Anda di halaman 1dari 24

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perwujudan ibukota negara DKI Jakarta dengan motto ’Teguh Beriman’
sebagai pegangan moral terhadap perubahan tata nilai dan acuan etika moral
bermasyarakat dan bernegara, salah satunya pengjewantahannya adalah melalui
Kelestarian Tanaman Langka Terpadu dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Pengjewantahan ini dilaksanakan melalui tiga tahapan kegiatan, yaitu :
Tahap I : Iventarisasi dan Identifikasi Tanaman Langka di DKI Jakarta
Tahap II : Identifikasi Kondisi Lingkungan Area Ruang Terbuka Hijau dan
pelaksanaan Uji Coba di DKI Jakarta
Tahap III : Rencana Pengembangan Konservasi Terpadu Tanaman Langka Dengan
RTH sebagai Zonasi Hutan Kota di DKI Jakarta

Tahap I dan II telah dilaksanakan pada tahun 1996/1997 sampai 1997/1998 untuk
seluruh daerah DKI Jakarta.
Tahap III atau Rencana Pengembangan Konservasi Terpadu Tanaman Langka
dengan RTH sebagai Zonasi Hutan Kota di DKI Jakarta merupakan kegiatan
implemetasi dari dua tahap kegiatan terdahulu. Fokus kegiatan tahap III, yaitu
perencanaan dan penanaman/pengembangan tanaman langka yang direkomendasikan
pada tahap I dan II. Penyusunan perencanaan tata ruang terbuka hijau dan penanaman
tanaman langka ini tetap memperhatikan lansekap kota Jakarta yang ada, sehingga wujud
Ruang Terbuka Hijau lebih artistik dan memenuhi estetika sebagai ibukota negara.
Kesadaran melahirkan konsep landsekap terdorong semenjak lahan dikenal
sebagai salah satu komoditas, sedangkan rencana untuk suatu penggunaan dan
konsevasinya/ perlindungannya merupakan persoalan yang sifatnya politis ataupun
sosial. Adapun penataannya bisa merupakan upaya untuk mengadaptasi ekspresi religius,
filosofis, dan artistik. Konsep yang muncul, disamping mencerminkan karakteristik
topografi lahan, lokasi tumbuhan, bangunan, material, dan sebagainya, juga dampak
historis aktivitas manusianya yang berkaitan dengan aspek dinamika sosialnya (Hinijati
P. Parmono, 1997).
Indonesia yang merupakan negara dengan beragam suku, bahasa, dan budaya
umumnya mempunyai konsep penataan ruang dan lansekap yang berorientasi tradisional,
2

dengan ciri khas kedaerahan dan masing-masing daerah memiliki pola lansekap yang
berbeda. Pada saai ini, peng-’aplikasi’-an konsep tersebut masih terkesan belum
konsisten dan agak bergeser dengan masuknya budaya asing dan pesatnya kemajuan
pembangunan, antara lain dapat dilihat pada penggunaan hardscape (material keras) dan
softscape (pohon, perdu, semak dan tanaman penutup atau ground cover) yang kurang
sesuai atau tidak seimbang. Bahkan dalam pembangunan gedung-gedung bertingkat
terkesan masih kurang memperhitungkan lingkungan yang ada.
Pada saat ini, pemanfaatan lahan tidak lagi cukup dengan mendirikan gedung
menjulang tinggi, akan tetapi juga bangunan tertanam di bawah tanah, yang umumnya
dipergunakan sebagai sarana lahan perparkiran. Memang lebih efisien ditinjau dari segi
luas lahan yang terpakai, akan tetapi bila tidak cermat dan hati-hati dalam
perencanaannya, cara ini juga dapat memunculkan persoalan baru bagi masyarakat yang
tinggal di perkotaan, yakni menurunnya permukaan dan kualitas air tanah.
Banyak gedung-gedung pencakar langit yang memenuhi pusat-pusat bisnis di
tengah kota, berupa bangunan kaca yang amat mengganggu, yang tidak hanya
memantulkan cahaya, akan tetapi juga dapat meningkatkan suhu udara. Ditambah
dengan kontribusi emisi gas karbondioksida dari kendaraan bermotor, efek samping dari
penggunaan alat-alat pendingin, masing-masing memberikan andil besar pada
pencemaran udara dan adanya ozon deplition di lapisan atmosfir. Persoalan lainnya
adalah membengkaknya ”hutan beton” dan menyusutnya hutan kota atau taman kota.
Dalam Seminar Flora Indonesia (Mei, 1993), dikemukakan gagasan segar agar
Ibukota DKI Jakarta harus ditata lingkungannya dengan lanskap yang mengutamakan
tumbuhan asli Indonesia sebagai penyusun taman, baik di halaman rumah, taman
kompleks perumahan, lingkungan pemukiman, maupun taman-taman pelindung daerah
kritis seperti pinggir-pinggir sungai, kanal, waduk, tepi jalan raya dan tepi pantai. Selain
itu, akan lebih baik lagi kalau yang ditanam adalah tanaman-tanaman yang sudah langka
dan merupakan flora khas Jakarta.
Sehubungan dengan hal tersebut, telah diumumkan usulan simbol flora yang
menjadi ciri khas masing-masing Kotamadya DT. II di Wilayah DKI Jakarta. Usulan
tersebut adalah sebagai berikut; Kotamadya Jakarta Pusat memilih buah Menteng
(Bacaurea rasemosa (Bl.) M.A.); Jakarta Utara buah Nyamplung (Calophyllum
inophyllum L.); Jakarta Barat bunga Anggrek; Jakarta Selatan buah Rambutan Rafiah
3

(Nephelium lappaceum L.); dan Kotamadya Jakarta Timur memilih Bambu Apus
(Gigantochloa apus (Bl. ex. Schulff) Kurt).
Adanya keterbatasan lahan, harga lahan yang sangat tinggi serta faktor sosial
ekonomi lainnya, maka pembebasan-pembebasan lahan untuk keperluan perluasan dan
penataan Ruang Terbuka Hijau semakin lama semakin sulit untuk dilaksanakan.
Untuk mengatasi keadaan (persoalan-persoalan) di atas, maka RTH kota yang
ada di DKI Jakarta saat ini perlu disusun kembali rencana penataan ruangnya, dengan
mempertimbangkan berbagai aspek-aspek artistik, estetika, sosial, religius, lingkungan
dan bila perlu dapat dikembangkan sebagai bahan percontohan bagi acuan konsep
lansekap nasional. Sehingga benar-benar dapat berperan sebagai paru-paru kota, tempat
rekreasi, dan tempat hunian penduduk yang nyaman. Disamping itu, dapat berfungsi
juga sebagai penyeimbang ekologis/lingkungan dan pengembangan serta pelestarian
plasma nutfah flora Indonesia.

1.2. Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud
Maksud dari kegiatan Tahap III sebagai Pengejawantahan Teguh Beriman di DKI
Jakarta adalah melakukan implementasi perencanaan dan penanaman tanaman langka
khas Jakarta dengan mempertimbangkan berbagai aspek fisik (tanaman langka dan
kondisi lingkungannya berdasarkan studi tahap I dan II) dan non fisik (Perda, UU,
sosial, artistik dan estetika kota) untuk menciptakan hutan kota yang seimbang dan ideal
serta yang sejalan dengan motto DKI Jakarta.

1.2.2. Tujuan

Tujuan kegiatan Tahap III sebagai Pengejawantahan Teguh Beriman di DKI


Jakarta ini, adalah penanaman tanaman langka di beberapa areal hutan kota yang sejalan
dengan motto DKI Jakarta, sehingga terbentuk mini arboretum tanaman langka khas
Jakarta di beberapa hutan kota di DKI Jakarta yang dapat difungsikan sebagai hutan
pendidikan

.
1.3. Personil Pelaksana
4

Agar studi ini dapat mencapai tujuan sesuai dengan arahan dari TOR, untuk
mempermudah koordinasi pelaksanaan, dan mengefektifkan kegiatan pelaksanaan, maka
disusun tim studi yang menangani pekerjaan ini sebagai berikut :

- Ketua Tim Pelaksana : Dr. Mahfud Arifin, Ir., MS.


- Tenaga Ahli Budidaya Tanaman : Deddy Widayat, Ir., MS
- Tenaga Ahli Evaluasi Lahan : Daud S. Saribun, Ir.
- Asisten Ahli : 1 Orang
- Tenaga Lapangan : 2 Orang
- Nara Sumber : Herman Soeriaatmadja, Ir., MSc.

II. RUANG LINGKUP KEGIATAN


5

Rencana Pengembangan Konservasi Terpadu Tanaman Langka dengan RTH


sebagai Zonasi Hutan Kota di DKI Jakarta sebagai kegiatan Tahap III dari Studi
Kelestarian Tanaman Langka Terpadu dengan Ruang Terbuka Hijau sebagai
Pengejawantahan Teguh Beriman di DKI Jakarta adalah penanaman tanaman langka di
beberapa hutan kota yang akan difungsikan sebagai Mini Arboretum, dengan ruang
lingkup sebagai berikut :
a. Penyediaan bibit tanaman langka yang akan dikembangkan/dikonservasi khas
Jakarta
b. Memobilisasi masyarakat dan mahasiswa untuk berperan aktif dalam pengenalan,
penanaman dan pemeliharaan tanaman langka di berbagai areal hutan kota di DKI
Jakarta
c. Mengkoordinir pelaksanaan penanaman dan pemeliharaan tanaman langka di
berbagai hutan kota di DKI Jakarta
e. Penyusunan laporan.

III. METODOLOGI
6

3.1. Pengumpulan Data


Rekomendasi hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman langka pada studi
tahap II merupakan bahan kajian utama disamping buku-buku laporan lainnya yang
membahas keadaan fisik lingkungan di DKI Jakarta. Wilayah-wilayah yang mempunyai
ekologi yang sesuai untuk suatu komoditas tanaman langka dikaji dan ditentukan
penyebarannya. Di samping itu, juga dikaji mengenai laporan-laporan hutan kota, baik
mengenai penangannya maupun perencanaannya.
Hasil dari studi ini mengeluarkan lokasi-lokasi hutan kota yang berpotensi untuk
dijadikan arboretum.

3.2. Penanaman
Penanaman di berberapa hutan kota yang melibatkan masyarakat dan mahasiswa
dilakukan berdasarkan rekomendasi dari hasil survai dan studi pustaka. Di satu
hamparan hutan kota yang jadi objek penanaman tanaman langka ditanami oleh berbagai
jenis tanaman langka khas Jakarta yang sesuai dan mengarah ke mini arboretum. Setiap
hutan kota yang ditamani ini mempunyai kemungkinan berbeda keragaman jenis
tanaman langkanya.

3.3. Pemeliharaan dan Pengamatan


Tanaman/pohon-pohon yang telah ditanam pada lokasi-lokasi hasil rekomendasi
tersebut kemudian dipelihara oleh beberapa tenaga lapangan bersama-sama masyarakat
setempat. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemberian pupuk susulan,
pembersihan/penyiangan dari gulma, penyemprotan hama penyakit dengan pestisida,
serta penataan estetika pertanaman.
Disamping pemeliharaan, untuk melihat keadaan pertumbuhan tanaman/pohon-
pohon tersebut dilakukan juga pengamatan terhadap komponen-komponen pertumbuhan
seperti pertambahan tinggi tanaman, pemunculan tunas-tunas, jumlah cabang, jumlah
daun, dan lain sebagainya.

IV. PELAKSANAAN KEGIATAN


7

Sehubungan dengan keterbatasan dana yang tersedia, maka pelaksanaan dari


kegiatan tahap III ini hanya dapat dilaksanakan di satu lokasi, sesuai dengan saran dari
Dinas Pertamanan DKI Jakarta terdahulu, yaitu di lahan sekitar Danau Sunter Jakarta
Utara. Untuk pelaksanaan kegiatan ini dialokasikan lahan seluas  500 m2 di sisi bagian
Selatan Danau Sunter.
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan oleh Institusi Lembaga Penelitian Universitas
Padjadjaran melalui 4 tahap kegiatan :

4.1. Persiapan
Pada tahap ini, kegiatan dikonsentrasikan pada pengumpulan data sekunder dan
peta-peta yang mempunyai hubungan dengan kegiatan tahap III. Pengumpulan data
sekunder dan peta-peta meliputi :
- Laporan dan peta hasil studi tahap I dan II mengenai Kelestarian Tanaman Langka
terpadu dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH).
- Laporan identifikasi dan inventarisasi tanaman langka di DKI Jakarta oleh instansi
terkait ( Dinas Pertanian, Dinas Pertamanan, dan Dinas Kehutanan),
- Laporan pembibitan tanaman langka di DKI Jakarta
- Laporan dan peta pelaksanaan atau perencanaan penghijauan di DKI Jakarta
- Peta hutan kota di DKI Jakarta
Di samping laporan dan peta, pada persiapan ini dilaksanakan pula penyusunan
tim pelaksana, penyediaan bahan dan peralatan, dan pengurusan perizinan.
Dalam persiapan ini, sudah diperoleh informasi mengenai jenis tanaman langka
khas DKI Jakarta yang masih bertahan (eksisting), juga penyebarannya.

4.2. Pelaksanaan
Pada bagian pelaksanaan ini, kegiatan dikonsentrasikan pada penanaman bibit
tanaman yang telah disiapkan. Penanaman dilakukan di lahan bagian sisi Danau Sunter
Jakarta Utara, dimana Dinas Pertamanan DKI Jakarta telah mempunyai rencana penataan
ruangnya untuk lahan ini.

Disamping untuk membuat mini aboretum, kegiatan ini juga dirancang sebagai
suatu kegiatan penelitian terhadap tanaman/pohon-pohon yang ditanam. Oleh sebab itu
penanaman dilakukan dengan “setting” percobaan. Pola percobaan yang diterapkan
8

mengikuti Rancangan Acak Kelompok dimana setiap jenis tanaman merupakan satu
percobaan tersendiri walaupun lokasinya berada dalam satu kelompok atau satu lahan.
Perlakuan yang diaplikasikan terdiri dari ; A = tanpa diberi pupuk kandang; B =
diberi pupuk kandang dengan dosis 5 kg; C = diberi pupuk kandang dengan dosis 10 kg;
dan D = diberi pupuk kandang dengan dosis 15 kg. Setiap perlakuan tanaman diulang
bervariasi antara 2 sampai 6 kali ulangan. Sedangkan untuk pupuk dasar diberikan 40 gr
pupuk N, 20 gr pupuk P, dan 20 gr pupuk K untuk masing-masing tanaman. Untuk
pencegahan hama, tanaman disemprot dengan insektisida Basudin.
Sehubungan dengan lahan yang tersedia terbatas, maka jarak tanam yang
digunakan adalah antar perlakuan 1,5 m; jarak antar ulangan dan percobaan yang satu
dengan percobaan yang lainnya 2 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40
cm x 40 cm. Pembuatan lubang dilakukan pada akhir bulan Desember 1997.
Selanjutnya dilakukan pemeliharaan yang meliputi penyiraman, penyulaman,
pengendalian organisme pengganggu (hama, penyakit, dan gulma). Pengendalian hama
dan penyakit disesuaikan dengan kondisi ada atau tidaknya organisme tersebut. Sampai
dua minggu setelah tanam, tanaman yang mati disulam, sedangkan tanaman yang mati
setelah dua minggu tidak dilakukan penyulaman. Hal ini didasari asumsi bahwa tanaman
yang mati sebelum dua minggu kemungkinan disebabkan oleh kerusakan pada saat
pengangkutan bibit, atau kerusakan pada saat penanaman, sedangkan apabila tanaman
mati setelah dua minggu kemungkinan besar tanaman tersebut tidak cocok/tidak mampu
beradaptasi dengan kondisi setempat.
Penelitian tingkat pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap beberapa aspek,
yaitu tinggi pohon/tanaman, tunas atas, tunas cabang, tunas batang, daun muda dari
tunas, cabang pohon, dan pengamatan penunjang seperti tampilan tanaman, serangan
hama dan penyakit, gulma yang tumbuh dan lain sebagainya.
Jenis tanaman langka yang ditanam lebih kurang terdiri atas 11 (sebelas) jenis
tanaman langka dan masing-masing jenis jumlahnya bervariasi, mulai dari 8 pohon,
sampai 27 pohon. Bibit-bibit pohon yang ditanam tersebut yaitu Bintaro (Cerbera
odollam Gaerta), Buni (Antidesma bunius), Gandaria (Bouea macrophylla Griff.),
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.), Nam Nam (Cynometra cauliflora L.), Salam
(Syzygium polyanthum Wight.), Tanjung (Mimusops elengi L.), Katapang, Glodogan,
Kupa/Gowok (Syzygium polycephalum), Daun Saputangan (Maniltoa grandiflora), dan
9

satu jenis tanaman tambahan yang dipergunakan untuk menyulam yaitu Menteng
(Bacaurea rasemosa).
Adapun karakteristik botanis dan habitat dari beberapa tanaman yang
diujicobakan tersebut adalah sebagai berikut :

- Bintaro (Cerbera odollam Gaerta)


Penyebaran Bintaro mulai dari India, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa,
Australia sampai Polinesia. Tumbuh di dataran rendah pada ketinggian 0 - 10 meter dpl.
Jenis ini hidup di hutan-hutan rawa dan hutan bakau, dengan tanah-tanah yang tidak
terlalu asam, dan dapat juga tumbuh baik pada tanah-tanah pasir pantai. Bintaro yang
ditanam di Kebun Raya Bogor, walaupun terletak lebih tinggi dari tempat tumbuh
alaminya, ternyata dapat hidup dengan baik dan dapat menghasilkan bunga.
Bintaro dapat dikembangkan dengan bijinya. Jenis ini termasuk tumbuhan yang
cepat tumbuh. Pada tanah-tanah basah dapat tumbuh hingga 20 m, sedangkan pada tanah
kering tingginya hanya sekitar 8 meter. Tumbuhan ini menyukai tempat-tempat yang
tidak langsung kena sinar matahari. Di Singapuira, jenis ini telah dijadikan tanaman hias
di halaman rumah maupun di taman-taman.
Jenis ini dalam ilu tumbuh-tumbuhan disebut Cerbera odollam dan termasuk
suku Apocynaceae. Pohonnya bercabang-cabang rendah, dengan tinggi sampai 20 m dan
diameter batangnya mencapai 45 centimeter. Batangnya bulat dengan kulitnya berwarna
coklat muda dan agak kasar karena ada benjolan-benjolan kecil yang lebih gelap
warnanya. Tajuk pohonnya lebat, daunnya tunggal, berbentuk bundar telur terbalik,
dengan tepi daun rata.
Permukaan atas daunnya mengkilap, dan permukaan bawah berwarna hijau
muda. Bunganya lurus, tersusun seperti bentuk payung yang tangkainya panjang.
Mahkotanya berbentuk seperti terompet berwarna putih kekuning-kuningan. Buahnya
termasuk buah batu, berbentuk bola atau jorong.
Kayunya ringan dengan BJ 0.4 cm3/gr berwarna putih kelabu, lunak yang dalam
klasifikasi keawetan termasuk kelas V. Kayu Bintaro biasanya dibuat arang yang
bermutu baik dan dahulu arang dari kayu ini digunakan sebagai bahan mesiu. Akarnya
dapat dipakai obat pencahar.
Bijinya menghasilkan minyak yang dapat dipakai untuk lampu. Juga
dipergunakan sebagai obat pilek, insektisida, dan obat rematik. Racun bijinya dapat
10

digunakan untuk meracuni ikan. Daun muda Bintaro yang sudah dimasak dapat dimakan
sebagai lalap yang juga berhasiat sebagai obat pencahar.

- Buni (Antidesma bunius)


Tanaman ini termasuk marga Eyphorbiaceae baerasal dari kaki pegunungan
Himalaya dan Srilangka. Sekarang tanaman ini sudah tersebar di seluruh Nusantara
bahakn juga di Malaysia dan Australia bagian Utara, baik sebagai tanaman yang
dipelihara maupun sebagai tanaman liar yang tumbuh di hutan-hutan. Tanaman ini
tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah maupun di daerah pegunungan sampai
pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut.
Tanaman Buni adalah buah Buni yang dalam nama ilmiahnya disebut Antidesma
bunius. Tanaman ini tidak dapat disamakan dengan tanaman buah Buni dari jenis lain
yaitu yang tumbuh secara liar di hutan-hutan yang dipengaruhi oleh air pasang surut.
Buah Buni dari jenis ini adalah buah Buni hutan yang banyak diketemukan di
Sumatera dan Kalimantan. Jenis ini dalam bahasa latin disebut Antidesma corjaceum. Di
Indonesia, buah ini dikenal hampir oleh seluruh daerah, terbukti dengan nama-nama
yang diberikan kepada buah ini sangat bermacam-macam. Di daerah Timor buah Buni
dikenal dengan nama Animo, di Sumatera Barat disebut Banai atau Bonai, sedangkan di
daerah Lampung dinamai Bernai, Bonai, Menerek, atau Nyam. Di Jawa Tengah disebut
dengan Lingan atau Wuni, di Jawa Barat Huni, di Bali Wuni juga, sedangkan di daerah
Sumatera Utara dikenal dengan nama buah Monton. Di Ujung Pandang dikenal dengan
nama Bune, di Madura Burneh, di Sumbawa Bune, di Flores Attor, di Gorontalo Takuti,
di Singkep Rambai Tiris, dan orang Bugis menyebutnya Bune.
Tinggi pohon ini dapat mencapai 15 sampai 30 meter dengan garis tengah sekitar
20 sampai 85 centimeter. Daunnya merupakan daun tunggal dengan ukuran 19 sampai
25 centimeter, dan panjang 4 sampai 10 centimeter. Buahnya tersusun dalam tandan
yang merupakan buah majemuk bertangkai. Pohon Buni dikenal dengan tanaman yang
berumah dua ataupun berumah satu. Berumah dua, artinya bunga-bunga jantan atau
benangsari dan bunga-bunga betina atau bakal buah terdapat pada dua pohon yang
berlainan. Pada tanaman yang berumah dua, dijumpai sebuah sebagai pohon jantan
penghasil benangsari saja, dan sebuah pohon betina penghasil bakal buah saja.
Benangsari ataupun bakal buah yang tidak mengalami penyerbukan bunga menjadi
rontok. Pohon Buni yang berumah satu artinya pada satu pohon terdapat bunga-bunga
11

jantan dan bunga-bunga betina. Pada Pohon Buni, bunga-bunga yang tersusun dalam 2
sampai 3 tandan - yang kadang-kadang bercabang - muncul dari ketiak-ketiak daun pada
ranting. Masa berbunga kemudian diikuti dengan masa berbuah tanaman ini terjadi pada
bulan-bulan September dan Oktober atau Februari dan Maret. Tandan buah Buni
panjangnya 6 sampai 20 centimeter.

- Gandaria (Bouea macrophylla Griff.)


Tanaman ini termasuk salah satu anggota suku Anacardiaceae. Habitatnya berasal
dari Asia Tenggara dan tersebar mulai dari Malaysia, Indonesia dan sekarang sampai ke
Amerika yang beriklim tropis. Tanaman ini jarang dijumpai di Jawa Tengah maupun di
Jawa Timur. Gandaria dapat tumbuh baik pada tanah yang ringan, dengan ketinggian 4
sampai 800 m dpl.
Pohon Gandaria dapat mencapai 20 m tingginya. Daunnya berbentuk lanset
panjang, halus serta mengkilap dan untaiannya menggantung. Bunganya terdapat dalam
malai seperti bunga mangga, yang tumbuh di ujung cabang muda pada ketiak daun dan
berwarna kuning muda. Berbunga sekitar Bulan Agustus - September, dan buahnya akan
masak pada Bulan Desember - Januari.
Buah Gandaria berbentuk bulat lonjong berukuran kecil. Buah yang telah masak
berwarna kuning atau merah muda. Daging buahnya tebal, berair, rasanya ada yang asam
dan adapula yang manis. Tanaman ini dapat diperbanyak dengan menanam biji atau
mencangkok. Kayu tanaman ini dapat digunakan untuk sarung keris dan untuk bahan
bangunan.
Nama Gandaria diperoleh dari warna kulit ari bijinya yang ungu kemerahan
(gandaria). Secara alami, tanaman ini tumbuh di hutan basah di bawah ketinggian 300 m
dpl. Pohonnya tidak begitu tinggi, hanya setinggi pohon Jambu Bol. Yang amat menarik
adalah tajuknya yang membulat, rimbun, dan untaian daunnya berjuntai seperti pohon
Beringin. Itulah sebabnya di Jawa Barat pohon Gandaria berfungsi sebagai pohon
“gordah” yang berarti pohon tempat berteduh. Pertumbuhan pohon ini relatif lambat,
pada umur 4 tahun dari biji hanya mencapai tinggi 2 m.
Bunga Gandaria berukuran kecil, sehingga disebabkan tajuknya yang rimbun
dengan ukuran daun yang besar, bunga ini nyaris tidak nampak, kecuali bila
diperhatikan. Bunga-bunga tersebut muncul di antara Bulan Juli - Nopember dan buah
dipanen pada Bulan Maret - Juni. Yang masak berwarna kuning, sebesar bola pimping.
12

Tiap buah Gandaria hanya menghasilkan satu biji saja, biji-biji inilah yang
dipergunakan untuk memperbanyak diri. Bila akan dikecambahkan, biji-biji tersebut
harus segera ditanam setelah kulit dan daging buahnya dibuang, disebabkan daya
kecambahnya cepat hilang. Dengan biji ini bibit Gandaria dapat diperoleh secara besar-
besaran, karena proisentasenya perkecambahannya yang tinggi. Selain dengan biji,
Gandaria dapat diperbanyak dengan melalui cangkok dan sambungan. Bibit-bibit
memerlukan naungan sebelum mampu menahan terpaan sinar matahari.

- Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.)


Pohon Nyamplung mempunyai perawakan yang sedang. Tingginya rata-rata
dapat mencapai 20 m, sedangkan garis tengah batangnya 150 cm. Biasanya
percabangannya dimulai dekat tanah dan batangnya tidak lurus. Jenis Nyamplung
terdapat di mana-mana di daerah tropika dan kebanyakan tumbuh di tanah datar dekat
pantai.
Kayu Nyamplung termasuk lunak dan ringan, tetapi padat, berurat halus sehingga
tidak mudah belah. Warna kayunya abu-abu dan kadang-kadang dijumpai juga berbelang
kuning. Ada pula yang berwarna merah pucat atau merah bata. Yang disebut terakhir ini
seratnya lebih halus dan lebih bersih.
Nyamplung masih sesuku dengan MAnggis, yaitu termasuk suku Guttifearae.
daunnya lebar, agak kaku, dan mengkilat. Bunganya berwarna putih dan harum baunya.
Buahnya banyak dan bijinya mudah tumbuh, sehingga perbanyakannya mudah dilakukan
dengan biji.

- Nam Nam (Cynometra cauliflora L.)


Tanaman ini termasuk keluarga Leguminoceae, berasal dari India dan Malaysia.
Penyebarannya terutama di daerah Jawa. Nama-nama tanaman ini berdasarkan
kedaerahan adalah ; Namu-namu (Menado), Kapi Anjing (Sunda), Nam Nam (Jawa,
Madura), Kuwanjo (Bali), Namo-Namo (Ternate), Klamuse (Buru), Arepa (Bugis), Puci
Anggi (Bima).
Nam Nam dapat tumbuh hampir di semua daerah yang beriklim tropis, terutama
daerah yang terbuka datar. Tanaman Nam Nam memiliki tajuk yang bulat dan rimbun.
Tinggi pohon ini dapat mencapai 5 sampai 12 meter, dengan diameter 30 - 50 cm,
percabangan terletak dekat dengan pangkal batang atau setinggi 2 - 3 m dari permukaan
tanah.
13

Kulit batangnya berwarna abu-abu kecoklatan, penuh dengan benjol-benjol


tempat bunga keluar. Bunga muncul terutama dari bagian batang yang dekat dengan
tanah, dapat juga muncul dari batang bagian atas pada percabangan. Tanaman yang
terpelihara dengan baik akan menbentuk tajuk yang bagus, dengan percabangan banyak
dan rindang. Daun berbentuk oval dengan panjang 5 - 10 cm, lebar 3 - 5 cm berwarna
kemerahan ketika masih muda dan hijau cerah jika sudah tua. Buah Nam Nam
menempel pada batang sampai bagian yang dekat permukaan tanah. Bentuk buah tidak
simetris, menyerupai kerang (seperti huruf D) dengan permukaan yang tidak rata.
Buah Nam Nam berbiji satu, ada juga yang berbihji dua. Bentuk bijinya agak
pipih dengan panjang 3,5 - 6,5 cm, lebar 2 - 4 cm berkeping dua.Keping biji agak tipis
berwarna kekuning-kuningan, selaputnya berwarna coklat tua dan tipis.

- Salam (Syzygium polyanthum Wight.)


Pohon Salam yang bertajuk rapat dan berdaun lebat ini mempunyai tinggi dapat
mencapai 25 m, garis tengah batangnya sekitar 130 cm. Di Jawa pohon ini tumbuh liar
dan terdapat pada ketinggian mencapai 1400 m dpl.
Kayu Salam cukup berat dan kekerasannya sedang, kepadatannya cukup, dan urat
kayunya halus.
Salam sebenarnya berkerabat dekat dengan Jambu Air, karenanya termasuk suku
Myrtaceae. Pohon ini mudah dikenali dengan tajuknya yang rapat dan bunganya yang
lebar, menyerupai bunga Jambu Air pula, hanya saja ukurannya lebih kecil. Buahnya
juga tidak besar, berbentuk bulat, berwarna mertah tua. Terdapat hanya satu biji dalam
buah ini. Perbanyakan sangat mudah dilakukan dengan biji.

