Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN HIV AIDS

KELOMPOK IV

DISUSN OLEH:

DEWI(NH0319009)

FIRDA NURINTAN(NH03012)

NUR JANNA(NH0319024)

NURLINDA(NH0319025)

ROSDIANA(NH0319030)

PROGRAM DIPLOMA DIII KEPERAWATAN ANGKATAN 2019

STIKES NANI HASANUDDIN MAKASSAR

2021/2022
Konsep Medis

A.Defenisi HIV/AIDS

Pengertian HIV/AIDS HIV atau human immunodeficiency virus disebut sebagai retrovirus
yang membawa materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan asam deoksibonukleat
(DNA). HIV disebut retrovirus karena mempunyai enzim reverce transcriptase yang memungkinkan
virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA ke dalam bentuk DNA.(Widyanto &
Triwibowo, 2013).

AIDS atau acquired immunodeficiency syndrome didefinisikan kumpulan penyakit dengan


karakteristik defisiensi kekebalan tubuh yang berat dan merupakan stadium akhir infeksi HIV
(Widyanto & Triwibowo, 2013). Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh menyebabkan
ODHA amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit (Rendy & Margareth, 2012).

Penyakit AIDS diartikan sebagai sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau
kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar dan sebagai bentuk paling hebat dari
infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun dan tanpa gejala yang nyata, hingga
keadaan imunosupresi yang berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian
(Padila,2012).

Proporsi orang yang terinfeksi HIV, tetapi tidak mendapat pengobatan anti HIV dan akhirnya
akan berkembang menjadi AIDS diperkirakan mencapai lebih dari 90%. Karena tidak adanya
pengobatan anti HIV yang efektif, Case Fatality Rate dari AIDS menjadi sangat tinggi, kebanyakan
penderita di negara berkembang (80-90%) mati dalam 3 sampai 5 tahun sesudah di diagnosa terkena
AIDS (Kunoloji,2012)

B.Etiologi HIV/AIDS

HIV/AIDS AIDS disebabkan oleh HIV yaitu suatu retrovirus pada manusia yang termasuk
dalam keluarga lentivirus. secara genetik HIV dibedakan menjadi dua, tetapi berhubungan secara
antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Keduanya merupakan virus yang menginfeksi sel T-CD4 yang
memiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk HIV. (Widyanto & Triwibowo, 2013). AIDS
disebabkan oleh HIV yang dikenal dengan retrovirus yang di tularkan oleh darah dan punya afinitas
yang kuat terhadap limfosit T. (Rendy & Margareth, 2012).
C.Manifestasi Klinis HIV/AIDS

Tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita AIDS umumnya sulit dibedakan karena
bermula dari gejala klinis umum yang didapati pada penderita penyakit lainnya. Secara umum dapat
dikemukakan sebagai berikut:

1. Rasa lelah dan lesu


2. Berat badan menurun secara drastis
3. Demam yang sering dan berkeringat waktu malam
4. Mencret dan kurang nafsu makan
5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
7. Radang paru
8. Kanker kulit

Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS umumnya meliputi 3 hal yaitu:

a. Manifestasi tumor

1. Sarkoma Kaposi Kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Penyakit ini sangat
jarang menjadi sebab kematian primer.

2. Limfoma ganas Timbul setelah terjadi Sarkoma Kaposi dan menyerang saraf serta dapat
bertahan kurang lebih 1 tahun

b. Manifestasi oportunistik

1. Manifestasi pada Paru

a. Pneumoni pneumocystis (PCP) Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS
merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan
demam.

b. Cytomegalovirus (CMV) Pada manusia 50% virus ini hidup sebagai komensal pada
paruparu tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan 30% penyebab kematian
pada AIDS.
c. Mycobacterium avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir
dan sulit disembuhkan.

d. Mycobacterium tuberculosis Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi


milier dan cepat menyebar ke organ lain di luar paru.

2. Manifestasi gastrointestinal Tidak ada nafsu makan, diare kronis, penurunan berat badan
>10% per bulan.

c. Manifestasi neurologis

Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi neurologis yang biasanya timbul pada fase akhir
penyakit. Kelainan saraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati, neuropati
perifer.

