Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI
Trombosis adalah proses pembentukan trombus atau adanya trombus dalam pembuluh
darah atau ruang jantung. Trombus adalah bekuan darah di dalam pembuluh darah yang
melekat ke dinding pembuluh darah yang utuh atau tidak mengalami cedera.
Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena
terutama tungkai bawah.

2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI


 Anatomi
Pembuluh darah normal memiliki tunika atau lapisan dari dalam ke luar, yaitu :
1. Arteri
 Tunika intima (lapisan dalam ) yang disusun oleh :
a. Lapisan endotel yang dibangun oleh sel-sel endotel berbentuk poligonal dan
bersifat nontrombogenik
b. Lapisan subendotel yang dibangun oelh banyak serabut elastis
c. Lapisan elastis interna.
 Tunika media (lapisan tengah) merupakan lapisan paling tebal dan disusun oleh :
a. Serabut-serabut otot polos yang berjalan melingkar (sirkuler) dan serabut-
serabut elastik serta kolagen yang terdapat diantara serabut-serabut otot polos.
b. Lapisan elastik eksterna adalah merupakan batas dengan tunika adventisia.
 Tunika adventisia (lapisan luar) yang dibangun oleh jaringan ikat yang
mengandung :
a. Serabut-serabut saraf
b. Pembuluh dari pembuluh
c. Pembuluh limfe
2. Vena
1. Tunika intima (lapisan dalam) dibangun oleh selapis sel endotel dan terkadang
pada lapisan ini mengandung sel jaringan ikat dan serabut elastik.
2. Tunika media (lapisan tengah) yang terdidri dari lapisan tipis serabut otot
polos yang sirkuler.

2
3. Tunika adventisia (lapisan luar) yang merupakan lapisan yang paling tebal dan
disusun oleh serabut otot polos yang berjalan memanjang (longitudinal).
Lokasi terjadinya trombosis vena dalam (DVT)
Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena
terutama tungkai bawah. Trombosis vena dapat terjadi pada vena tibialis, vena ileofemoral,
vena kava inferior, vena poplitea dan vena suralis.
 Fisiologi
Darah mengangkut berbagai zat di dalam tubuh sewaktu dipompa melintasi pembuluh
darah. Aliran darah melalui pembuluh bergantung pada gradien tekanan dan resistensi
vaskuler. Laju aliran darah melintasi suatu pembuluh berbanding lurus dengan gradien
tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi vaskuler.
Gradien tekanan merupakan perbedaan antara tekanan permulaan dan akhir suatu
pembuluh. Darah mengalir dari suatu daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
yang lebih rendah sesuai penurunan gradien tekanan. Jadi, semakin besar gradien tekanan
yang mendorong darah melintasi suatu pembuluh, semakin besar laju aliran darah melalui
pembuluh tersebut.
Faktor lain ynag mempengaruhi laju aliran melalui suatu pembuluh adalah resistensi,
yaitu ukuran hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh
friksi (gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh stasioner. Apabila
pembuluh memberikan resistensi yang lebih besar terhadap aliran darah, jantung harus
bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi agar adekuat.
Resistensi terhadap aliran darah bergantung pada tiga faktor, yaitu :
1. Viskositas (kekentalan) darah. Semakin besar viskositas, semakin besar resistensi
terhadap aliran. Viskositas ditentukan oleh dua faktor, yaitu konsentrasi protein
plasma dan jumlah sel darah merah yang beredar.
2. Luas permukaan ditentukan oleh panjang dan jari-jari pembuluh. Pada jari-jari
konstan, semakin panjang pembuluh, semakin besar luas permukaan dan semakin
besar resistensi terhadap aliran.
3. Penentu utama resistensi terhadap aliran adalah jari-jari pembuluh. Cairan
mengalir lebih deras melalui pembuluh berukuran besar daripada melalui
pembuluh yang lebih kecil, karena pada pembuluh berukuran kecil darah dengan
volume tertentu, berkontak dengan permukaan pembuluh lebih banyak, sehingga
resistensi meningkat.