Gowok/Kupa (Syzygium polyceohalum)


Buah Gowok atau dikenal juga dengan nama Kupa, adalah termasuk marga
Myrtaceae (jambu-jambuan). Putik buah gowok hampir sama bentuknya dengan putik
buah jambu bol, yaitu bulat panjang. Bentuk buah ini memang jauh sekali berbeda dan
tidak menyerupai jambu air, atau jambu bol, ataupun jambu biji. Bentuk buah gowok
bulat seperti gundu, besarnyapun sebesar gundu yang besar. Warnanya bila sudah cukup
masak menjadi ungu kehitam-hitaman, seperti warna buah manggis yang masak,
sedangkan sewaktu masih muda, buah ini warnanya hijau seperti jambu hijau.
Pohon gowok yang subur biasanya berdaun rimbun, sehingga cocok sekali untuk
dijadikan pohon pelindung. Daunnya lebar-lebar seperti daun jambu bol. Daunnya
14

tumbuh berhadap-hadapan yang satu dengan yang lain pada ranting daun, sedangkan urat
daunnya nyata sekali kelihatan seperti halnya daun jambu biji.
Buah gowok masak rasanya manis, tetapi ada juga yang masam. Buah yang
sudah masak dapat langsung dimakan. Rasanya yang manis-manis masam akan lebih
segar apabila dimakan di siang hari. Buah gowok dapat juga dibuat selai untuk makan
roti, ataupun minuman anggur. Buah ini sering pula didapati pada rujak, sebagai
campuran dengan buah-buahan lainnya.
Buah gowok di pohonnya tumbuh dengan bergerombol pada tangkai buah. Setiap
tahun gowok hanya berbuah lebat pada bulan September dan Oktober yaitu pada
permulaan musim hujan. Dua bulan sebelumnya, pohon gowok akan berbunga lebat. Di
dalam buah gowok terdapat biji yang bentuknya bulat agak pipih seperti batu ginjal.
Biji buah gowok yang matangnya sempurna dapat dipakai orang untuk
memperbanyak tanaman ini. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan okulasi di
atas pohon (cangkokan). Sebelum ditanam ditempat yang dikehendaki, tanaman muda
gowok lebih baik kalau ditanam ditempat persemaian terlebih dahulu. Sebelumnya tanah
persemaian ini harus digemburkan dan diberi pupuk kandang secukupnya. Sesudah
beberapa lama tumbuh di temapt persemaian, jika perakarannya sudah mulai tumbuh,
baru tanaman itu dipindahkan ke tempat yang dikehendaki. Hasilnya akan sangat
memuaskan, bila pohon gowok ditanam dalam jarak 10 x 10 meter atau 10 x 12 meter.
Tanaman yang terpelihara dengan baik serta ditanam pada tempat yang sesuai,
dapat mencapai tinggi sampai 12 meter. Untuk dapat tumbuh dengan baik, tanaman
gowok mempunyai persyaratan yaitu harus ditanam di daerah dataran rendah ataupun di
daerah pegunungan yang tingginya tidak lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut.
Syarat lainnya adalah harus ditanam di daerah yang beriklim basah. Tanaman gowok
jarang sekali ditanam orang secara besar-besaran di dalam kebun seperti buah-buahan
lain, karena harganya tidak seberapa. Buah gowok juga jarang sekali dijual orang di
pasar, tidak seperti buah jambu dan buah-buahan lain.

Menteng (Bacaurea rasemosa)


Pohon ini termasuk marga Euporbiaceae, merupakan tanaman asli kawasan Asia
Tenggara. Dibudidayakan di Vietnam, Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, dan
Indonesia. Nama lain tanaman ini adalah Kapundung, Ki Meyong, Ki Menteng, Bencoi,
(Sunda) Jirek, Kapundung (Jawa), Jhirek, Kamondhung (Madura). Tanaman ini tumbuh
15

baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut.
Percabangannya banyak dan membentuk tajuk yang rapat.
Menteng di Jakarta dikenal dengan nama kelurahan dan kecamatan yang
merupakan areal pemukiman tempat tinggal para pejabat tinggi negara Indonesia, namun
di daerah ini banyak warga setempat yang tidak mengenal jenis tanaman yang menjadi
nama daerah tempat tinggalnya.
Pohon menteng tingginya dapat mencapai 15 sampai 25 meter, garis tengah
batangnya 25 sampai 75 centimeter. Bentuk tajunya oval. Bunga jantan dan betinanya
masing-masing terletak pada pohon yang berlainan, yang tersusun dalam bentuk malai.
Berbunga pada permulaan musim hujan bulan Oktober – Desember. Bunga betina
mempunyai ukuran lebih besar daripada bunga jantan. Buahnya bulat dengan garis
tengah 3 centimeter, berwarna hijau kekuning-kuningan. Daging buahnya berwarna
putih bening/jingga, rasanya manis, kadang-kadang masam.
Pohon menteng mempunyai potensi sebagai pohon peneduh di halaman rumah
karena tajuknya yang bagus. Perbanyakan tanaman ini umumnya dengan cara
mencangkok. Dapat pula dengan biji dan okulasi. Dengan cangkok akan lebih cepat
berbuah kira-kira 3 tahun.
Buahnya sering dibuat asinan. Dalam setiap 100 gram buah, mengandung antara
lain kalori 65 kal, protein 1,7 gram, lemak 0,2 gram, karbohidrat 65,1 gram, kalsium 13
miligram, fosfor 20 miligram, besi 0,8 miligram, vitamin C 5 miligram, dan air 75 gram.
Buah menteng dapat dijadikan buah segar/buah meja. Kulit kayunya dapat dimanfaatkan
untuk bahan pembuat kertas dan bahan obat.
Bibit-bibit tanaman tersebut didatangkan dari Bandung dengan mengambil dari
beberapa lokasi pembibitan. Tiap jenis tanaman ditanam dalam jumlah yang bervariasi
antara 8 sampai 24 lubang tanam, disamping juga pada beberapa lubang khusus, ditanam
sebagai cadangan (untuk tambal sulam bila mengalami layu/mati).
Tata letak tanaman disusun sedemikian rupa sehingga selain memiliki nilai estika
yang memadai, bersifat arboretum, dapat difungsikan sebagai hutan pendidikan, dan
selain itu juga pertanaman ini dijadikan sebagai demplot percobaan. Tata letak masing-
masing tanaman dapat dilihat pada Gambar 1.

4.3. Pemeliharaan
16

Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyiraman, pemupukan, penyemprotan


hama-penyakit, penyiangan/pemberantasan gulma, penyulaman tanaman-tanaman yang
mati dan lainnya.
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam pemeliharaan demplot tanaman langka
ini meliputi pupuk NPK, Insektisida, Pupuk Daun, dan Herbisida. Kegiatan
pemeliharaan ini ditangani tenaga lapangan dan beberapa pekerjanya.
17

Gambar 1. TATA LETAK PENANAMAN TANAMAN LANGKA DI SISI DANAU SUNTER JAKARTA UTARA

1 2 3 4 5 6 7 8 9*) 10 11
I II III I II III I II III I II III I II III I II I II I II III I II I II I
B C C B B D B D B A C B C B A B D B D C B B D C C B D
C A D A C C A C A D A C A C D C B C B B C A C D B D B
D B A D A B D B D C D D B D B D C D C A D D B A A C C
A D B C D A C A C B B A D A C A A C A D A C A B D A A

Keterangan
1. Tanjung 2. Ketapang3. Salam 4. Daun Saputangan 5. Nyamplung
6. Gowok 7. Bintaro 8. Glodogan 9. Namnam 10. Gandaria
11. Buni
*)
Sebagian besar mati, disulam dengan tanaman Menteng.

I, II, III : Ulangan 1, 2, dan 3

A = tanpa diberi pupuk kandang; B = diberi pupuk kandang dengan dosis 5 kg; U
C = diberi pupuk kandang dengan dosis 10 kg; dan D = diberi pupuk kandang dengan dosis 15 kg
18

V. HASIL PENGAMATAN

Beberapa minggu setelah penanaman, kemudian dilakukan pengamatan terhadap


keadaan tanamn dan tingkat pertumbuhannya.
Keadaan tampilan pertumbuhan tanaman khususnya Nam Nam dan Gowok
kurang begitu baik, yang mengindikasikan kedua jenis tanaman kurang dapat beradaptasi
dengan baik, sedangkan untuk tanaman lainnya tumbuh baik, terutama Bintaro,
Ketapang, dan Glodogan.
Hama yang menyerang tanaman teridentifikasi berupa ulat daun dan belalang.
Hama-hama ini terutama menyerang daun-daun tanaman Ketapang, Glodogan, Gowok,
dan Salam. Gangguan hama ini diatasi dengan penyemprotan insektisida Desin dengan
dosis 2 cc/l. Sedangkan untuk serangan penyakit, sampai laporan ini ditulis tidak
dijumpai pada tanaman-tanaman yang ditanam.
Jenis gulma yang tumbuh di lokasi uji coba didominasi oleh rumput teki
(Cyperus rotundus dan Cyperus kilingia), Grintingan (Cynodon dactylon), Jukut Pahit
(Axonopus compressus), Carulang (Eleusine indica, dan Jampang pahit (Paspalum
conjugatum). Dijumpai pula gulma yang berdaun lebar yaitu Putri Malu (Mimosa
pudica), Euporbia hirta, Wedusan (Ageratum conyzoides), dan lain-lain. Gangguan bisa
diatasi dengan penyiangan yang dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah
tanam.
Hasil pengamatan terhadap parameter tinggi tanaman pada umur 1 bulan setelah
tanam menunjukkan bahwa belum terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan.
Demikian juga untuk aspek pertumbuhan tanaman lainnya seperti pemunculan tunas
atas, tunas cabang, tunas batang, dan daun muda dari tunas, diantara perlakuan tidak
menunjukkan perbedaan yang jelas. Pada satu ulangan, perlakuan pemberian pupuk
kandang sampai 15 kg menunjukkan kenampakkan yang lebih baik daripada perlakuan
yang lain untuk satu jenis tanaman. Namun pada bagian ulangan lainnya sebaliknya
pemberian pupuk kandang sampai dosis tersebut lebih jelek pertumbuhannya. Demikian
juga untuk perlakuan-perlakuan yang lainnya.
Hal ini disebabkan respon tanaman terhadap pupuk kandang pada umumnya
lambat tetapi akan berpengaruh dalam waktu yang panjang. Disamping pupuk kandang
itu sendiri relatif lambat dalam melepaskan unsur-unsur hara yang dikandungnya. Hal
19

lain yang menyebabkan keadaan demikian adalah bahwa, perakaran tanaman dari bibit-
bibit tanaman yang ditanam pun masih relatif belum jauh menjalar, sehingga pengaruh
pupuk kandang masih relatif sama.
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pengamatan terhadap aspek-aspek
pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Lampiran Daftar Angka Hasil Pengamatan.
20

VI. PENUTUP

Demikian laporan ini disusun sebagai laporan kemajuan hasil kegiatan yang telah
dilakukan di lapangan. Laporan ini bersifat sementara, karena analisis terhadap data-data
hasil pengamatan belum menyeluruh dan mendalam, sehingga dari hasil kegiatan ini
masih belum banyak yang bisa disimpulkan atau dilihat aspek berhasil atau tidak
berhasilnya, berkembang baik atau tidak. Namun demikian, dari hasil pengamatan
sementara ini mengindikasikan bahwa kegiatan pemeliharaan dan pengamatan terhadap
tanaman/pohon-pohon yang ditanam dapat dilanjutkan sesuai target yang telah
ditentukan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Backer, C.A. Bakhuizen van den Brink Jr. 1963. Flora of Java Vol. I, II, III Wolters
Noorholf Publishing Groningen the Netherlands.

Ditjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1986 a. Pedoman Pembangunan


Arboretum Wanawisata di Indonesia. Departemen Kehutanan, Jakarta.

___________. 1986 b. Petunjuk Interpretasi Arboretum. Departeman Kehutanan,


Jakarta.

Ditjen Pembangunan Daerah. 1982. Selayang Pandang Identitas Flora dan Fauna
Daerah. Seri (I) 13 Propinsi. Departemen Dalam Negeri RI, Jakarta.

___________. 1993. Flora dan Fauna Daerah Seri (II) 14 Propinsi. Departemen Dalam
Negeri RI, Jakarta.

Fakultas Pertanian UNPAD. 1989. Pengembangan Tanaman Langka Tersebar di 20


Kabupaten DT. II Propinsi Jawa Barat. Tahap II. Dinas Pertanian
Tanaman Pangan-Pemerintah Propinsi DT. I Jawa Barat-Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.

___________. 1990. Pengembangan Tanaman Langka Tersebar di 20 Kabupaten DT. II


Propinsi Jawa Barat. Tahap III (Studi Kelayakan Perencanaan Pembuatan
Kebu Koleksi dan Kebun Tanaman Langka di Propinsi DT. I Jawa Barat).
Dinas Pertanian Tanaman Pangan-Pemerintah DT. I Jawa Barat-
Universitas Padjadjaran, Jatinangor.

Haryoto Kunto. 1984. Wajah Bandung Tempo Doeloe. PT. Granesia Bandung.

___________. 1986. Semerbak Bunga di Bandung Raya. PT. Granesia Bandung.

Kartawinata, K. dan S. Sastrapradja (Editor). 1979. Kayu Indonesia. Proyek Sumberdaya


Ekonomi. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

Komisi Pelestarian Plasma Nutfah Nasional. 1982. Laporan – 1981. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian RI, Jakarta.

Lembaga Penelitian UNPAD. 1997. Kelestarian Tanaman Langka Terpadu Dengan


Ruang Hijau Sebagai Pengejawantahan Teguh Beriman DKI Jakarta.
Tahap Pertama (Inventarisasi dan Identifikasi Flora Jakarta). Laporan
Akhir. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
22

Mien A. Rifai. 1981. Plasma Nutfah, Erosi Genetika dan Usaha Pelestarian Tumbuhan
Obat Indonesia. Makalah dalam Pertemuan Konsultasi Penyuluhan
Pengadaan Tanaman Obat. Ditjen POM Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Mien A. Rifai, Rugayah, dan Elizabeth A. Widjaya. 1992. Tiga Puluh Tumbuhan Obat
Langka Indonesia. Sisipan Floribunda 2 : 1-28. Penggalang Taksonomi
Tumbuhan Indonesia, Bogor.

Moch. Haerani. 1986. Pembangunan Hutan di Jawa Barat. Fakultas Kehutanan


Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

NAS. 1975. Underexploited Tropical Plant with Promising Economic Value. National
Academy of Sciences. Washington DC.

Nasution, R.E., J.P. Mogea, H. Wiriadinata, D. Darmaedi, E.A. Widjaja, U.W. Mahyar,
T. Uji, D. Sulistiorini, S. Sunarti, T. Djarwaningsih, dan Irawati. 1992.
Pencanangan dan Pendataan Tumbuhan Indonesia. Proceeding Seminar
Hasil Litbang. SDH 6 Mei 1992, Bogor.

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 1991. Jakarta 2005.

Tim Puslittanak. 1993. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Pertanian dan Kehutanan.
Laporan Teknis. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Rahadian Bimantoro. 1974. Bulettin Kebun Raya Vol. 1. No. 4 Oktober 1994.

Schmidt, R. H. and J. A. H. Ferguson. 1951. Rainfall Types Based on Wet and Dry
Period for Indonesia with Western New Guinea. Kementrian Perhubungan
Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Djakarta.

Sekretarian Panitia. 1984. Pekan Tanaman Langka Indonesia 1984. Tanaman Anggrek
Gelora Senayan Jakarta.

____________, dan Rahadian Bimantoro. 1980. Jenis Kayu Daerah Kering. Lembaga
Biologi Nasional – LIPI, Bogor.

____________. 1983. Tanaman Pagar. Lembaga Biologi Nasional – LIPI, Bogor.

____________ (Redaksi). 1980. Tanaman Hias. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. PN


Balai Pustaka, Jakarta.

____________ (Redaksi). 1980. Tanaman Industri. Lembaga Biologi Nasional – LIPI.


PN Balai Pustaka, Jakarta.

____________ (Redaksi). 1980. Tanaman Palem Indonesia. Lembaga Biologi Nasional


– LIPI. PN Balai Pustaka, Jakarta.

Setijati Sastrapradja dan Johar Jumiati Afriastini. 1984. Polong-polongan Perdu.


Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor.
23

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1993. Mengenal Tanaman Langka. Seri Pertanian-
CX/316/90. Penebar Swadaya Jakarta.
24

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

I. PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................1
1.2. Maksud dan Tujuan..........................................................................................3
1.2.1 Maksud....................................................................................................3
1.2.2. Tujuan....................................................................................................3
1.3. Personil Pelaksana............................................................................................4

II. RUANG LINGKUP KEGIATAN............................................................................5

III. METODOLOGI........................................................................................................6
3.1. Pengumpulan Data...........................................................................................6
3.2. Penanaman.......................................................................................................6
3.3. Pemeliharaan dan Pengamatan.........................................................................6

IV. PELAKSANAAN KEGIATAN..............................................................................7


4.1. Persiapan..........................................................................................................7
4.2. Pelaksanaan......................................................................................................7
4.3. Pemeliharaan..................................................................................................16

V. HASIL PENGAMATAN.......................................................................................18

VI. PENUTUP...............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................21

LAMPIRAN......................................................................................................................24

Anda mungkin juga menyukai