untuk menghitung faktor aman pada tinjauan tegangan efektif. Faktor aman dalam
diagram, ditanyakan sebagai fungsi dariangka stabilitas c’/γH yang dihitung berdasarkan
metode Bishop disederhanakan (Bishop, 1955). Dalam cara ini, faktor aman dinyatakan oleh
persamaan:
F = m - run
Dengan:
F = faktor aman
m dan n = angka stabilitas
ru = nilai banding tekanan pori
Nilai m dan n tergantung pada nilai banding kedalaman D, dengan:

D=

Jika dasar lapisan keras sangat dalam, maka perlu ditentukan nilai banding kedalam D
yang sangat kritis. Penentuan ini dapat dilakukan dengan menggunakan garis-garis nilai
banding tekanan pori yang sama (rue) pada diagramnya. Nilai rue didefinisikan sebagai:

rue =
40

Dengan m2 dan n2 adalah koefesien stabilitas untuk D yang lebih tinggi. Jika ru lebih besar
dari pada rue, untuk potongan dan parameter kuat geser tertentu, maka faktor aan ditentukan
dengan nilai D yang lebih besar, yang mempunyai nilai faktor aman yang lebih kecil
daripada faktor aman yang ditentukan dari D yang lebih kecil.

D. Diagram Morgenstern (1963) untuk Kondisi Penurunan Muka Air Cepat (Rapid Drawdown)
Analisis stabilitas lereng Morgenstem (1963) digunakan untuk kondisi di mana muka air
turun dengan cepat (rapid drawdown) pada suatu bendungan urugan tanah yang terletak pada
permukaan tanah keras dan kedap air. Mula-mula, posisi permukaan air sejajar dengan
puncak bendungan. Kemudian. karena sesuatu hal, muka air turun mendadak sedalam L.

Gambar 2- Nilai banding L/H

dalam cara ini, faktor aman ditentukan


dengan metode Bishop disederhanakan
(Bishop, 1955). Pada saat muka air turun,
dianggap garis aliran arahnya horizontal dan garis ekipotensial arahnya vertikal. Berat
volume tanah dianggap sama dengan 2 kali volume air. Faktor aman dihubungkan dengan
nilai banding penurunan mendadak L/H, untuk beberapa nilai ctg β dan φ’. Jika L/H = 1,
lingkaran kritis menyinggung dasar bendungan. Jika L/H < 1, beberapa lingkaran harus
dicoba untuk menentukan faktor aman yang paling rendah.

E. Analisis Stabilitas Lereng dengan Menggunakan Diagram Spenser (1967)


Jika sudut kemiringan lereng ditentukan. faktor aman dapat dihitung dengan cara coba-coba
seperti yang diusulkan oleh Spenser (1967). Metode ini menganggap bahwa gaya-gaya yang
bekerja dalam irisan, arahnya sejajar dan keduanya memenuhi keseimbangan gaya dan
keseimbangan momen. Gambar di bawah memperlihatkan diagram stabilitas untuk
menentukan sudut lereng yang dibutuhkan, bila faktor aman ditentukan. Diagram-diagram
41

menggunakan beberapa rasio tekanan pori yang berbeda, dan dianggap kedalaman lapisan
keras sangat jauh dari pennukaan tanah. Dalam menggunakan diagram-diagram, diperlukan
nilai sudut gesek dalam tanah yang dikerahkan untuk keseimbangan batas, dengan:

tg φd = tg φ’/F

atau

φd = arc tg (tg φ’/F)

Jika kedalaman tanah keras sangat dekat dengan permukaan tanah, hitungan stabilitas
didasarkan pada gambar diagram di bawah menjadi lebih aman.

Gambar 2.16 Diagram Stabilitas


(Sumber: Spenser, 1967)
F. Metode Mohr-Coloumb
Mohr (1980) adalah sebuah teori yang membahas tentang keruntuhan pada material yang
menyatakan bahwa keruntuhan terjadi pada suatu material akibat kombinasi kritis antara
tegangan normal dan geser, dan bukan hanya akibat tegangan normal maksimum atau
tegangan geser maksimum saja.

1.10 Metode Elemen Hingga


Metode elemen hingga adalah prosedur perhitungan yang dipakai untuk mendapatkan
pendekatan dari permasalahan metematis yang sering muncul pada rekayasa teknik, inti dari
42

metode tersebut adalah membuat persamaan matamatis dengan berbagai pendekatan dan
rangkaiaan persamaan aljabar yang melibatkan nilai-nilai pada titik titik distrik pada bagian yang
dievaluasi. Persamaan metode elemen hingga dibuat dan dicari solusinya dengan sebaik mungkin
untuk menghindari kesalahan pada hasil akhirnya.

Gambar Contoh jaring jaring dari elemen hingga


Jarring (mesh) terdiri dari elemen elemen yang dihubungkan oleh node. Node merupakan
titi titik pada jarring dimana nilai dari variable primernya dihitung. Missal untuk analisis
displacement, nilai variable primernya adalah nilai dari displacement. Nilai nilai nodal
displacement diinterpolasikan pada elemen agar didapatkan persamaan ajabar untuk
displacement, dan regangan, melalui jaring jaring yang terbentuk. Berikut aplikasi yang termasuk
kedalam metode element hingga :

2.11 Plaxis 2D
Plaxis adalah salah satu program lunak yang sering digunakan dalam dunia Teknik Sipil
khususnya bidang geoteknik. Plaxis merupakan perangkat lunak yang berdasarkan metode
elemen hingga dua dimensi. Secara khusus Plaxis digunakan untuk menganalisis deformasi,
stabilitas, dan aliran air tanah dalam rekayasa geoteknik. Kondisi sesungguhnya dapat
dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axisymetris. Program ini menerapkan metode
antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan cepat membuat model
jaring elemen berdasarkan penampang melintang dari kondisi yang ingin dianalisis. Secara garis
43

besar program Plaxis ini terdiri dari empat sub program yaitu, masukan, perhitungan, keluaran
atau hasil perhitungan dan kurva. (Anonim, 2013).
Kondisi dilapangan yang disimulasikan ke dalam program Plaxis ini bertujuan untuk
mengimplementasikan tahapan pelaksanaan di lapangan ke dalam tahapan pengerjaan pada
program, dengan harapan pelaksanaan di lapangan dapat didekati sedekat mungkin pada
program, sehingga respon yang dihasilkan dari program dapat diasumsikan sebagai cerminan
dari kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan (Anatomi, 2013).

Anda mungkin juga menyukai