3
Arteri berfungsi sebagai jalur cepat untuk menyampaikan darah dari jantung ke jaringan
(karena jari-jari pembuluhnya lebih besar, resistensi arteri terhadap aliran darah rendah) dan
berfungsi sebagai reservoir tekanan untuk menghasilkan gaya pendorong bagi darah sewaktu
jantung mengalami relaksasi.
Vena berfungsi sebagai saluran beresistensi rendah untuk mengembalikan darah ke
jantung. Vena juga berfungsi sebagai reservoir darah, yaitu apabila kebutuhan akan darah
rendah, vena dapat menyimpan darah ekstra sebagai cadangan karena sifatnya yang mudah
diregangkan, sehingga disebut sebagai kapasitans pembuluh.
Pembuluh darah bersifat permeabilitas, fragilitas dan vasokontriksi. Peningkatan
permeabilitas mengakibatkan keluarnya darah dari pembuluh darah berupa ptekie, purpura
dan ekimosis yang besar. Peningkatan fragilitas pembuluh darah memungkinkan terjadinya
ruptur yang menimbulkan ptekie, purpura (terutama pada kulit dan mukosa), ekimosis yang
besar serta perdarahan hebat pada jaringan yang lebih dalam. Vasokontriksi dapat
mengakibatkan obstruksi yang bersifat parsial maupun total, iskemia dan akhirnya terbentuk
trombus.
Dalam keadaan normal, darah berada dalam sistem pembuluh darah, dan berbentuk
cair. Keadaan ini dapat terjadi dikarenakan oleh adanya faktor hemostatis. Hemostatis
merupakan proses dalam mencegah kehilangan darah secara spontan, serta menghentikan
perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Faktor hemostatis terdiri dari :
1. Hemostatis primer terdiri dari trombosit dan pembuluh darah. Disebut hemostatis
primer karena yang pertama terlibat dalam proses penghentian perdarahan bila
terjadi luka atau trauma. Hemostatis primer dimulai dengan vasokontriksi
pembuluh darah dan pembentukan plak trombosit menutup luka dan
menghentikan perdarahan. Vasokontriksi menyebabkan aliran darah menjadi
lebih lambat pada daerah yang luka atau trauma. Keadaan ini akan mempermudah
trombosis pada reseptor trombosis Gp I b menempel pada subendotel pembuluh
darah (adhesi) dengan perantaraan faktor von Willebrand. Trombosit yang
teraktivasi ini menyebabkan reseptor trombosit Gp II b/III a siap menerima ligan
fibrinogen dan fibrinogen menghubungkan trombosit yang berdekatan satu sama
lain dan kemudian terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang
menutup luka atau trauma. Sumbatan bersifat sementara. Proses ini diikuti dengan
prosese hemostatis sekunder.
2. Hemostatis sekunder terdiri dari faktor pembekuan dan anti pembekuan.
Hemostatis sekunder dimulai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur ekstrinsik

4
dan intrinsik. Jalur ekstrinsik yaitu jaringan yang terlepas terikat pada FVII dan
menyebabkan FVII menjadi aktif FVIIa. FVIIa mengaktifkan FX menjadi FXa.
Jalur intrinsik diawali dengan FXII diaktifkan karena berkontak dengan kolagen
yang terpajan di pembuluh yang cedera. FXII berkontak dengan kolagen menjadi
FXIIa. FXIIa mengubah FXI menjadi FXIa. FXIa bersama ion kalsium mengubah
FIX menjadi FIXa. FIXa merupakan enzim yang berfungsi untuk pembentukan
FXa. FIXa bersama ion kalsium, FVIII-C dan PF3 mengubah FX menjadi FXa.
Dan FXa bersama FV dan PF3 serta ion kalsium membentuk kompleks
protrombinase. Kompleks protombinase akan mengaktifkan protrombin (FII)
menjadi trombin dan trombin akan memecahkan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin
akan menggantikan sumbat trombosit sampai terjadi penyembuhan luka. Migrasi
dan proliferasi sel terjadi pada jaringan yang rusak untuk penyembuhan luka.
3. Hemostatis tersier yaitu sistem fibrinolisis akan diaktifkan dan menyebabkan lisis
dari fibrin dan endotel menjadi utuh.
Pada umumnya proses penyembuhan berlangsung dalam 14 hari. Kelainan hemostatis
dapat menyebabkan perdarahan atau trombosis.

2.3. PATOFISIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair, tetapi akan
membentuk bekuan jika teraktivasi atau terpapar dengan suatu pemukaan. Virchow
mengungkapkan suatu triad yang merupakan dasar terbentuknya trombus, yang dikenal
sebagai Triad Virchow. Triad terdiri dari :
1. Gangguan pada aliran darah yang mengakibatkan statis.
2. Gangguan pada keseimbangan antara prokoagulan dan antikoagulan yang
menyebabkan aktivasi faktor pembekuan.
3. Gangguan pada dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan
prokoagulan.
Trombosis terjadi jika keseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme
protektif terganggu. Faktor trombogenik meliputi :
 Gangguan sel endotel
 Terpaparnya subendotel akibat hilangnya sel endotel
 Aktivasi trombosit atau interaksinya dengan kolagen subendotel atau faktor von
Willebrand
 Aktivasi koagulasi

5
 Terganggunya fibrinolisis
 Stasis
Mekanisme protektif terdiri dari :
 Faktor antitrombotik yang dilepaskan oleh sel endotel yang utuh
 Netralisasi faktor pembekuan yang aktif oleh komponen sel endotel
 Hambatan faktor pembekuan yang aktif oleh inhibitor
 Pemecahan faktor pembekuan oleh protease
 Pengenceran faktor pembekuan yang aktif dan trombosit yang beragregasi oleh
aliran darah
 Lisisnya trombus oleh sistem fibrinolisis
Trombosis terdiri dari fibrin dan sel-sel darah. Trombus arteri, karena aliran yang cepat,
terdiri dari trombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan trombus vena terutama
terbentuk di daerah statis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar dan
sedikit trombosit.
Trombosis terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara yang menstimulasi
trombosis dan yang mencegah trombosis. Trombus vena dalam dimulai di vena betis yang
kemudian meluas sampai vena proksimal. Trombus dibentuk pada daerah aliran darah yang
lambat atau yang terganggu. Sering dimulai sebagai deposit kecil pada sinus vena besar di
betis pada puncak kantong vena baik di vena dalam betis maupun di paha atau pada vena
yang langsung terkena trauma.
Endotel pembuluh darah yang utuh akan mencegah trombosit menempel pada endotel
pembuluh darah. Sebaliknya pembuluh darah yang terganggu atau tidak utuh merupakan
faktor risiko trombosis. Sel endotel akan kehilangan kemampuan untuk mencegah trombosis
bila distimulasi oleh enzim seperti trombin, hipoksia, oksidan, sitokin, faktor nekrosis tumor
dan endotoksin. Induksi sintesis plasminogen aktivator inhibitor- 1 (PAI-1) akan
menghambat aktivator plasminogen mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin sehingga
fibrinolisis berkurang. Fibrinolisis yang berkurang akan menyebabkan fibrin yang dibentuk
akan terus bertambah dan menyebabkan trombosis.
Gangguan trombosis vena adalah berupa obstruksi aliran darah vena. Tergantung dari
lokasi dan ukuran vena yang terlibat serta luasnya trombus yang terbentuk, maka obstruksi itu
akan dapat diatasi oleh sistem kolateral yang ada, seperti pada vena perifer yaitu vena
basilika dan vena safena. Tetapi bila pada pembuluh dalam seperti vena ileofemoral maka
obstruksi akan menimbulkan akibat yang nyata, karena vena ini menampung sebagian besar
aliran vena ekstremitas bawah. Sistem pembuluh vena ini mempunyai banyak cabang yang

6
dapat berfungsi sebagai pembuluh kolateral. Hal ini membuktikan bahwa bila vena utama
tersumbat, ekstremitas yang mengalami trombosis jarang sekali mengalami gangren.
Bila kompensasi oleh sistem kolateral ini tidak sepenuhnya berhasil, maka tekanan di
dalam vena sebelah distal akan meninggi. Dan bila tekanan yang tinggi ini sampai ke sistem
kapiler, maka tekanan osmotik jaringan sekitarnya akan lebih rendah dari tekanan kapiler.
Akan terjadi hambatan resorbsi cairan dan elektrolit setempat.
Segmen yang mengalami trombosis dapat merangsang vasokontriksi setempat dan
memberikan rasa sakit. Bila trombus mengalami organisasi dan rekanalisasi maka tekanan
vena sebelah distal secara bertahap akan berkurang, dan bersamaan dengan ini akan terjadi
dilatasi cabang kolateral. Pelebaran kolateral ini dapat terjadi sedemikian rupa sehingga
terbentuk varises.
FAKTOR RISIKO TROMBOSIS VENA DALAM (DVT)
Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat. Statis dapat diakibatkan
oleh imobilitas, obstruksi vena, dilatasi vena dan meningkatnya viskositas darah. Imobilitas
dapat diakibatkan strok atau berbaring lama. Obstruksi dapat karena kompresi dari luar atau
sekunder karena trombosis vena sebelumnya. Viskositas darah meningkat karena polisitemia,
disproteinemia dan fibrinogen yang meningkat. Vasodilatasi vena terjadi pada pasien vena
varikosa, orang tua terutama kalau berbaring lama, kehamilan dan estrogen
Berdasarkan data-data yang ditemukan faktor risiko trombosis yakni:
 Operasi, pada operasi ortopedi rata-rata trombosis vena dalam terjadi pada 50%
pasien.
 Penyakit jantung, infark miokard dilaporkan meningkatkan kejadian trombosis
vena dalam 20-40% selama 10-14 hari sesudah infark miokard.
 Penyakit neurologi, dari 8 studi strok secara keseluruhan ditemukan 53% pasien
mengalami trombosis vena dalam.
 Umur, penelitian pada pasien pasca operasi di rumah sakit dilakukan scanning
kaki untuk mendiagnosa trombosis vena dalam tanpa gejala menunjukkan
meningkatnya umur menjadi faktor resiko yang utama. Umur juga menunjukkan
meningkatnya trombosis vena dalam tanpa gejala didiagnosa dengan venografi
pada pasien sesudah mengalami hip replacement.
 Riwayat trombosis vena dalam, dari 3 studi dan analisis multivariat ditemukan
riwayat positif trombosis vena dalam merupakan faktor risiko independen.

7
2.4. MANIFESTASI KLINIS
Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus segera didiagnosa dan
ditangani, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung. Tanda dan
gejala klinis yang ditemukan sesuai dengan lokasi trombosis vena dalam berupa :
 Terjadinya trombosis vena tibialis biasanya pasca operasi dan dapat menyebar ke
proksimal dan dapat menyebabkan emboli. Rasa sakit dan nyeri daerah betis akan
jelas bila dilakukan dorsofleksi kaki secara paksa (Homan`s sign). Kadang-
kadang betis agak membesar dan tegang tetapi edema yang jelas biasanya tidak
ada.
 Trombosis vena ileofemoral selalu lebih berat dan akut yang dapat berasal dari
distal atau dari sinus katup vena. Daerah lipatan paha (daerah segitiga femoral
yang tersusun oleh muskulus sartorius-ligamen inguinalis-muskulus pectineus)
akan terasa sakit yang dapat dirasakan pula pada seluruh ekstremitas.
Gejala kedua adalah vena perifer di paha (vena safena daerah maleolus) akan
terlihat melebar yang kadang juga terlihat di daerah perut dan ekstremitas sebelah
bawah. Suhu setempat tidak meninggi, tetapi sering terjadi spasme arteri dan pada
palpasi pulsasi tidak teraba.
Gejala ketiga dari trombosis vena ileofemoral adalah edema yang pada hari-hari
pertama teraba tegang dan kulit berwarna agak kecoklatan. Setelah beberapa hari
edema akan berkurang dan bertahan 1 sampai 2 minggu. Rasa nyeri menghilang
setelah 1 minggu, akhirnya di daerah lipatan paha juga tidak sakit lagi.
 Phlegmasia cerulia dolens adalah trombosis vena ileofemoral dengan gejala
yang lebih berat. Kulit akan menjadi sianotik dan kadang melepuh (bullae).
Pulsasi arteri menghilang dan diikuti oleh gangren. Syok dapat terjadi karena
edema yang hebat. Gejala ini dapat timbul akibat dari suatu proses keganasan.
 Trombosis dari vena kava inferior terjadi sebagai penyebaran dari distal. Gejala
sama seperti pada trombosis vena ileofemoral tetapi pada kedua ekstremitas.
Biasanya ekstremitas yang satu lebih menderita dari pada yang lain.
 Pada trombosis vena poplitea tanda dan gejala yang dijumpai sama dengan pada
vena ileofemoral yang tersumbat tetapi tidak begitu hebat.

8
 Trombosis vena suralis akan menimbulkan gejala berupa edema dan pelebaran
vena sebelah distal dan sebagai gejala tambahan berupa rasa nyeri dan tegang
pada betis.
 Bila tanda dari Homan positif, tetapi tidak disertai edema dan pelebaran vena,
maka kemungkinan ada kelainan seperti miositis akut atau perdarahan dalam otot.

2.5. DIAGNOSIS
Anamnesis dan pemeriksaan fisis merupakan hal yang sangat penting dalam
pendekatan pasien dengan dugaan trombosis.
Anamnesis, pada anamnesis pasien akan datang dengan keluhan utama kaki yang
bengkak dan nyeri. Riwayat penyakit sebelumnya merupakan hal penting karena dapat
diketahui faktor risiko dan riwayat trombosis sebelumnya. Adanya riwayat trombosis dalam
keluarga juga merupakan hal yang penting.
Pemeriksaan fisis, gambaran klinis trombosis vena dalam adalah edema tungkai
unilateral, eritema, hangat, nyeri, dapat diraba pembuluh darah superfisial, dan tanda Homan
yang positif.
Pemeriksaan Laboratorium, didapatkan peningkatan D-dimer dan penurunan
antitrombin. Peningkatan D-dimer merupakan indikator adanya trombosis yang aktif.
Pemeriksaan ini sensitif tetapi tidak spesifik dan lebih berperan untuk menyingkirkan adanya
trombosis jika hasilnya negatif. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 93%, spesivisitas
77% dan nilai prediksi negatif 98% pada trombosis vena dalam proksimal, sedangkan pada
trombosis vena dalam daerah betis sensitivitasnya 70%. Pemeriksaan laboratorium lain
umumnya tidak bermakna untuk mendiagnosis adanay trombosis, tetapi dapat membantu
menentukan faktor risiko.
Pemeriksaan radiologis, merupakan pemeriksaan penting untuk mendiagnosis
trombosis. Pada trombosis vena dalam, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah :
 Venografi/ flebografi, merupakan pemeriksaan standar untuk mendiagnosis
trombosis vena dalam, baik pada betis, paha, maupun sistem ileofemoral.
Kerugiannya adalah pada pemasangan kateter vena dan risiko alergi terhadap
bahan radiokontras atau yodium.
 Ultrasonografi (USG) doppler ( duplex scanning), pemeriksaan USG doppler
mempunyai sensitivitas dan spesivitas yang tinggi untuk mendiagnosis trombosis
vena dalam proksimal. Ketepatan pemeriksaan USG doppler pada pasien dengan
trombosis vena dalam proksimal yang simtomatik adalah 94% dibandingkan

9
dengan venografi, sedangkan pada pasien dengan trombosis vena dalam pada
betis dan asimtomatik, ketepatannya rendah.
 Ultrasonografi kompresi (Real-Time B- mode compression ultrasound)
mempunyai sensitivitas 89% dan spesivisitas 97% pada trombosis vena dalam
proksimal yang simtomatik, sedangkan pada trombosis vena dalam di daerah
betis, hasil negatif palsu dapat mencapai 50%.
 Magnetic Resonance Imaging (MRI), digunakan untuk mendiagnosis trombosis
vena dalam pada perempuan hamil atau pada trombosis vena dalam di daerah
pelvis, iliaka dan vena kava dimana USG doppler pada ekstremitas bawah
menunjukkan hasil negatif.

2.6. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan trombosis vena dalam (DVT) pada fase akut adalah :
 Menghentikan bertambahnya trombus
 Membatasi bengkak yang progresif pada tungkai
 Melisiskan atau membuang bekuan darah ( tromboektomi) dan mencegah
disfungsi vena atau sindrom pasca trombosis dikemudian hari.
 Mencegah emboli.

Terapi non operatif


1. Pencegahan adalah perawatan yang terbaik pada trombosis vena dalam seperti
mobilisasi dini, pemakaian kaos kaki elastik, latihan gerak kaki dan jari secara
aktif dan pemberian antikoagulan bila ada indikasi. Bila antikoagulan diberikan
48 jam pascaoperasi dan diteruskan sampai penderita pulang akan paling efektif
apalagi pada usia penderita yang sudah tua atau dengan keganasan.
2. Istirahat di tempat tidur diperlukan di hari-hari pertama, tetapi istirahat total tidak
dianjurkan pada perawatan penderita dengan trombosis vena. Istirahat ini hanya
sampai rasa nyeri dan suhu yang tinggi serta edema sudah berkurang. Biasanya
sampai 2 minggu kecuali bila ada komplikasi trombo-emboli.
3. Evaluasi ekstremitas pada penderita trombosis vena dianjurkan sampai mulai
mobilisasi. Biasanya paha ditinggikan sampai membuat sudut 30 derajat dengan
permukaan horizontal.
4. Bungkusan panas dapat dipakai untuk mempercepat penyembuhan. Seluruh
bagian ekstremitas yang terlibat dibungkus dengan bungkusan panas, tetapi harus

10
dijaga jangan sampai merusak kulit (maserasi). Ini dapat dicegah dengan
memakai lanolin yang dioleskan pada kulit sebelum dibungkus.
5. Analgetik diberikan bila semua tindakan diatas belum menolong. Sedikit sedativa
dan analgetika memberikan ketenangan pada penderita.
6. Antikoagulan dalam jangka pendek sebaiknya diberikan pada semua penderita
dengan trombosis vena dalam di tungkai untuk mencegah penyebaran proses
trombosis dan terbentuknya emboli. Terapi dengan Unfractionated heparin
(UFH) diberikan dengan bolus 80 IU/ kg BB intravena, dilanjutkan dengan infus
18 IU/kg/BB dengan pemantauan nilai Activated Partial Thromboplastin Time
(APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT 1,5-2, 5 kali
nilai kontrol dan kemudian dipantau sedikitnya setiap hari. Sebelum memulai
terapi heparin, dilakukan pemeriksaan terhadap APTT, masa protombin (PT) dan
jumlah trombosit. Terutama pada pasien dengan risiko perdarahan yang tinggi
atau dengan gangguan hati atau ginjal. Heparin dengan berat molekul rendah
(LMWH) dapat diberikan secara subkutan satu atau dua kali sehari. Pemberian
antikoagulan UFH atau LMWH ini dapat dilanjutkan dengan antikoagulan oral
seperti warfarin atau coumarin/derivatnya. Antikoagulan oral bekerja dengan
menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vitamin K. Obat ini diberikan
bersama-sama saat awal terapi heparin dengan pemantauan International
Normalized Ratio (INR). Heparin diberikan selama minimal 5 hari dan dapat
dihentikan bila antikoagulan oral telah mencapai target INR yaitu 2,0-3,0 selama
dua hari berturut-turut. Lama pemberian antikoagulan ini bervariasi tergantung
pada faktor risiko trombosis vena dalam tersebut.
 Pada pasien dengan risiko trombosis vena dalam reversibel, maka lama
pemberiannya adalah 6 minggu hingga 3 bulan.
 Pada pasien dengan risiko tidak diketahui (idiopatik), maka lama
pemberiannya adalah minimal 6 bulan.
 Jika pasien memiliki risiko molekular yang diturunkan seperti defisiensi
antitrombin III, protein C atau S, activated protein C resistance atau
dengan lupus anticoagulan/ antibodi antikardiolipin, antikoagulan
diberikan lebih lama bahkan seumur hidup. Pemebrian antikoagulan
seumur hidup ini juga diberikan kepada pasien yang mengalami lebih
dari dua kali episode trombosis vena atau satu kali trombosis pada
kanker yang aktif.

11
7. Terapi trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik
dengan maksud supaya terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan
menyebabkan plasminogen berubah menjadi suatu enzim proteolitik yang aktif
yaitu plasmin yang dapat menghancurkan fibrin menjadi polipeptid yang dapat
larut dalam air dan lemak. Pemberian streptokinase dapat diberikan secara
sistemik atau lokal atas indikasi sumbatan pembuluh arteri atau vena. Dosis
pertama adalah 250.000 IU. Kemudian disusul 100.000 IU tiap jam selama 1
sampai 5 hari. Sedangkan bila dipakai secara lokal dosis lebih rendah, yakni
2000-4000 IU tiap menit selama kira-kira 1 jam sampai tidak lebih dari 3 jam.
Nilai waktu protrombin yang dicapai adalah 2 sampai 4 kali nilai normal.
Kombinasi terapi trombolitik dilakukan bersama denga heparin. Bila terjadi
perdarahan dapat diberikan inhibitor proteinase seperti aprotinin.
8. Kaos kaki atau balutan elastik. Bila penderita mulai turun dari tempat tidur, maka
sebaiknya dipaksakan untuk memakai kaos kaki untuk mencegah terjadinya
insufisiensi vena menahun. Kaos kaki yang dipesan menurut ukuran kaki akan
dapat mencegah terjadinya edema. Dapat pula dipakai balutan elastik tetapi hanya
untuk sementara karena lekas menajdi kendor. Bila tujuan pemakaian kaos elastik
hanya untuk mencegah terjadinya insufisiensi vena menahun, maka cukup sampai
ke lutut karena komplikasi ini tidak akan terjadi di paha. Lain halnya jika
digunakan untuk pencegahan meluasnya varises dan pada waktu pasca operasi.
Kaos kaki atau balutan elastik ini dipakai sebelum turun dari tempat tidur dan
dilepas sewaktu berbaring.
Kaos kaki elastis yang efektif untuk memperbesar aliran vena sebaiknya
mempunyai tekanan pada tumit sebesar 18 mmHg dan kemudian turun bertahap
sampai 6,5 mmHg didaerah paha. Kaos kaki tersebut harus lebih tinggi dari lutut,
karena bila hanya sampai dibawah lutut tidak akan efisien.
Setelah 3 bulan kaos kaki elastis ini dapat dikurangi pemakaiannya, dapat dipakai
tiap setengah hari bila tidak ada edema. Biasanya sesudah 6 bulan penderita tidak
perlu lagi jalan dengan memakai balutan elastis.

Terapi operatif
Perawatan non operatif sudah cukup untuk mengatasi trombosis vena, tetapi bila terapi
antikoagulan dan trombolitik tidak berhasil serta adanya bahaya gangren, maka tindakan
bedah dapat dipertimbangkan.

12
1. Ligasi vena dilakukan untuk mencegah komplikasi emboli paru. Vena femoralis
dapat diikat tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun. Tetapi tidak
menghilangkan kemungkinan terjadinya emboli paru. Bila diikat lebih tinggi lagi,
seperti pada vena femorlis komunis diatas percabangan vena safena, maka hampir
selalu diikuti oleh kegagalan vena menahun dan tidak menutup kemungkinan
akan terjadi emboli paru. Ligasi vena kafa inferior secara efektif dapat mencegah
terjadinya emboli paru, tetapi gejala statis hebat dan risiko operasi lebih besar
daripada perawatan antikoagulan atau trombolitik, jadi ligasi vena kafa inferior
hanya dilakukan bila terpaksa dan dilakukan bersama dengan pengikatan vena
spermatika atau vena ovarika.
2. Tromboektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang baik bila
dapat dilakukan segera sebelum lewat 3 hari dengan tujuan pertama untuk
mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup dan dengan
demikian mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus statis pada tungkai bawah
dan untuk mencegah emboli paru.
Dimulai dengan pengisian balon kateter Foley yang dimasukkan melalui sisi yang
sehat untuk mencegah terlepasnya sebagian dari trombus. Kemudian dimasukkan
kateter Fogarty pada sisi yang sakit sampai melampaui trombus, selanjutnya
balon diisi untuk mendorong trombus keluar melalui venotomi. Sebagai kontrol
akan terlihat darah keluar dari proksimal dan distal venotomi. Jika
memungkinkan penderita dminta untuk mengedan (prosedur valsalva) untuk
mendorong trombus keluar.
Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada trombosis vena adalah
pada kasus phlegmasia cerulea dolens, yaitu suatu kombinasi trombosis vena
dalam dengan iskemia yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan ekimosis.
Edema yang hebat dan sianosis akan terlihat pada sebagian besar tungkai. Alur
balik vena akan terhambat karena trombosis vena dalam dan perifer serta cabang-
cabangnya. Vena ileofemoral dan vena kava biasanya tersumbat.

2.7. KOMPLIKASI
Emboli paru, Trombosis vena dalam mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
trombo-emboli yang dapat menyebabkan emboli paru. Komplikasi ini sangat ditakuti karena
mortalitas yang tinggi. Trombo-emboli pada umur muda seringkali disebabkan oleh tindakan
bedah ringan seperti atroskopi atau oleh trauma vaskuler.

13
Pada emboli paru pasien umumnya mengeluh nyeri dada mendadak (seperti nyeri
peluritik), sesak napas, hemoptisis, banyak berkeringat dan gelisah. Pemeriksaan Ventilation
Perfusion (V/Q) Lung Scanning merupakan prosedur baku untuk mendiagnosis emboli paru.
Pemeriksaan ini akan memberikan hasil yaitu tidak terdapatnya gambaran perfusi sedangkan
gambaran ventilasi tampak normal atau tersebar merata. Tindakan penatalaksanaan yang
dilakukan kepada pasien emboli paru adalah bila pasien merasa kesakitan dapat diberikan
analgetika, tetapi harus hati-hati jika akan memberikan opiat pada pasien yang hipotensi. Jika
terjadi hipoksemia refrakter meskipun sudah diberikanoksigen, tindakan intubasi dan
ventilasi mekanik mungkin diperlukan, meskipun dapat memperburuk hemodinamik karena
gangguan aliran darah balik ke jantung. Pada pasien yang mengalami renjatan, pemasangan
kateter vena sentral perlu dipertimbangkan.
Antikoagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) merupakan terapi standar dan
dapat diberikan secara intravena atau subkutan. Pemberian secara subkutan dengan dosis
awal UFH 17.500 IU ( atau 250 IU/kgBB) setiap 12 jam. Antikoagulan oral dimulai
bersamaan dengan terapi heparin. Kedua obat ini diberikan selama minimal 5 hari dan
heparin dihentikan jika sudah mencapai target International Normalized Ratio (INR) di atas
2,0 selama dua hari berturut-turut. Pada pemberian heparin mupun Low Milecular Weight
Heparin (LMWH) bisa terjadi efek samping yang cukup serius yaitu Heparin Induced
Thrombocytopenia (HIT). Dan penghambat langsung trombin seperti hirudin atau lepirudin
merupakan antikoagulan yang digunakan pada pasien yang mengalami HIT.
Terapi trombolitik ini dicadangkan untuk pasien dengan gangguan sirkulasi berat
seperti hipotensi, oliguria dan hipoksemia berat. Risiko perdarahan mayor berkisar 10%.
Risiko perdarahan serebral berkisar 0,5-1,5%, terutama pada pasien usia lanjut dengan
hipertensi yang tidak terkontrol, dan pasien yang baru menjalani operasi kraniotomi atau
strok.
Kegagalan vena menahun, perjalanan penyakit trombosis vena dalam pada
ekstremitas bawah akan berlanjut sebagai berikut :
1. Akan terjadi penyembuhan, kemungkinan akibat sistem fibrinolitik alamiah. Dan
selanjutnya tetap tenang tanpa keluhan.
2. Disertai tanda dan gejala yang khas dari trombosis vena, misalnya edema, nyeri
tekan, gelisah, terkadang terjadi emboli paru. Semua keluhan ini akan berkurang
setelah beberapa waktu secara spontan atau karena pengobatan.
3. Kedua kemungkinan yang tersebut diatas selanjutnya dapat menjadi suatu
kegagalan vena menahun yaitu sebagai berikut :

14
a. Edema yang dapat hilang timbul, terlebih setelah berolahraga, tetapi
tidak progresif.
b. Edema, pelebaran vena perifer, serangan yang berulang kali dari
trombosit vena dalam atau perifer, dan disertai perubahan jaringan ikat
dari ekstremitas bawah. perubahan ini bersifat progresif yang bila tidak
ditangani secara baik akan berakhir dengan rusaknya ekstremitas
tersebut.
c. Tanda lain dari penderita dengan kegagalan vena menahun adalah rasa
nyeri yang digambarkan sebagai rasa berat pada ekstremitas, dan
berkurang bila dipakai untuk berjalan. Bila sistem kolateral telah
terbentuk maka rasa nyeri berangsur hilang.
Terapi dilakukan secara konservatif dan pembedahan. Terapi konservatif diarahkan
kepada pengurangan tekanan hemodinamika antar kapiler (elevation), penambahan tekanan
antar sel (kompresi), penambahan pertukaran cairan transkapiler (intermitten compression),
vasoactive drugs, dan penambahan tekanan osmotik antar kapiler (diuretik). Suatu kombinasi
dari dua atau semua cara tersebut merupakan terapi dasar bagi kaki yang bengkak dalam
segala bentuk.
Pembedahan hanya dilakukan pada kaki bengkak yang keadaannya buruk sekali dan
merupakan suatu terapi yang meringankan.

15

Anda mungkin juga menyukai