Anda di halaman 1dari 9

SISTEM KLASIFIKASI TANAH

AASHTO, UNIFIED
Sistem klasifikasi tanah merupakan sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang
memiliki sifat serupa ke dalam beberapa kelompok dan sub-kelompok
berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu kemudahan
untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang bervariasi tanpa
memerlukan suatu penjelasan yang terinci. Sistem ini dikembangkan untuk tujuan
rekayasa sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas.

Dalam mengklasifikasikan tanah terdapat beberapa langkah-langkah umum yang


harus diikuti, seperti identifikasi visual yang dilakukan di lapangan pada saat
pengeboran. Identifikasi visual ini meliputi jenis tanah, warna, kadar air relatif,
konsistensi serta kepadatan relatif. Kemudian posisi lateral dan vertikal saat
pengambilan tanah hingga data geologi seperti bahan induk, cuaca dan posisi
topografi. Kemudian dilanjutkan dengan pengujian di laboratorium untuk
mengetahui kadar air, batas cair dan batas plastis serta melakukan analisis
saringan.

I. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur


Secara umum, tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan.
Tekstur tanah bergantung terhadap ukuran tiap-tiap butir tanah yang ada di
dalamnya. Berdasarkan ukuran butirannya, tanah dibagi ke dalam beberapa
kelompok, yakni : kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt) dan lempung (clay).
Dalam pengaplikasiannya di kehidupan nyata, tanah umumnya terdiri atas dasar
komponen utama penyusunnya. Hal inilah yang kemudian menjadi suatu
penamaan tanah, seperti lempung berpasir (sandy clay), lempung berlanau (silty
clay) dan beberapa jenis tanah lainnya.

Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah dikembangkan sejak


dulu oleh berbagai organisasi dan masih digunakan hingga saat ini. Secara singkat
klasifikasi tanah berdasarkan tekstur dapat dikategorikan sebagai berikut :

Pasir (sand) dengan diameter 2,0 – 0,05 mm


Lanau (silt) dengan diameter 0,05 – 0,002 mm
Lempung (clay) dengan diameter < 0,002 mm

Perhatikan Gambar 1 dengan melihat penjabaran ini sebagai contoh. Apabila


distribusi ukuran butir tanah A adalah 30% pasir, 40% lanau dan 30% butiran
lempung, maka berdasarkan pada gambar yang ditujukan dengan anak panah
berwarna merah, jenis Tanah A termasuk ke dalam jenis Lempung Tanah Liat.
Namun, apabila dalam tanah tersebut mengandung butiran berdiameter > 2 mm,
maka diperlukan suatu koreksi untuk menemukan persentase pembagian ukuran
butir yang sebenarnya. Hingga saat ini, sudah ada beberapa klasifikasi lain
berdasarkan tekstur yang masih digunakan, akan tetapi sistem-sistem klasifikasi
lain tersebut sudah tidak digunakan dalam ilmu teknik.
Gambar 1. Klasifikasi Tanah berdasarkan Tekstur oleh USDA.
Sumber : Mekanika Fluida, Braja M. Das

Dikarenakan sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur tidak memperhitungkan


sifat fisis tanah, seperti plastisitas tanah yang disebabkan oleh mineral lempung,
dan secara keseluruhan tidak menunjukkan sifat-sifat tanah yang penting, maka
sistem tersebut dianggap tidak memadai. Sehingga, hingga saat ini terdapat dua
buah sistem klasifikasi tanah yang digunakan, yakni Sistem Klasifikasi AASHTO
dan Sistem Klasifikasi Unified.

II. Sistem Klasifikasi AASHTO


Dikembangkan tahun 1929 oleh Public Road Administration Classification
System dan sudah mengalami beberapa perbaikan hingga saat ini. Versi klasifikasi
yang saat ini berlaku adalah versi ASTM Standard no D-3282, AASHTO Method
M145 yang diajukan pada tahun 1945.

Pada sistem klasifikasi ini, tanah dikelompokkan ke dalam 7 kelompok besar,


yakni A-1 sampai dengan A-7. Tanah A-1, A-2 dan A-3 adalah tanah berbutir
(35% atau kurang dari jumlah butiran tanah lolos ayakan No. 200). A-4, A-5, A-6
dan A-7 merupakan tanah yang > 35% lolos ayakan No. 200. Butiran A-4 hingga
A-7 ini sebagian besar merupakan lanau dan lempung.
Tabel 1. Sistem Klasifikasi AASHTO
Sumber : Mekanika Fluida, Braja M. Das

Sistem klasifikasi AASHTO didasarkan pada kriteria sebagai berikut :


a) Ukuran Butir
Kerikil : Bagian tanah yang lolos ayakan berdiameter 75 mm dan tertahan
pada ayakan No. 20 (2 mm).
Pasir : Bagian tanah yang lolos ayakan No. 10 (2 mm) dan tertahan pada
ayakan No. 200 (0,075 mm)
Lanau dan Lempung : Bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.

b) Plastisitas
Istilah “berlanau” digunakan apabila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks pkastisitan (Plasticity Index – PI) sebesar 10 atau
kurang.
Istilah “berlempung” digunakan apabila bagian-bagian yang halus
mempunyai PI sebesar 11 atau lebih.

c) Ukuran Batuan
Apabila batuan (ukuran > 75 mm) ditemukan dalam contoh tanah yang akan
diklasifikasikan, maka batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu,
tetapi persentase batuan tersebut tetap dicatat.