Gejala dan stadium klinis Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired Imunnodeficiency
Syndrome (AIDS)

Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO atau CDC. Di
Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat apabila menunjukkan tes
HIV 18 positif dan sekurang-kurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu gejala minor.

Gejala mayor dan gejala minor infeksi HIV/AIDS

1.gejala mayor

Berat badan menurun >10% dalam 1 bulan Diare kronik berlangsung >1 bulan Demam
berkepanjangan >1 bulan Penurunan kesadaran Demensia/HIV ensefalopati

2.gejala minor

Batuk menetap >1 bulan Dermatitis generalisata Herpes Zooster multi-segmental dan berulang
Kandidiasis orofaringeal Herpes simpleks kronis progresif Limfadenopati generalisata Infeksi jamur
berulang pada alat kelamin wanita Retinitis Cytomegalovirus.
Menurut WHO, stadium klinis HIV/AIDS dibedakan menjadi:

STADIUM GEJALA KLINIS


1 Tidak ada penurunan berat badan Tanpa gejala atau hanya Limfadenopati
Generalisata Persisten
II Penurunan berat badan<10% ISPA berulang sinusitis,otitis media,tonsillitis,dan
faringitis,herpes zoster dalam 5 tahun terakhir luka disekitar bibir (klitis
angularis)Ulkus mulut berulang Ruam kulit yang gatal (sebroik atau
prurigo)Dermatitis sebroik infeksi jamur pada kuku
III Penurunan berat badan<10% Diare demamyang tidak di ketahui penyebabnya> 1
bulan kandidiasis oral Hairy leukoplakia TB paru dalam satu tahun terakhir.
Limfadenitis TB. Infeksi bacterial yang berat: pneumonia
piominosis Anemia(<8gr/dl),Trombosit openi kronik (,50x10 /liter)
IV Sindrom wasting(HIV)pneumoni pneumocystis
Pneumonia bacterial yang berat berulang dalam 6 bulan kandidiasis esophagus ,
herpes simpleks ulseratif >1 bulan limfoma ,sarcoma kaporasi,kanker serviks yang
infasif,retinitis CMV,TB EKTRA paru,toksoplas,osis ,eansefolopati HIV,
Meningitis Kriptokokus,Infeksi mikobakteria non TB meluas,lekoensifalopati,
multifocal progresif kriptospridiosis kronis,mikosis muleus.

D. Patofisiologi HIV/AIDS

Menurut Widyanto & Triwibowo, (2013) HIV dapat membelah diri dengan cepat dan kadar
virus dalam darah berkembang cepat, dalam satu hari HIV dapat membelah diri menghasilkan virus
baru jumlahnya sekitar 10 miliar. Proses terjadinya defisit nutrisi pada HIV/AIDS, pasien akan
mengalami 4 fase yaitu :

a. Periode jendela Pada periode ini pemeriksaan tes antibodi HIV masih negatif walaupun
virus sudah ada dalam darah pasien. Hal itu karena antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi
melalui pemeriksaan laboratium. Biasanya Antibodi terhadap HIV muncul dalam 3-6 minggu hingga
12 minggu setelah infeksi primer. Pada periode ini pasien mampu dan berisiko menularkan HIV
kepada orang lain.
b. Fase infeksi akut Proses ini di mulai setelah HIV menginfeksi sel target kemudian terjadi
proses replika yang menghasilkan virus baru yang jumlahnya berjuta-juta virion. Virimea dari banyak
virion ini memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala mirip flu. Sekitar 50-70% orang hiv
yang terinfeksi mengalami sindrom infeksi akut selama 3-6 minggu seperti influenza yaitu demam,
sakit otot, berkeringat, ruam, sakit tenggorokan, sakit kepala, keletihan, pembengkakan kelenjar limfe,
mual, muntah, anoreksia, diare, dan penurunan BB. Antigen HIV terdeteksi kira-kira 2 minggu setelah
infeksi dan terus ada selama 3-5 bulan. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T yang dramatis
kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena respon imun. Pada fase ini jumlah limfosit T masih di
atas 500 sel/mm3 kemudian akan menurun setelah 6 minggu terinfeksi HIV.

c. Fase infeksi laten Pada fase infeksi laten terjadi pembentukan respon imun spesifik HIV dan
terperangkapnya virus dalam sel dendritic folikuler (SDF) di pusat germinativum kelenjar limfe. Hal
tersebut menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten. Pada
fase ini jarang di temukan virion sehingga jumlahnya menurun karena sebagian besar virus
terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replika. Jumlah limfosit T-CD4 menurun sekitar 500- 200
sel/mm3. Meskipun telah terjadi serokonversi positif individu pada umumnya belum menunjukan
gejala klinis (asimtomatis). Fase ini terjadi sekitar 8-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada tahun ke
delapan setelah terinfeksi HIV gejala klinis akan muncul seperti demam , kehilangan BB < 10%, diare,
lesi pada mukosa dan infeksi kulit berulang.

d. Fase infeksi kronis Selama fase ini, replika virus terus terjadi di dalam kelenjar limfe yang di
ikuti kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi kelenjar limfe yaitu sebagai perangkap virus akan
menurun atau bahkan hilang dan virus diluncurkan dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan
jumlah virion berlebihan, limfosit semakin tertekan karena infeksi HIV semakin banyak. Pada saat
tersebut terjadi penurunan, jumlah limfosit T-CD4 di bawah 200 sel/mm3. Kondisi ini menyebabkan
sistem imun pasien menurun dan semakin rentan terhadap berbagai infeksi sekunder. Perjalanan
penyakit semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. B. Konsep D

E.Komplikasi HIV/AIDS

Komplikasi pada anak HIV/AIDS dapat mengenai berbagai sistem organ tubuh. Penyakit
jantung yang terkait dengan infeksi HIV atau infeksi oportunistik yang meliputi perikarditis dan
miokarditis. Komplikasi kardiovaskular infeksi HIV seperti kardiomiopati dan perikarditis telah
dikurangi dengan terapi antiretroviral yang sangat aktif, tapi aterosklerosis koroner prematur sekarang
menjadi masalah yang berkembang karena obat antiretroviral dapat menyebabkan gangguan
metabolisme yang serius menyerupai orang-orang dalam sindrom metabolik. 34 Keterlambatan
motorik, hipotonia, hipertonia, dan tanda traktus piramidal menunjukan telah terjadi ensefalopati di
sistem saraf pusat.35 Kejadian diare kronik pada anak dengan infeksi HIV bervariasi antara 30-90%.
Lesi esofageal, kelainan hepatobilier dan diare merupakan penyakit yang paling sering, dan dapat
menyebabkan malabsorbsi, maldigesti, penurunan asupan nutrisi sehingga menyebabkan malnutrisi.36
Trombositopenia terjadi pada 40% pasien dengan infeksi HIV selama sakit . Penurunan produksi
trombosit pada infeksi HIV mungkin terkait dengan kerusakan ultrastruktural pada megakaryosit.
Anemia dapat dapat terjadi 20% dari pasien pada saat diagnosis. Pada kebanyakanpasien penyebabnya
adalah multifaktorial. Faktor yang berkontribusi secara umum adalah penekanan sumsum tulang,
penyebab iatrogenik, kekurangan vitamin, penekanan produksi eritropoietin, dan respon eritropoietin
rendah. Infiltrasi sumsum tulang dengan limfoma atau sarkoma kaposi. Penekanan sumsum tulang
dapat disebabkan oleh patogen seperti Mycobacterium Avium Complex, Parvovirus B19, atau CMV
dan infeksi jamur diseminata. Neutropenia yang diamati pada 10% pasien dengan infeksi HIV
asimptomatik dan 50% pada pasien dengan AIDS.37 Gagal ginjal akut umumnya disebabkan oleh efek
samping dari obat yang dipakai untuk infeksi terkait HIV, seperti asiklovir, adefovir, aminoglikosida,
amfoterisin, beta laktam (interstitial nephritis), sidofovir, foskarnet, gansiklovir, pentamidin,
sulfonamid, dan trimetoprim (kandungan kotrimoksazol).

H.Pemeriksaan Diagnostik

Virus HIV merupakan virus RNA yang terdiri dari HIV 1 dan HIV 2. Infeksi HIV 1 lebih
banyak ditemukan daripada HIV 2. Dilaporkan bahwa 80% penderita HIV disebabkan oleh Virus HIV
1. Virus ini menggunakan limfosit CD4 sebagai tempat replikasinya. Sehingga jumlah limfosit CD4
menjadi salah satu parameter dalam pemberian terapi maupun pemantauan penyakit. (Iweala, 2004;
2006; Greenwald, 2006; Cohen, Shaw, McMichael, Haynes, 2011)

Keberadaan HIV dalam tubuh manusia hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan
laboratorium pada sampel cairan tubuh seperti darah, plasma dan lainnya. Individu dengan HIV di
dalam tubuhnya tidak menampakkan gejala kecuali apabila individu tersebut masuk dalam fase AIDS.
Ada tidaknya virus HIV berdampak pada pemberian terapi anti retroviral (ARV). Dalam hal ini
pemeriksaan laboratorium memegang peranan yang sangat penting dalam program pengendalian HIV.
(WHO, 2009 ; Cohen, Shaw, McMichael, Haynes, 2011).

Salah satu pintu masuk untuk mendeteksi infeksi HIV adalah melalui kegiatan konseling dan
tes HIV. Kegiatan ini terbukti sangatlah bernilai tinggi dalam pelayanan kesehatan dan dukungan yang
dibutuhkan dan memungkinkan intervensi yang aman dan efektif terutama dalam pencegahan 3
penularan dari ibu ke anak. (Anonim , 2012) Konseling dan tes HIV tersedia dalam berbagai situasi
dengan menggunakan pendekatan sukarela ( VCT=Voluntary Counseling Test) dan konseling yang
diinisiasi oleh petugas ( PITC = Provider Initiated Tes and Counseling). Sasaran kegiatan VCT adalah
masyarakat yang ingin mengetahui status HIV/AIDS dan mencegah penularan, masyarakat yang
berperilaku risiko tinggi seperti sering berganti pasangan dan pengguna narkoba jarum suntik.
Kegiatan VCT didahului oleh konseling pra tes dan diakhiri oleh konseling pasca tes. Untuk itu
diperlukan konselor yang terlatih dan professional. Sedangkan PITC merupakan kegiatan konsultasi
dan tes HIV yang diinisiasi oleh petugas kesehatan manakala petugas kesehatan menemukan seorang
pasien yang dicurigai mempunyai faktor risiko terkena HIV / AIDS. Pada kedua kegiatan ini harus
diikuti dengan informed consent dan harus dijamin kerahasiaannya. (WHO-UNAIDS, 2009; 3,
Anonim 2012)

1. Parameter Pemeriksaan Laboratorium HIV Beberapa parameter pemeriksaan laboratorium


pada infeksi HIV bisa dilakukan baik dengan tujuan diagnosis maupun monitoring pengobatan.
Pemeriksaan Laboratrium untuk menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan anti HIV. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi terhadap HIV 1 dan atau HIV 2 pada seseorang
yang dicurigai terinfeksi virus ini. Sedangkan untuk pemantauan terapi, dapat dilakukan pemeriksaan
CD4 dan jumlah virus (viral load) pada penderita HIV yang mendapatkan terapi ARV ( Iweala, 2004;
Kishore, Cunningham, Menon.

2. Metode Pemeriksaan Laboratorium anti HIV Semua orang yang terinfeksi HIV akan
membentuk antibodi terhadap virus ini. Adanya antibodi ini dapat dideteksi dalam waktu 30 hari
dengan metode ELISA. Tetapi sebagian besar akan terdeteksi dalam waktu 3 bulan. Pada saat antibodi
ini belum terbentuk pada seseorang yang sudah terinfeksi, maka disebut periode jendela. Pada periode
ini, penularan sudah bisa terjadi. Untuk mengetahui ada tidaknya antibodi ini maka dilakuakan
pemeriksaan anti HIV. Selain pemeriksaan anti HIV, parameter lain yang baik.
Kemampuan ketepatan suatu metode pemeriksaan sehingga didapatkan hasil negatif benar.
Suatu metode pemeriksaan dengan spesifisitas tinggi akan memberikan hasil positif palsu yang kecil
dimana kondisi ini dibutuhkan pada penegakan diagnosis infeksi HIV(Iweala 2004; Greenwald, 2006;
3 Anonim , 2012). Dasar pemilihan reagen anti HIV didasarkan pada strategi pemeriksaan dan yang
bersifat serial. Strategi pemeriksaan merupakan pendekatan pemeriksaan untuk memenuhi kebutuhan
khusus seperti keamanan darah, surveilans dan diagnosis. Strategi ini harus bersifat serial yang berarti
sampel darah diperiksa dengan reagen pe rtama dan hasil reagen pe rtama menentukan apakah
dilakukan pemeriksaan 1 dengan reagen kedua atau tidak (Anonim , 3 2006; Anonim , 2012)

Penatalaksaan HIV/AIDS(pengobatan)

Penatalaksanaan infeksi HIV/AIDS meliputi penatalaksaan fisik, psikologis, dan sosial.


Penatalaksanaan medis terdiri atas s (1) pengobatan suportif yang meliputi: mencukupi nutrisi dan
vitamin, bekerja, memandang hidup dengan positif, hobi, dukungan psikologis, dukungan sosial (2)
mencegah serta mengobati infeksi oportunistik dan kanker (3) mengobati dengan antiretroviral.

Saat memulai pengobatan:

1) Asimtomatik, CD4>500 tapi RNA (viral load) tinggi (lebih dari 30.000 kopi/ml)

2) Asimtomatik, CD4>350 (boleh ditunda bila CD4>350 dan viral load rendah<10.000)

3) Infeksi HIV/Dengan gejala

Sekarang yang dianut adalah pengobatan kombinasi dengan kombinasi tiga obat, terdiri dari
dua inhibitor reverse transcriptase dan atau inhibitor enzim protease. Monoterapi (ddl atau d4T) hanya
dipertimbangkan bila pengobatan kombinasi tak dapat dilakukan atau pasien telah menggunakan
monoterapi dalam waktu yang lama dan hasil klinis maupun pemantauan laboratorium tetap baik (CD4
baik)

Ada tiga golongan utama ARV yaitu:

a. Penghambat masuknya virus ke dalam sel Bekerja dengan cara berikatan dengan subunit
GP41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke target sel dihambat (Fusion Inhibitor). Contoh
obat yaitu enfuvirtid.
b. Reverse Transcriptase Inhibitor (RTI)

I. Analog nukleosida (NRTI) Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) diubah


secara intraseluler dalam 3 tahap penambahan gugus fosfat dan selanjutnya berkompetisi dengan
natural nukleotida menghambat reverse transcriptase sehingga perubahan RNA menjadi DNA
terhambat. Selain itu, NRTI juga menghentikan pemanjangan DNA. Obat yang termasuk dalam
golongan ini yaitu:

a) Analog thymin : zidovudin (ZDV/AZT) dan stavudin (d4T)

b) Analog cytosine : lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ddC)

c) Analog adenine : didanosine (ddl) d) Analog guanine : abacavir (ABC)

II. Analog Nukleotida (NtRTI) Mekanisme kerja NtRTI pada penghambatan replikasi HIV
sama dengan NRTI tetapi hanya memerlukan 2 tahapan proses fosforilasi. Contoh obat yaitu : analog
adenosine monofosfat yaitu tenofovir (TNF).

III. Non Nukleosida (NNRTI) Bekerjanya tidak melalui tahapan fosforilasi intraseluler tetapi
berikatan langsung dengan reseptor pada reverse transcriptase dan tidak berkompetisi dengan
nukleotida natural. Aktivitas antiviral terhadap HIV-2 tidak kuat, contoh obat yang termasuk NNRTI
yaitu nevirapin (NVP) dan efavirens (EFV). c. Protease Inhibitor (PI) Protease Inhibitor berikatan
secara reversibel dengan enzim protease yang mengkatalisa pembentukan virus protein yang
dibutuhkan untuk proses akhir pematangan virus. Akibatnya virus yang terbentuk tidak masuk dan
tidak mampu menginfeksi sel lain. Protease Inhibitor adalah ARV yang potensial. Contoh obat:
ritonavir (RTV), indinavir (IDV), saquinavir (SQV), nelvinavir (NFV).
Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama : An.R

Tempat/tanggal lahir : Makassar, 22 Juli 2018

Jenis kelamin : Perempuan

Umur :3 Tahun

Status kawin : Belum menikah

Agama : Islam

Pendidikan : Belum Sekolah

Pekerjaan : Belum kerja

Alamat : JL. Batudoang II

b. Keluhan utama.

Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluahn utama sesak
nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang
berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus
menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut
dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar getah bening
diseluruh

tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.

c. Riwayat kesehatan sekarang.


Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah: pasien akan
mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-
batuk, nyeri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan

berat badan drastis.sss

d. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan
narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS
terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.

e. Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/ AIDS.
Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi HIV. Pengakajian lebih lanjut juga
dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam,
bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial).

f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :

Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat. Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami
perubahan atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB
dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut
dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.

1. Pola nutrisi

Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah,
nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis
dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).

2. Pola eliminasi

Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah

3. Pola istrihat dan tidur


Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami gangguan karena
adanya gejala seperti demam dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga
didukung oleh perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit.

4. Pola aktifitas dan latihan

Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan. Ada
beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan
mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi
terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.

5. Pola prespsi dan kosep diri

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi dan stres.

6. Pola sensori kognitif

Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan gangguan


penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi,
kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami
halusinasi.

7. Pola hubungan peran

Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu
hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah.

8. Pola penanggulangan stres

Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan depresi
karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan
adaptif.

9. Pola reproduksi skesual


Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karean penyebab utama
penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.

10. Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah, karena mereka
menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status
perubahan kesehatan dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien
dalam kehidupan mereka dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.

g. Pemeriksaan fisik

1. Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah

2. Kesdaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis,


somnolen, stupor bahkan koma.

3. Vital sign :

TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang ditemukan frekuensi nadi
meningkat, pernapasan : biasanya ditemukan frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu
biasanya ditemukan meningkat karena demam, BB ; biasanya mengalami penrunan (bahkan
hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).

 Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis

Seboreika

 Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik, pupil isokor,refleks pupil
terganggu
 Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
 Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur criptococus
neofarmns)
 Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya bercak- bercak putih seperti
krim yang menunjukan kandidiasis
 Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
 Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai dengan TB
napas pendek (cusmaul)
 Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
 Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma
kaposi)
 Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral dingin

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita HIV AIDS yaitu:
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungn dengan penyakit paru obstruksi kronis;
ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan kerusakan neurologis, ansietas, nyeri,
keletihan; diare berhubungan dengan infeksi; kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif; ketidak seimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare;
ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis ,
ketidakmampuam menelan; nyeri kronis berhubngan dengan agen cedera biologis; nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis; hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme; kerusakan integritas Kulit berhubungan dengan perubahan status cairan, perubahan
pigmentasi perubahan turgor kulit.

3 Perencananan keperawatan

Perencanaan keperawtan arau intervensi yang ditemukan pada pasien dengan HIV AIDS sebagai
berikut :

Diagnosa dan Intervensi Pada Pasien dengan HIV AIDS

NO. Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
bersihanjalan nafas keperawatan diharapkan Posisi pasien untuk
Definisi: status pernapasan tidak meminimalkan ventilasi;
Ketidakmampuan untuk terganggu dengan kriteria motivasi pasien untuk
membersihkan sekresi hasil: bernafas pelan-pelan
atau obstruksi dari saluran Deviasi ringan dari kisaran berputar dan batuk;
nafas untuk normal auskultasi nafas. Auskultasi bunyi nafas,
mempertahankan bersihan Deviasi ringan dari kisaran catat area yang ventilasinya
jalan nafas. normal kapatenan jalan menurun tidak dan adanya
nafas. Tidak ada relaksi suara nafas tambahan
dinding dada. Fisioterapi dada
Jelaskan tujuan da prosedur
fisioterapi dada kepada
pasien; Monitor status
respirasi dan kardiologi
(misalnya denyut, irama,
suara kedalaman nafas);
Monitor jumlah dan
karakteristik sputum;
Ajarkan pasien melakukan
relaksasi nafas dalam.
2. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan nafas:
nafas keperawatan diharapkan Posisikan pasien untuk
Defisi: inspirasi dan status pernapasan tidak memaksimalkan ventilasi;
ekspirasi yang tidak terganggu dengan kriteria lakukan fisioterapi dada
memberi ventilasi hasil: sebagai mana mestinya;
adekuat. Frekuensi pernapasan tidak Buang secret dengan
ada deviasi dari kisaran memotivasi klien untuk
normal; Irama pernapasan batuk efektif batuk atau
tidak ada deviasi dari menyedot lendir; Auskultasi
kisaran normal; Tidak ada suara nafas, catat area yang
retraksi dinding dada; Tidak ventilasinya menurun atau
ada suara nafas tambahan; ada dan tidaknya suara nafas
Tidak ada pernapasan tambahan.
cuping hidung.
3. Diare Setelah dilakukan tindakan Manajemen saluran
Definisi: Pasase feses keperawatan diharapkan pencernaan: Monitor buang
yang lunak dan tidak pola eliminasi usus tidak air besar termasuk frekuensi
berbentuk terganggu dengan kriteria konsistensi, bentuk, volume
Batasan karakteristik: hasil: Pola eliminasi tidak dan warna; monitor bising
nyeri abdomen; sedikitnya terganggu; suara bising usus usus
tiga kali defekasi perhari; tidak terganggu; diare tidak Manajemen diar:
bising usus hiperaktif. ada Identifikasi faktor yang bisa
menyebabkan diare
(misalnya medikasi,
bakteri); amati turgor kulit
secara berkala; monitor kulit
perinium terhadap adanya
iritasi dan ulserasi;
konsultasikan dengan dokter
jika tanda dan gejala diare
penetap.
4. Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan: Jaga
cairan. keperawatan diharapkan intake dan output pasien;
Definisi : penurunan keseimbangan cairan tidak monitor status hidrasi
cairan intravaskuler, terganggu dengan kriteria (misalnya membrane
instertinal, dan hasil: Tekanan darah tidak mukosa lembab, denyut nadi
intraseluler, ini mengacu terganggu; keseimbangan adekuat); monitor hasil
pada dehidrasi, intake dan output dalam 24 laboratrium yang relevan
kehilangan cairan tanpa jam tidak terganggu; turgor dengan retensi cairan
perubahan pada natrium. kulit tidak terganggu. (misalnya peningkatan berat
Batasan karakteristik: jenis, peningkatan BUN,
Penurunan tekanan darah; penurunan hematocrit, dan
penurunan nadi; peningkatan kadar
penurunan turgor osmolitas); monitor tanda-
kulit,kulit kering; tanda vital; berikan diuretik
kelemahan. yang diresepkan.
Fator yang berhubungan: Monitor cairan: Tentukan
Kehilangan cairan aktif jumlah dan jenis asupan
cairan serta kebiasaan
eliminasi; tentukan faktor-
faktor yang menyebabkan
ketidak seimbangan cairan;
periksa turgor kulit; monitor
tekanan darah, denyut
jantung, dan status
pernapasan; monitor
membrane mukosa, turgor
kulit, dan respon haus.

Implementasi Keperawatan

Implementasi dilakukan sesuai dengan tindakan keperawatan atau Intervensi.

Evaluasi

Evaluasi keperawatan dilakukan sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai