Anda di halaman 1dari 25

BAB III

PERENCANAAN

3.2 Penyelidikan Geoteknik

3.2.1 Data Teknis Pelabuhan

a. Letak Geografis

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang terletak di pantai Utara Jawa Tengah pada
posisi lintang 06º - 57' - 00” Selatan sampai dengan lintang 06º - 57' - 00” Selatan,
bujur 110º - 24' - 00” Timur sampai dengan bujur 110º - 26' - 00” Timur.

Gambar 3.1 Lokasi Pelabuhan Tanjung Emas Semarang

b. Hidrogafi

 Keadaan pantai sekitar pelabuhan Tanjung Emas Semarang rendah berawa-


rawa.
 Keadaan dasar laut lumpur.
 Kedalaman terdangkal -3 mLWS dan terdalam - 12.5 mLWS

3.2.2 Data Tanah

Untuk mengetahui kondisi dan sifat - sifat lapisan tanah di lokasi penambahan
lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dilakukan
soil investigation sebanyak 2 ( dua ) titik, yaitu B-1 dan B-2 sebagaimana terlihat
pada Gambar 3.2. Dan data tanah ini diperoleh dari CV.Nindira .
Titik - titik penyelidikan tanah tersebut berada di laut dengan pengukuran
masing - masing titik :

 Pada titik B-1, elevasi muka tanah asli = -3.150 mLWS dan pengeboran
diakhiri pada kedalaman = - 60 mLWS.
 Pada titik B-2, elevasi muka tanah asli = -3 mLWS dan pengeboran diakhiri
pada kedalaman = -60 mLWS.

Hasil soil investigation adalah berupa hasil SPT di lapangan sebanyak 2 titik
B-1 dan B-2 dalam bentuk grafik korelasi antara nilai N-SPT dan kedalaman
(Gambar 3.2) dan gambar stratigrafi tanah yang menyatakan jenis tanah tiap
interval kedalaman (Gambar 3.3).

Kondisi kepadatan lapisan tanah secara umum relatif lembek.Lapisan tanah


relatif keras ( N ≥ 20 ) rata - rata terletak pada kedalaman -60 m dari sea bed (Tabel
3.1).

Analisa selanjutnya dilakukan untuk membuat stratigrafi parameter tanah di


daerah yang akan direklamasi. Dasar yang digunakan untuk membuat stratigrafi
tanah yaitu dengan menggunakan pendekatan statistik sederhana.
Pendekatan statistik yang digunakan adalah pengambilan keputusan
berdasarkan besarnya nilai coefisien variasi (CV).Dimana distribusi sebaran suatu
nilai dapat diterima jika harga koefisien variasi dari sebaran tersebut antara 10 – 20
%.Jika nilai sebaran tersebut >20 % maka harus dilakukan pembagian layer
kembali.Persamaan-persamaan statistik yang digunakan dapat dilihat pada Sub
Subbab 2.5.1 (formula 2.1 s.d 2.3). (Hasil Perhitungan Stratigrafi dan Tabel
Parameter Tanah Terlampir)

Gambar 3.2 Posisi Titik - titik Deep Boring dan SPT, B1 dan B2 di Area
Reklamasi Terminal Peti Kemas Semarang
`Gambar 3.3 Grafik Hubungan Kedalaman dan N-SPT

Gambar 3.4 Stratigrafi Tanah di Area Terminal Peti Kemas Semarang


3.2.3 Data Bathymetri
Peta bathymetri di sekitar perairan lapangan penumpukan peti kemas pelabuhan
Tanjung Emas Semarang seperti tampak pada Gambar 3.5 diperoleh berdasar hasil
survei final sounding kolam pelabuhan Tanjung Emas Semarang.Berdasar peta
tampak bahwa perairan mempunyai kedalaman rata - rata sebesar -3 mLWS.
Elevasi lapangan penumpukan sama dengan elevasi dermaga yang lama yaitu
sebesar +3.20 mLWS (sumber : PT.Pelindo III Surabaya).

3.2.4 Data Pasang Surut

Berdasar informasi dan referensi yang dapat dikumpulkan, tipe pasang surut
adalah campuran namun condong ke harian tunggal ( mixed to diurnal ) dengan
perbedaan pasang surut sebesar ± 1.36 m (lihat Gambar 3.4).Posisi level air di
sekitar dermaga peti kemas Tanjung Emas Semarang (dalam Rifan, 2003)
 HWS = + 1.36 m LWS
 MSL = + 0.68 m LWS
 LWS = ± 0.00 m LWS

(Sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang)

Gambar 3.5 Kondisi Pasang Surut di Tanjung Emas

3.2.5 Data Arus

Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan


Tanjung Emas Semarang kecepatan arus maksimum adalah 1.5 knots dengan arah
300.Dengan kecepatan arus yang masih di bawah kecepatan maksimum ( 3 knots )
dan diperkirakan arus yang masuk wilayah pelabuhan sangat kecil maka kondisi
perairan aman dari cross current.(dalam Rifan, 2003 dari sumber : Master Plan
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang).

Gambar 3.6 Peta Bathymetri Lapangan Penumpukan Peti kemas Semara


3.2.6 Data Angin dan Gelombang

Berdasar data yang diperoleh, diketahui bahwa di sekitar lokasi pelabuhan


Tanjung Emas Semarang, angin bertiup dengan kecepatan 17 knots dari arah
Tenggara Barat.Maksimum dari skala Beafort adalah maksimal 30 km/hour (88.33
m/s).Dengan kecepatan8.5 m/s (1knots = 0.5 m/s) maka dapat disimpulkan kondisi
perairan pelabuhan Tanjung Emas Semarang sangat aman dan tenang.Dan melihat
arah angin yang bertiup dari arah tenggara maka dapat dipastikan bahwa gelombang
di daerah pelabuhan sangat kecil sehingga daerah pelabuhan aman dari
gelombang.(dalam Rifan, 2003 dari sumber : Master Plan Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang)

3.2.7 Data Perencanaan Struktur Timbunan

Berdasarkan konsep Layout Pengembangan Terminal Petikemas Pelabuhan


Tanjung Emas Semarang 2008-2009, luas total daerah yang akan direklamasi untuk
digunakan untuk container yard adalah 5250 m2 dan elevasi akhir yang
direncanakan untuk container yard adalah +3.20 m LWS. Sedangkan elevasi akhir
timbunan adalah +2.40 meter LWS (elevasi container yard dikurangi tebal
perkerasan ±80 cm). Karena umumnya reklamasi dilakukan tidak dengan sekaligus
maka pada perhitungan perencanaan ini digunakan lebar = 15 meter untuk tiap
tahapnya.

Gambar 3.7 Sketsa Potongan Melintang Timbunan

3.2.8 Perhitungan Hubungan Ketinggian Timbunan terhadap Sliding

Perhitungan sliding dilakukan di titik stratigrafi dengan menggunakan bantuan


program Dx-stable versi 5.202.Dari perhitungan ini didapatkan nilai SF (safety
factor) yang selanjutnya akan di korelasikan dengan tinggi timbunan dan untuk
selanjutnya hasil tersebut dianalisa.Untuk mendapatkan hasil yang lebih
memuaskan perhitungan ini dilakukan beberapa kali dengan menggunakan
kemiringan slope yang berbeda- beda.Adapun pemodelan perhitungan sliding
dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Pemodelan Perhitungan Sliding beserta Kondisi Muka Air Laut

3.2.9 Perhitungan Sliding di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2 Tanpa PVD

Pada sub bab ini akan direncanakan kemiringan timbunan atau slope yang
dipakai, sebelum pemakaian PVD (kondisi undrained), agar kelongsoran pada
timbunan dapat dihindari dengan tetap memperhatikan keekonomisan di titik
stratigrafi B-1 dan B-2.Dimana nantinya akan dibuat grafik hubungan antara tinggi
timbunan dengan safety factor dengan memasukkan variasi nilai slope yang akan
dicoba.Adapun nilai slope yang akan dicoba yaitu 1:1, 1:2, dan 1:3 (lihat Tabel 5.1,
Gambar 5.2, Tabel 5.2, dan Gambar 5.3).Dan nilai SF kritis yang diambil sebesar
1.
Tabel 5.1 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai
Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-1
H Slope
(meter) 1:1 1:2 1:3
SF SF SF
0.5 1.586 1.910 2.450
1 1.361 1.741 2.285
2 0.988 1.398 1.817
3 0.635 1.083 1.619

Gambar 3.9 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor
(SF) di Titik Stratigrafi B-1
Tabel 5.2 Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan SF untuk Berbagai
Kemiringan Slope di Titik Stratigrafi B-2
H Slope
(meter) 1:1 1:2 1:3
SF SF SF
0.5 1.579 1.824 2.686
1 1.05 1.447 1.978
2 0.476 0.897 1.245
3 0.176 0.486 0.678
Gambar 3.10 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan (H) dengan Safety Factor
(SF) di Titik Stratigrafi B-2
Dari Gambar 5.2 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis (SF = 1)
dibutuhkan tinggi timbunan kurang dari 2 meter.Slope 1:2 mempunyai H kritis
lebih dari 3 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 4
meter.Sedangkan dari Gambar 5.3 dapat dilihat untuk slope 1:1 dengan tinggi kritis
(SF = 1) dibutuhkan tinggi timbunan sekitar 1 meter.Slope 1:2 mempunyai H kritis
lebih dari 1 meter, sedangkan slope 1:3 mempunyai H kritis lebih dari 2 meter.
Maka, dari melihat dua gambar tersebut untuk perencanaan awal akan digunakan
kemiringan slope 1:2.Alasan pemilihan slope ini jika dibandingkan dengan slope
1:1 dan 1:3 adalah sebagai berikut :

 Nilai slope 1:2 sering digunakan dalam perencanaan.


 Jika dibandingkan dengan slope 1:3 lebih menghemat material timbunan
yang digunakan.Seperti diketahui semakin besar kemiringan slope semakin
besar pula material yang dibutuhkan.
 Tidak menghabiskan banyak lahan untuk memenuhi kebutuhan lebar
lerengnya.
 Dengan semakin kecilnya material dan luas daerah yang dibutuhkan maka
pengeluaran secara keseluruhan pun akan semakin kecil pula.
3.2.10 Perhitungan Settlement Di Titik Stratigrafi B- 1 Dan B-2

Perhitungan amplitudo (besarnya settlement) total menggunakan persamaan


2.4.Seperti dijelaskan sebelumnya settlement yang diperhitungkan dalam
perencanaan ini adalah immediate dan consolidation primary settlement.Hal ini
dikarenakan besarnya penurunan tanah reklamasi akibat secondary dan lateral
settlement sangat kecil sehingga sering diabaikan.Perhitungan settlement ini
dilakukan untuk tinggi timbunan bervariasi sebagai berikut.

h1 = 6 m q1 = 5.5 t/m2
h2 = 7 m q2 = 6.8 t/m2
h3 = 8 m q3 = 8 t/m2
h4 = 9 m q4 = 9.3 t/m2
h5 = 10 m q5 = 10.6 t/m2
h6 = 11 m q6 = 11.9 t/m2
h7 = 13 m q7 = 14.39 t/m2
h = 15 m q = 16.93 t/m2
h = 17 m q = 19.47 t/m2

Tujuan utama dari perhitungan ini adalah untuk mencari tinggi timbunan awal
(tinggi inisial) di tiap titik stratigrafi agar elevasi final dari timbunan mencapai
+2.40 m LWS.

3.2.11 Perhitungan Waktu Konsolidasi Natural

Berikut ini akan dihitung lamanya waktu konsolidasi di titik stratigrafi B-1 dan
B-2 sebelum dipasang PVD (Prefabricated Vertical Drain).Parameter nilai Cv
(koefisien konsolidasi vertikal) untuk tiap lapisan sebagaimana pada Tabel

5.10 dan Tabel 5.11

Tabel 5.10 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-1

Tebal
No. γsat Cv
Lapisan
(m) t/m3 cm2/dtk
1 22.25 1.57 0.00134
2 23.25 1.76 0.00092
3 6 1.79 0.00080
Tabel 5.11 Parameter Tanah di Titik Stratigrafi B-2
Tebal
No. γsat Cv
Lapisan
(m) t/m3 cm2/dtk
1 28.25 1.60 0.00115
2 5.35 1.79 0.00077
3 2.9 1.89 0.00100
4 14.75 1.73 0.00076
5 3 1.73 0.00070
6 6 1.75 0.00080
Harga Cv pada tabel di atas diperoleh berdasarkan data dari laboratorium
Tabel 5.12 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-1
U (%) Tv t (hari) t (tahun)
0 0 0 0
10 0.008 2330.497 6.38
20 0.031 9030.674 24.74
30 0.071 20683.157 56.67
40 0.126 36705.321 100.56
50 0.197 57388.478 157.23
60 0.287 83606.564 229.06
70 0.403 117398.764 321.64
80 0.567 165173.944 452.53
90 0.848 247032.636 676.80
100 ∞ ∞ ∞

Tabel 5.13 Lama Konsolidasi di Titik Stratigrafi B-2


U (%) Tv t (hari) t (tahun)
0 0 0 0
10 0.008 3623.087 9.93
20 0.031 14039.463 38.46
30 0.071 32154.900 88.10
40 0.126 57063.626 156.34
50 0.197 89218.526 244.43
60 0.287 129978.259 356.10
70 0.403 182513.025 500.04
80 0.567 256786.316 703.52
90 0.848 384047.259 1052.18
100 ∞ ∞ ∞

Berikut ini akan disajikan pula grafik hubungan antara derajat konsolidasi dengan
lama waktu konsolidasi di titk stratigrafi B-1 (Gambar 5.12) dan titik stratigrafi B-
2 (Gambar 5.13).
Gambar 5.12 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa
Pemasangan PVD di Titik Stratigrafi B-1

Gambar 5.13 Korelasi Lama Waktu dengan Derajat Konsolidasi Tanpa


Pemasangan PVD di Titik Stratigrafi B-2

Dari Tabel 5.12 terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan untuk
menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-1 (mencapai derajat konsolidasi
90%) adalah lebih dari 676 tahun.Dan dari Tabel 5.13 terlihat bahwa lama waktu
yang diperlukan untuk menghilangkan settlement di titik stratigrafi B-2 (mencapai
derajat konsolidasi 90%) adalah lebih dari 768 tahun.

Sehingga diperlukan pemasangan PVD untuk membantu mempercepat proses


konsolidasi dan diharapkan pada saat container yard dioperasikan sudah tidak
terjadi settlement.

3.2.12 Perhitungan Vertikal Drain

Pemasangan vertikal drain dilakukan setelah ketinggian timbunan melebihi


muka air laut (HWS).Hal ini dilakukan atas pertimbangan kemudahan mobilisasi
crawler crane yang digunakan untuk membantu memasukkan vertikal drain ke
dalam lapisan tanah compressible.

Sebagai contoh perhitungan diambil titik stratigrafi B-1 :

Data-data yang berkaitan dengan perencanaan PVD di titik stratigrafi B-1 adalah
sebagai berikut :

 Jenis PVD yang di gunakan : lebar (a)= 100 mm


 tebal (b)= 3 mm diameter ekivalent = 0,05 m

Perhitungan PVD di Titik Stratigrafi B-1 dan B-2

Derajat konsolidasi yang ingin dicapai U = 80% dalam waktu = 2 bulan.

Mencari jarak spasi yang dibutuhkan untuk dua pola pemasangan yaitu segitiga
dan segiempat.Jarak spasi pola segiempat (bujur sangkar).

S = 1.33 meter untuk pola segitiga dan S = 1.24 meter untuk pola segiempat

Berikut ditampilkan grafik korelasi waktu tunggu dan spasi PVD (Gambar 5.14
untuk titik stratigrafi B-1 dan Gambar 5.16 untuk titik stratigrafi B-2) dan grafik
hubungan antara derajat konsolidasi (U) dan waktu (t) (Gambar 5.15 untuk titik
stratigrafi B-1 dan Gambar 5.17 untuk titik stratigrafi B-2).
Spasi PVD (m)

Gambar 5.14 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di
Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

Hubung an antara Dera ja t K ons olidas i (U) dan Waktu (t)

Gambar 5.15 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi
di Titik Stratigrafi B-1 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

Penentuan Panjang Pemasangan PVD


Gambar 5.16 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Spasi antar PVD di
Titik Stratigrafi B-2 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

Hubung an antara D eraja t K ons olidas i (U) dan Waktu (t)

100.00 0

S eg i3 ; S =1 m

S eg i3 ; S =1.2 m
90.000

S eg i3 ; S =1.5 m

80.000 S eg i4 ; S =1 m

S eg i4 ; S =1.2 m S eg i4 ; S
50.000 =1.5 m

30.000

20.000

10.000
0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 40

Gambar 5.17 Grafik Korelasi antara Waktu Tunggu dengan Derajat Konsolidasi
di Titik Stratigrafi B-2 dengan Pola Segiempat dan Segitiga

3.2.13 Penentuan Panjang Pemasangan PVD

Menurut Mochtar (2000) pemasangan PVD tidak perlu sampai sedalam lapisan
compressible (51.5 meter untuk titik stratigrafi B-1 dan 60.25 untuk titik stratigrafi
B-2), hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan jumlah pemakaian PVD.Berikut
adalah asumsi yang digunakan dalam merencanakan kedalaman PVD yang efisien.

• Lapisan tanah di sekitar PVD mengalami pemampatan yang relatif cepat


dengan arah aliran air dominan horisontal.
• Lapisan tanah di bawah ujung dasar PVD mengalami pemampatan dengan
arah aliran air dominan vertikal.
• Pemampatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
- Pemampatan jangka pendek, yaitu pemampatan lapisan tanah setebal
kedalaman pemasangan PVD.
- Pemampatan jangka panjang, yaitu pemampatan lapisan tanah di
bawah ujung dasar PVD.
• Pemampatan dapat diterima bila kecepatan pemampatan (rate of
settlement) lapisan tanah di bawah PVD rata-rata pertahun < 1,5 cm.

Tabel 5.15 dan Tabel 5.16 yang merupakan hasil perhitungan panjang pemasangan
PVD dengan rate of settlement-nya untuk titik stratigrafi B-1 dan B-2.

Tabel 5.15 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement di Titik


Stratigrafi B-1
Tabel 5.16 Perbandingan Kedalaman PVD dengan Rate of Settlement di Titik
Stratigrafi B-2

Dengan bantuan Tabel 5.15 rate of settlement titik B-1 nilainya < 1,5 cm/tahun
dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih 18
meter.Sedangkan Dengan bantuan Tabel 5.16 rate of settlement titik B-2 nilainya
< 1,5 cm/tahun dipenuhi untuk kedalaman pemasangan PVD sebesar kurang lebih

17.25 meter.Karena selisih kedalaman pemasangan PVD antara titik B-1 dan B-2
tidak terlalu besar maka dalam pemasangannya di lapangan, kedalaman PVD untuk
semua titik stratigrafi dibuat sama sedalam 18 meter.

3.2.13 Penentuan Pentahapan Penimbunan

Yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan penimbunan bertahap adalah


titik stratigrafi B-1.

• Menentukan dimensi PVD yang digunakan.Dari perhitungan


sebelumnya untuk digunakan PVD dengan
a = 10 cm
b = 0,3 cm spasi = 1.5 m kedalaman = 18 m
• Menentukan tinggi timbunan.Dari perhitungan sebelumnya didapatkan
tinggi timbunan untuk titik ini adalah 15 meter.
• Digunakan asumsi kecepatan penimbunan di lapangan adalah 50 cm per
minggu.Asumsi ini diambil tanpa memperhatikan kemampuan owner
untuk menyediakan material dan peralatan.
• Tinggi penimbunan harus memperhatikan tinggi timbunan kritis (Hcr)
yang masih mampu dipikul oleh tanah dasar yang pada perencanaan ini
diperhitungkan sampai kedalaman 18 meter. Dengan bantuan
program Dx-Stable (lihat Gambar 5.2) untuk slope 1:2 didapatkan Hcr
sebesar 3.27 meter.
Dari data sebelumnya didapatkan :
H initial = 15 meter
V timbunan = 50 cm/minggu

Maka tahapan penimbunan yang dibutuhkan sebanyak :


n = 15/0.5
= 30 tahap
Karena tinggi timbunan maksimum yang mampu diterima tanah adalah
3.27 meter maka untuk tahap 1 sampai dengan 6 dapat terus ditimbun
tanpa adanya penundaan.Sedang untuk tahap berikutnya harus
dilakukan pengecekan daya dukung tanah terlebih dahulu.
• Menentukan tahapan penimbunan hingga minggu ke – 6

Tabel 5.17 Umur Timbunan ke-i pada Minggu Keenam

Tahap Penimbunan
Tahap
Penimbunan 1 2 3 4 5 6 7
0 0 0 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0
2 1 0 0 0 0 0
Minggu Ke- 3 2 1 0 0 0 0
4 3 2 1 0 0 0
5 4 3 2 1 0 0
6 5 4 3 2 1 0
• Menghitung tegangan di tiap lapisan tanah untuk derajat konsolidasi
100%

Gambar 5.20 Sketsa Perubahan Tegangan Akibat Beban Bertahap untuk Satu
Lapisan

Tabel 5.18 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidasi,
U=100%

• Menghitung penambahan tegangan efektif akibat beban timbunan


apabila derajat konsolidasi kurang dari 100%

Hasil perhitungan derajat konsolidasi total (Utotal) untuk pola pemasangan


segitiga dengan jarak spasi 1.5 meter seperti tampak pada Tabel 5.19 berikut ini.
Tabel 5.19 Hasil Perhitungan Derajat Konsolidasi
Tabel 5.20 Perumusan Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat
Konsolidasi, U < 100%\

Tabel 5.21 Perubahan Tegangan di Tiap Lapisan Tanah pada Derajat Konsolidai,
U < 100%

• Menghitung kenaikan daya dukung tanah (akibat kenaikan harga Cu).


a. Harga Cu diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
Untuk harga PI tanah <120 %
Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.1899 – 0,0016 PI) σp’
b. Untuk harga PI > 120 %
Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.0454 – 0,00004 PI) σp’ Karena nilai PI
tanah < 120 %
Cu (kg/cm2) = 0.0737 + (0.1899 – 0,0016 PI) σp’

Tabel 5.22 Perubahan Nilai Cu pada Minggu ke-6

3.2.13 Penentuan Parameter Tanah setelah Konsolidasi

• Angka Pori (e)


Konsolidasi menyebabkan terjadinya perubahan angka pori menjadi
lebih kecil. Hal ini dapat ditunjukkan dengan perumusan berikut :
Besar ΔH merupakan total settlement pada tiap layer dan nilai H
merupakan tebal layer lapisan tanah. Nilai angka pori (e) setelah
konsolidasi dapat dilihat pada Tabel 5.23

Tabel 5.23 Nilai Angka Pori setelah Konsolidasi Titik B-1

• Nilai C
Dari Tabel 5.21 dibuat Tabel 5.24 perubahan nilai C dari setiap tahap
timbunan sebagai berikut.

Selanjutnya dari nilai angka pori dikorelasi untuk mendapatkan nilai


γd dan γsat menurut tabel korelasi yang terdapat pada buku Daya
Dukung Pondasi Dangkal (Wahyudi, 1999).Nilai parameter tanah yang
baru dapat dilihat pada Tabel 5.25

Tabel 5.25 Parameter Tanah Baru setelah Konsolidasi Titik B-1


3.2.14 Perhitungan Pemampatan akibat Beban Bertahap

Disajikan pada Gambar 5.21 grafik hubungan antara tinggi timbunan dan
settlement dengan waktu akibat timbunan bertahap.

Gambar 5.21 Grafik Hubungan antara Tinggi Timbunan dan Settlement dengan
Waktu akibat Timbunan Bertahap

Dari gambar tersebut di atas didapatkan bahwa besarnya settlement pada minggu
ke 27 adalah 9.84 meter > pemampatan yang harus dihilangkan (Sc = 9.50 meter,
pada Subbab 5.4).Ini berarti untuk mencapai besar settlement total harus
menunggu 26 minggu (6.5 bulan) dari awal penimbunan.

Anda mungkin juga menyukai