PENDAHULUAN
Tahap I dan II telah dilaksanakan pada tahun 1996/1997 sampai 1997/1998 untuk
seluruh daerah DKI Jakarta.
Tahap III atau Pengembangan Konservasi Terpadu Tanaman Langka dengan
RTH sebagai Zonasi Hutan Kota di DKI Jakarta merupakan kegiatan implemetasi dari
dua tahap kegiatan terdahulu. Fokus kegiatan tahap III, yaitu penanaman/pengembangan
tanaman langka yang direkomendasikan pada tahap I dan II. Penyusunan perencanaan
tata ruang terbuka hijau dan penanaman tanaman langka ini tetap memperhatikan
lansekap kota Jakarta yang ada, sehingga wujud Ruang Terbuka Hijau lebih artistik dan
memenuhi estetika sebagai ibukota negara.
Kesadaran melahirkan konsep landsekap terdorong semenjak lahan dikenal
sebagai salah satu komoditas, sedangkan rencana untuk suatu penggunaan dan
konsevasinya/perlindungannya merupakan persoalan yang sifatnya politis ataupun sosial.
Adapun penataannya bisa merupakan upaya untuk mengadaptasi ekspresi religius,
filosofis, dan artistik. Konsep yang muncul, disamping mencerminkan karakteristik
topografi lahan, lokasi tumbuhan, bangunan, material, dan sebagainya, juga dampak
historis aktivitas manusianya yang berkaitan dengan aspek dinamika sosialnya (Hinijati
P. Parmono, 1997).
Indonesia yang merupakan negara dengan beragam suku, bahasa, dan budaya
umumnya mempunyai konsep penataan ruang dan lansekap yang berorientasi tradisional,
1
dengan ciri khas kedaerahan dan masing-masing daerah memiliki pola lansekap yang
berbeda. Pada saai ini, peng-’aplikasi’-an konsep tersebut masih terkesan belum
konsisten dan agak bergeser dengan masuknya budaya asing dan pesatnya kemajuan
pembangunan, antara lain dapat dilihat pada penggunaan hardscape (material keras) dan
softscape (pohon, perdu, semak dan tanaman penutup atau ground cover) yang kurang
sesuai atau tidak seimbang. Bahkan dalam pembangunan gedung-gedung bertingkat
terkesan masih kurang memperhitungkan lingkungan yang ada.
Pada saat ini, pemanfaatan lahan tidak lagi cukup dengan mendirikan gedung
menjulang tinggi, akan tetapi juga bangunan tertanam di bawah tanah, yang umumnya
dipergunakan sebagai sarana lahan perparkiran. Memang lebih efisien ditinjau dari segi
luas lahan yang terpakai, akan tetapi bila tidak cermat dan hati-hati dalam
perencanaannya, cara ini juga dapat memunculkan persoalan baru bagi masyarakat yang
tinggal di perkotaan, yakni menurunnya permukaan dan kualitas air tanah.
Banyak gedung-gedung pencakar langit yang memenuhi pusat-pusat bisnis di
tengah kota, berupa bangunan kaca yang amat mengganggu, yang tidak hanya
memantulkan cahaya, akan tetapi juga dapat meningkatkan suhu udara. Ditambah
dengan kontribusi emisi gas karbondioksida dari kendaraan bermotor, efek samping dari
penggunaan alat-alat pendingin, masing-masing memberikan andil besar pada
pencemaran udara dan adanya ozon deplition di lapisan atmosfir. Persoalan lainnya
adalah membengkaknya ”hutan beton” dan menyusutnya hutan kota atau taman kota.
Dalam Seminar Flora Indonesia (Mei, 1993), dikemukakan gagasan segar agar
Ibukota DKI Jakarta harus ditata lingkungannya dengan lanskap yang mengutamakan
tumbuhan asli Indonesia sebagai penyusun taman, baik di halaman rumah, taman
kompleks perumahan, lingkungan pemukiman, maupun taman-taman pelindung daerah
kritis seperti pinggir-pinggir sungai, kanal, waduk, tepi jalan raya dan tepi pantai. Selain
itu, akan lebih baik lagi kalau yang ditanam adalah tanaman-tanaman yang sudah langka
dan merupakan flora khas Jakarta.
Sehubungan dengan hal tersebut, telah diumumkan usulan simbol flora yang
menjadi ciri khas masing-masing Kotamadya DT. II di Wilayah DKI Jakarta. Usulan
tersebut adalah sebagai berikut; Kotamadya Jakarta Pusat memilih buah Menteng
(Bacaurea rasemosa (Bl.) M.A.); Jakarta Utara buah Nyamplung (Calophyllum
inophyllum L.); Jakarta Barat bunga Anggrek; Jakarta Selatan buah Rambutan Rafiah
2
(Nephelium lappaceum L.); dan Kotamadya Jakarta Timur memilih Bambu Apus
(Gigantochloa apus (Bl. ex. Schulff) Kurt).
Adanya keterbatasan lahan, harga lahan yang sangat tinggi serta faktor sosial
ekonomi lainnya, maka pembebasan-pembebasan lahan untuk keperluan perluasan dan
penataan Ruang Terbuka Hijau semakin lama semakin sulit untuk dilaksanakan.
Untuk mengatasi keadaan (persoalan-persoalan) di atas, maka RTH kota yang
ada di DKI Jakarta saat ini perlu disusun kembali rencana penataan ruangnya, dengan
mempertimbangkan berbagai aspek-aspek artistik, estetika, sosial, religius, lingkungan
dan bila perlu dapat dikembangkan sebagai bahan percontohan bagi acuan konsep
lansekap nasional. Sehingga benar-benar dapat berperan sebagai paru-paru kota, tempat
rekreasi, dan tempat hunian penduduk yang nyaman. Disamping itu, dapat berfungsi
juga sebagai penyeimbang ekologis/lingkungan dan pengembangan serta pelestarian
plasma nutfah flora Indonesia.
1.2.1. Maksud
Maksud dari kegiatan Tahap III sebagai Pengejawantahan Teguh Beriman di DKI
Jakarta adalah melakukan implementasi penanaman tanaman langka khas Jakarta dengan
mempertimbangkan berbagai aspek fisik (tanaman langka dan kondisi lingkungannya
berdasarkan studi tahap I dan II) dan non fisik (Perda, UU, sosial, artistik dan estetika
kota) untuk menciptakan hutan kota yang seimbang dan ideal serta yang sejalan dengan
motto DKI Jakarta.
1.2.2. Tujuan
3
- Ketua Tim Pelaksana : Dr. Mahfud Arifin, Ir., MS.
- Tenaga Ahli Budidaya Tanaman : Deddy Widayat, Ir., MS
- Tenaga Ahli Evaluasi Lahan : Daud S. Saribun, Ir.
- Asisten Ahli : 1 Orang
- Tenaga Lapangan : 2 Orang
- Nara Sumber : Herman Soeriaatmadja, Ir., MSc.
4
Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional dalam rangka eksplorasi dan pengumpulan
tanaman langka di Indonesia.
Kegiatan ini juga sangat menunjang “Gerakan Sejuta Pohon” sebagai penjabaran
dari Keppres No. 20/1992 tentang Program Penghijauan Nasional. Sedangkan
sehubungan dengan konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (United Nation
Convention on Biological Diversity) yang diadakan di Rio de Zeneiro tahun 1992 dengan
Undang Undang No. 5 Tahun 1994, kegiatan pelestarian tanaman langka di DKI ini
menjadikan salah satu upaya pemerintah Indonesia dalam melaksanakan Konvensi PBB
tersebut.
Kegiatan pelestarian tanaman langka di DKI Jakarta ini dilakukan dengan
melalui kerjasama antar instansi (mitra kerja) dan dengan masyarakat sekitar. Sebagai
pengejawantahan kerjasama antar instansi, Lembaga Penelitian Unpad sebagai
pelaksanan kegiatan ini telah melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Dinas
Pertamanan DKI Jakarta, khususnya dengan Seksi Taman Wisata dan Seksi Perancangan
Taman.
5
II. METODOLOGI
2.2. Penanaman
Penanaman di areal hutan kota yang melibatkan masyarakat dan mahasiswa
dilakukan berdasarkan rekomendasi dari hasil survai dan studi pustaka. Di satu
hamparan hutan kota yang jadi objek penanaman tanaman langka ditanami oleh berbagai
jenis tanaman langka khas Jakarta yang sesuai dan mengarah ke mini arboretum. Hutan
kota yang ditamani ini mempunyai kemungkinan berbeda keragaman jenis tanaman
langkanya.
Penanaman dilakukan pada awal musim penghujan Tahun 1999, yaitu untuk
menjamin keberadaan air bagi pertumbuhan awal tanaman.
Didalam kegiatan penanaman ini, terhadap lahan diperlakukan seperti halnya
penanaman untuk tanaman pertanian, yaitu dilakukan pemberian pupuk dasar anorganik
dan pupuk organik, pemberian ajir kayu, serta di sekeliling areal pertanaman dipagar
untuk menghindari gangguan-gangguan, khususnya binantang-binatang dan tangan-
tangan jahil manusia.
Disamping pertanaman utama, penanaman juga dilakukan pada bidang tanah
khusus untuk tanaman cadangan, dimana setelah beberapa waktu dari penanaman ( 1-2
minggu) dilakukan pengontrolan (pengamatan), apabila dijumpai terdapat tanaman-
tanaman yang mati, dilakukan penyulaman yang tanaman sulamannya berasal dari
pertanaman cadangan.
6
III. KONDISI FISIK LINGKUNGAN PERTANAMAN
Berdasarkan hasil konsultasi dengan mitra kerja yaitu Dinas Pertamanan DKI
Jakarta dan hasil inventarisir lahan-lahan potensial untuk pengembangan pertamanan
dalam studi Tahap II, maka areal/lokasi pertanaman ditetapkan di bagian sisi/pinggiran
Danau Sunter Jakarta Utara.
3.1. Iklim
3.1.1. Curah Hujan
Lahan yang dijadikan sebagai areal pertanaman beberapa tanaman langka dan
tanaman penghijauan/kehutanan dalam kegiatan Kelestarian Tanaman Langka
Terpadu dengan Ruang Terbuka Hijau sebagai Pengejawantahan Teguh Beriman
di DKI Jakarta Tahap III ini ditetapkan di lahan yang menjadi wilayah pengawasan
BP3L (Badan Pengawas Pelaksanaan Pengembangan Lingkungan) Sunter, yaitu berada
di salah satu bagian teras (pinggir) Danau Sunter, Jakarta Utara. Menurut Peta
Klimatologi Jawa dan Madura (Oldeman, 1975), lokasi ini termasuk mempunyai tipe
curah hujan D4, yaitu jumlah bulan basah (> 200 mm/bulan) dalam setahunnya hanya 3
bulan, sedangkan jumlah bulan kering (<100 mm/bulan) dalam setahunnya terdapat 8
bulan (Tabel 1. / Stasiun Iklim Tanjung Priok data rata-rata curah hujan 10 tahun). Rata-
rata curah hujannya adalah 1646,2 mm/tahun. Menurut kriteria Koppen wilayah ini
termasuk tipe As, yaitu iklim dengan tipe Hujan Tropika, tetapi masih mempunyai
periode kering (curah hujan < 60 mm/bulan), sedangkan menurut kriteria Schmidt-
Ferguson, daerah ini tergolong mempunyai curah hujan kelas E, dimana rata-rata
jumlah bulan kering seimbang dengan rata-rata jumlah bulan basah (masing-masing 4
bulan), atau nilai Q = 1.
Berdasarkana data curah hujan tahunan seperti tersebut di atas, maka di wilayah
sekitar Tanjung Priok (termasuk sekitar Danau Sunter), masih kekurangan jumlah curah
hujan untuk pengembangan beberapa tanaman penghijauan/kehutanan dan tanaman
langka seperti Bobondelan, Lowa, Luwing, Tisuk, Dali, Arum Dalu, dan sebagainya,
disebabkan jumlah curah hujan tahunannya masih kurang dari 2000 mm. Terlebih lagi
untuk wilayah hujan Tanjung Priok, jumlah bulan keringnya (curah hujan < 75 mm/
bulan) lebih dari 4 bulan. Untuk itu pada daerah-daerah ini tanaman penghijauan/
7
kehutanan dan tanaman langka yang akan dikembangkan perlu disesuaikan dengan
keadaan curah hujan yang ada.
Bulan CH (mm) HH
Januari 469.1 19.9
Februari 290.7 19.2
Maret 198.8 15.8
April 84.1 11.2
Mei 66.0 10.6
Juni 24.0 5.0
Juli 32.0 4.6
Agustus 38.5 10.0
September 48.0 7.8
Oktober 61.0 8.3
November 67.4 9.9
Desember 266.6 16.7
Tahunan 1646.2 139.0
Sumber : Stasiun Iklim Tanjung Priok
500
450
400
350
300
CH (mm)
250
HH
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
8
Tabel 2. Data Elemen Iklim Lain di Sekitar Lokasi Pertanaman Danau Sunter
Elemen Iklim Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des Rata-rata
Temp. rata2C 26.8 27.0 27.8 28.3 28.7 28.2 28.1 28.0 28.0 28.1 28.0 27.3 27.86
Temp. maxC 30.1 30.7 32.4 33.1 34.1 33.6 33.5 33.4 33.8 33.3 32.5 31.1 32.63
Temp. minC 24.5 24.3 24.4 24.9 25.0 24.6 24.3 24.4 24.7 25.0 24.5 24.5 24.59
Radiasi Matahari (%) 34.1 40.7 63.4 67.3 70.0 69.7 80.2 69.7 69.4 57.0 48.3 32.9 58.56
Kelembaban rata2 (%) 81.3 80.2 76.3 75.6 75.8 74.0 72.0 72.2 69.8 71.5 74.2 79.7 75.22
Kec.angin rata2(m/det) 9.4 10.3 6.1 6.5 6.9 6.9 8.7 8.7 8.0 7.2 7.0 8.3 7.83
Sumber : Stasiun Iklim Tanjung Priok
Tabel 3. Data Hasil Analisis Contoh Tanah dari Lokasi Demplot Sunter
9
maka status kesuburan untuk masing-masing unsur kedua contoh tanah tersebut adalah
seperti disajikan pada Tabel 4.
Mengkaji data hasil penilaian kandungan unsur hara tersebut, terlihat bahwa
tanah asli ternyata relatif lebih baik dibandingkan dengan tanah timbunan, dimana
kandungan unsur-unsurnya sebagian besar berkisar tinggi sampai sangat tinggi, dan pH
tanahnya juga netral. Namun ada satu parameter analisis yang sedikit banyak akan
menjadi kendala utama bagi kelangsungan hidup tanaman bila ditanam pada lahan tanah
asli ini, yaitu tingkat salinitasnya (ditunjukkan dengan parameter DHL) tergolong tinggi.
Bila dihitung, kejenuhan Natrium tanah ini mencapai 3 sampai 5,46 persen. Berdasarkan
hal ini dapat diduga bahwa tanah asli di sekitar danau Sunter ini telah terintrusi oleh air
laut, atau air resapan air danau yang telah mengandung bahan-bahan limbah rumah
tangga atau industri.
Namun demikian, sebagaimana dijelaskan di atas, sebagian besar lahan sekitar
danau Sunter Utara ini telah ditimbun oleh tanah yang berasal dari tempat lain. Hanya
saja disebabkan kandungan unsur haranya yang relatif lebih miskin, maka bila akan
dikembangkan untuk lahan pertanaman tanaman rekreasi, perlu mendapatkan perlakuan
penambahan pupuk terlebih dahulu, terutama pupuk N.
10
Tabel 5. Data Hasil Analisis Contoh Air Danau Sunter
KIMIA
1. Boron (B) mg/l - 0.00
2. Kadmium (Cd) mg/l 0.10 0.00
3. Kesadahan (CaCO3) mg/l - 111.00
4. Klorida (Cl) mg/l - 210.00
5. Kromium Total (Cr) mg/l 1.00 0.00
6. Mangan (Mn) mg/l 2.00 0.30
7. Nikel (Ni) mg/l 0.50 0.00
8. Natrium (Na) mg/l 60.00 156.00
9. pH - 4.8-8.5 7.28
10. Residual Sodium Carbonat (RSC) mg/l - 2.09
11. Sodium Absorption Ratio (SAR) - 18.00 6.44
12. Seng (Zn) mg/l 1.00 0.23
13. Sulfat (SO4) mg/l - 68.00
14. Tembaga (Cu) mg/l 0.10 0.01
15. Timbal (Pb) mg/l 1.00 0.06
16. % Na - - 71.68
17. K mg/l - 18.00
LAIN-LAIN
1. Karbondioksida (CO2) Agresif mg/l - 30.00
2. Bikarbonat (HCO3) mg/l 1.00 263.00
Sesuai dengan data hasil analisis contoh air danau di atas, terlihat bahwa terdapat
beberapa parameter terukur yang dapat menjadi faktor penghambat bagi pertumbuhan
tanaman. Parameter-parameter tersebut terdiri atas Kesadahan mencapai 111 mg/l;
Klorida mencapai 210 mg/l; Natrium (156 mg/l); Sulfat (68 mg/l), serta Karbondioksida
agresif mencapai 30 mg/l. Parameter-parameter tersebut melebihi standar baku mutu
untuk pengairan lahan-lahan pertanian (tanaman), namun demikian secara umum tidak
terlalu berbahaya bila diaplikasikan bagi pengairan pertanaman. Hal ini diperkuat
dengan bukti bahwa penduduk atau warga yang mengusahakan lahan untuk pertanian di
sekitar danau tersebut pun mempergunakan air danau untuk pengairan tanamannya, dan
ternyata tanaman dapat tumbuh dengan cukup baik.
IV. PELAKSANAAN KEGIATAN
11
Sehubungan dengan keterbatasan dana yang tersedia, maka pelaksanaan dari
kegiatan tahap III ini hanya dapat dilaksanakan di satu lokasi, sesuai dengan saran dari
Dinas Pertamanan DKI Jakarta terdahulu, yaitu di lahan sekitar Danau Sunter Jakarta
Utara. Untuk pelaksanaan kegiatan ini dialokasikan lahan seluas 500 m2 di sisi bagian
Selatan Danau Sunter.
4.1. Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan dikonsentrasikan pada pengumpulan data sekunder dan
peta-peta yang mempunyai hubungan dengan kegiatan tahap III. Pengumpulan data
sekunder dan peta-peta meliputi :
- Laporan dan peta hasil studi tahap I dan II mengenai Kelestarian Tanaman Langka
terpadu dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
- Laporan identifikasi dan inventarisasi tanaman langka di DKI Jakarta oleh instansi
terkait ( Dinas Pertanian, Dinas Pertamanan, dan Dinas Kehutanan),
- Laporan pembibitan tanaman langka di DKI Jakarta
- Laporan dan peta pelaksanaan atau perencanaan penghijauan di DKI Jakarta
- Peta hutan kota di DKI Jakarta
Di samping laporan dan peta, dalam persiapan ini dilaksanakan pula penyusunan
tim pelaksana, penyediaan bahan dan peralatan, dan pengurusan perizinan.
Dalam persiapan ini juga sudah diperoleh informasi mengenai jenis tanaman
langka khas DKI Jakarta yang masih bertahan (eksisting), juga penyebarannya.
4.2. Pelaksanaan
Pada bagian pelaksanaan ini, kegiatan dikonsentrasikan pada penanaman bibit
tanaman yang telah disiapkan. Penanaman dilakukan di lahan bagian sisi Danau Sunter
Jakarta Utara. Tata letak tanaman disusun sedemikian rupa sehingga selain memiliki
nilai estika yang memadai, bersifat arboretum, dapat difungsikan sebagai hutan
pendidikan, dan selain itu juga pertanaman ini dijadikan sebagai demplot percobaan.
Tata letak masing-masing tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9*) 10 11
I II III I II III I II III I II III I II III I II I II I II III I II I II I
B C C B B D B D B A C B C B A B D B D C B B D C C B D
C A D A C C A C A D A C A C D C B C B B C A C D B D B
D B A D A B D B D C D D B D B D C D C A D D B A A C C
A D B C D A C A C B B A D A C A A C A D A C A B D A A
Keterangan
1. Tanjung 2. Ketapang3. Salam 4. Daun Saputangan 5. Nyamplung
6. Gowok 7. Bintaro 8. Glodogan 9. Namnam 10. Gandaria
11. Buni
*)
Sebagian besar mati, disulam dengan tanaman Menteng.
A = tanpa diberi pupuk kandang; B = diberi pupuk kandang dengan dosis 5 kg; U
C = diberi pupuk kandang dengan dosis 10 kg; dan D = diberi pupuk kandang dengan dosis 15 kg
Gambar 2. Tata Letak Penanaman Tanaman Langka di Sisi Danau Sunter Jakarta Utara
13
Jenis tanaman langka yang ditanam lebih kurang terdiri atas 13 (dua belas) jenis
tanaman langka dan masing-masing jenis jumlahnya bervariasi, mulai dari 8 pohon,
sampai 27 pohon. Bibit-bibit pohon yang ditanam tersebut yaitu Bintaro (Cerbera
odollam Gaerta), Buni (Antidesma bunius), Gandaria (Bouea macrophylla Griff.),
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.), Nam Nam (Cynometra cauliflora L.), Salam
(Syzygium polyanthum Wight.), Tanjung (Mimusops elengi L.), Katapang, Glodogan,
Kupa/Gowok (Syzygium polycephalum), Daun Saputangan (Maniltoa grandiflora), dan
Menteng (Bacaurea rasemosa).
Adapun karakteristik botanis dan habitat dari beberapa tanaman yang ditanam
tersebut adalah sebagai berikut :
14
Kayunya ringan dengan BJ 0.4 cm3/gr berwarna putih kelabu, lunak yang dalam
klasifikasi keawetan termasuk kelas V. Kayu Bintaro biasanya dibuat arang yang
bermutu baik dan dahulu arang dari kayu ini digunakan sebagai bahan mesiu. Akarnya
dapat dipakai obat pencahar.
Bijinya menghasilkan minyak yang dapat dipakai untuk lampu. Juga
dipergunakan sebagai obat pilek, insektisida, dan obat rematik. Racun bijinya dapat
digunakan untuk meracuni ikan. Daun muda Bintaro yang sudah dimasak dapat dimakan
sebagai lalap yang juga berhasiat sebagai obat pencahar.
15
berumah dua ataupun berumah satu. Berumah dua, artinya bunga-bunga jantan atau
benangsari dan bunga-bunga betina atau bakal buah terdapat pada dua pohon yang
berlainan. Pada tanaman yang berumah dua, dijumpai sebuah sebagai pohon jantan
penghasil benangsari saja, dan sebuah pohon betina penghasil bakal buah saja.
Benangsari ataupun bakal buah yang tidak mengalami penyerbukan bunga menjadi
rontok. Pohon Buni yang berumah satu artinya pada satu pohon terdapat bunga-bunga
jantan dan bunga-bunga betina. Pada Pohon Buni, bunga-bunga yang tersusun dalam 2
sampai 3 tandan - yang kadang-kadang bercabang - muncul dari ketiak-ketiak daun pada
ranting. Masa berbunga kemudian diikuti dengan masa berbuah tanaman ini terjadi pada
bulan-bulan September dan Oktober atau Februari dan Maret. Tandan buah Buni
panjangnya 6 sampai 20 centimeter.
