I. PENDAHULUAN
Tahap I dan II telah dilaksanakan pada tahun 1996/1997 sampai 1997/1998 untuk
seluruh daerah DKI Jakarta.
Tahap III atau Rencana Pengembangan Konservasi Terpadu Tanaman Langka
dengan RTH sebagai Zonasi Hutan Kota di DKI Jakarta merupakan kegiatan
implemetasi dari dua tahap kegiatan terdahulu. Fokus kegiatan tahap III, yaitu
perencanaan dan penanaman/pengembangan tanaman langka yang direkomendasikan
pada tahap I dan II. Penyusunan perencanaan tata ruang terbuka hijau dan penanaman
tanaman langka ini tetap memperhatikan lansekap kota Jakarta yang ada, sehingga wujud
Ruang Terbuka Hijau lebih artistik dan memenuhi estetika sebagai ibukota negara.
Kesadaran melahirkan konsep landsekap terdorong semenjak lahan dikenal
sebagai salah satu komoditas, sedangkan rencana untuk suatu penggunaan dan
konsevasinya/ perlindungannya merupakan persoalan yang sifatnya politis ataupun
sosial. Adapun penataannya bisa merupakan upaya untuk mengadaptasi ekspresi religius,
filosofis, dan artistik. Konsep yang muncul, disamping mencerminkan karakteristik
topografi lahan, lokasi tumbuhan, bangunan, material, dan sebagainya, juga dampak
historis aktivitas manusianya yang berkaitan dengan aspek dinamika sosialnya (Hinijati
P. Parmono, 1997).
Indonesia yang merupakan negara dengan beragam suku, bahasa, dan budaya
umumnya mempunyai konsep penataan ruang dan lansekap yang berorientasi tradisional,
2
dengan ciri khas kedaerahan dan masing-masing daerah memiliki pola lansekap yang
berbeda. Pada saai ini, peng-’aplikasi’-an konsep tersebut masih terkesan belum
konsisten dan agak bergeser dengan masuknya budaya asing dan pesatnya kemajuan
pembangunan, antara lain dapat dilihat pada penggunaan hardscape (material keras) dan
softscape (pohon, perdu, semak dan tanaman penutup atau ground cover) yang kurang
sesuai atau tidak seimbang. Bahkan dalam pembangunan gedung-gedung bertingkat
terkesan masih kurang memperhitungkan lingkungan yang ada.
Pada saat ini, pemanfaatan lahan tidak lagi cukup dengan mendirikan gedung
menjulang tinggi, akan tetapi juga bangunan tertanam di bawah tanah, yang umumnya
dipergunakan sebagai sarana lahan perparkiran. Memang lebih efisien ditinjau dari segi
luas lahan yang terpakai, akan tetapi bila tidak cermat dan hati-hati dalam
perencanaannya, cara ini juga dapat memunculkan persoalan baru bagi masyarakat yang
tinggal di perkotaan, yakni menurunnya permukaan dan kualitas air tanah.
Banyak gedung-gedung pencakar langit yang memenuhi pusat-pusat bisnis di
tengah kota, berupa bangunan kaca yang amat mengganggu, yang tidak hanya
memantulkan cahaya, akan tetapi juga dapat meningkatkan suhu udara. Ditambah
dengan kontribusi emisi gas karbondioksida dari kendaraan bermotor, efek samping dari
penggunaan alat-alat pendingin, masing-masing memberikan andil besar pada
pencemaran udara dan adanya ozon deplition di lapisan atmosfir. Persoalan lainnya
adalah membengkaknya ”hutan beton” dan menyusutnya hutan kota atau taman kota.
Dalam Seminar Flora Indonesia (Mei, 1993), dikemukakan gagasan segar agar
Ibukota DKI Jakarta harus ditata lingkungannya dengan lanskap yang mengutamakan
tumbuhan asli Indonesia sebagai penyusun taman, baik di halaman rumah, taman
kompleks perumahan, lingkungan pemukiman, maupun taman-taman pelindung daerah
kritis seperti pinggir-pinggir sungai, kanal, waduk, tepi jalan raya dan tepi pantai. Selain
itu, akan lebih baik lagi kalau yang ditanam adalah tanaman-tanaman yang sudah langka
dan merupakan flora khas Jakarta.
Sehubungan dengan hal tersebut, telah diumumkan usulan simbol flora yang
menjadi ciri khas masing-masing Kotamadya DT. II di Wilayah DKI Jakarta. Usulan
tersebut adalah sebagai berikut; Kotamadya Jakarta Pusat memilih buah Menteng
(Bacaurea rasemosa (Bl.) M.A.); Jakarta Utara buah Nyamplung (Calophyllum
inophyllum L.); Jakarta Barat bunga Anggrek; Jakarta Selatan buah Rambutan Rafiah
3
(Nephelium lappaceum L.); dan Kotamadya Jakarta Timur memilih Bambu Apus
(Gigantochloa apus (Bl. ex. Schulff) Kurt).
Adanya keterbatasan lahan, harga lahan yang sangat tinggi serta faktor sosial
ekonomi lainnya, maka pembebasan-pembebasan lahan untuk keperluan perluasan dan
penataan Ruang Terbuka Hijau semakin lama semakin sulit untuk dilaksanakan.
Untuk mengatasi keadaan (persoalan-persoalan) di atas, maka RTH kota yang
ada di DKI Jakarta saat ini perlu disusun kembali rencana penataan ruangnya, dengan
mempertimbangkan berbagai aspek-aspek artistik, estetika, sosial, religius, lingkungan
dan bila perlu dapat dikembangkan sebagai bahan percontohan bagi acuan konsep
lansekap nasional. Sehingga benar-benar dapat berperan sebagai paru-paru kota, tempat
rekreasi, dan tempat hunian penduduk yang nyaman. Disamping itu, dapat berfungsi
juga sebagai penyeimbang ekologis/lingkungan dan pengembangan serta pelestarian
plasma nutfah flora Indonesia.
1.2.1. Maksud
Maksud dari kegiatan Tahap III sebagai Pengejawantahan Teguh Beriman di DKI
Jakarta adalah melakukan implementasi perencanaan dan penanaman tanaman langka
khas Jakarta dengan mempertimbangkan berbagai aspek fisik (tanaman langka dan
kondisi lingkungannya berdasarkan studi tahap I dan II) dan non fisik (Perda, UU,
sosial, artistik dan estetika kota) untuk menciptakan hutan kota yang seimbang dan ideal
serta yang sejalan dengan motto DKI Jakarta.
1.2.2. Tujuan
.
1.3. Personil Pelaksana
4
Agar studi ini dapat mencapai tujuan sesuai dengan arahan dari TOR, untuk
mempermudah koordinasi pelaksanaan, dan mengefektifkan kegiatan pelaksanaan, maka
disusun tim studi yang menangani pekerjaan ini sebagai berikut :
III. METODOLOGI
6
3.2. Penanaman
Penanaman di berberapa hutan kota yang melibatkan masyarakat dan mahasiswa
dilakukan berdasarkan rekomendasi dari hasil survai dan studi pustaka. Di satu
hamparan hutan kota yang jadi objek penanaman tanaman langka ditanami oleh berbagai
jenis tanaman langka khas Jakarta yang sesuai dan mengarah ke mini arboretum. Setiap
hutan kota yang ditamani ini mempunyai kemungkinan berbeda keragaman jenis
tanaman langkanya.
4.1. Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan dikonsentrasikan pada pengumpulan data sekunder dan
peta-peta yang mempunyai hubungan dengan kegiatan tahap III. Pengumpulan data
sekunder dan peta-peta meliputi :
- Laporan dan peta hasil studi tahap I dan II mengenai Kelestarian Tanaman Langka
terpadu dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
- Laporan identifikasi dan inventarisasi tanaman langka di DKI Jakarta oleh instansi
terkait ( Dinas Pertanian, Dinas Pertamanan, dan Dinas Kehutanan),
- Laporan pembibitan tanaman langka di DKI Jakarta
- Laporan dan peta pelaksanaan atau perencanaan penghijauan di DKI Jakarta
- Peta hutan kota di DKI Jakarta
Di samping laporan dan peta, pada persiapan ini dilaksanakan pula penyusunan
tim pelaksana, penyediaan bahan dan peralatan, dan pengurusan perizinan.
Dalam persiapan ini, sudah diperoleh informasi mengenai jenis tanaman langka
khas DKI Jakarta yang masih bertahan (eksisting), juga penyebarannya.
4.2. Pelaksanaan
Pada bagian pelaksanaan ini, kegiatan dikonsentrasikan pada penanaman bibit
tanaman yang telah disiapkan. Penanaman dilakukan di lahan bagian sisi Danau Sunter
Jakarta Utara, dimana Dinas Pertamanan DKI Jakarta telah mempunyai rencana penataan
ruangnya untuk lahan ini.
Disamping untuk membuat mini aboretum, kegiatan ini juga dirancang sebagai
suatu kegiatan penelitian terhadap tanaman/pohon-pohon yang ditanam. Oleh sebab itu
penanaman dilakukan dengan “setting” percobaan. Pola percobaan yang diterapkan
8
mengikuti Rancangan Acak Kelompok dimana setiap jenis tanaman merupakan satu
percobaan tersendiri walaupun lokasinya berada dalam satu kelompok atau satu lahan.
Perlakuan yang diaplikasikan terdiri dari ; A = tanpa diberi pupuk kandang; B =
diberi pupuk kandang dengan dosis 5 kg; C = diberi pupuk kandang dengan dosis 10 kg;
dan D = diberi pupuk kandang dengan dosis 15 kg. Setiap perlakuan tanaman diulang
bervariasi antara 2 sampai 6 kali ulangan. Sedangkan untuk pupuk dasar diberikan 40 gr
pupuk N, 20 gr pupuk P, dan 20 gr pupuk K untuk masing-masing tanaman. Untuk
pencegahan hama, tanaman disemprot dengan insektisida Basudin.
Sehubungan dengan lahan yang tersedia terbatas, maka jarak tanam yang
digunakan adalah antar perlakuan 1,5 m; jarak antar ulangan dan percobaan yang satu
dengan percobaan yang lainnya 2 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40
cm x 40 cm. Pembuatan lubang dilakukan pada akhir bulan Desember 1997.
Selanjutnya dilakukan pemeliharaan yang meliputi penyiraman, penyulaman,
pengendalian organisme pengganggu (hama, penyakit, dan gulma). Pengendalian hama
dan penyakit disesuaikan dengan kondisi ada atau tidaknya organisme tersebut. Sampai
dua minggu setelah tanam, tanaman yang mati disulam, sedangkan tanaman yang mati
setelah dua minggu tidak dilakukan penyulaman. Hal ini didasari asumsi bahwa tanaman
yang mati sebelum dua minggu kemungkinan disebabkan oleh kerusakan pada saat
pengangkutan bibit, atau kerusakan pada saat penanaman, sedangkan apabila tanaman
mati setelah dua minggu kemungkinan besar tanaman tersebut tidak cocok/tidak mampu
beradaptasi dengan kondisi setempat.
Penelitian tingkat pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap beberapa aspek,
yaitu tinggi pohon/tanaman, tunas atas, tunas cabang, tunas batang, daun muda dari
tunas, cabang pohon, dan pengamatan penunjang seperti tampilan tanaman, serangan
hama dan penyakit, gulma yang tumbuh dan lain sebagainya.
Jenis tanaman langka yang ditanam lebih kurang terdiri atas 11 (sebelas) jenis
tanaman langka dan masing-masing jenis jumlahnya bervariasi, mulai dari 8 pohon,
sampai 27 pohon. Bibit-bibit pohon yang ditanam tersebut yaitu Bintaro (Cerbera
odollam Gaerta), Buni (Antidesma bunius), Gandaria (Bouea macrophylla Griff.),
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.), Nam Nam (Cynometra cauliflora L.), Salam
(Syzygium polyanthum Wight.), Tanjung (Mimusops elengi L.), Katapang, Glodogan,
Kupa/Gowok (Syzygium polycephalum), Daun Saputangan (Maniltoa grandiflora), dan
9
satu jenis tanaman tambahan yang dipergunakan untuk menyulam yaitu Menteng
(Bacaurea rasemosa).
Adapun karakteristik botanis dan habitat dari beberapa tanaman yang
diujicobakan tersebut adalah sebagai berikut :
digunakan untuk meracuni ikan. Daun muda Bintaro yang sudah dimasak dapat dimakan
sebagai lalap yang juga berhasiat sebagai obat pencahar.
jantan dan bunga-bunga betina. Pada Pohon Buni, bunga-bunga yang tersusun dalam 2
sampai 3 tandan - yang kadang-kadang bercabang - muncul dari ketiak-ketiak daun pada
ranting. Masa berbunga kemudian diikuti dengan masa berbuah tanaman ini terjadi pada
bulan-bulan September dan Oktober atau Februari dan Maret. Tandan buah Buni
panjangnya 6 sampai 20 centimeter.
Tiap buah Gandaria hanya menghasilkan satu biji saja, biji-biji inilah yang
dipergunakan untuk memperbanyak diri. Bila akan dikecambahkan, biji-biji tersebut
harus segera ditanam setelah kulit dan daging buahnya dibuang, disebabkan daya
kecambahnya cepat hilang. Dengan biji ini bibit Gandaria dapat diperoleh secara besar-
besaran, karena proisentasenya perkecambahannya yang tinggi. Selain dengan biji,
Gandaria dapat diperbanyak dengan melalui cangkok dan sambungan. Bibit-bibit
memerlukan naungan sebelum mampu menahan terpaan sinar matahari.
tumbuh berhadap-hadapan yang satu dengan yang lain pada ranting daun, sedangkan urat
daunnya nyata sekali kelihatan seperti halnya daun jambu biji.
Buah gowok masak rasanya manis, tetapi ada juga yang masam. Buah yang
sudah masak dapat langsung dimakan. Rasanya yang manis-manis masam akan lebih
segar apabila dimakan di siang hari. Buah gowok dapat juga dibuat selai untuk makan
roti, ataupun minuman anggur. Buah ini sering pula didapati pada rujak, sebagai
campuran dengan buah-buahan lainnya.
Buah gowok di pohonnya tumbuh dengan bergerombol pada tangkai buah. Setiap
tahun gowok hanya berbuah lebat pada bulan September dan Oktober yaitu pada
permulaan musim hujan. Dua bulan sebelumnya, pohon gowok akan berbunga lebat. Di
dalam buah gowok terdapat biji yang bentuknya bulat agak pipih seperti batu ginjal.
Biji buah gowok yang matangnya sempurna dapat dipakai orang untuk
memperbanyak tanaman ini. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan okulasi di
atas pohon (cangkokan). Sebelum ditanam ditempat yang dikehendaki, tanaman muda
gowok lebih baik kalau ditanam ditempat persemaian terlebih dahulu. Sebelumnya tanah
persemaian ini harus digemburkan dan diberi pupuk kandang secukupnya. Sesudah
beberapa lama tumbuh di temapt persemaian, jika perakarannya sudah mulai tumbuh,
baru tanaman itu dipindahkan ke tempat yang dikehendaki. Hasilnya akan sangat
memuaskan, bila pohon gowok ditanam dalam jarak 10 x 10 meter atau 10 x 12 meter.
Tanaman yang terpelihara dengan baik serta ditanam pada tempat yang sesuai,
dapat mencapai tinggi sampai 12 meter. Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman
gowok mempunyai persyaratan yaitu harus ditanam di daerah dataran rendah ataupun di
daerah pegunungan yang tingginya tidak lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Syarat lainnya adalah harus ditanam di daerah yang beriklim basah. Tanaman gowok
jarang sekali ditanam orang secara besar-besaran di dalam kebun seperti buah-buahan
lain, karena harganya tidak seberapa. Buah gowok juga jarang sekali dijual orang di
pasar, tidak seperti buah jambu dan buah-buahan lain.
baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut.
Percabangannya banyak dan membentuk tajuk yang rapat.
Menteng di Jakarta dikenal dengan nama kelurahan dan kecamatan yang
merupakan areal pemukiman tempat tinggal para pejabat tinggi negara Indonesia, namun
di daerah ini banyak warga setempat yang tidak mengenal jenis tanaman yang menjadi
nama daerah tempat tinggalnya.
Pohon menteng tingginya dapat mencapai 15 sampai 25 meter, garis tengah
batangnya 25 sampai 75 centimeter. Bentuk tajunya oval. Bunga jantan dan betinanya
masing-masing terletak pada pohon yang berlainan, yang tersusun dalam bentuk malai.
Berbunga pada permulaan musim hujan bulan Oktober – Desember. Bunga betina
mempunyai ukuran lebih besar daripada bunga jantan. Buahnya bulat dengan garis
tengah 3 centimeter, berwarna hijau kekuning-kuningan. Daging buahnya berwarna
putih bening/jingga, rasanya manis, kadang-kadang masam.
Pohon menteng mempunyai potensi sebagai pohon peneduh di halaman rumah
karena tajuknya yang bagus. Perbanyakan tanaman ini umumnya dengan cara
mencangkok. Dapat pula dengan biji dan okulasi. Dengan cangkok akan lebih cepat
berbuah kira-kira 3 tahun.
Buahnya sering dibuat asinan. Dalam setiap 100 gram buah, mengandung antara
lain kalori 65 kal, protein 1,7 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 65,1 gram, kalsium 13
miligram, fosfor 20 miligram, besi 0,8 miligram, vitamin C 5 miligram, dan air 75 gram.
Buah menteng dapat dijadikan buah segar/buah meja. Kulit kayunya dapat dimanfaatkan
untuk bahan pembuat kertas dan bahan obat.
Bibit-bibit tanaman tersebut didatangkan dari Bandung dengan mengambil dari
beberapa lokasi pembibitan. Tiap jenis tanaman ditanam dalam jumlah yang bervariasi
antara 8 sampai 24 lubang tanam, disamping juga pada beberapa lubang khusus, ditanam
sebagai cadangan (untuk tambal sulam bila mengalami layu/mati).
Tata letak tanaman disusun sedemikian rupa sehingga selain memiliki nilai estika
yang memadai, bersifat arboretum, dapat difungsikan sebagai hutan pendidikan, dan
selain itu juga pertanaman ini dijadikan sebagai demplot percobaan. Tata letak masing-
masing tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.
4.3. Pemeliharaan
16
Gambar 1. TATA LETAK PENANAMAN TANAMAN LANGKA DI SISI DANAU SUNTER JAKARTA UTARA
1 2 3 4 5 6 7 8 9*) 10 11
I II III I II III I II III I II III I II III I II I II I II III I II I II I
B C C B B D B D B A C B C B A B D B D C B B D C C B D
C A D A C C A C A D A C A C D C B C B B C A C D B D B
D B A D A B D B D C D D B D B D C D C A D D B A A C C
A D B C D A C A C B B A D A C A A C A D A C A B D A A
Keterangan
1. Tanjung 2. Ketapang3. Salam 4. Daun Saputangan 5. Nyamplung
6. Gowok 7. Bintaro 8. Glodogan 9. Namnam 10. Gandaria
11. Buni
*)
Sebagian besar mati, disulam dengan tanaman Menteng.
A = tanpa diberi pupuk kandang; B = diberi pupuk kandang dengan dosis 5 kg; U
C = diberi pupuk kandang dengan dosis 10 kg; dan D = diberi pupuk kandang dengan dosis 15 kg
18
V. HASIL PENGAMATAN
lain yang menyebabkan keadaan demikian adalah bahwa, perakaran tanaman dari bibit-
bibit tanaman yang ditanam pun masih relatif belum jauh menjalar, sehingga pengaruh
pupuk kandang masih relatif sama.
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengamatan terhadap aspek-aspek
pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Lampiran Daftar Angka Hasil Pengamatan.
20
VI. PENUTUP
Demikian laporan ini disusun sebagai laporan kemajuan hasil kegiatan yang telah
dilakukan di lapangan. Laporan ini bersifat sementara, karena analisis terhadap data-data
hasil pengamatan belum menyeluruh dan mendalam, sehingga dari hasil kegiatan ini
masih belum banyak yang bisa disimpulkan atau dilihat aspek berhasil atau tidak
berhasilnya, berkembang baik atau tidak. Namun demikian, dari hasil pengamatan
sementara ini mengindikasikan bahwa kegiatan pemeliharaan dan pengamatan terhadap
tanaman/pohon-pohon yang ditanam dapat dilanjutkan sesuai target yang telah
ditentukan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Backer, C.A. Bakhuizen van den Brink Jr. 1963. Flora of Java Vol. I, II, III Wolters
Noorholf Publishing Groningen the Netherlands.
Ditjen Pembangunan Daerah. 1982. Selayang Pandang Identitas Flora dan Fauna
Daerah. Seri (I) 13 Propinsi. Departemen Dalam Negeri RI, Jakarta.
___________. 1993. Flora dan Fauna Daerah Seri (II) 14 Propinsi. Departemen Dalam
Negeri RI, Jakarta.
Haryoto Kunto. 1984. Wajah Bandung Tempo Doeloe. PT. Granesia Bandung.
Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. 1982. Laporan – 1981. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Mien A. Rifai. 1981. Plasma Nutfah, Erosi Genetika dan Usaha Pelestarian Tumbuhan
Obat Indonesia. Makalah dalam Pertemuan Konsultasi Penyuluhan
Pengadaan Tanaman Obat. Ditjen POM Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Mien A. Rifai, Rugayah, dan Elizabeth A. Widjaya. 1992. Tiga Puluh Tumbuhan Obat
Langka Indonesia. Sisipan Floribunda 2 : 1-28. Penggalang Taksonomi
Tumbuhan Indonesia, Bogor.
NAS. 1975. Underexploited Tropical Plant with Promising Economic Value. National
Academy of Sciences. Washington DC.
Nasution, R.E., J.P. Mogea, H. Wiriadinata, D. Darmaedi, E.A. Widjaja, U.W. Mahyar,
T. Uji, D. Sulistiorini, S. Sunarti, T. Djarwaningsih, dan Irawati. 1992.
Pencanangan dan Pendataan Tumbuhan Indonesia. Proceeding Seminar
Hasil Litbang. SDH 6 Mei 1992, Bogor.
Tim Puslittanak. 1993. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian dan Kehutanan.
Laporan Teknis. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Rahadian Bimantoro. 1974. Bulettin Kebun Raya Vol. 1. No. 4 Oktober 1994.
Schmidt, R. H. and J. A. H. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period for Indonesia with Western New Guinea. Kementrian Perhubungan
Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Djakarta.
Sekretarian Panitia. 1984. Pekan Tanaman Langka Indonesia 1984. Tanaman Anggrek
Gelora Senayan Jakarta.
____________, dan Rahadian Bimantoro. 1980. Jenis Kayu Daerah Kering. Lembaga
Biologi Nasional – LIPI, Bogor.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1993. Mengenal Tanaman Langka. Seri Pertanian-
CX/316/90. Penebar Swadaya Jakarta.
24
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan..........................................................................................3
1.2.1 Maksud....................................................................................................3
1.2.2. Tujuan....................................................................................................3
1.3. Personil Pelaksana............................................................................................4
III. METODOLOGI........................................................................................................6
3.1. Pengumpulan Data...........................................................................................6
3.2. Penanaman.......................................................................................................6
3.3. Pemeliharaan dan Pengamatan.........................................................................6
V. HASIL PENGAMATAN.......................................................................................18
VI. PENUTUP...............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................21
LAMPIRAN......................................................................................................................24