Anda di halaman 1dari 15

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Tanah

Tanah didefinisikan secara umum adalah kumpulan dari bagian-bagian


yang padat dan tidak terikat antara satu dengan yang lain (diantaranya
mungkin material organik) rongga-rongga diantara material tersebut berisi
udara dan air (Verhoef, 1994).

Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat,
zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap-ngendap diantara partikel-
partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara, ataupun yang
lainnya (Hardiyatmo, H.C., 1992).

Tanah dari pandangan ilmu Teknik Sipil merupakan himpunan


mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose)
yang terletak di atas batu dasar (bedrock) (Hardiyatmo, H.C.,1992).

Pada awal mula terbentuknya tanah disebabkan oleh pelapukan batuan


menjadi partikel-partikel yang lebih kecil akibat proses mekanis dankimia.
Pelapukan mekanis disebabkan oleh memuai dan menyusutnya batuan oleh
perubahan panas dan dingin yang terus-menerus dan juga akibat gerusan oleh
aliran air yang akhirnya menyebabkan hancurnya batuan tersebut. Dalam
proses pelapukan mekanis tidak terjadi perubahan susunan kimiawi dari
mineral batuan tersebut. Pada proses pelapukan kimia mineral batuan induk
diubah menjadi mineral-mineral baru melalui reaksi kimia.

kata "tanah" merujuk ke material yang tidak membatu, tidak termasuk


batuan dasar, yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang memiliki
ikatan yang lemah serta memiliki bentuk dan ukuran, bahan organik, air dan
gas yang bervariasi. Jadi tanah meliputi gambut, tanah organik, lempung,
lanau, pasir dan kerikil atau campurannya (Panduan Geoteknik a1, 2001
dalam Soraya Putri Zainanda, 2012).
Gambar. Lapisan tanah

2.2 Sistem Klasifikasi Tanah


Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan
informasi tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat
dan perilaku tanah yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum
mengelompokan tanah ke dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki
kesamaan sifat fisis. Sistem klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi
untuk menentukan sifat-sifat mekanis dan geoteknis tanah. Karenanya,
klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang digunakan sebagai dasar
untuk perencanaan dan perancangan konstruksi.
Pada awalnya, metode klasfikasi yang banyak digunakan adalah
pengamatan secara kasat- mata (visual identification) melalui pengamatan
tekstur tanah. Selanjutnya, ukuran butiran tanah dan plastisitas digunakan
untuk identifikasi jenis tanah. Karakteristik tersebut digunakan untuk
menentukan kelompok klasifikasinya. Sistem klasifikasi tanah yang umum
digunakan untuk mengelompokan tanah adalah Unfied Soil Clasification
System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat- ya. Disamping itu, terdapat
sistem lainnya yang juga dapat digusifat indek tanah yang sederhana seperti
distribusi ukuran butiran, batas cair dan indek plastisitasnnakan dalam
identifikasi tanah seperti yang dibuat oleh American Association of State
Highway and Transportation Officials Classfication (AASHTO), British Soil
Classification System (BSCS), dan United State Department of Agriculture
(USDA). Dalam penelitian ini digunakan klasifikasi tanah berdasarkan USCS
dan AASHTO.

2.3 Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USCS)

Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System


(USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan kemudian dikembangkan
oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army
Corps of Engineer (USACE). (ASTM) American Society for Testing and
Materials telah memakai USCS sebagai metode standard untuk
mengklasifikasikan tanah. Dalam USCS, suatu tanah diklasifikasikan ke
dalam dua kategori utama yaitu:

1) Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan
pasir yang kurang dari 50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 < 50). Simbol
kelompok diawali dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil
(gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy soil).

2) Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah
lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50). Simbol kelompok diawali dengan M untuk
lanau inorganik (inorganic silt), C untuk lempung inorganik (inorganic clay),
O untuk lanau dan lempung organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut
(peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Simbol lain yang
digunakan untuk klasifikasi adalah W - untuk gradasi baik (well graded), P -
gradasi buruk (poorly graded), L - plastisitas rendah (low plasticity) dan H-
plastisitas tinggi (high plasticity).
Tabel . Sistem Klasifikasi Tanah Unified

Jenis Simbol Sub Simbol


Tanah
Kerikil G Kelompok
Gradasi Baik W
Gradasi Buruk P
S Berlanau M
Berlempung C
Lanau M
Lempung C WL<50% L
Organik O WL>50% H
Gambut Pt

Sumber :Bowles,1991.

Dimana :

W = Well Graded (tanah dengan gradasi baik),

P = Poorly Graded (tanah dengan gradasi buruk),

L = Low Plasticity (plastisitas rendah, LL<50),

H = High Plasticity (plastisitas tinggi, LL> 50).

Klasifikasi sistem tanah unified secara visual di lapangan sebaiknya


dilakukan pada setiap pengambilan contoh tanah. Hal ini berguna di samping
untuk dapat menentukan pemeriksaan yang mungkin perlu ditambahkan, juga
sebagai pelengkap klasifikasi yang di lakukan di laboratorium agar tidak
terjadi kesalahan label.
Tabel . Sistem Klasifikasi Tanah Unified

2.4 Sistem Klasifikasi AASTHO

AASHTO (American Association of State Highway and Transportation


Official) merupakan sistem klasifikasi yang dikembangkan pada tahun 1929
sebagai Public Road Administrasion Classification System. Pada sistem
klasifikasi AASTHO ini telah mengalami beberapa perbaikan, adapun yang
berlaku saat ini adalah yang diajukan oleh Commite on Classification of
Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research
Board pada tahun 1945 (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model
M145).
Sistem Klasifikasi AASHTO membagi tanah ke dalam 8 kelompok, A-
1 sampai A-7 termasuk sub-sub kelompok. Tanah yang diklasifikasikan ke
dalam A-1, A-2, dan A-3 adalah tanah berbutir di mana 35 % atau kurang
dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200. Tanah di mana
lebih dari 35 % butirannya tanah lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke
dalam kelompok A-4, A-5 A-6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4
sampai dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung. Tanah-
tanah dalam tiap kelompoknya yang dihitung dengan rumus- rumus empiris.
Pengujian yang digunakan hanya analisis saringan dan batas-batas Atterberg.
Sistem klasifikasi AASHTO, dapat dilihat dalam Tabel.

Pada sistem klasifikasi AASHTO ini bermanfaat untuk menentukan


kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar
(subgrade). Sistem klasifikasi ini didasarkan pada kriteria di bawah ini:

1) Ukuran Butir

 Kerikil: bagian tanah yang lolos ayakan diameter 75 mm (3 in)


dan yang tertahan pada ayakan No. 10 (2 mm).
 Pasir: bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan yang
tertahan pada ayakan No. 200 (0.075 mm).
 Lanau dan lempung: bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.

2) Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah


mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung
dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks
plastis indeks plastisitasnya 11 atau lebih.
Gambar . Nilai - Nilai Batas Atterberg Untuk Su bkelompok tanah

3) Batuan dengan ukuran lebih besar dari 75 mm di temukan di dalam


contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi tanahnya, maka batuan
tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu. Tetapi, persentase dari batuan
yang dileluarkan tersebut harus dicatat.

Apabila system klasifikasi AASHTO dipakai untuk mengklasifikasikan


tanah, maka data dari hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang
diberikan dalam Tabel 1 dari kolom sebelah kiri ke kolom sebelah kanan
hingga ditemukan angka-angka yang sesuai.
Tabel. . Klasifikasi Tanah Untuk Lapisan Tanah Dasar (Sistem AASHTO)

2.5 Tanah Lunak


Tanah lunak dalam konstruksi seringkali menjadi permasalahan. Hal
ini disebabkan oleh rendahnya daya dukung tanah tersebut. Daya dukung
yang rendah dapat menyebabkan kerugian, mulai dari kerugian dari sisi biaya
konstruksi yang semakin mahal, hingga terancamnya keselamatan konstruksi,
yaitu struktur yang dibuat tidak mampu berdiri secara stabil dan bisa roboh.
Dalam menanggulangi permasalahan tersebut, maka diperlukan pekerjaan
perbaikan tanah.

Tanah lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari sebagian besar
butir-butir yang sangat kecil seperti lempung atau lanau. Sifat tanah lunak
adalah gaya gesernya kecil, kemampatannya besar, koefisien permeabilitas
yang kecil dan mempunyi daya dukug rendah jika dibandingkan dengan tanah
lempung lainnya. Tanah lempung lunak secara umum mempunyai sifat-sifat
sebagi berikut:

1. Kuat geser rendah,


2. Bisa kadar air bertambah, kuat gesernya berkurang,
3. Bila struktur tanah terganggu, kuat gesernya berkurang,
4. Tanah basah bersifat plastis dan mudah mampat,
5. Memiliki kompresibilitas yang besar,
6. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak
pada beban yang konstan.
Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebgai
tanah lunak apabila mempunyai daya dukung lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan
nilai standard penetration test lebih kecil dari 4 (N-value<4). Berdasarkan
uji lapangan, tanah lunak secara fisik dapat diremas dengan mudah oleh jari-
jari tangan. Menurut Toha(1989), sifat umum tanah lunak adalah memiliki
kadar air 80-100%, batas cair 80-110%, batas plastis 30-45%, saat dites sieve
analysis, maka butiran yang lolos oleh saringan no 200 akan lebih besar dari
90% serta memiliki kuat geser 20-40 kN/m2.

Gambar 2.1 Marine Clay


2.6 Penurunan Tanah
Salah satu permasalahan utama pada tanah lunak dalam suatu pekerjaan
konstruksi adalah penurunan tanah yang sangat besar. Penurunan yang besar
tersebut disebabkan oleh penurunan konsolidasi pada tanah, yang akan
dijelaskan pada bagian berikutnya.
Ketika tanah dibebani, maka sama dengan material lain, tanah akan
mengalami penurunan. Dalam ilmu Geoteknik, dikenal tiga jenis penurunan
tanah,yaitu:
1. Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
Penurunan seketika merupakan penurunan yang terjadi seketika saat
beban diberikan. Pada tanah jenuh air dan permeabilitas rendah, beban
yang bekerja diterima sepenuhnya oleh tegangan air pori. Pada tanah
dengan permeabilitas tinggi, tegangan air pori yang terjadi muncul
hanya sebentar karena tegangan air pori ini terdisipasi dengan cepat.
Deformasi yang terjadi pada tanah tidak disertai dengan perubahan
volume. Perhitungan untuk penurunan seketika ini didasarkan pada
hukum elastisitas material (contoh, hukum Hooke).
2. Penurunan Konsolidasi/Primer (Consolidation Settlement)
Penurunan konsolidasi adalah penurunan pada tanah kohesif yang
diakibatkan terdisipasinya tegangan air berlebih di dalam tanah, dan
akhirnya menghasilkan perubahan dari segi volume. Jenis penurunan
ini terjadi bersama dengan waktu yang berlalu. Tegangan air pori
berlebih di transfer menuju partikel tanah menjadi tegangan efektif
(σ’=σ-u). Saat tegangan air pori berlebih ini = 0, penurunan konsolidasi
sudah selesai dan tanah berada dalam keadaan Drained.
3. Penurunan Rangkak/Sekunder (Creep/Secondary Settlement)
Penurunan sekunder merupakan penurunan yang terjadi setelah
penurunan konsolidasi. Penurunan ini terjadi seiring dengan waktu
berlalu dan biasanya terjadi sangat lama setelah beban mulai bekerja,di
mana partikel tanah mengalami creep. Penurunan ini terjadi saat semua
tegangan air pori berlebih di dalam tanah telah terdisipasi dam saat
tegangan efektif yang terjadi berada dalam keadaan konstan.

Dengan demikian, penurunan total dari suatu tanah yang dibebani adalah:
Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara penurunan dengan waktu
2.7 Perbaikan Tanah pada Tanah Lunak
Seperti yang telah disebutkan pada poin sebelumnya (poin b), salah satu
permasalahan yang dapat terjadi pada tanah lunak adalah penurunan yang
sangat besar ketika tanah dibebani. Untuk menanggulangi masalah tersebut,
maka perlu dilakukan perbaikan tanah. Ada beberapa cara untuk melakukan
perbaikan tanah pada tanah lunak:
1. Perkuatan dengan Geotekstil

Gambar 2.2 perkuatan tanah lunak menggunakan geotekstil


2. Prefabricated Vertical Drain

Gambar 2.2 perkuatan tanah lunak menggunakan Prefabricated Vertical Drain


3. Perkuatan dengan Stone Mattress

Gambar 2.2 perkuatan tanah lunak menggunakan Stone Mattress


4. Perkuatan tanah dengan Pile

Gambar 2.2 perkuatan tanah lunak menggunakan Pile


5. Perbaikan tanah dengan Vacuum Preloading

Gambar 2.2 perkuatan tanah lunak menggunakan Vacuum Preloading

Metode perbaikan tanah yang cukup populer digunakan adalah dengan


menggunakan PVD (Prefabricated Vertical Drain), di mana perkuatan tanah
dilakukan dengan cara mempercepat penurunan dari tanah akibat beban.
Dengan menggunakan PVD, maka penurunan konsolidasi yang ingin dicapai
dapat diperoleh dengna waktu yang lebih singkat.
2.8 Prefabricated Vertical Drains (PVD)
PVD umumnya berbentuk pita dengan sebuah inti plastik beralur terbuat
dari material geosintesis (material polimer) yang dibentuk seperti potongan
yang panjang. Material polimer dapat berupa Material PVC dengan lebar 90
sampai 100 mm, ketebalan 2 sampai 6 mm.PVD dibuat dalam bentuk gulungan
serta dipasang dengan minyak khusus sehingga dapat terlindung dari
tekanan hidrolik tanah (Gulhati, Shaskhi K. 2005).Gambaran lebih jelasnya
dapat dilihat pada Gambar 2.17

Gambar 2.17: Prefabricated Vertical Drains


Jika menggunakan PVD, maka karekteristik hidroliknya harus diperhatikan
dengan seksama, misalnya mengenai kapasitas pengeluaran air dan
permeabilitas dari filter dan kuat tekuk serta ketahanannya terhadap degradasi
fisik dan biokimia dalam berbagai kondisi cuaca dan lingkungan yang tidak
ramah.

PVD dibuat untuk menggantikan penggunaan sand drain. PVD dipasang


dengan tidak dibor, sehingga penginstalan dapat berlangsung dengan cepat
(Das, Braja M. 2002).

PVD biasanya dipasang sampai kedalaman hingga 24m dengan


menggunakan rig penetrasi statis. Untuk yang lebih dalam dibutuhkan rig yang
lebih besar untuk mempermudah proses penetrasi.

Gambar 2.18: Pemasangan PVD

Sistem vertical drain dengan PVD harus dipasang dengan mandrel yang
ujungnya tertutup (closed-end mandrel) yang dimasukkan ke dalam tanah
baik dengan penetrasi statis maupun pemancangan dengan vibrator. Tingkat
kerusakan atau gangguan pada tanah yang ditimbulkannya bergantung pada
bentuk dan ukuran dari mandrel dan sepatu yang dapat dilepaskan (detachable
shoe) pada dasar mandrel, yang digunakan untuki mengangkut material ini ke
dalam tanah.
Pelaksanaan pemasangan PVD adalah dengan memasang lantai kerja
dengan ketebalan yang cukup yang dapat mendukung beban peralatan.
Kemudian satu jalur selimut pasir dihampar dan PVD dapat dipasang
melaluinya sedangkan peralatan berdiri di atas pasir tersebut. Alat pancang
kemudian mundur, dan lapisan selimut pasir berikutnya dihampar dan
selanjutnya proses pemasangan diulangi. Proses ini dapat dilihat pada Gambar
2.19.

Gambar 2.19: Prosedur instalasi PVD menembus selimut pasir

Anda mungkin juga menyukai