Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

ABSES HEPAR

Pembimbing:
dr. Andri I Mardia Sp. PD

Disusun Oleh:
DEWIRA HANDAYANI

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GUNUNG TUA
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi
bakteri, parasit, maupun jamur yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang
ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam
parenkim hati.
Abses hati merupakan masalah kesehatan dan sosial pada beberapa negara
yang berkembang seperti di Asia terutama Indonesia. Prevalensi yang tinggi
biasanya berhubungan dengan sanitasi yang buruk, status ekonomi yang rendah
serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi menyebabkan bertambahnya
kasus abses hati di daerah perkotaan.
Secara umum abses hati dibagi menjadi 2 yaitu abses hati amebik dan
abses hati piogenik di mana kasus abses hati amebik lebih sering terjadi dibanding
abses hati piogenik.
Abses hati amebik biasanya disebabkan oleh infeksi Entamoeba
hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh infeksi
Enterobacteriaceae, Streptococci, Klebsiella, Candida, Salmonella, dan golongan
lainnya. Abses hati sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran
empedu.
Abses hati piogenik merupakan kasus yang relatif jarang, pertama kali
ditemukan oleh Hipppocrates (400 SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh
Bright pada tahun 1936.
Hampir 10% penduduk dunia terutama penduduk dunia berkembang
pernah terinfeksi Entamoeba histolytica tetapi 10% saja dari yang terinfeksi
menunjukkan gejala. Insidensi penyakit ini berkisar sekitar 5-15 pasien pertahun.
Individu yang mudah terinfeksi adalah penduduk di daerah endemik ataupun
wisatawan yang ke daerah endemik di mana laki – laki lebih sering terkena
dibanding perempuan dengan rasio 3:1 hingga 22:1 dan umur tersering pada
dekade empat.
Gejala tersering yang dikeluhkan oleh pasien dengan amebiasis hati adalah
berupa nyeri perut kanan atas, demam, hepatomegali dengan nyeri tekan atau

1
nyeri spontan atau disertai dengan gejala komplikasi. Gejala yang menyertai
adalah anoreksia, mual muntah, berat badan menurun, batuk, ikterus ringan
sampai sedang dan berak darah. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia
ringan sampai sedang.
Penatalaksanaan abses hepar dapat dilakukan secara konvensional dengan
pemberian antibiotika spektrum luas ataupun dengan aspirasi cairan abses,
drainase perkutan dan operasi reseksi hati.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Hati


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rat-rata sekitar 1.500 gr. 2
% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
tercetak oleh struktur sekitar. Hati memiliki permukaan superior yang cembung
dan terletak di bawah kubah merupakan atap dari ginjal, lambung, pankreas dan
usus. Hati memiliki dua lobus yaitu kiri dan kanan. Setiap lobus hati terbagi
menjadi struktur-struktur yang disebut lobulus, yang merupakan unit mikroskopi
dan fungsional organ.
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.
Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa
ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.
Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan
kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi
mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu.
Hati memiliki maksimal 100.000 lobulus. Di antara lempengan sel hati
terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai sinusoid. Sinusoid dibatasi oleh sel
fagostik dan sel kupffer. Sel kupffer fungsinya adalah menelan bakteri dan benda
asing lain dalam darah. (Sylvia a. Price, 2006).
Hati terbagi menjadi 8 segmen berdasarkan percabangan arteri hepatis,
vena porta dan duktus pankreatikus sesuai dengan segi praktisnya terutama untuk
keperluan reseksi bagian pada pembedahan. Pars hepatis dekstra dibagi menjadi
divisi medialis dekstra (segmentum anterior medialis dekstra dan segmentum
posterior medialis dekstra) dan divisi lateralis dekstra (segmentum anterior

3
lateralis dekstra dan segmantum posterior lateralis dekstra). Pars hepatis sinistra
dibagi menjadi pars post hepatis lobus kaudatus, divisio lateralis sinistra
(segmantum posterior lateralis sinistra dan segmantum anterior lateralis sinistra)
dan divisio medialis sinistra (segmentum medialis sinistra).
Hati dipersarafi oleh:
1. Nervus simpatikus : dari ganglion seliakus, berjalan bersama pembuluh
darah pada lig. hepatogastrika dan masuk porta hepatis
2. Nervus vagus : dari trunkus sinistra yang mencapai porta hepatis
menyusuri kurvatura minor gaster dalam omentum.
2.2. Fisiologi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada
hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas
lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan yang
besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu
mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan
kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada
sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau
sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru.

Tabel. Fungsi Utama Hati


Fungsi Keterangan
Pembentukan dan ekskresi Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi
empedu lemak dan vitamin yang larut dalam lemak di usus.
 Metabolisme garam
empedu
 Metabolisme pigmen Bilirubin, pigmen empedu utama, merupakan hasil akhir
empedu metabolisme pemecahan sel darah merah yang sudah tua;
proses konjugasinya.
Metabolisme karbohidrat Hati memegang peranan penting dalam mempertahankan
 Glikogenesis
kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi
 Glikogenolisis
 Glukoneogenesis untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati sebagai
glikogen.

Metabolisme protein Protein serum yang disintesis oleh hati termasuk albumin

4
 Sintesis protein serta α dan β globulin (γ globulin tidak).
Faktor pembekuan darah yang disintesis oleh hati adalah
fibrinogen (I), protrombin (II), dan faktor V, VII, VIII,
IX, dan X. Vitamin K diperlukan sebagai kofaktor pada
sintesis semua faktor ini kecuali faktor V.
 Pembentukan urea Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari NH3, yang
 Penyimpanan protein kemudian diekskresi dalam kemih dan feses.
(asam amino) NH3 dibentuk dari deaminsasi asam amino dan kerja
bakteri usus terhadap asam amino.
Metabolisme lemak Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan
lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak
dan gliserol.
 Ketogenesis
 Sintesis kolesterol Hati memegang peranan utama pada sintesis kolesterol,
sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai
kolesterol atau asam kolat.
 Penyimpanan lemak
Penyimpanan vitamin dan Vitamin yang larut lemak (A, D, E, K) disimpan dalam
mineral hati; juga vitamin B12, tembaga dan besi.
Metabolisme steroid Hati menginaktifkan dan mensekresi aldosteron,
glukokortikoid, estrogen, dan testosteron.
Detoksifikasi Hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat
berbahaya menjadi zat-zat tidak berbahaya yang
kemudian dieksresi oleh ginjal (misalnya obat-obatan)

Ruang penampung dan fungsi Sinusoid hati merupakan depot darah yang mengalir
penyaring kembali dari vena kava (payah jantung kanan); kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari
darah.

Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati; saluran


empedu hanya mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan dan
mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai kebutuhan. Hati mensekresi sekitar 1
liter empedu kuning setiap hari. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit,
garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin) kolesterol, dan pigmen empedu
(terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan

5
absorbsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh bakteri usus halus, maka
sebagian besar garam empedu akan direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi
ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin (pigmen empedu)
merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun
merupakan petunjuk penyakit hati dan saluran empedu yang penting, karena
bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berkontak dengannya.
Hati memegang peranan penting pada metabolisme tiga bahan makanan
yang dikirimkan oleh vena porta pasca absorbsi di usus. Bahan makanan tersebut
adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Monosakarida dari usus halus diubah
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini,
glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah (glikogenolisis) untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam jaringan
untuk menghasilkan panas dan energi, dan sisanya diubah menjadi glikogen dan
disimpan dalam jaringan subkutan. Hati mampu mensintesis glukosa dari protein
dan lemak (glukoneogenesis). Peranan hati pada metabolisme sangat penting
untuk kelangsungan hidup. Semua protein plasma, kecuali gamma globulin,
disintesis oleh hati. Protein ini termasuk albumin yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid, dan protrombin, fibrinogen, dan faktor-
faktor pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai
dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan gugus amonia (NH3).
Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan disekresi oleh
ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus oleh kerja bakteri pada
protein juga diubah menjadi urea dalam hati. Fungsi metabolisme hati yang lain
adalah metabolisme lemak, penyimpanan vitamin, besi, dan tembaga; konjugasi
dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi sejumlah besar zat
endogen dan eksogen. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan oleh
enzim-enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang
dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
Zat-zat seperti indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada
asam amino dalam usus besar dan zat-zat eksogen seperti morfin, fenobarbital,
dan obat-obat lain, didetoksifikasi dengan cara demikian.

6
Akhirnya, fungsi hati adalah sebagai ruang penampung atau saringan
karena letaknya yang strategis antara usus dan sirkulasi umum. Sel kupffer pada
sinusoid menyaring bakteri darah portal dan bahan-bahan yang membahayakan
dengan cara fagositosis.
2.3. Vaskularisasi Hati
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar
sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan dua pertiganya adalah darah
vena porta. Saat mencapai hati, vena porta bercabang-cabang yang menempel
melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian mempercabangkan vena
interlobularis yang berjalan di antara lobulus-lobulus. Vena-vena ini selanjutnya
membentuk sinusoid yang berjalan diantara lempengan hepatosit dan bermuara
dalam vena sentralis.
Vena sentralis dari beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang
selanjutnya kembali menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang
terhalus dari arteria hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid,
sehingga terjadi campuran darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari
vena porta. Peningkatan tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi
gangguan hati dengan akibat serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh
darimana darah portal berasal. Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki
arti klinis yang penting. Pada obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke
sistem vena sistemik.
Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1.500 ml
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior. (Sylvia a. Price, 2006).

2.4. Histologi Hati


Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang dinamakan
lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus
merupakan badan heksagonal dengan diameter antara 0,8-2 mm yang terdiri atas
lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena

7
sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan
sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti
kapiler lain, sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer.
Sel Kupffer merupakan sistem monosit-makrofag, dan fungsi utamanya
adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Hanya sumsum tulang
yang mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak daripada yang
terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai
pertahanan terhadap invasi bakteri dan organ toksik. Selain cabang-cabang vena
porta dan arteria hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga
terdapat saluran empedu.
Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil
yang dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu
yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu
membentuk saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus
koledokus).
Hati terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hati,
sisanya adalah sel-sel epitelial sistem empedu dan sel-sel non parenkim yang
termasuk di dalamnya endotelium, sel kupffler, dan sel stellata yang berbentuk
seperti bintang. Hepatosit dipisahkan oleh sinusoid yang melingkari eferen vena
hepatika dan duktus hepatikus. Membran hepatosit berhadapan langsung dengan
sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga tampak pada sisi lain
sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan penunjuk tempat permulaan
sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan penghubung
dan desmosom yang saling bertautan dengan sebelahnya. Sinusoid hati merupakan
lapisan endotelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh ruang Disse (ruang
perisinusoidal).

2.5. Regenerasi Hati


Berbeda dengan organ padat lainnya, hati orang dewasa tetap mempunyai
kemampuan beregenerasi. Ketika kemampuan hepatosit untuk beregenerasi sudah
terbatas, maka sekelompok sel pruripotensial oval yang berasal dari duktulus-

8
duktulus empedu akan berproliferasi sehingga membentuk kembali hepatosit dan
sel-sel bilier yang tetap memiliki kemampuan beregenerasi.
2.6. Definisi Abses Hati
Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan oleh
bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari gastrointestinal
yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam
parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran
empedu.
2.7. Etiologi Abses Hati
Abses hati dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem porta dan
hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari abdomen dapat
mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta. Infeksi intra-abdomen ini
biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis, inflammatory bowel disease dan
pylephlebitis. Sementara itu infeksi secara hematogen biasanya disebabkan oleh
bakteremia dari endokarditis, sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.
Berikut merupakan etiologi abses hepar berdasarkan bakteri penyebab
antara lain:
Tabel . Etiologi Hepar berdasarkan Bakteri Penyebab
Bakteri Gram Negatif %
Escherichia coli 20,5
Klebsiella pneumonia 16,0
Pseudomonas aeruginosa. 6,1
Proteus spp. 1,3
Others 7,4
Bakteri Gram Positif
S. milleri 12,2
Enterococcus sp. 9,3
S. aureus / S. Epidermidis 7,7
Streptococcus sp. 1,1
Organisme Anaerob
Bacteroides sp 11,2
Anaeorobic / Microaerophilic Streptococci 6,1
Fusobaterium 4,2

9
Anaerob lainnya 1,9
Lainnya
Actinomyces 0,3
C. albicans 0,3

Abses piogenik disebabkan oleh Enterobactericeae, Microaerophilic


streptococci, Anaerobic streptococci, Klebsiella pneumoniae, Bacteriodes,
Fusobacterium, Staphilococcus aereus, Staphilococcus milleri, Candida albicans,
Aspergillus, Eikenella corrodens, Yersinis enterolitica, Salmonella thypii,
Brucella melitensis dan fungal.
Dilaporkan 21-30% dari abses hepar berasal dari penyakit biliaris yaitu
obstruksi ekstrahepatik, kolangitis, koledolitiasis, tumor jinak atau ganas biliaris.
Anastomosis anterobiliaris (choledochoduodenostomy atau
choledochojejunostomy) juga dilaporkan sebagai penyebab abses hepar di
samping komplikasi biliaris dan transplantasi hati.
Trauma tumpul dan nekrosis hati yang berasal dari vascular injury selama
laparaskopi cholecystectomy juga merupakan penyebab abses hepar.

Tabel . Penyebab Tersering Abses Hati Pyogenik


Hepatobiliary Portal
1. Benign 1. Benign
 Lithiasis  Diverculitis
 Colecystitis  Anorectal suppuration
 Billiary enteric  Pelvic suppuration
anastomosis  Postoperative sepsis
 Endoscopic billiary  Intestinal perforation
procedures  Pancreatic abscess
 Percutaneous billiary  Appendicitis
procedures  Inflamatory bowel disease
2. Malignant 2. Malignant
 Common bile dust  Colonic cancer
 Gall blader  Gastric cancer
 Ampulla

10
 Head of pancreas
Arterial Traumatic
1. Endocarditis 1. Benign
2. Vascular sepsis  Open/closed abdominal
3. ENT infection trauma
4. Dental infection 2. Malignant
 Chemoembolization
 Percutaneous ethanol
injection or radiofrequency
Cryptogenic

2.8. Klasifikasi Abses Hati


Abses hepar dibagi atas dua secara umum, yaitu abses hepar amoeba dan
abses hepar pyogenik.
1. Abses amebik
Abses hati amebik disebabkan oleh strain virulen Entamoeba
hystolitica yang tinggi. Sebagai host definitif, individu-individu yang
asimptomatis mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka.
Infeksi biasanya terjadi setelah meminum air atau memakan makanan yang
terkontaminasi kotoran yang mengandung tropozoit atau kista tersebut.
Dinding kista akan dicerna oleh usus halus, keluarlah tropozoit
imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar terutama sekum. Strain
Entamoeba hystolitica tertentu dapat menginvasi dinding kolon. Strain ini
berbentuk tropozoit besar yang mana di bawah mikroskop tampak
menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh penderita juga
berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.
Amubiasis invasif dapat disebabkan perdarahan usus besar,
perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya dari
daerah sekum infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh
meliputi paru, otak dan terutama hepar. Abses pada hepar diduga berasal
dari invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau
penjalaran melalui intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk
tempat-tempat mikroskopis terutama terjadi trombosis, sitolisis, dan

11
pencairan, suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat
tersebut bergabung maka terjadilah abses amuba.
2. Abses pyogenik
Abses hati pyogenik dapat disebabkan infeksi dapat berasal dari sistem
porta dan hematogen melalui arteri hepatika. Infeksi yang berasal dari
abdomen dapat mencapai hati melalui embolisasi melalui vena porta.
Infeksi intraabdomen ini biasanya berasal dari appendisitis, divertikulitis,
inflammatory bowel disease dan pylephlebitis. Sementara itu infeksi
secara hematogen biasanya disebabkan oleh bakteremia dari endokarditis,
sepsis urinarius, dan intravenous drug abuse.
2.9. Faktor Risiko Abses Hati
Berikut dibawah ini merupakan faktor risiko yang menyebabkan
perkembangan dan peningkatan mortalitas abses hati, antara lain:
Tabel . Faktor Risiko Abses Hati
Faktor Risiko yang Menyebabkan Faktor Risiko yang Menyebabkan
Perkembangan Abses Hati Peningkatan Mortalitas Abses Hati
1. Diabetes Mellitus*  Keganasan
2. Sirosis hepatis*  Diabetes Mellitus*
3. Status imuno-compromised  Sirosis Hepatis*
4. Penggunaan PPI  Jenis kelamin laki-laki*
5. Usia  Infeksi mikroorganisme
6. Jenis kelamin laki-laki* campuran
 Abses hati yang ruptur
 Abses ukuran > 5 cm
 Distress pernapasan
 Jaundice
 Hipotensi
 Keterlibatan ekstra-hepatik

2.10. Patofisiologi Abses Hati


a. Abses Hati Amebik
Amebiasis hati penyebab utamanya adalah entamoeba hystolitica.
Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi E.hystolitica yang memberi

12
gejala amebiasis invasif, sehingga ada dugaan ada 2 jenis E.hystolitica
yaitu strain patogen dan non patogen. Bervariasinya virulensi berbagai
strain E.hystolitica ini berbeda berdasarkan kemampuannya menimbulkan
lesi pada hati. Patogenesis amebiasis hati belum dapat diketahi secara
pasti. Ada beberapa mekanisme yang telah dikemukakan antara lain :
faktor virulensi parasit yang menghasilkan toksin, ketidakseimbangan
nutrisi, faktor resistensi parasit, imunodepresi pejamu, berubah-ubahnya
antigen permukaan dan penurunan imunitas cell-mediated.
Secara singkat dapat dikemukakan 2 mekanisme :
1. Strain E.hystolitica ada yang patogen dan non patogen.
2. Secara genetik E.hystolitica dapat menyebabkan invasi tetapi
tergantung pada interaksi yang kompleks antara parasit dengan
lingkungan saluran cerna terutama pada flora bakteri.
Mekanisme terjadinya amebiasis hati:
1. Penempelan E.hystolitica pada mukus usus.
2. Pengerusakan sawar intestinal.
3. Lisis sel epitel intestinal serta sel radang. Terjadinya supresi
respons imun cell- mediated yand disebabkan enzim atau toksin
parasit, juga dapat karena penyakit  tuberkulosis, malnutrisi,
keganasan dll.
4. Penyebaran amoeba ke hati. Penyebaran ameba dari usus ke hati
sebagian besar  melalui vena porta. Terjadi fokus akumulasi
neutrofil periportal yang disertai nekrosis  dan infiltrasi
granulomatosa. Lesi membesar, bersatu dan granuloma diganti
dengan  jaringan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul
tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan atau tahun setelah
terjadinya amebiasis intestinal dan sekitar 50% amebiasis hati terjadi tanpa
didahului riwayat disentri amebiasis. (Aru W Sudoyo, 2006)

13
Gambar . Skema Patofisiologi Abses Hati Amebik
b. Abses Hati Pyogenik
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui infeksi yang berasal dari:
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal, bisa
menyebabkan pielflebitis porta atau emboli septik.
2. Saluran empedu merupakan sumber infeksi yang tersering.
Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan saluran
empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktura saluran empedu
ataupun anomali saluran empedu kongenital.
3. Infeksi langsung seperti luka penetrasi, fokus septik berdekatan
seperti abses perinefrik, kecelakaan lau lintas.
4. Septisemia atau bakterimia akibat infeksi di tempat lain.
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
organ lanjut usia.(Aru W Sudoyo, 2006).

14
Gambar . Pathway Abses Hati

Penjelasan :
1. Amuba yang masuk menyebabkan peradangan hepar sehingga
mengakibatkan infeksi
2. Kerusakan jaringan hepar menimbulkan perasaan nyeri
3. Infeksi pada hepar menimbulkan rasa nyeri sehingga mengalami gangguan
tidur atas pola tidur.
4. Abses menyebabkan metabolisme dihati menurun sehingga menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
5. Metabolisme nutrisi di hati menurun menyebabkan produksi energi
menurun sehingga dapat terjadi intoleransi aktifitas fisik.

2.11. Manifestasi Klinis Abses Hati

15
Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali
dengan proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan
sistem kekebalan tubuh, beberapa kejadian terjadi:
a. Darah mengalir ke daerah hepar dengan abses meningkat.
b. Suhu daerah hepar dengan abses meningkat karena meningkatnya pasokan
darah.
c. Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya.
d. Kemerahan setempat daerah hepar dengan abses.
e. Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia.
f. Tanda peradangan : panas, bengkak, kemerahan, dan sakit
Manifestasi sistemik abses hati pyogenik biasanya lebih berat daripada
abses hati amubik. Sindrom klinis abses hati pyogenik berupa:
a. Nyeri spontan perut kanan atas, ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dengan kedua tangan ditaruh diatasnya,
b. Demam tinggi disertai keadaan syok
Sedangkan pada abses hati amubik berupa:
a. Malaise
b. Demam tidak terlalu tinggi
c. Nyeri tumpul pada abdomen memberat jika terdapat pergerakan.
d. Iritasi diafragma muncul gejala seperti nyeri bahu kanan, batuk, ataupun
atelektasis
e. Gejala sitemik lainnya seperti mual, muntah, anoreksia, berat badan yang
turun untentional, badan lemah, ikterus, BAB seperti kapur, dan urine
berwarna gelap.
2.12. Diagnosis Abses Hati
Penegakan diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, laboratorium, serta pemeriksaan penunjang. Terkadang diagnosis abses
hepar sulit ditegakkan karena gejalanya yang kurang spesifik. Diagnosis dini
memberikan arti yang sangat penting dalam pengelolaannya karena penyakit ini
sebenarnya dapat disembuhkan. Diagnosis yang terlambat akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitasnya.
Anamnesis Abses Hati

16
Keluhan awal abses hati dapat berupa:
1. Demam/menggigil T > 38oC,
2. Nyeri abdomen seperti tertusuk dan ditekan kadang didapatkan penjalaran
ke bahu dan lengan kanan,
3. Anokresia/malaise,
4. Batuk disertai rasa sakit pada diafragma,
5. Mual/muntah,
6. Penurunan berat badan,
7. Keringat malam,
8. Diare maupun riwayat disentri beberapa bulan sebelumnya.
Dicurigai adanya abses hati pyogenik apabila ditemukan sindrom klinis
klisik berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang ditandai dengan jalan
membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakan di atasnya. Demam/panas
tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada
kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Apabila abses
hati pyogenik letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma
sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis,
rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan.
Hal lainnya yang perlu dinilai dalam anamnesis abses hati adalah riwayat
hepatitis sebelumnya dan riwayat keluarnya proglottid (lembaran putih di pakaian
dalam) dengan tujuan menyingkirkan diagnosa banding.
Pemeriksaan Fisik Abses Hati
Tabel . Pemeriksan Fisik pada Abses Hati
Inspeksi  Pada beberapa pasien mungkin ditemukan abses yang
telah menembus kulit.
 Anemis dan ikterus (jarang) 25% kasus
Palpasi  Ludwig sign (+)
 Nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
 Nyeri tekan regio epigastrium bila abses di lobus kiri,
hati-hati efusi pericardium
 Nyeri tekan menjalar ke lumbal kanan abses di
postoinferior lobus kanan hati
 Nyeri pada bahu sebelah kanan

17
 Hepatomegali teraba sebesar 3 jari sampai 6 jari di
bawah arcus-costa, permukaan hepar licin dan tidak
jarang teraba fluktuasi
Perkusi  Peningkatan batas paru-hati relatif/absolut tanpa
peranjakan
Auskultasi  Friction rub bila ruptur abses ke perikardium
 Bising usus menghilang kemungkinan perforasi ke
peritoneum

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dan foto polos abdomen
digunakan untuk mendeteksi kelainan atau komplikasi yang ditimbulkan oleh
amebiasis hati. Diagnosa pasti adalah melalui USG dan CT Scan yang
sensitivitasnya sekitar 85-95%.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah darah rutin yaitu
kadar Hb darah, jumlah leukosit darah, kecepatan endap darah dan
percobaan fungsi hati, termasuk kadar bilirubin total, total protein dan
kadar albumin dan glubulin dalam darah. Banyak penderita abses hepar
tidak mengalami perubahan bermakna pada tes laboratoriumnya. Pada
penderita akut anemia tidak terlalu tampak tetapi menunjukkan
leukositosis yang bermakna sementara penderita abses hepar kronis justru
sebaliknya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi
dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,
peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum
bilirubin, berkurangnya kadar albumin serum dan waktu protrombin yang
memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang
disebabkan abses hati.

Tabel . Kelainan Laboratorium pada Abses Hati

18
2. Pemeriksaan Fungsi Hati
Abnormalitas tes fungsi hati lebih jarang terjadi dan lebih ringan pada
abses hati amebik dibanding abses hati piogenik. Hiperbilirubinemia
didapatkan hanya pada 10 % penderita abses hepar. Karena pada abses
hepar amebik terjadi proses destruksi parenkim hati, maka PPT (plasma
protrombin time) meningkat.
3. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA (Indirect
Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin), ELISA (Enzyme-
linked Immunosorbent Assay), counterimmunelectrophoresis, indirect
immunofluorescence, dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan
prosedur yang paling sering digunakan.
a. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui 1 : 128.
Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang,
sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk
amubiasis invasif. Tetapi, hasil yang positif bisa didapatkan sampai
20 tahun setelah infeksi mereda.
b. GDP meskipun dapat mendeteksi 95% abses hepar karena amuba.
Juga mendeteksi colitis karena amuba yang non-invasif. Jadi, tes
ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba hepar. Namun
demikian, GDP mudah dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif
sampai 6 bulan setelah sembuhnya abses. Karena itu, bila pada
pemeriksaan radiologi ditemukan lesi "space occupying" di hepar,

19
GDP sangat membantu untuk memastikan apakah kelainan tersebut
disebabkan amuba.
4. Pemeriksaan radiologis
USG memiliki sensitivitas yang sama dengan CT scan dalam
mengidentifikasi abses hepar. Rendahnya biaya dan sifat non-radiasi
membuat USG menjadi pilihan untuk mendiagnosis abses hepar. Abses
hepar amebik biasanya besar dan multipel. Menurut Middlemiss (I964)
gambaran radiologis dari abses hati adalah sebagai berikut :
 Peninggian dome dari diafragma kanan.
 Berkurangnya gerak dari dome diafragma kanan.
 Pleural efusion.
 Kolaps paru.
 Abses paru.
a. CT scan:
 Hipoekoik
 Massa oval dengan batas tegas
 Non-homogen
b. USG
 Bentuk bulat atau oval
 Tidak ada gema dinding yang berarti
 Ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal.
 Bersentuhan dengan kapsul hati
 Peninggian sonik distal (distal enhancement)
c. MRI
 Hiperintens pada bagian abses
Kriteria diagnostik untuk hepatic amoebiasis menurut Lamont dan Pooler :
 Pembesaran hati yang nyeri tekan pada orang dewasa.
 Respons yang baik terhadap obat anti amoeba.
 Hasil pemeriksaan hematologis yang menyokong : leukositosis.
 Pemeriksaan Rontgen (PA Lateral) yang menyokong.
 Trophozoit E. histolytica positif dalam pus hasil aspirasi.

20
 "Scintiscanning" hati adanya "filling defect".
 "Amoeba Hemaglutination" test positif
2.13. Kriteria Diagnosis Abses Hati
Berikut dibawah ini merupakan kriteria diagnosis abses hati, antara lain:
Tabel . Kriteria Diagnosis Abses Hati
Kriteria Sherlock Kriteria Ramachandran Kriteria Lamont & Pooler
1. Hepatomegali 1. Hepatomegali 1. Hepatomegali
dengan nyeri disertai dengan disertai dengan
tekan nyeri nyeri
2. Respon yang baik 2. Riwayat disentri 2. Kelainan
terhadap obat 3. Leukositosis hematologis
amebisid 4. Kelainan 3. Kelainan
3. Leukositosis radiologis radiologis
4. Peninggian 5. Respon terhadap 4. Pus amebic
diafragma kanan obat amebisid 5. Tes serologis (+)
5. Pada USG 6. Respon terhadap
didapatkan rongga obat amebisid (+)
di dalam hati
6. Tes hemaglutinasi
(+)

Bila terdapat 3 atau lebih Bila terdapat 3 atau lebih Bila terdapat 3 atau lebih
dari gejala di atas. dari gejala di atas. dari gejala di atas.

2.14. Differential Diagnosis Abses Hati


Tabel . Differential Diagnosis Abses Hati
Differential Diagnosis Manifestasi Klinis
Hepatoma Anamnesis :
Merupakan tumor ganas hati primer 1. Penurunan berat badan,
2. Nyeri perut kanan atas
3. Anoreksia
4. Malaise
5. Benjolan perut kanan atas

21
Pemeriksaan fisik :
1. Hepatomegali berbenjol-benjol
2. Stigmata penyakit hati kronik
Laboratorium :
1. Peningkatan AFP
2. PIVKA II
3. Alkali fosfatase
USG : lesi lokal/difus di hati
Kolesistitis Akut Anamnesis :
Merupakan reaksi inflamasi kandung 1. Nyeri epigastrium atau perut
empedu akibat infeksi bakterial akut kanan atas yang dapat menjalar
yang disertai keluhan nyeri perut ke daerah skapula kanan
kanan atas, nyeri tekan, dan rasa 2. Demam
panas. Pemeriksaan fisik :
1. Teraba massa kandung empedu
2. Nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritotis lokal
3. Murphy sign (+)
4. Ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empedu
ekstrahepatik
Laboratorium : leukositosis
USG : penebalan dinding kandung
empedu, sering pula ditemukan sludge
atau batu.

2.15. Penatalaksanaan Abses Hati


Penatalaksanaan secara konvensional adalah dengan drainase terbuka
secara operasi dan antibiotika spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses
terdapat di dalam cairan abses yang sulit dicapai dengan antibiotika tunggal tanpa
aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan drainase perkutaneus
abses intraabdominal dengan tuntutan abdomen ultrasound atau tomografi
komputer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intra

22
abdominal dan infeksi, atau malah terjadi kesalahan dalam penempatan kateter
drainase. Kadang pada abses hati piogenik multipel diperlukan reseksi hati.
Terapi Non-Farmakologi
1. Makan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Karbohidrat 40-50 kkal/kgBB
 Protein 1-1,5 g/kgBB
2. Makanan dalam bentuk lunak
3. Bed rest
4. Menghindari faktor risiko yang dapat memperberat, misalnya konsumsi
alkohol.
Terapi Farmakologi
Terapi pada pasien dengan abses hati, dapat diberikan:
1. Pemberian antibiotik
Tabel . Farmakoterapi Abses Hati pada Dewasa dan Anak
Jenis Obat Dosis Dewasa Dosis Anak-anak Efek Samping
Agen amoebisid
Metronidazole PO 750 mg 3x1 PO 30-50 Psikosis, kejang,
selama 5-10 hari mg/kg/hari 3x1 neuropati perifer
selama 5-10 hari
IV 500 mg 4x1
selama 5-10 hari IV 15 mg/kg
diikuti dengan
7,5 mg/kg 4x1
(dosis maksimum
2250 mg/hari)
Chloroquine PO 600 mg/hari 10 mg/kg Diare, kram
(terapi adjuvan) selama 2 hari, 300 abdomen
mg/hari selama 14 cardiotoxicity,
hari kejang, dan
hipotensi
Tinidazole 2 mg/hari selama
3-5 hari
Agen luminal
Paromomycin PO 25-30 PO 25 mg/kg/hari Diare

23
mg/kg/hari 3x1 3x1 selama 7 hari
selama 7 hari (dosis maksimum
2 gr/hari)
Iodoquinol PO 650 mg 3x1 PO 30-40 Kontraindikasi
selama 20 hari mg/kg/hari 3x1 pada pasien dengan
(dosis maksimum insufisiensi hepatik
2 gr/hari) atau hipersensitif
terhadap iodine
Diloxanide furoate PO 500 mg 3x1 PO 20 mg/kg/hari
(indikasi mutlak selama 10 hari 3x1
pada pasien yang
tidak respon
iodoquinol dan
paromomycin)

Antibiotik
Meropenem IV 500-1000 mg IV 10-40 mg/kg Nyeri lokasi
(Merrem) 3 x 1 pada 3x1 injeksi, gangguan
keadaan berat gastrointestinal,
dosis dapat gangguan liver,
ditingkatkan pusing, kejang
hingga 2000 mg
Iminipenem dan IV 500-1000 mg IV 15-25 mg/kg Nyeri lokasi
cilastatin na 3-4 x 1 2-4 x 1 injeksi, gangguan
(Primaxin) (dosis maksimum gastrointestinal,
4 gr/hari) gangguan liver,
gangguan renal,
gangguan
hematologi
Cefuroxime PO 250-500 IV/IM 50-100 Gangguan
(Ceftin) mg/hari pada mg/kg/hari 3x1 hematologi,
keadaan berat gangguan

24
dapat gastrointestinal,
ditingkatkan reaksi lokal injeksi
hingga 1000 mg
2x1
IV/IM 750 mg
3x1
Cefaclor (Ceclor) PO 750 mg/hari PO 10-15 mg/kg/ Gangguan
2-3 x 1 gastrointestinal,
gangguan
hematologi
Klindamisin PO 150-300 mg PO 8-16 Gangguan
(Cleocin) 4x1 pada infeksi mg/kg/hari 3-4 gastrointestinal,
serius PO 300- x1 pada infeksi gangguan liver,
450 mg 4x1 serius gangguan renal,
PO 16-20 gangguan
mg/kg/hari 3-4 hematologi
x1
Agen Anti-jamur
Amfoterisin B PO 0,3-0,5 mg/kg Demam, menggigil,
(AmBisome) selama 6 minggu toksik pada ginjal
atau dapat
dilanjutkan
hingga 3-4 bulan
Flukonazol PO 150 mg dosis IV 3-12 Hepatotoksisitas,
(Diflucan) tunggal mg/kg/hari (dosis gangguan
(dosis maksimum maksimum 600 gastrointestinal,
600 mg/hari) mg/hari) gangguan
hematologi

2. Pemberian antibiotik dengan kombinasi:


a. Aspirasi tertutup, dengan indikasi:
 Abses dikhawatirkan akan pecah (bila diameter > 5 cm
untuk abses tunggal, dan > 3 cm untuk abses multipel)
 Respon terhadap medikamentosa setelah 7 hari tidak ada

25
 Abses di lobus kiri, warning pecah dan menyebar ke rongga
perikardium maupun peritoneum
Aspirasi berguna untuk mengurangi gejala-gejala penekanan dan
menyingkirkan adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga
mengurangi risiko ruptur pada abses yang volumenya lebih dari
250 ml, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi
diafragma. Aspirasi juga bermanfaat bila terapi dengan
metronidazol merupakan kontraindikasi seperti pada kehamilan.
Aspirasi bisa dilakukan secara buta, tetapi sebaiknya dilakukan
dengan tuntunan ultrasonografi sehingga dapat mencapai ssaran
yang tepat. Aspirasi dapat dilakukan secara berulang-ulang secara
tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir. Pada
semua tindakan harus diperhatikan prosedur aseptik dan antiseptik
untuk mencegah infeksi sekunder.
b. Drainase kateter perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum, dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses
amuba memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk
drainase yang adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah
dilakukan drainase perkutan dapat terjadi.
c. Drainase pembedahan – laparoskopi, dengan indikasi:
 Abses disertai komplikasi infeksi sekunder
 Abses yang jelas menonjol ke dinding abdomen atau ruang
interkostal
 Bila terapi medikamentosa dan aspirasi tidak berhasil
 Ruptur abses ke dalam rongga intra-
peritoneal/pleural/perikardial
Kontraindikasi operasi pada abses hepar antara lain:
 Abses multipel
 Infeksi poli-mikrobakteri
 Immunocompromise disease
d. Hepatektomi

26
Dewasa ini dilakukan hepatektomi yaitu pengangkatan lobus hati
yang terkena abses. Hepatektomi dapat dilakukan pada abses
tunggal atau multipel, lobus kanan atau kiri, juga pada pasien
dengan penyakit saluran empedu. Tipe reseksi hepatektomi
tergantung dari luas daerah hati yang terkena abses juga
disesuaikan dengan perdarahan lobus hati.
2.16. Komplikasi Abses Hati
Komplikasi yang paling sering adalah berupa rupture abses sebesar 5-
15,6%, perforasi abses ke berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru,
pericardium, usus, intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase. (Menurut  Julius, Ilmu
penyakit dalam, jilid I, 1998). Dapat juga komplikasi seperti:
1. Infeksi sekunder
Merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus. Kuman
penyebab terserung staphylococcus dan streptococcus.
2. Ruptur akut dengan penjalaran langsung
Rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses. Perforasi
paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum
(terutama amubiasis hati di lobus kiri), selanjutnya pericardium dan
amubiasis kutis maupun organ-organ lain.
3. Komplikasi vaskuler
Ruptur ke dalam v. porta (trombosis vena porta), saluran empedu
(trombosis vena hepatica) atau traktus gastrointestinal jarang terjadi.
4. Parasitemia, amoebiasis serebral
E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di organ
lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
intrakranial.
5. Ileus obstruktif
6. Koma hepatikum.
2.17. Prognosis Abses Hati
Prognosis dari abses hepar tergantung:
1. Virulensi parasit

27
2. Status imunitas dan keadaan nutrisi penderita
3. Usia penderita, lebih buruk pada usia tua
4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut mempunyai prognosa lebih buruk letak
dan jumlah abses, prognosis lebih buruk bila abses di lobus kiri atau
multiple. Sejak digunakan pemberian obat seperti emetine, metronidazole,
dan kloroquin, mortalitas menurun secara tajam.Sebab kematian biasanya
karena sepsis atau sindrom hepatorenal.
Prognosis yang buruk, apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan
pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan penyebab bakterial
organisme multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbuminemia, efusi pleura atau adanya penyakit lain.

28
BAB 3

LAPORAN KASUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. A
Umur : 39 tahun
No. RM : 19/52/03
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 3 September 2018 : 17.00 wib

II. ANAMNESA
Autoanamnesa/Alloanamnesa
Keluhan Utama : Nyeri di seluruh bagian perut
Telaah : Seorang laki-laki berusia 39 tahun, datang ke IGD
RSUD Gunung Tua dengan keluhan nyeri di
seluruh bagian perut yang dirasakan lebih kurang 1
minggu sebelum masuk rumah sakit. Dan
memberat 1 hari ini, nyeri dirasakan hilang-timbul
dan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan menjalar
sampai ke bahu kanan dan punggung. Nyeri sangat
menggangu saat aktivitas, dan Os lebih nyaman
saat tidur dengan posisi terlentang. Os juga
mengalami demam (+) 1 minggu ini. Demam tidak
terus-menerus disertai menggigil (+), kejang (-).
Os mengaku demam turun dengan obat penurun
demam. Sakit kepala (+) bersamaan jika os
demam. Os juga mengeluhkan mual (+) dan rasa
menyesak (+), namun tidak sampai menimbulkan
muntah (-). Os juga mengaku nafsu makan

29
menurun karena mual. Perut kembung bila sehabis
makan. BAK (+) lancar berwarna kuning jernih.
BAB (-) sejak 3 hari ini. Os mengaku perut terus
membesar. Riwayat minum tuak (+).
Riwayat Penyakit Dahulu : (-)
Riwayat Pemakaian Obat : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Keluhan serupa (-)
Riwayat Alergi :
- Pasien menyangkal adanya alergi makanan dan obat-obatan
tertentu

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis GCS : 15 (E=4, V=5, M=6)
Tekanan Darah : 90/60 mmHg RR : 24/menit
HR : 88x/menit T : 37oC
Berat Badan : 65 kg TB : 160 cm

B. Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam dan distribusi
merata, tidak terdapat jejas

Mata : Pupil : Isokor Sklera : Ikterik


-/-Konjungtiva : Anemis -/- Refleks Cahaya : +/+

Telinga : Bentuk telinga simetris, tidak ada massa, tidak


ada benda asing, tidak ada sekret, pendengaran
baik, tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus
(-).

30
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deformitas, septum nasi
simetris, discharge (-/-), mukosa lembab,
pernafasan cuping hidung (-), tidak ada massa.

Mulut : Mulut bersih, bibir kering (+), luka(-), Sariawan


(-), pembesaran tonsil (-), gusi berdarah (-), lidah
pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis
(-).
Leher
Inspeksi : Jejas (-), pembesaran KGB (-), massa (-)
Palpasi : Deviasi trakhea (-), Nyeri tekan (-), TVJ dalam
batas normal, TVJ R-2 mH2O. Pembesaran
kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
thyroid (-), kaku kuduk (-)
Thorax (Paru)
a. Depan
Inspeksi : Bentuk simetris fusiformis, pergerakan nafas
dinding dada kanan dan kiri sama, retraksi sela iga
(-) , spider nevi (-).
Palpasi : Stem fremitus normal ki = ka, nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas Paru Hati Relatif ICS V LMCD/Absolut
ICS VI LMCD, Sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Suara tambahan: (-)
b. Belakang
Inspeksi : Simetris kanan = kiri
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
Suara tambahan: (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

31
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kesan normal
Batas jantung kanan: linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri: sesuai ictus cordis terletak pada
ICS 5-6 linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 normal
Bunyi tambahan (-)
Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk : Simetris kiri = kanan
Gerakan Lambung/usus : Tidak terlihat
b. Auskultasi
Peristaltik usus : + normal
c. Palpasi
Dinding abdomen : massa (-), hepar teraba, lien tidak teraba. Nyeri
tekan (+) di seluruh regio abdomen.
Hati
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
Nyeri Tekan :+
Ludwig sign :+
Limfa
Pembesaran : Schuffner (-) , Haecket (-)
Ginjal
Ballotement : (-), Kiri / Kanan, lain-lain: (-)
d. Perkusi : Bunyi timpani (+) pada regio abdomen, asites (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
a. Superior : Akral hangat +/+
b. Inferior : Edema (-/-), akral hangat +/+

32
Kesimpulan Pemeriksaan : Mukosa mulut kering (+), nyeri tekan regio abdomen
kuadran kanan atas, palpasi hepar permukaan hpear licin, ludwig sign (+). Pada
perkusi didapatkan peningkatan batas paru-hati relatif/absolut tanpa peranjakan.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium
- Darah lengkap
- USG abdomen
V. DIAGNOSA KERJA :
ABSES LIVER
VI. TERAPI : Tirah Baring
Diet MB
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i makro
Drip Metronidazole 500 mg/ 8 jam
Injeksi Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
Injeksi Ondancentron 1 amp/8 jam
Injeksi Ketorolac 1amp/ 8 jam
Curcuma 3 x 1 tablet
Antasida syrup 3 x C1
VII. RENCANA : USG Abdominal

33
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 03/9/2018


Pemeriksaan Hasil Unit Normal
Hematologi
Lk. 13- 16
Hemoglobin 11,9 gr%
PR. 12-13
Leukosit 13.900 10 5.000 - 10.000
Lk. 0- 10
Laju Endap Darah mm/jam
Pr. 0-20
Trombosit 348.000 103/mm3 200000 - 500000
Lk. 40-48
Hematocrit 37,6 %
Pr. 37-43
Lk. 4,5-5,5
Eritrosit 4.06 10^6/mm3
Pr. 4-5
MCV 92,2 fL 74-96
MCH 29,3 pg 27-32
MCHC 31,8 % 30-65
KGD 109 mg/dL <200
Hitung jenis leukosit
Eosinofil % 0-1
Basofil % 1-3
Monosit % 2–8
Neutrofil staf % 2-6
Neutrofil segmen % 50-70
Limfosit % 20-40

34
Hasil Pemeriksaan USG Upper-Lower Abdomen tanggal 4 September 2018

Hepar : tampak area hipoekhoik ukuran +/- 4 x 3 cm di hepar

35
FOLLOW-UP

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


3 /9/ 2018 Nyeri seluruh Pasien tampak Kolik Tirah Baring
perut (+), nyeri lemah dan abdomen + Diet MB
menjalar ke kesakitan, susp. IVFD NaCl 0,9% 20
bahu dan Nyeri tekan abd. Peritonitis gtt/i makro
punggung atas Seluruh Regio Injeksi ranitidine 1
(+), mual (+), (+), sakit kepala amp/ 12 jam
menyesak (+), (-), batuk (-), Injeksi Ceftriaxone
nafsu makan ↓ BAK (+) N, 1gr/12 jam
(+) BAB (-) 3 hari Injeksi Ondancentron
ini, peristaltik 1 amp/12 jam
(+) N Injeksi ketorolac 1
TD = 90/60 amp/12 jam
mmHg Rencana : USG
HR= 88x/i abdomen
RR= 22x/i (hasil terlampir)
T=37oC
KGD = 109
4/9/2018 Nyeri di KU: Masih Liver abses Tirah Baring
seluruh bagian lemah, nyeri Diet MB
perut (+) , tekan seluruh IVFD NaCl 0,9% 20
menyesak kea region gtt/i makro
rah bahu (+), abdomen(+) , Injeksi ranitidine 1
mual (+), nafsu BAK (+) N, amp/ 12 jam (AFF)
makan (+)↓ BAB (-) 3 hari Injeksi Ceftriaxone
ini, peristaltik 1gr/12 jam
(+) N Injeksi Ondancentron
TD= 90/70 1 amp/12 jam
mmHg Injeksi ketorolac 1
HR= 78 x/i amp/12 jam

36
RR= 20 x/i Terapi tambahan :
T=37,8oC Drip Metronidazole
500 mg/ 8 jam
Curcuma 3 x 1 tablet
Antasida Syrup 3 x C1

5/9/2018 Nyeri perut KU: membaik, Liver abses Tirah Baring


kanan (+), nyeri tekan abd. Diet MB
nyeri ke arah Regio IVFD NaCl 0,9% 20
bahu (-), mual hipocondrium gtt/i makro
(+), menyesak dextra (+) , Injeksi Ceftriaxone
(+) ↓, nafsu BAK (+) N, 1gr/12 jam
makan (+) BAB (+), Injeksi Ondancentron
peristaltik (+) N 1 amp/12 jam
TD= 90/70 Injeksi ketorolac 1
mmHg amp/12 jam
HR= 82x/i Drip Metronidazole
RR= 22x/i 500 mg/ 8 jam
T=36oC Curcuma 3 x 1 tablet
Antasida Syrup 3 x C1

6/9/2018 Nyeri perut KU: baik, nyeri Liver abses Tirah Baring
kanan (+)↓, tekan abd. Regio Diet MB
sesekali (+), hipocondrium IVFD NaCl 0,9% 20
mual (+) ↓, dextra ↓, BAB gtt/i makro
nafsu makan (+) N, BAK (+) Injeksi Ceftriaxone
(+) cukup, 1gr/12 jam
peristaltik (+) Injeksi Ondancentron
TD= 90/70 1 amp/12 jam
mmHg Injeksi ketorolac 1
HR= 84x/i amp/12 jam
RR= 20x/i Drip Metronidazole

37
T=36,7oC 500 mg/ 8 jam
Curcuma 3 x 1 tablet
Antasida Syrup 3 x C1
Terapi tambahan :
Omeprazole tablet 2 x
20 mg
7/9/2108 Nyeri perut KU: baik, nyeri Liver Abses Tirah Baring
kanan (+)↓↓, tekan abd. Regio Diet MB
sesekali (+), hipocondrium IVFD NaCl 0,9% 20
mual (+)↓↓, dextra ↓↓, BAB gtt/i makro
nafsu makan (+) N, BAK (+) Injeksi Ceftriaxone
(+) cukup, 1gr/12 jam
peristaltik (+) Injeksi Ondancentron
TD= 90/60 1 amp/12 jam
mmHg Injeksi ketorolac 1
HR= 80x/i amp/12 jam
RR= 22x/i Drip Metronidazole
T=36,7oC 500 mg/ 8 jam
Curcuma 3 x 1 tablet
Antasida Syrup 3 x C1
Omeprazole tablet 2 x
20 mg
Terapi tambahan :
IVFD Aminofluid 1
fls/ hari
8/9/2018 Os. PBJ
S: Nyeri Perut Kanan (+) sudah banyak berkurang, Mual (+) sesekali,
Nafsu makan (+) mulai membaik.
O: Sens : Compos Mentis
TD : 90/60 mmHg
A: Liver Abses
P : Metronidazole 3 x 750 mg

38
Ibuprofen 2 x 400 mg
Omeprazole 2 x 20 mg
Antasida syrup 3 x C 1
Curcuma 2 x 1

39
DAFTAR PUSTAKA

Aru, W. Sudoyo, dkk.(2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1 Edisi
Empat.Jakarta :  Balai Penerbitan FK-UI.
Keshav, Satish. Structure and function. In : The Gastrointestinal System at A
Glance. United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter
27-28.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi keempat. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta 2006 ; 462 – 463
Sherwood, Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam: Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
Sylvia a. Price.(2006). Gangguan System Gastro Intestinal, dalam buku
Patofiologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteranm EGC. Halaman 472-
474.
Wenas, Nelly Tandean. Wa;e;eng, B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus. Setiati,
Siti. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461

iii

Anda mungkin juga menyukai