Anda di halaman 1dari 11

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak


penggunaan tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, kapasitas penyimpanan
air, plastisitas semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. Hal ini
berlaku pada tanah yang digunakan sebagai bahan struktural dalam pembangunan
jalan raya, bendungan, dan pondasi untuk sebuah gedung, atau untuk sistem
pembuangan limbah (Hendry D. Foth, Soenartono A. S, 1994). Untuk
mendapatkan sifat-sifat fisik tanah, ada beberapa ketentuan yang harus diketahui
terlebih dahulu, diantaranya yaitu:

1. Kadar Air

Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang
terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah yang dinyatakan dalam
persen. (ASTM D 2216- 98)

ω = (Ww/Ws) x 100% ...............................................................................


(III.1)
Dimana :
ω = Kadar air (%)
Ww = Berat air (gram)
Ws = Berat tanah kering (gram)

2. Berat Jenis
Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui berat jenis
tanahnya dengan cara menentukan berat jenis yang lolos saringan No. 200
menggunakan labu ukur.
Berat spesifik atau berat jenis (specific gravity) tanah (Gs) adalah
perbandingan antara berat volume butiran padat dengan berat volume air pada
temperatur 20C. Seperti terlihat pada persamaan di bawah ini :

Berat jenis , Tx Wt
= .........................................................................
( 20° C) (Wt+(W 4−W 3))
. (III.2)
Dimana
Wt = Berat contoh tanah kering oven, dalam gram
W4 = Berat piknometer berisi air pada temperatur Tx, dalam
gram
W3 = Berat piknometer berisi air pada temperatur Tx, dalam
gram
Tx = Temperatur air dalam piknometer ketika berat W3
ditentukan, dalam derajat Celcius.

Nilai berat jenis yang didasari air pada tempeatur 20⁰C hitung dari
nilai temperatur yang diamati Tx, sebagai berikut :

Berat jenis , Tx K x Berat jenis ,Tx


= ..................................................................
( 20° C) Tx
(III.3)

Dengan :
K = suatu angka diperoleh dengan membandingkan kerapatan
relative air pada temperatur Tx dengan kerapatan relative
air pada temperatur 20C

Nilai Gs yang didapatkan, maka dapat menentukan macam tanah


dari berat jenis tanah tersebut dengan nilai-nilai berat jenis tanah sebagai
berikut:

Tabel III.1 Berat jenis tanah


Berat Jenis
Jenis Tanah
Butir
Kerikil 2,65-2,68
Pasir 2,65-2,68
Lanau Tak Organik 2,62-2,68
Lempung Organik 2,58-2,65
Lempung Tak Organik 2,68-2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25-1,80

(Sumber : Hardiyatmo, 2012)


3. Batas-Batas Atterberg

Batas Atterberg adalah batas konsistensi dimana keadaan tanah


melewati keadaan lainnya dan terdiri atas batas cair, batas plastis dan indek
plastisitas. Batas cair (liquid limit), didefinisikan sebagai kadar air tanah
pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis. Batas cair ditentukan
dari uji Casagrande (1948). Batas plastis (plastic limit) didefinisikan
sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat,
yaitu persentasse kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3,2
mm mulai retak-retak ketika digulung.
Indeks plastisitas (plasticity index) merupakan selisih antara batas
cair dengan batas plastis suatu tanah.

PI = LL – PL …........................................................................
(III.4)

Dimana :
PI = Indeks Plastisitas
LL = Batas Cair
PL = Batas Plastis

B. Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah pengelompokan tanah berdasarkan sifat dan ciri


tanah yang kemudian diberi nama agar mudah dikenal, diingat, dipahami dan
dibedakan dengan tanah–tanah lainnya. Setiap Jenis tanah memiliki sifat dan ciri
tertentu dan berbeda dengan jenis tanah lainnya. Umumnya klasifikasi tanah
menggunakan indeks pengujian yang sangat sederhana untuk memperoleh
karakteristik tanahnya. Karakteristik tersebut digunakan untuk menentukan
kelompok klasifikasinya, yang didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari
analisa saringan dan plastisitasnya (Hardiyatmo, 1992).
Berdasarkan hasil analisa distribusi partikel dan batas–batas Atterberg,
tanah dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan yang terdapat dalam
sistem klasifikasi tanah, diantaranya Sistem USCS (Unifield Soil Classification
System) dan Sistem AASHTO (American Association of state Highway and
Transportation Officials)
a) Sistem Unifield Soil Classification System (USCS)
Berdasarkan sistem USCS ini, tanah diklasifikasikan dalam
tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus. Tanah berbutir kasar
dibagi kedalam kerikil, dinotasikan sebagai G (dari kata gravel) dan
pasir (S = sands). Setiap group tanah dibagi kedalam empat golongan,
terlihat pada tabel (1), yaitu :
1) Bergradasi baik dan cukup bersih artinya hanya sedikit
kandungan material berbutir halus – dinotasikan W (well
graded).
2) Bergradasi buruk dan cukup bersih – dinotasikan P (poorly
graded).
3) Bergradasi baik dengan lempung sebagai pengikat
dinotasikan C (clay).
4) Berbutir kasar dan mengandung tanah berbutir halus –
dinotasikan M (silt).

Tanah berbutir halus dibagi kedalam :


1) Tanah lanau anorganik (tidak mengandung material organik)
dan tanah yang mengandung pasir yang berbutir sangat halus
– dinotasikan M (silt)
2) Tanah lempung Anorganik dinotasikan C (clay).
3) Tanah lanau dan lempung organik dinotasikan O (organic).
4) Tanah dengan kadar organik sangat tinggi dinotasikan Pt
(peat).

Ketiga golongan berbutir halus itu dibagi lagi kedalam beberapa


golongan berdasarkan batas cairnya, yaitu :
1) Batas cair < 50 %, digolongkan kedalam tanah berbutir halus
dengan kompresibilitas rendah hingga sedang dinotasikan L
(low compressibility).
2) Batas cair > 50 %, digolongkan kedalam tanah berbutir halus
dengan kompresibilitas tinggi dinotasikan H (high
compressibility).
Gambar III.1 .Grafik klasifikasi tanah metode USCS
(Sumber Hardiyatmo, 2010)
Tabel III.2 Sistem klasifikasi tanah metode USCS

Sumber : Hardiyatmo (2006)


b) American Association of state Highway and Transportation Officials
(AASHTO)
Pada system ini tanah diklasifikasikan kedalam tujuh
kelompok besar, yaitu A-1, A-2 dan A-3 adalah tanah berbutir dimana
35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan
No.200.Tanah dimana lebih dari 35% butirannya lolos ayakan No.200
diklasifikasikan kedalam kelompok A-4, A-5, A-6 dan A-7.Butiran A-
4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan
lempung.Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria dibawah ini
1) Kerikil : bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75
mm (3 in) yang tertahan pada ayakan No. 20 (2 mm).
2) Pasir : bagian tanah yang lolos ayakan No. 12 ( 2 mm) dan
yang tertahan pada ayakan No.200 (0.075 mm).
3) Lanau dan lempung : bagian tanah yang lolos ayakan No.200
Tabel III.3 Sistem Klasifikasi Tanah Metode ASSHTO

Material granuler Tanah-tanah lanau-lempung


Klasifikasi umum
A-1 A-2 A-7
Klasifikasi kelompok A-1-a A-1-b A-3 A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 A-4 A-5 A-6 A-7-5/A-7-6
Analisis saringan (% lolos)

2,00 mm (no. 10) 50 maks - - - - - - - - - -


0,425 mm (no.40) 30 maks 50 maks 51 min - - - - - - - -
Sifat fraksi lolos saringan no.

40

Batas cair (LL) - - 40 maks 41 min 40 maks 41 min 40 maks 41 min 40 maks 41 min
Indeks kelompok (G) 0 0 0 4 maks 8 maks 12 maks 16 maks 20 maks
Tipe material yang pokok Pecahan batu, kerikil dan Pasir
Kerikil berlanau atau berlempung dan pasir Tanah berlanau Tanah berlempung
pada umumnya pasir halus
Penilaian umum sebagai
tanah dasar Sangat baik sampai baik Sedang sampai buruk

Sumber : Hardiyatmo, 2006


Catatan:
Kelompok A-7 dibagi atas A-7-5 dan A-7-6 bergantung pada batas
plastisnya (PL) Untuk PL > 30, klasifikasinya A-7-5
Untuk PL < 30, klasifikasinya A-7-6

Np = Non plastis
C. Stabilisasi tanah

Stabilisasi tanah secara umum merupakan suatu proses untuk


memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah tersebut,
agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan kekuatan geser.
Tujuan dari stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan menyatukan agregat
material yang ada sehingga membentuk struktur jalan atau pondasi jalan yang
padat. Adapun sifat tanah yang telah diperbaiki tersebut dapat meliputi :
kestabilan volume, kekuatan atau daya dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau
keawetan.
Menurut Bowles,1991 beberapa tindakan yang dilakukan untuk
menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut : meningkatkan kerapatan tanah,
menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi dan/atau
tahanan gesek yang timbul, menambah bahan untuk menyebabkan
perubahanperubahan kimiawi dan/atau fisis pada tanah, menurunkan muka air
tanah (drainase tanah), mengganti tanah yang buruk.
Stabilisasi tanah adalah upaya yang dilakukan untuk memperbaiki sifat-
sifat tanah. Metode stabilisasi yang banyak digunakan adalah stabilisasi mekanis
dan stabilisasi kimiawi. Stabilisasi mekanis adalah salah satu metode untuk
meningkatkan daya dukung tanah dengan cara perbaikan struktur dan perbaikan
sifat-sifat mekanis tanah, sedangkan stabilisasi kimiawi yaitu menambah
kekuatan dan kuat dukung tanah dengan jalan mengurangi atau menghilangkan
sifat-sifat teknis tanah yang kurang menguntungkan dengan cara mencampur
tanah dengan bahan kimia.
Salah satu cara terbaik menangani permasalahan tanah berdaya dukung
rendah adalah mengganti tanah dsar tersebut dengan tanah yang cukup baik,
tetapi hal ini biasanya membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karenanya,
dilakukan upaya upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara merubah
sifat-sifat fisiknya untuk menekan biaya. Perbaikan sifat-sifat fisik dari tanah
kurang baik menjadi tanah yang baik dibidang rekayasa Teknik Sipil disebut
sebagai stabilisasi tanah.
Pada umumnya stabilisasi tanah dapat dilakukan delam 2 cara yaitu :
a. Stabilisasi Mekanis
Stabilisasi mekanis yaitu stabilisasi yang dilakukan dengan
cara mencampur atau mengaduk dua macam tanah atau lebih yang
gradasinya berbeda untuk memperoleh material yang lebih baik yang
memenuhi syarat kekuatan tertentu. Stabilisasi mekanis juga dapat
dilakukan dengan menggali dan membuang tanah dilokasi yang
buruk dan menggantinya dengan material granuler dari tempat lain
yang memenuhi syarat kekuatan.
b. Stabilisasi dengan menggunakan bahan tambah.
Stabilisasi ini dilakukan dengan cara memberikan bahan
tambah pada tanah dilokasi yang tidak memenuhi syarat. Bahan
tambah adalah bahan hasil olahan pabrik yang jika ditambahkan ke
dalam tanah dengan perbandingan yang tepat akan memperbaiki sifat
sifat teknis tanah, sehingga memenuhi syarat kekuatan yang sudah
ditentukan.

D. Direct Shear Test ( DST )

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butiran-
butiran tanah terhadap desakan atau tarikan. Pengujian kuat geser langsung adalah
untuk menentukan kuat geser tanah setelah mengalami konsolidasi akibat suatu
beban dengan drainase 2 arah. Perhitungan mekanika tanah kuat geser ini bisa
dinyatakan dengan kohesi (C) dan sudut gesek dalam ( ).
Menurut Aji (2016) menyatakan bahwa teori yang dipakai dalam
menentukan kekuatan geser tanah umumnya adalah metode Mohr-Coloumb.
Mohr dan Coloumb menyatakan bahwa kekuatan geser tanah ( ) merupakan fungsi
dari kohesi dan sudut geser dalam tanah. Kekuatan geser tanah dapat ditentukan
sebagai berikut :

τ =c +σ tan φ ..............................................................................................(III.5)

dengan : τ = Kuat Geser Tanah (kg/cm2)

c = Kohesi Tanah ( kg/cm2)

σ = Tegangan Normal pada Bidang Runtuh (kg/cm2)

φ = Sudut Gesek Dalam Tanah atau Sudut Gesek Internal


(derajat)

Pada saat pengujian kuat geser, tegangan normal dan tegangan geser
dihitung dengan persamaan :

N
σ= ............................................................................................................(III.6)
A
P
τ = ..............................................................................................................(III.7)
A

Dengan : σ = Tegangan Normal (kg/cm2)

τ = Tegangan Geser (kg/cm2)

N = Beban Normal (kg)

P = Beban Geser (kg)

A = Luas Penampang (cm2)

Kuat geser tanah dari benda uji yang dioeriksa di laboratorium, biasanya
dilakukan dengan besar beban yang ditentukan terlebih dahulu.

Anda mungkin juga menyukai