16
“gordah” yang berarti pohon tempat berteduh. Pertumbuhan pohon ini relatif lambat,
pada umur 4 tahun dari biji hanya mencapai tinggi 2 m.
Bunga Gandaria berukuran kecil, sehingga disebabkan tajuknya yang rimbun
dengan ukuran daun yang besar, bunga ini nyaris tidak nampak, kecuali bila
diperhatikan. Bunga-bunga tersebut muncul di antara Bulan Juli - Nopember dan buah
dipanen pada Bulan Maret - Juni. Yang masak berwarna kuning, sebesar bola pimping.
Tiap buah Gandaria hanya menghasilkan satu biji saja, biji-biji inilah yang
dipergunakan untuk memperbanyak diri. Bila akan dikecambahkan, biji-biji tersebut
harus segera ditanam setelah kulit dan daging buahnya dibuang, disebabkan daya
kecambahnya cepat hilang. Dengan biji ini bibit Gandaria dapat diperoleh secara besar-
besaran, karena proisentasenya perkecambahannya yang tinggi. Selain dengan biji,
Gandaria dapat diperbanyak dengan melalui cangkok dan sambungan. Bibit-bibit
memerlukan naungan sebelum mampu menahan terpaan sinar matahari.
17
Madura), Kuwanjo (Bali), Namo-Namo (Ternate), Klamuse (Buru), Arepa (Bugis), Puci
Anggi (Bima).
Nam Nam dapat tumbuh hampir di semua daerah yang beriklim tropis, terutama
daerah yang terbuka datar. Tanaman Nam Nam memiliki tajuk yang bulat dan rimbun.
Tinggi pohon ini dapat mencapai 5 sampai 12 meter, dengan diameter 30 - 50 cm,
percabangan terletak dekat dengan pangkal batang atau setinggi 2 - 3 m dari permukaan
tanah.
Kulit batangnya berwarna abu-abu kecoklatan, penuh dengan benjol-benjol
tempat bunga keluar. Bunga muncul terutama dari bagian batang yang dekat dengan
tanah, dapat juga muncul dari batang bagian atas pada percabangan. Tanaman yang
terpelihara dengan baik akan menbentuk tajuk yang bagus, dengan percabangan banyak
dan rindang. Daun berbentuk oval dengan panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 5 cm berwarna
kemerahan ketika masih muda dan hijau cerah jika sudah tua. Buah Nam Nam
menempel pada batang sampai bagian yang dekat permukaan tanah. Bentuk buah tidak
simetris, menyerupai kerang (seperti huruf D) dengan permukaan yang tidak rata.
Buah Nam Nam berbiji satu, ada juga yang berbihji dua. Bentuk bijinya agak
pipih dengan panjang 3,5 - 6,5 cm, lebar 2 - 4 cm berkeping dua.Keping biji agak tipis
berwarna kekuning-kuningan, selaputnya berwarna coklat tua dan tipis.
18
buah jambu bol, yaitu bulat panjang. Bentuk buah ini memang jauh sekali berbeda dan
tidak menyerupai jambu air, atau jambu bol, ataupun jambu biji. Bentuk buah gowok
bulat seperti gundu, besarnyapun sebesar gundu yang besar. Warnanya bila sudah cukup
masak menjadi ungu kehitam-hitaman, seperti warna buah manggis yang masak,
sedangkan sewaktu masih muda, buah ini warnanya hijau seperti jambu hijau.
Pohon gowok yang subur biasanya berdaun rimbun, sehingga cocok sekali untuk
dijadikan pohon pelindung. Daunnya lebar-lebar seperti daun jambu bol. Daunnya
tumbuh berhadap-hadapan yang satu dengan yang lain pada ranting daun, sedangkan urat
daunnya nyata sekali kelihatan seperti halnya daun jambu biji.
Buah gowok masak rasanya manis, tetapi ada juga yang masam. Buah yang
sudah masak dapat langsung dimakan. Rasanya yang manis-manis masam akan lebih
segar apabila dimakan di siang hari. Buah gowok dapat juga dibuat selai untuk makan
roti, ataupun minuman anggur. Buah ini sering pula didapati pada rujak, sebagai
campuran dengan buah-buahan lainnya.
Buah gowok di pohonnya tumbuh dengan bergerombol pada tangkai buah. Setiap
tahun gowok hanya berbuah lebat pada bulan September dan Oktober yaitu pada
permulaan musim hujan. Dua bulan sebelumnya, pohon gowok akan berbunga lebat. Di
dalam buah gowok terdapat biji yang bentuknya bulat agak pipih seperti batu ginjal.
Biji buah gowok yang matangnya sempurna dapat dipakai orang untuk
memperbanyak tanaman ini. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan okulasi di
atas pohon (cangkokan). Sebelum ditanam ditempat yang dikehendaki, tanaman muda
gowok lebih baik kalau ditanam ditempat persemaian terlebih dahulu. Sebelumnya tanah
persemaian ini harus digemburkan dan diberi pupuk kandang secukupnya. Sesudah
beberapa lama tumbuh di temapt persemaian, jika perakarannya sudah mulai tumbuh,
baru tanaman itu dipindahkan ke tempat yang dikehendaki. Hasilnya akan sangat
memuaskan, bila pohon gowok ditanam dalam jarak 10 x 10 meter atau 10 x 12 meter.
Tanaman yang terpelihara dengan baik serta ditanam pada tempat yang sesuai,
dapat mencapai tinggi sampai 12 meter. Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman
gowok mempunyai persyaratan yaitu harus ditanam di daerah dataran rendah ataupun di
daerah pegunungan yang tingginya tidak lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Syarat lainnya adalah harus ditanam di daerah yang beriklim basah. Tanaman gowok
jarang sekali ditanam orang secara besar-besaran di dalam kebun seperti buah-buahan
19
lain, karena harganya tidak seberapa. Buah gowok juga jarang sekali dijual orang di
pasar, tidak seperti buah jambu dan buah-buahan lain.
20
antara 8 sampai 24 lubang tanam, disamping juga pada beberapa lubang khusus, ditanam
sebagai cadangan (untuk tambal sulam bila mengalami layu/mati).
4.3. Pertanaman
Dalam penanaman secara uji coba ini, dirancang pola percobaan dengan metode
Rancangan Acak Kelompok dimana setiap jenis tanaman merupakan satu percobaan
tersendiri walaupun lokasinya berada dalam satu kelompok atau satu lahan.
Perlakuan yang diaplikasikan terdiri dari ; A = tanpa diberi pupuk kandang; B =
diberi pupuk kandang dengan dosis 5 kg; C = diberi pupuk kandang dengan dosis 10 kg;
dan D = diberi pupuk kandang dengan dosis 15 kg. Setiap perlakuan tanaman diulang
bervariasi antara 2 sampai 6 kali ulangan. Sedangkan untuk pupuk dasar diberikan 40 gr
pupuk N, 20 gr pupuk P, dan 20 gr pupuk K untuk masing-masing tanaman. Untuk
pencegahan hama, tanaman disemprot dengan insektisida Basudin.
Sehubungan dengan lahan yang tersedia untuk uji coba ini terbatas, maka jarak
tanam yang digunakan adalah antar perlakuan 1,5 m; jarak antar ulangan dan percobaan
yang satu dengan percobaan yang lainnya 2 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40
cm x 40 cm x 40 cm. Pembuatan lubang dilakukan pada akhir bulan Desember 1997.
Penanaman dilakukan pada awal bulan Januari 2000. Selanjutnya dilakukan
pemeliharaan yang meliputi penyiraman, penyulaman, pengendalian organisme
pengganggu (hama, penyakit, dan gulma). Pengendalian hama dan penyakit disesuaikan
dengan kondisi ada atau tidaknya organisme tersebut. Sampai dua minggu setelah tanam,
tanaman yang mati disulam, sedangkan tanaman yang mati setelah dua minggu tidak
dilakukan penyulaman. Hal ini didasari asumsi bahwa tanaman yang mati sebelum dua
minggu kemungkinan disebabkan oleh kerusakan pada saat pengangkutan bibit, atau
kerusakan pada saat penanaman, sedangkan apabila tanaman mati setelah dua minggu
kemungkinan besar tanaman tersebut tidak cocok/tidak mampu beradaptasi dengan
kondisi setempat.
Penelitian tingkat pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap beberapa aspek,
yaitu tinggi pohon/tanaman, tunas atas, tunas cabang, tunas batang, daun muda dari
tunas, cabang pohon, dan pengamatan penunjang seperti tampilan tanaman, serangan
hama dan penyakit, gulma yang tumbuh dan lain sebagainya.
Adapun tata letak percobaan adalah seperti disajikan pada Gambar halaman
berikut.
21
4.4. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyiraman, pemupukan, penyemprotan
hama-penyakit, penyiangan/pemberantasan gulma, penyulaman tanaman-tanaman yang
mati dan lainnya.
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam pemeliharaan demplot tanaman langka
ini meliputi pupuk NPK, Insektisida, Pupuk Daun, dan Herbisida. Kegiatan
pemeliharaan ini ditangani tenaga lapangan dan beberapa pekerjanya.
22
V. HASIL PENGAMATAN
5.1. Umum
Setelah 1 bulan penanaman, maka mulai dilakukan pengamatan terhadap tingkat
pertumbuhan dan keadaan tanaman. Pengamatan selanjutnya dilakukan setiap 2 minggu
sekali (mengingat tanaman yang ditanam merupakan tanaman tahunan).
Keadaan tampilan pertumbuhan tanaman khususnya Nam Nam dan Gowok
kurang begitu baik, bahkan beberapa di antaranya mati, yang mengindikasikan kedua
jenis tanaman kurang dapat beradaptasi dengan baik (kemungkinan lain dapat
disebabkan terendam banjir), sedangkan untuk tanaman lainnya tumbuh baik, terutama
Bintaro, Ketapang, dan Glodogan.
Disamping itu terdapat beberapa tanaman Tanjung hilang dicabuti oleh petugas
penunggu lahan setempat untuk ditempati ‘gubuk tunggu’nya.
Hama yang menyerang tanaman teridentifikasi berupa ulat daun dan belalang.
Hama-hama ini terutama menyerang daun-daun tanaman Ketapang, Glodogan, Gowok,
dan Salam. Gangguan hama ini diatasi dengan penyemprotan insektisida Desin dengan
dosis 2 cc/l. Sedangkan untuk serangan penyakit, sampai laporan ini ditulis tidak
dijumpai pada tanaman-tanaman yang ditanam.
Jenis gulma yang tumbuh di lokasi pertanaman didominasi oleh rumput teki
(Cyperus rotundus dan Cyperus kilingia), Grintingan (Cynodon dactylon), Jukut Pahit
(Axonopus compressus), Carulang (Eleusine indica, dan Jampang pahit (Paspalum
conjugatum). Dijumpai pula gulma yang berdaun lebar yaitu Putri Malu (Mimosa
pudica), Euporbia hirta, Wedusan (Ageratum conyzoides), dan lain-lain. Gangguan bisa
diatasi dengan penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah
tanam.
Hasil pengamatan terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 1 bulan setelah
tanam menunjukkan bahwa belum terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.
Demikian juga untuk aspek pertumbuhan tanaman lainnya seperti pemunculan tunas
atas, tunas cabang, tunas batang, dan daun muda dari tunas, diantara perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan yang jelas. Pada satu ulangan, perlakuan pemberian pupuk
kandang sampai 15 kg menunjukkan kenampakkan yang lebih baik daripada perlakuan
yang lain untuk satu jenis tanaman. Namun pada bagian ulangan lainnya sebaliknya
23
pemberian pupuk kandang sampai dosis tersebut lebih jelek pertumbuhannya. Demikian
juga untuk perlakuan-perlakuan yang lainnya.
Hal ini disebabkan respon tanaman terhadap pupuk kandang pada umumnya
lambat tetapi akan berpengaruh dalam waktu yang panjang. Disamping pupuk kandang
itu sendiri relatif lambat dalam melepaskan unsur-unsur hara yang dikandungnya. Hal
lain yang menyebabkan keadaan demikian adalah bahwa, perakaran tanaman dari bibit-
bibit tanaman yang ditanam pun masih relatif belum jauh menjalar, sehingga pengaruh
pupuk kandang masih relatif sama.
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengamatan terhadap aspek-aspek
pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Lampiran Daftar Angka Hasil Pengamatan.
Tanaman Tanjung
Hasil empat kali pengamatan terhadap komponen-komponen tumbuh seperti
tinggi tanaman, tunas-tunas, cabang, dan daun menunjukkan bahwa untuk tanaman
Tanjung terdapat kecenderungan tanaman-tanaman yang diberi pupuk kandang 10 kg
(perlakuan C) lebih baik pertumbuhannya dibandingkan dengan yang tanpa pupuk
kandang dan yang diberi pupuk kandang 5 kg atau 15 kg. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan pupuk kandang sampai 15 kg tidak efektif bagi penambahan pertumbuhan
tanaman Tanjung.
Tanaman Katapang
24
Untuk tanaman Katapang, perlakuan pupuk kandang yang memberikan hasil
yang terbaik bagi komponen-komponen pertumbuhan yang diukur ternyata adalah
perlakuan D (pemberian pupuk kandang 15 kg). Kondisi ini menunjukkan bahwa
tanaman/pohon Katapang cukup respon terhadap unsur-unsur hara yang disuplai oleh
pupuk kandang.
Tanaman Gandaria
Untuk tanaman Gandaria, empat perlakuan pupuk kandang yang diaplikasikan
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini kemungkinan disebabkan Tanaman
Gandaria mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup lebar terhadap berbagai
lingkungan hidupnya, sehingga dengan demikian tanaman tanpa pupuk kandang pun
mampu bersaing dengan tanaman-tanam yang diberi perlakuan sampai 15 kg.
Tanaman Buni
Bagi Tanaman Buni, perlakuan dengan pemberian pupuk kandang 15 kg
memberikan pengaruh yang nyata dan paling baik terhadap berbagai komponen
pertumbuhannya. Sama halnya dengan tanaman Katapang, Tanaman Buni ini juga
ternyata sangat respon terhadap keberadaan pupuk kandang. Pupuk kandang dapat
memperbaiki struktur tanah ke arah yang lebih porous, sehingga akar tanaman akan lebih
leluasa berkembang, dan secara tidak langsung akan meningkatkan pertumbuhan bagian
atas tanaman.
Tanaman Glodogan
25
Untuk pertanaman tanaman Glodogan, kondisi pertumbuhan dari keempat
kelompok tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang jelas, baik pemberian pupuk
kandang 5, 10, dan 15 kg, atau bahkan dengan yang tanpa pupuk kandang. Hal ini
kemungkinan sama halnya dengan tanaman Gandaria, dimana tanaman Glodogan
mempunyai daya adaptasi yang lebar dari segi lingkungan hidupnya sehingga tanaman
yang tanpa pupuk kandang pun tumbuh dengan baik dan dapat bersaing dengan yang
diberi perlakuan pupuk kandang.
Tanaman Bintaro
Demikian juga untuk tanaman Bintaro, antar keempat perlakuan tidak
memberikan perbedaan pengaruh yang nyata. Tanaman dengan pemberian pupuk
kandang 5, 10 dan 15 kg tidak berbeda dengan tanaman yang tidak diberi pupuk
kandang. Hal ini sama juga dengan tanaman Glodogan dan Gandaria, yaitu mempunyai
daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan, terlebih lagi bahwa tanaman Bintaro ini
merupakan salah satu tanaman ciri khas Jakarta, sehingga tanaman tanpa pupuk kandang
pun dapat tumbuh sama baiknya.
Tanaman Salam
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tanaman Salam, terdapat kecenderungan
bahwa pemberian pupuk kandang lebih dari 5 kg per tanaman tidak berpengaruh lebih
baik daripada dengan perlakuan pemberian pupuk kandang 5 kg, bahkan cenderung
menurun kembali tingkat pertumbuhannya. Oleh karena itu untuk pertanaman tanaman
Salam cukup dilakukan dengan pemberian pupuk kandang 5 kg.
Tanaman Nyamplung
26
Tanaman Nyamplung yang ditanam menunjukkan ada kecenderungan
pertumbuhan tanaman yang diberi perlakuan pupuk kandang 10 kg (perlakuan C) lebih
baik dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Hal ini berarti pemberian pupuk
kandang 10 kg ini adalah jumlah pupuk kandang maksimum yang diberikan untuk
tanaman ini. Pemberian pupuk kandang lebih dari dosis ini cenderung sudah tidak efektif
lagi.
Tanaman Kupa
Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan tanaman Kupa menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian pupuk kandang 10 kg adalah perlakuan yang memberikan hasil
yang paling baik dibanding ketiga perlakuan lainnya. Sama halnya dengan Nyamplung,
pemberian pupuk kandang 10 kg ini adalah jumlah pupuk kandang maksimum yang
diberikan untuk tanaman ini. Pemberian pupuk kandang lebih dari dosis ini cenderung
sudah tidak efektif lagi.
27
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan KELESTARIAN TANAMAN LANGKA TERPADU
DENGAN RUANG TERBUKA HIJAU SEBAGAI PENGEJAWANTAHAN TEGUH
BERIMAN DI DKI JAKARTA Tahap III ini dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Secara umum, tanaman-tanaman yang ditanam menunjukkan tingkat pertumbuhan
yang relatif baik, dimana sebagian besar tanaman dapat beradaptasi dengan
lingkungan lokasi pertanaman, kecuali Nam Nam dan Gowok yang agak terhambat
pertumbuhannya.
2. Hama yang menyerang tanaman teridentifikasi berupa ulat daun dan belalang.
Hama-hama ini terutama menyerang daun-daun tanaman Ketapang, Glodogan,
Gowok, dan Salam. Sedangkan untuk serangan penyakit, tidak dijumpai pada
tanaman-tanaman yang ditanam. Disamping itu terdapat beberap gulma yang cukup
mengganggu lahan pertanaman. Gulma yang dominan adalah rumput teki (Cyperus
rotundus dan Cyperus kilingia), Grintingan (Cynodon dactylon), Jukut Pahit
(Axonopus compressus), Carulang (Eleusine indica, dan Jampang pahit (Paspalum
conjugatum). Dijumpai pula gulma yang berdaun lebar yaitu Putri Malu (Mimosa
pudica), Euporbia hirta, Wedusan (Ageratum conyzoides), dan lain-lain.
3. Dari keempat perlakuan dosis pupuk kandang yang diaplikasikan, maka pemberian
sampai 5 kg pupuk kandang pertanaman sudah cukup (paling) baik bagi tanaman
Salam, pemberian pupuk kandang 10 kg paling baik untuk tanaman-tanaman
Tanjung, Nyamplung, dan Kupa; dan yang paling respon terhadap pemberian pupuk
kandang sampai 15 kg per tanaman adalah Katapang, dan Buni. Adapun untuk
tanaman-tanaman lainnya, variasi perlakuan yang diaplikasikan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata.
4. Ketidakadaan respon beberapa tanaman terhadap perlakuan pupuk kandang dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
- Kemungkinan disebabkan pupuk kandang relatif lambat dalam mensuplai unsur
hara ke dalam tanah.
28
- Lebarnya/tingginya tingkat/daya adaptasi dari tanaman-tanaman itu sendiri
terhadap lingkungan pertanaman;
- atau sebaliknya beberapa tanaman seperti Nam Nam dan Gowok relatif rendah
daya adaptasinya terhadap lingkungan setempat
6.2. Saran
Seperti diungkapkan dalam uraian sebelumnya, bahwa pertanaman ini dilakukan
hanya di satu lokasi saja sehubungan dengan dana yang terbatas, oleh sebab itu perlu
direncanakan pertanaman-pertanaman sejenis untuk beberapa lokasi lainnya di seluruh
wilayah DKI Jakarta untuk terwujudnya hutan kota di wilayah Ibukota Negara RI ini.
29
DAFTAR PUSTAKA
Backer, C.A. Bakhuizen van den Brink Jr. 1963. Flora of Java Vol. I, II, III Wolters
Noorholf Publishing Groningen the Netherlands.
Ditjen Pembangunan Daerah. 1982. Selayang Pandang Identitas Flora dan Fauna
Daerah. Seri (I) 13 Propinsi. Departemen Dalam Negeri RI, Jakarta.
___________. 1993. Flora dan Fauna Daerah Seri (II) 14 Propinsi. Departemen Dalam
Negeri RI, Jakarta.
Haryoto Kunto. 1984. Wajah Bandung Tempo Doeloe. PT. Granesia Bandung.
Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. 1982. Laporan – 1981. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian RI, Jakarta.
30
Mien A. Rifai. 1981. Plasma Nutfah, Erosi Genetika dan Usaha Pelestarian Tumbuhan
Obat Indonesia. Makalah dalam Pertemuan Konsultasi Penyuluhan
Pengadaan Tanaman Obat. Ditjen POM Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Mien A. Rifai, Rugayah, dan Elizabeth A. Widjaya. 1992. Tiga Puluh Tumbuhan Obat
Langka Indonesia. Sisipan Floribunda 2 : 1-28. Penggalang Taksonomi
Tumbuhan Indonesia, Bogor.
NAS. 1975. Underexploited Tropical Plant with Promising Economic Value. National
Academy of Sciences. Washington DC.
Nasution, R.E., J.P. Mogea, H. Wiriadinata, D. Darmaedi, E.A. Widjaja, U.W. Mahyar,
T. Uji, D. Sulistiorini, S. Sunarti, T. Djarwaningsih, dan Irawati. 1992.
Pencanangan dan Pendataan Tumbuhan Indonesia. Proceeding Seminar
Hasil Litbang. SDH 6 Mei 1992, Bogor.
Tim Puslittanak. 1993. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian dan Kehutanan.
Laporan Teknis. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Rahadian Bimantoro. 1974. Bulettin Kebun Raya Vol. 1. No. 4 Oktober 1994.
Schmidt, R. H. and J. A. H. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period for Indonesia with Western New Guinea. Kementrian Perhubungan
Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Djakarta.
Sekretarian Panitia. 1984. Pekan Tanaman Langka Indonesia 1984. Tanaman Anggrek
Gelora Senayan Jakarta.
____________, dan Rahadian Bimantoro. 1980. Jenis Kayu Daerah Kering. Lembaga
Biologi Nasional – LIPI, Bogor.
31
LAMPIRAN – LAMPIRAN
32
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan...............................................................................................3
1.2.1. Maksud.......................................................................................................3
1.2.2. Tujuan.........................................................................................................3
1.3. Personil Pelaksana.................................................................................................3
1.4. Ruang Lingkup Kegiatan......................................................................................4
1.5. Kaitan dengan Kegiatan dan Instansi Terkait (Mitra Kerja).................................4
II. METODOLOGI...........................................................................................................6
2.1. Pengumpulan Data................................................................................................6
2.2. Penanaman............................................................................................................6
V. HASIL PENGAMATAN...........................................................................................23
5.1. U m u m..............................................................................................................23
5.2. Pengaruh Perlakuan Pupuk Kandang..................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................30
LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................................32
33
DAFTAR TABEL
34
DAFTAR GAMBAR
35