Untuk menggunakan Tabel 1 dalam mengklasifikasikan tanah, data yang


diperoleh dari hasil uji dicocokkan dengan angka-angka yang terdapat dalam tabel
dari kolom sebelah kiri menuju ke kolom sebelah kanan hingga ditemukan angka-
angka yang sesuai.

Gambar 2. Rentang dari batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI)
Sumber : Mekanika Fluida, Braja M. Das

Nilai batas cair (Liquid Limit - LL) dan PI yang didapat pada gambar di atas akan
digunakan untuk menentukan indeks kelompok (Group Index – GI). Harga GI
dituliskan di dalam kurung setelah nama kelompok dan sub-kelompok dari tanah
yang bersangkutan. Indeks grup dapat dihitung dengan persamaan :

GI =( F−35 ) [0,2+ 0,005 ( ¿−40 ) ]+ 0,01 ( F−15 ) ( PI −10 )


Dengan :
F = persentasi butiran yang lolos ayakan No. 200
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas
Suku pertama (merah) adalah bagian dari indeks grup yang ditentukan dari batas
cair (LL). Suku kedua (biru) adalah bagian dari indeks grup yang ditentukan dari
indeks plastisitas (PI).

III. Sistem Klasifikasi Unified


Sistem ini diperkenalkan oleh Casagrande tahun 1942 untuk dipergunakan pada
pekerjaan pembuatan lapangan terbang. Hingga saat ini, sistem klasifikasi ini
digunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem klasifikasi Unified
mengelompokkan tanah ke dalam dua kelompok besar, yaitu :
a) Tanah berbutir Kasar (Coarse-grained Soil)
Mencakup tanah kerikil dan pasir dimana < 50% berat total tanah lolos
ayakan No. 200. Simbol dari kelompok ini diawali dengan huruf G atau S.
G sebagai simbol Kerikil (gravel) dan S sebagai simbol pasir (sand).
b) Tanah berbutir Halus (Fine-grained Soil)
Tanah dimana > 50% berat total adalah tanah yang lolos ayakan No. 200.
Simbol dari kelompok ini diawali dengan huruf M (lanau anorganik), C
(lempung anorganik) dan O (lanau-organik dan lempung-organik). Simbol
PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck dan tanah-tanah lain
dengan kadar organik tinggi.

Simbol-simbol lain yang terdapat dalam klasifikasi USCS (Unified Solid


Classification System) adalah sebagai berikut :
W = well graded (tanah bergradasi baik)
P = poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)
L = low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)
H = high plasticity (plastisitas tinggi) (LL > 50)

Dalam klasifikasi ini terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan :


1) Persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 (fraksi halus).
2) Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No. 40
3) Koefisien keseragaman (uniformity coeffiecient, Cu) dan koefisien gradasi
(gradation coefficient, Cc) untuk tanah di mana 0 – 12% lolos ayakan No.
200.
4) Batas cair (LL) dan (PI) bagian tanah yang lolos ayakan No. 40 (untuk
tanah dengan 5% atau lebih lolos ayakan No. 200)

Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM,
GC, SW, SP, SM dan SC. Apabila persentase butiran yang lolos ayakan No. 200
adalah antara 5 – 12%, maka simbol yang digunakan adalah GW-GM, GP-GM,
GW-GC, SW-SM, SW-SC, SP-SM dan SP-SC. Kemudian, untuk klasifikasi tanah
disimbolkan dengan ML, CL, OL, MH, CH dan OH.
Gambar 3. Pembagian Simbol Klasifikasi Unified
Sumber : Modul Minggu IV dan V
Tabel 2. Sistem Klasifikasi Unified
Sumber : Mekanika Fluida, Braja M. Das
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Unified (lanjutan)
Sumber : Mekanika Fluida, Braja M. Das
IV. Perbandingan antara Sistem AASHTO dengan Sistem
Unified
Kedua sistem, AASHTO dan Unified adalah didasarkan pada tekstur dan
plastisitas tanah. Kedua sistem ini juga membagi tanah dalam dua kategori pokok,
yaitu berbutir kasar (coarse-grained) dan berbutir halus (fine-grained) yang
dipisahkan oleh ayakan No. 200.

Pada sistem AASHTO, tanah dikategorikan halus apabila > 35% lolos ayakan No.
200. Sedangkan pada sistem Unified, tanah dikategorikan halus apabila > 50%
lolos ayakan No. 200.

Suatu tanah berbutir kasar yang mengandung kira-kira 35% butiran halus akan
bersifat seperti material berbutir halus. Hal ini dikarenakan tanah berbutir halus
jumlahnya cukup banyak untuk mengisi pori-pori antara butir-butir kasar sehingga
butiran tersebut berjauhan satu sama lain.

Dalam hal ini sistem AASHTO, ayakan No. 10 digunakan untuk memisahkan
antara kerikil dan pasir. Sementara dalam sistem Unified yang digunakan adalah
ayakan No. 4. Dalam segi batas ukuran pemisahan tanah, ayakan No. 10 adalah
lebih dapat diterima untuk digunakan sebagai batas atas dari pasir. Hal ini
digunakan dalam teknologi beton dan lapisan pondasi jalan raya.

Referensi
Das, M. B., Endah, N., Mochtar, I. B. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip
Rekayasa Geoteknis) Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hardiyatmo, H. C., 2002. Mekanika Tanah I. Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai