Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmad-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan Pengujian
Laporan Tanah Lapangan.
Laporan Pengujian Tanah Lapangan ini dibuat sebagai syarat yang harus ditempuh
oleh mahasiswa jurusan Teknik Sipil untuk dapat mengikuti mata kuliah Lab. Tanah, serta
dapat lebih mengenal dan mengetahui karakteristik tanah sesusai dengan teori yang telah
diberikan kepada mahasiswa.
Penyusun juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Pramudya Kurniawan S.T., M.T. selaku dosen, yang telah memberikan
teori dan materi sebelum praktikum dimulai.
2. Bapak Muhammad Budiansyah, S.ST. Selaku Teknisi, yang telah membimbing
kami selama praktikum sehingga dapat berjalan lancer.
Harapan penyusun laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Laboratorium Tanah Lapangan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhai segala urusan kita.
1
Hilmi Guna Satria
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan dari suatu struktur atau konstruksi, baik itu kontruksi
bangunan Gedung, kontruksi jalan, maupun kontruksi yang lainnya. Dalam
pengertian Teknik, tanah adalah akumuntasi partikel mineral yang tersementasi
(terikat secara kimia) satu sama lain yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.
Sifat – sifat tanah yang kurang baik, tidak menguntungkan bagi berdirinya
suatu struktur. Sifat – sifat tersebut antara lain plastisitas yang tinggi, kekuatan geser
yang rendah, kemampuan atau perubahan volume yang besar berpotensi kembang
susut yang besar, yang terdapat pada tanah berbutir halus seperti lempung.
Mengingat sifat tanah lempung sangat dipengaruhi lingkungan, untuk dapat
berfungsi sebagai perletakan bangunan yang aman, juga jalan maka keseluruhan
perlu dilakukan stabilisasi tanah.
2
Hilmi Guna Satria
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Definisi Tanah
Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan organisme, membentuk tubuh
unik yang menutupi batuan. Proses pembentukan dikenal sebagai “penegenesis”.
Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai alam yang terdiri atas lapisan –
lapisan atau disebut sebagai horizon tanah. Setiap horizon menceritakan mengenai
asal dan proses – proses fisika, kimia dan biologi yang telah dilalui tubuh tanah
tersebut.
Hans Jenny (1899 – 1992), seorang pakar tanah asal Swiss yang bekerja di
Amerika Serikat menyebutkan tanah terbentuk dari bahan induk yang telah
mengalami modifikasi / pelapukan akibat dinamika factor iklim, organisme (termasuk
manusia), dan relief permukaan bumi (topografi) seiring dengan berjalannya waktu.
Berdasarkan dinamika kelima faktor tersebut terbentuklah berbagai jenis tanah dan
dapat dilakukan klasifikasi tanah. Secara umum tanah merupakan campuran
berbagai mineral, bahan organik, dan air yang dapat mendukung kehidupan
tanaman.
Tanah umumnya mempunyai struktur lepas dan mengandung bahan – bahan
padat rongga – rongga udara. Bagian – bagian mineral dari tanah dibentuk dari
bahan induk oleh proses – proses pelapukan fisik, kimia dan biologis. Susunan
bahan organik terdiri dari sisa – sisa biomas tanaman dari berbagai tingkat
penguraian atau pembusukan. Sejumlah besar bakteri, fungsi, dan hewan – hewan
seperti cacing tanah dapat ditemukan didalam tanah.
2.2 Karakteristik
Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non
organik atau tanah mineral terbentuk dari batuan sehingga mengandung mineral.
Sebaliknya, tanah organik (organosol / humosol).
Tanah organik berwarna hitam dan merupakan pembentukan utama lahan
gambut dan kelak dapat menjadi batu bara. Tanah organik cenderung memiliki
kesamaan tinggi karena mengandung beberapa asam organic (subtansi humik)
hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok tanah ini biasanya miskin
mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air atau hasil dekomposisi jaringan
makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena memiliki sifat gembur
(sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air, namun karena memiliki
kesamaan tinggi Sebagian besar tanaman pangan akan memberikan hasil terbatas
dan di bawah capaian optimum.
Tanah non organik didominasi oleh mineral. Mineral ini membentuk partikel
pembentuk tanah. Tekstur tanah demikian ditentukan oleh komposisi tiga partikel
pembentuk tanah pasir, lanau, dan lempung. Tanah pasiran didominasi oleh pasir,
tanah lempungan didominasi oleh tanah lempung. Tanah dengan komposisi pasir,
lanau dan lempung yang seimbang dikenal sebagai geluh (loam).
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari
komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antar agregat. Tanah tersusun
3
Hilmi Guna Satria
dari tiga fase : 1) fase padatan, 2) fase cair, dan 3) fase gas. Fase gas dan fase
cair mengisi ruang antar agregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan ketiga
faktor penyusun ini, ruang antar agregat disebut sebagai porus (jamak pori).
Struktur tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (markopori) terisi
udara dan pori berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang)
memiliki agregat yang cukup besar dengan makropori dan mikropori yang
seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila kelebihan lempung sehingga
kekurangan makropori.
Secara umum, tanah terbagi atas dua bagian, yaitu tanah berkohesif
dan tanah tidak berkohesif, tanah berkohesif contohnya adalah tanah
lempung, sedangkan tanah tak berkohesif adalah tanah berpasir.
Berikut ini merupakan jenis – jenis tanah berdasarkan proses terbentuknya :
1. Tanah Humus
Tanah humus merupakan tanah yang paling subur untuk tumbuhan
karena memiliki komposisi yang mirip dengan pupuk kompos. Hal ini
karena tanah humus merupakan tanah yang terbentuk dari pelapukan –
pelapukan dedaunan dan juga batang pohon, serta ada pencampuran
dari kotoran hewan. Humus juga dikenal sebagai sisa – sisa dari
tumbuhan dan juga hewan – hewan yang mengalami perombakan oleh
organisme yang ada dilapisan tanah.
Tanah humus ini bisa kita temukan di berbagai daerah khususnya
daerah yang mempunyai banyak pepohonan, seperti di hutan hujan
tropis. Tanah humus ini bila kita lihat maka warnanya tampak gelap, yakni
coklat kehitaman dan juga mempunyai tekstur yang gembur. Secara
kimiawi, humus sendiri dapat diartikan sebagai satu kompleks organik
makromolekular yang banyak mengandung zat – zat seperti fenol, asam
karboksilat, hidroksida serta alifatik. Pada artikel ini kita akan berkenalan
dengan tanah humus secara lebih lengkap dan detail.
Karakteristik tanah humus adalah sebagai berikut :
5
Hilmi Guna Satria
- Warnanya lebih gelap. Tanah jenis ini memiliki warna antara coklat
atau kehitam – hitaman. Selain itu biasanya tanah ini juga ditandai
dengan adanya bintik – bintik yang berwarna putih.
- Teksturnya gembur tidak keras.
- Sifatnya tidak stabil karena posisinya berada di lapisan tanah yang
paling atas. Ketidakstabilan ini akan terjadi terutama jika terjadi
perubahan kelembapan, suhu, maupun aerasi
- Sifatnya juga menyerupai tanah liat, tetapi memiliki daya serap
lebih tinggi dibandingkan dengan tanah liat
- Karena teksturnya gembur, sudah pasti tanah jenis ini sangat
subur. Selain itu, tanah ini mengandung bahan organik yang
berasal dari tumbuhan dan hewan sehingga sangat bagus dari
tanaman.
2. Tanah Pasir
Tanah pasir adalah tanah yang berasal dari batuan beku dan batuan
sedimen yang terdiri dari butiran kasardan ada juga yang seperti kerikil.
Ada pun ciri – ciri tanah berpasir adalah sebagai berikut :
4. Tanah Podzolic
Tanah podzolic adalah tanah yang terdapat di daerah pegunungan
yang memiliki curah hujan tinggi serta bersuhu rendah. Pada umumnya
6
Hilmi Guna Satria
tanah ini subur. Tanah jenis ini dapat dijumpai di daerah Sumatra, Jawa
Barat, Sulawesi, Kalimantan, dan Papua.
Secara umum karakteristik tanah podsolik adalah sebagai berikut:
- Memiliki daya simpan unsur hara yang sangat rendah karena sifat
lempungnya beraktivitas rendah.
- Kejenuhan unsur hara seperti Ca, Mg dan K yang rendah
sehingga tidak cocok untuk tanaman semi musim.
- Daya simpan air yang sangat rendah dan sehingga mudah
mengalami kekeringan.
- Kadar bahan organik yang rendah dan hanya terdapat di
permukaan tanah.
5. Tanah Vulkanik
Tanah vulkanik adalah tanah yang terbentuk akibat letusan gunung
berapi, sehingga tanah tersebut sangat subur dan memiliki unsur hara
yang banyak. Berikut ciri – ciri tanah vulkanik :
- Memiliki banyak unsur hara seperti N, P, K, Fe, dan AI. Sumber
unsur hara tersebut adalah lava gunung berapi.
- Pada lapisan atas berwarna hitam pekat dan pada lapisan bawah
berwarna coklat, kemerahan dan kuning. Lapisan tersebut
terbentuk dari lava yang berpijar akibat letusan gunung berapi
yang telah mengalami pendinginan sehingga terbentuk lapisan
yang berwarna – warni.
- Struktur tanah rentan terhadap erosi.
- Sangat bagus digunakan untuk lahan pertanian dan perkebunan
karena banyak unsur hara.
- pH tanah 4 – 7.
- Tanah ini juga bersifat gembur dan mudah untuk menguraikannya.
- Tanah ini tersebar di sekitar permukaan pada gunung berapi.
6. Tanah Laterit
Tanah laterit adalah tanah yang kehilangan kesuburan dan unsur –
unsur hara karena larut terbawa air hujan dengan intensitas yang tinggi.
Adapun ciri – ciri dan karakteristik dari tanah laterit adalah sebagai berikut
:
- Memiliki kadar pH netral sehingga kadar asamnya tidak tinggi.
- Mengandung bahan organik.
- Mudah menyerap air.
- Tanah berumur tua.
- Hanya dapat ditanami oleh tanaman tertentu.
7. Tanah Organosol
Tanah organosol adalah tanah yang kurang subur untuk ditanami
tanaman. Tanah tersebut terbentuk dari pelapukan tumbuhan rawa.
Tanah organosol terbagi atas dua jenis tanah, yaitu tanah humus dan
tanah gambut. Ciri khas dari tanah organosol adalah tanahnya subur dan
baik untuk lahan pertanian. Selain itu, mengandung banyak senyawa
organik.
8. Tanah Entisol
7
Hilmi Guna Satria
Tanah entisol merupakan tanah yang berasal dari letusan gunung
berapi. Material itu antara lain adalah debu, pasir, lahar, dan lapilli. Hal
inilah yang menjadikan tanah ini sangat subur.
Tanah ini hanya dapat ditemukan pada area disekitar gunung berapi.
Tanah ini termasuk tanah muda. Tanah entisol ini juga dapat
dimanfaatkan sebagai lahan untuk pertanian dan perikanan.
Sifat dan karakteristik tanah entisol yaitu cenderung memiliki tekstur
yang kasar dengan kadar organik dan nitrogen rendah, tanah ini mudah
teroksidasi dengan udara, kelembapan, dan pH nya selalu berubah, hal
ini dikarenakan tanah entisol selalu basah dan rendah, ini disebabkan
tanah entisol selalu basah dan terendam dalam cekungan. Dan karena
tanah entisol memiliki kadar asam yang sangat tinggi atau sangat rendah.
Jadi kadar asamnya kurang baik untuk tanaman. Akan tetapi kalau
dilakukan pemupukan dengan baik dan suplai air dikendalikan, beberapa
entisol pun dapat dipakai untuk pertanian, pembatasnya adalah solum
yang tipis, tekstur liat, atau neraca lengas-tanah yang deficit mengenai
jenis – jenis air.
8
Hilmi Guna Satria
BAB III
PEMBAHASAN
Keterangan
1. Botol pasir 6. Plat berlubang
2. Pasir kuarsa 7. Pahat
9
Hilmi Guna Satria
3. Keran 8. Sendok
4. Talam kosong 9. Palu karet
5. Corong sandcone 10. Cawan
10
Hilmi Guna Satria
3.1.4 Langkah kerja
a. Kalibrasi sand cone
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Menimbang berat botol + kerucut pasir, dan catat berat
tersebut di form (W1)
3. Mengisi botol pasir secara perlahan hingga penuh
4. Memasang kerucut pasir pada botol, lalu timbang pada dan
catat di form (berat botol pasir + corong) (W3)
5. Kurangi pasir hingga setengah botol, lalu timbang dan catat di
form (berat botol + pasir + corong) (W4)
6. Siapkan alas kaca
7. Goyangkan botol kemudian balik botol dengan arah kerucut
dibawah dan botol diatas hingga pasir berbentuk merata dalam
botol
8. Buka kunci pada kerucut pasir agar pasir dapat turun hingga
tidak ada lagi bunyi turunnya pasir, kemudian tutup keran pasir
9. Setelah itu angkat botol dan kerucut pasir dan lihat berapa
banyak pasir yang ikut turun
10. Timbang sisa pasir yang terdapat dalam botol
11. Setelah itu hitung berat pasir dalam corong W6 = W4 – W5
11
Hilmi Guna Satria
16. Hitung volume pasir dalam lubang yaitu (berat pasir dalam
lubang) dibagi dengan (berat isi pasir)
W 12
V=
γP
17. Hitung berat isi tanah basah (Ɣ b) yaitu berat tanah basah
dibagi dengan berat isi pasir
W9
V=
γP
18. Periksa kadar air tanah (W)
19. Hitung berat isi tanah kering pada form
γb
γdlap=
100 +W
20. Setelah itu masukkan sedikit tanah kedalam alat timbang
hingga posisi timbangan menjadi rata
21. Masukkan tanah yang sudah ditimbang kedalam tabung uji
kadar air
22. Masukkan karbit dan bola baja kedalam botol / tabung
pemeriksa kadar air dan tutup botol terssebut dengan rapat
23. Setelah itu goncang – goncangkan tabung tersebut sambil
membaca kadar nilai air yang berada dibawah botol / tabung
pemeriksa kadar air
24. Setelah selesai, bersihkan area dan peralatan pengujian
hingga bersih, kemudian meletakkan peralatan pengujian
ketempat semula
12
Hilmi Guna Satria
3.1.5 Data hasil pengamatan
13
Hilmi Guna Satria
3.1.6 Dokumentasi
14
Hilmi Guna Satria
JOB II : PENGUJIAN DAYA DUKUNG TANAH DENGAN ALAT
DYNAMIC CONEPENETROMETER (DCP)
15
Hilmi Guna Satria
Keterangan
1. Pemegang tangkai pengarah palu
2. Palu penumbuk
3. Tangkai bawah Ø16 mm, Panjang 90cm
4. Cincin peredam kejut pada penyambung tangkai
5. Mistar berskala, Panjang 1 meter
6. Konus 60
7. Tumpuan mistar
16
Hilmi Guna Satria
3.2.5 Data hasil pengamatan
17
Hilmi Guna Satria
3.2.6 Dokumentasi
18
Hilmi Guna Satria
JOB III : PENGUJIAN DENGAN MENGGUNAKAN BOR TANGAN ( MANUAL
HAND BOR )
Bor tangan ataupun hand boring merupakan salah satu metode yang
digunakan dalam penyelidikan tanah bawah permukaan, car aini termasuk
yang paling sederhana dalam pembuatan lubang dalam tanah dengan
mengunakan alat bor.
Pengambilan sample tanah terdiri dari 2 yaitu :
19
Hilmi Guna Satria
6. Setelah sudah terpasang dengan baik, kemudian letakkan pada titik yang
akan di bor dan lakukan pemutaran dengan searah jarum jam dan
dilakukan oleh sebnyak 3 orang sebagai penahan dan agar simetris dan
tidak banyak goyang
7. Pada saat melakukan pemutaran, usahakan tidak ditekan supaya tanah
tidak tertekan kebawah
8. Pengeboran dilakukan setiap kedalaman 20 cm
9. Setelah kira – kira sudah mencapai kedalaman yang diinginkan, angkat
hasil pengeboran dengan alat bantu Tarik benda kerja dan cek keadaan
dari tanah tersebut
10. Setelah diamati keadaan tanah, selanjutnya bersihakan tanah yang
melekat pada mata bor untuk melakukan pengeboran selanjutnya
11. Setelah itu lakukan Kembali pengeboran dengan kedalaman 40 cm
12. Lakukan Kembali dengan cara yang sama seperti nomor 9 dan 10
13. Selanjutnya lakukan pengeboran dengan kedalaman 60 cm
14. Lakukan Kembali dengan cara yang sama seperti nomor 9 dan 10
15. Selanjutnya dari kedalaman 60 cm sampai 1m dibuat sample
16. Ganti mata bor dengan tabung sample untuk bisa mengambil sample
tanah
17. Letakkan tabung sample pada titik yang sudah terbentuk untuk bisa
diambil tanahnya sebagai sample, jika tanah lunak, tekan secara perlahan
kemudian diputar satu kali untuk melepaskan sample tanah pada dasar
tabung. Sedangkan, jika tanah cukup keras sehingga tabung tidak dapat
ditekan, gunakan palu / hammer untuk memukulnya secarala perlahan
dengan memasan alas pemukul palu terlebih dahulu dan dibantu dengan
kunci / alat bantu Tarik benda kerja ke permukaan
18. Setelah sudah sampai ketanah keras dan didapatkan sample tersebut,
angkat tabung sample tersebut keatas permukaan lalu lepaskan sample
tabung dengan stang bor dan bersihkan luar tabung dengan
menggunakan kain
19. Setelah sudah bersih, lalu pada bagian atas dan bawah tabung sample
ditutup dengan plastisin yang sudah diremas hingga lembut, kemudian
tutup untuk mengurangi pencegahan keluarnya air dari dalam tabung
tersebut
20. Setelah sudah diambil 2 sample, kemudian tulis kedalaman pada tabung
sample untuk membedakan kedalaman kedua sample tersebut
21. Setelah sudah ditulis, kemudian letakkan tabung sample ditempat yang
aman, guna untuk mereaksikan tanah hasil pengeboran tersebut
20
Hilmi Guna Satria
3.3.4 Data hasil pengamatan
21
Hilmi Guna Satria
3.3.5 Dokumentasi
22
Hilmi Guna Satria
JOB IV : PENGUJIAN DAYA DUKUNG LAPISAN TANAH DENGAN
ALAT DUTCH CONE PENETROMETER ( SONDIR )
3.4.1 Dasar teori
Metode pengujian penetrometer konus menerus semi statis seringkali disebut
dengan istilah “Dutch Cone Test” atau “Cone Penetration Test” atau disingkat
dengan CPT. Sedangkan di Indonesia dekenal dengan nama “penyondiran”.
Metode ini banyak digunakan di Eropa dan telah diterima baik di Amerika
Serikat. Dengan metode ini dimungkinkan eksplorasi yang cepat dan
ekonomis pada tanah yang cukup dalam ( dari lunak sampai sedang ) dan
untuk menentukan daya dukung lapisan tanah secara rinci.
Peguunaan alat sondir untuk semua perlawanan penetrasi menerus termasuk
hambatan lekat dan tahanan konus (cone resistance) pada saat penetrometer
( alat ukur penetrasi ) ditekan, dan gesekan sisi (side friction) yang
ditimbulkan akibat adhesi antara bidang atau permukaan permukaan mantel
konus dengan tanah.
23
Hilmi Guna Satria
16. Setelah konus sudah mencapai kedalaman ±1m lalu disambung lagi
dengan batang konus lainnya\
17. Apabila oli sudah habis, kemudian tambahkan Kembali pada alat sondir
18. Pengerjaan sondir dilakukan sama seprti cara diatas hingga batang
mencapai kedalaman 7,80 meter.
24
Hilmi Guna Satria
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
dari hasil praktek ini, penyusun dapat simpulkan bahwa mahasiswa dapat
mengetahui bagaimana cara melakukan pengujian kepadatan lapangan dengan alat
sancone, pengujian daya dukung lapisan tanah dengan alat DCP, pengujian dengan
alat Hand Bor, dan pengujian sondir. Serta bagaimana cara mengolah data – data
yang didapatkan dari hasil pengujian tersebut.
Pengujian dari tanah lapangan ini merupakan kegiatan untuk mengetahui
daya dukung dan karakteristik tanah
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan yaitu
1. Dengarkan, pahami, dan catat pada saat dosen pembimbing menjelaskan
materi praktek yang akan dilakukan, agar pada saat praktek dilakukan
dapat berjalan lancer dan sesuai tujuan yang akan dicapai.
2. Perlu adanya kerja sama antar satu kelompok, agar tidak terjadi
kesalahan dalam melakukan praktek ini
25
Hilmi Guna Satria