Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS


(PDA)

Disusun oleh :
dr. Pradhika Perdana Sakti

Pembimbing :

dr. Yanuar Nusca Permana, Sp.A

Pendamping :

Dr. Hesti Sasmila Wardhani

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


KSM/SMF ANAK
RSUD IDAMAN BANJARBARU
2019

1
PENDAHULUAN

Duktus arteriosus persisten (DAP) adalah suatu kelainan berupa duktus (pembuluh yang
menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri (left pulmonary arteri ) ke aorta
desendens tepat di sebelah distal arteri subklavia kiri) yang tetap terbuka setelah bayi lahir. DAP
sering ditemukan tanpa disertai dengan kelainan jantung bawaan lain tetapi dapat juga ditemukan
dengan kelainan jantung bawaan lain seperti penyakit jantung bawaan jenis duct dependent
( atresia pulmonal, atresia triskupid ). Pada kelainan ini kehidupan tergantung ada tidaknya
duktus yang membawa aliran darah ke paru.1,2

Insiden DAP sering di temukan pada bayi prematur dengan berat badan lahir rendah.
DAP terdapat pada kira-kira 5-10 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, dengan rasio
perempuan lebih banyak dari laki-laki (3:1). Insiden makin bertambah dengan berkurangnya
masa gestasi.1,2

Duktus aterious menutup secara fungsional pada 10-15 jam setelah lahir, jadi pirau ini
berlangsung relative singkat. Penutup permanen terjadi pada usia 2-3 minggu. Pada pemeriksaan
fisik DAP tampak peningkatan aktifitas prekordium, tekanan nadi melebar dengan tekanan
diastolik yang rendah dan bounding pada pulsasi perifer. Bunyi jantung pada umumnya normal,
kadang-kadang komponen pulmonal dari bunyi jantung ke 2 terdengar agak mengeras.

2
Pada DAP besar dapat terdengar bunyi jantung ke 3 akibat pengisian cepat ventrikel pada saat
diastolik dan dapat terdengar di daeah apeks. 3,4

Pada bayi prematur terdengar bising sistolik pada tepi kiri sternum sela iga 2-3 dapat
terdengar pada usia 24-72 jam. Bising kontinyu yang biasanya terdengar pada anak biasanya
tidak terdengar. Pada DAP kecil tidak ditemukan kelainan fisik kecuali terdengar bising kontinu
di daerah subklavikula kiri.3,4

Pada bayi aterm yang baru lahir dengan DAP biasanya tidak terdengar bising. Kemudian
timbul bising sistolik yang secara progresif berubah menjadi bising kontinyu yang khas yaitu
aksentuasi pada akhir sistolik dan kontinyu melewati bunyi jantung kedua menuju fase diastolik.
Bising terdengar segera setelah bunyi jantung pertama mencapai puncak pada saat bunyi jantung
kedua berakhir pada akhir bunyi jantung ketiga pada fase diastolik.1,2

Pada bayi-bayi prematur yang menderita DAP terjadi gangguan distribusi aliran darah
sistemik sehingga terjadi penurunan aliran darah sistemik akibatnya organ-organ tubuh lain juga
mengalami penurunan aliran darah, seperti aliran darah ke otak atau perubahan dari cerebral
blood flow velocity yang akan menimbukan perdarahan intraventrikuler. Penurunan aliran darah
ke saluran cerna dapat menibulkan necrotizing enterocolitis. 6

Berikut ini akan dilaporkan suatu kasus, seorang bayi dengan duktus arteriosus persisten,
dirawat di ruang perinatologi RSD Idaman Banjarbaru.

3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA

Nama : By. Ny. SK

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir/Umur : 23 Maret 2019

Berat badan lahir : 1200

Proses kelahiran : Spontan

Di bantu oleh : Bidan

Agama : Islam

Nama Ayah : AZ

Pekerjaan : Swasta

Umur : 36 Tahun

Pendidikan Ayah : SMA

Nama Ibu : SK

Pekerjaan : IRT

Umur : 27 Tahun

Pendidikan Ibu : SMA

Alamat : Komp. Kelapa Gading 2 Jl. Paris Blok A4 RT3/1, Banjarbaru

4
Family Tree

Pemeriksaan Neonati

Berat badan : 1200 gram


Panjang badan : 42 cm
Lingkar kepala : 27 cm
Lingkar dada : 25 cm
Lingkar perut : 23 cm
Lingkar lengan atas : 10 cm
Panjang kaki : 18 cm
Jarak simfisis-kaki : 16 cm
APGAR score : 7-8-9

Keadaan umum : aktif


HR : 170x/mnt
Respirasi : 60x/mnt
Suhu badan : 36,80C

5
Kulit Warna : Sawo Matang
Efloresensi : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Jaringan parut : Tidak ada
Lapisan lemak : Cukup
Turgor : Kulit kembali cepat
Tonus : Normal
Edema : Tidak ada
Kepala Bentuk : Mesocephal
Ubun-ubun besar : Terbuka
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata
Exopthalmus/enophtalmus : -/-
Tekanan bola mata : Normal pada perabaan
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : Ikterik (-)
Pupil : Bulat, isokor ϕ3mm/3mm
Lensa : Jernih
Fundus : Tidak dievaluasi
Visus : Tidak dievaluasi
Gerakan : Normal
Telinga : Sekret tidak ada
Hidung : Sekret tidak ada
Mulut
Bibir : Sianosis tidak ada
Lidah : Beslag (-)
Selaput mulut : Basah
Gusi : Perdarahan tidak ada
Bau pernapasan : Foetor (-)

6
Tenggorokan :
Tonsil : sulit di evaluasi
Pharynx : sulit di evaluasi
Leher :
Trakhea : Letak sentral
Kelenjar : Tidak ada pembesaran
Kaku kuduk : Tidak ada
Thorax : Bentuk : Simetris
Retraksi : Tidak ada
Paru-paru : Inspeksi : Simetris kanan-kiri, retraksi (-)
Auskultasi : Sp Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Bising : kontinu (+) gr III ICS II-III linea parasternalis
sinistra
Abdomen : Inspeksi : Datar, efloresensi (-), benjolan (-)
Auskultasi : BU (+) normal.
Palpasi : lemas
Lien : Tidak teraba
Hepar : Tidak teraba
Genitalia : ♀, Normal
Kelenjar : Tidak ada pembesaran
Anggota gerak : Akral hangat, CRT ≤ 2”
Tulang-belulang : Tidak ada deformitas
Otot-otot : eutoni
Refleks-refleks : Refleks Moro (+)
Refleks Hisap (+)
Refleks pegang (+)
Releks rooting ( +)
Refleks babinski (+)
Anus : Lubang (+)

7
Resume Masuk

Bayi masuk ruang perinatologi tanggal 23 Maret 2019 jam 04.00 WITA. Bayi lahir
tanggal 23 Maret 2019 jam 03.15 WITA, BBL 1200 gram, PBL 42 cm.

Bayi lahir secara spontan belakang kepala dari ibu G3P2A3 27 tahun hamil preterm.
Lahir langsung menangis dan tidak berwarna biru Namun ibu pasien mengeluhkan pasien tidak
mau menetek atau tidak mau minum. Riwayat waktu hamil, ibu melakukan pemeriksaan yang
teratur di dokter spesialis, sebanyak 11 kali, imunisasi TT sebanyak 2x, selama hamil ibu dalam
keadaan sehat.

BBS : 1400 gram

Keadaan umum : aktif


HR : 120 kali/menit
Respiras : 60 kali/ menit
Suhu : 36,5° C
Kepala : Konjungtiva anemis tidak ada , sklera ikterik tidak ada,
pernapasan cuping hidung tidak ada
Thorax : simetris, retraksi tidak ada
Cor : Bising kontinu (+) gr III ICS II-III Linea parasternalis
Sinistra
Pulmo : suara pernapasan bronkovesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal.
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Extremitas : akral hangat, CRT ≤ 3”,

8
Pemeriksaan Lab tanggal 23/3/19 :
Leukosit : 10.610/mm3
Hemoglobin : 19,8 gr/dL
Trombosit : 153.000/mm3
Hematokrit : 57,4%

Pemeriksaan Lab tanggal 10/4/19 :


Leukosit : 13.160 /mm3
Hemoglobin : 15,4 gr/dL
Trombosit : 406.000/mm3
Hematokrit : 44,3%

Diagnosis : BBLSR+BKB+SMK+ PJB Asianotik susp. PDA


Terapi : - CPAP
- IVFD D10%+KCl+Ca Glukonas
- IVFD Aminosterile
- Inj. Furosemid 0,2mg/12jam
- Inj. Cefotaxime + Gentamycin (23-25 Maret 2019)
- Inj. Meropenem + Amikasin (25 Maret)
- Inj. Metronidazole (27 Maret)
- Inj. Aminophylin (23 Maret)
- Inj. Ranitidin (27 Maret)
- Inj. Vit. K 1mg (27-29 Maret 2019)
- Captopril 0,2mg/8 jam
- ASI/PASI 8x 32-33 cc ( kebutuhan 100cc)

9
Perawatan hari 1 (23/3/19)
S : Demam (-) sesak (-) sianosis (-)
O : KU aktif (+) Refleks (+)
HR : 150x/m RR:58x/m SB : 370 C SpO2: 93%
Kepala : conj anemis (-), sclera ikt (+), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (+)
Cor : Bising (-)
Pulmo : suara pernapasan bronkovesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-
A : BBLSR+BKB+SMK+Neonatal jaundice
P : - Inf. D10% 1 fls
- Inf. Nacl 26cc + KCl 10cc + Ca 10cc kecepatan 4,5cc
- Inf. Aminosteril 0,9cc/jam
- ASI 1cc/6jam
- Inj. Cefotaxime 6mg/12jam
- Inj. Santagesic 6mg/36jam
- Inj. Aminophilin 2mg/8jam

Perawatan hari 2 (24/3/19)

S : Tampak sesak
O : KU aktif (+) Refleks (+)
HR : 157x/ m RR:60x/m SB : 36,9x/m
Kepala : conj anemis (-), sclera ikt (+), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (+)
Cor :Bising (-)
Pulmo : suara pernapasan bronkovesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-
A : BBLSR+BKB+SMK+Neonatal jaundice
P : - Inf. 5,7 cc/jam
- ASI 1cc/8jam
- Inj. Meropenem 25mg/12jam

10
- Inj. Amikasin 22,5mg/36jam
- Inj. Aminophylin 2mg/8jam

Perawatan hari ke 3 (25/3/19)


S : Sesak (-)
O : KU letargis (+) Refleks (+)
HR : 150 x/m RR:58x/m SB : 37x/m
Kepala : conj anemis (-), sclera ikt (+), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor :Bising (-)
Pulmo : suara pernapasan bronkovesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-

A : BBLSR+BKB+SMK+Neonatal jaundice
P : - Inf. 6,4 cc/jam
- Inf. Aminosteril 1,3cc/jam
- ASI 1cc/8jam
- Inj. Meropenem 25mg/12jam
- Inj. Amikasin 22,5mg/36jam
- Inj. Aminophylin 2mg/8jam

Perawatan Hari ke 7 (29/3/19)


S : Demam (-) sesak (-) sianosis (-)
O : KU aktif (+) Refleks (+)
HR : 150x/m RR:58x/m SB : 370 C
Kepala : conj anemis (-), sclera ikt (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor :Bising kontinu (+) gr III ICS II-III Linea parasternalis
Sinistra
Pulmo : suara pernapasan bronkovesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-

11
A : BBLSR+BKB+SMK+ PJB Asianotik
P : - Inf. 7,7 cc/jam
- ASI 8x1,5cc/jam
- Inj. Meropenem 25mg/12jam
- Inj. Amikasin 22,5mg/36jam
- Inj. Ranitidine 0,6mg/12jam
- Inj. Metronidazole/24jam
- Inj. Furosemid 0,2mg/12jam

Perawatan hari ke 8 (30/3/19)

S : Demam (-) sesak (-) sianosis (-)


O : KU aktif (+) Refleks (+)
HR : 130x/m RR:50x/m SB : 36,50 C
Kepala : conj anemis (-), sclera ikt (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor :Bising kontinu (+) gr III ICS II-III Linea parasternalis
Sinistra
Pulmo : suara pernapasan bronkovesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-
A : BBLSR+BKB+SMK+ PJB Asianotik susp. PDA
P : - Inf. 7,4 cc/jam
- ASI 2,5cc/3jam
- Inj. Meropenem 25mg/12jam
- Inj. Amikasin 22,5mg/36jam
- Inj. Ranitidine 0,6mg/12jam
- Inj. Metronidazole/24jam
- Furosemid 0,2mg/12jam
- Captopril 0,2mg/12jam

12
Perawatan hari ke 11 (2/4/19)

S : Demam (-) intake (+), muntah (-) bak (+)


O : KU aktif (+) Refleks (+)
HR : 120x/m RR:50x/m SB : 36,6 0 C
Kepala : conj anemis (-), sclera ikt (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor : Bising kontinu (+) gr III ICS II-III Linea parasternalis
Sinistra
Pulmo : suara pernapasan bronkovesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-
A : BBLSR+BKB+SMK+ PJB Asianotik susp. PDA
P : - Inf. 7,4 cc/jam
- ASI 2,5cc/3jam
- Inj. Meropenem 25mg/12jam
- Inj. Amikasin 22,5mg/36jam
- Inj. Ranitidine 0,6mg/12jam
- Inj. Metronidazole/24jam
- Furosemid 0,2mg/12jam
- Captopril 0,2mg/12jam

Perawatan hari ke 30 (21/4/2019)


S : intake (+)
O : KU membaik, aktif (+) Refleks (+)
HR : 140 x/m RR:50 x/m SB : 36,50 C
Kepala : conj anemis (-), sclera ikt (-), PCH (-)
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Cor : Bising kontinu (+) gr III ICS II-III Linea parasternalis
Sinistra
Pulmo : suara pernapasan bronkovesikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/-

13
A : BBLSR+BKB+SMK+ PJB Asianotik susp. PDA
P : - ASI 2,5cc/3jam naikkan bertahap (target 35cc/3jam)
- Furosemid/8jam
- Captopril/12jam
- Solvita 0,1cc/24jam
- Ferris 0,1cc/8jam
- KRS sekaligus menunggu giliran rujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin

14
DISKUSI

Diagnosis dengan duktus arteriosus persisten pada kasus ini di tegakan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis di dapatkan pasien
dirawat dengan keluhan waktu lahir pasien tidak langsung menangis, dan ibu pasien
mengeluhkan bayinya sulit menetek. Ini sesuai dengan gambaran klinis dari duktus arteriosus
persisten dimana gambaran klinisnya tergantung pada besarnya pirau kiri ke kanan ( dari aorta
desenden ke arteri pulmonalis ) , pada DAP kecil pasien asimtomatik, pada DAP sedang
biasanya gejala timbul usia 2 bulan atau lebih yang berupa kesulitan makan, infeksi saluran
napas berulang, tetapi berat badan masih dalam batas normal atau sedikit berkurang. DAP besar
sering memberikan gejala sejak minggu pertama berupa sesak, sulit minum, berat badan sulit
naik, infeksi saluran napas berulang, atelektasi dan gagal jantung kongesti.1,2

Pada pemeriksaan fisik pada pasien ini di dapatkan pada jantung terdengar bising kontinu
pada intercosta II-III parasternalis sinistra terdengar di katub pulmonal,hal ini sesuai dengan
pemeriksaan Fisik DAP yaitu pada jantung terdengar bising kontinu pada interkosta II-III
parasternalis sinistra terdengar di katub pulmonal. Pada DAP kecil tidak di temukan kelainan
fisik kecuali terdengar bising kontinu di daerah daerah subklavikula kiri. Pada neonatus
seringkali komponen distoliknya amat pendek sehingga dapat terdengar sebagai bising sistolik.
Tekanan darah dan nadi normal. Pada DAP sedang dapat diraba pulsus seler, yaitu denyut nadi
yang kuat ( bounding pulse ) akibat tekanan nadi yang melebar. Pada pirau DAP besar terdapat
takikardi , dispneu, takipneu. Hiperaktivitas prekordium dan thrill sistolik pada kiri atas tepi
sternum sering dijumpai. Teraba pulsus seler , tekanan nadi lebar. 3,4

Pada pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam kasus ini adalah ekokardiografi. Pada
ekokardiografi dapat mengukur besarnya duktus, dimensi atrium kiri, dan ventrikel kiri. Makin
besar pirau, makin besar dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri. Doppler berwarna dapat
memperlihatkan arus kontinu dari aorta ke A. pulmonalis melalui DAP. 1,2

Pada ekokardiografi juga dapat secara langsung memperlihatkan duktus arterious.


Dengan teknik Doppler ( continous wave dan color Doppler ) dapat dilihat gambaran aliran yang
khas pada DAP. Besarnya atrium kiri dapat dinilai dengan mengukur dimensinya dan
perbandingan atrium kiri dan aorta (LA/Ao). Rasio normal LA/Ao adalah 1,3 : 1. Rasio yang

15
lebih besar dari 1,3 dapat diinterprestasikan kemungkinan besar terdapat DAP terutama bila
didukung oleh penemuan klinis lainnya.5

Medikamentosa pada kasus ini diberikan antibiotik sefotaksim, karena sebelumnya pasien
sudah mendapatkan antibiotic dengan leukosit 14.600/mm 3, dicurigai ada infeksi dengan faktor
resiko sepsis yaitu ketuban pecah dini ± 24 jam.

Pada neonatus premature diberikan indometasin atau ibuprofen oral atau iv dengan dosis
dan cara pemberian bervariasi : cara pertama adalah memberikan indometasin oral atau iv 0,2
mg/kgBB sebagai dosis awal. Pada bayi < 48jam berikan dosis kedua dan ketiga sebesar
0,10mg/kgBB, dengan interval 24 jam. Pada bayi berusia 2-7 hari dosis kedua dan ketiga adalah
0,2 mg/kgBB , sedangkan pada bayi > 7 hari dosis kedua dan ketiga adalah 0,25mg/kgBB. Cara
lain adalah dengan memberikan indometasin 0,1 mg/kgBB sehari sekali sampai 5-7 orang hari.
Pemberian 5-7 hari dianjurkan untuk mencegah pembukaan kembali duktus yang menutup. Efek
maksimal dapat diharapkan bila pemberian dilakukan sebelum bayi berusia 10 hari. Pada bayi
cukup bulan efek indometasin minimal. Belakangan ini banyak di gunakan ibuprofen
10mg/kgBB, hari kedua dan ketiga masing-masing 5mg/kg/hari dosis tunggal. Pada pasien ini di
berikan ibuprofen.1,2

Penatalaksaan yang lain adalah pembedahan. Pada neonatus ( prematur atau cukup bulan)
dengan gagal jantung, penutupan DAP dengan pembedahan harus dilakukan secepatnya. Pada
bayi tanpa gagal jantung , tidakan intervensi dapat di tunda sampai mencapai berat badan ideal
( di atas 6 kg ). Tindakan dapat dilakukan kapan saja , tetapi jika bayi mengalami gagal jantung,
hipertensi pulmonal, atau pneumonia berulang, operasi harus dilakukan sesegera mungkin. Pada
anak / dewasa bila belum terjadi hipertensi pulmonal, maka langsung dilakukan tindakan
intervensi penutupan duktus. Penutupan duktus tidak dikerjakan apabila telah terjadi hipertensi
pulmonal yang irreversible, Pada keadaan ini hanya dilakukan tindakan konservatif. 1,2

16
DAP

Neonatus/bayi Anak / dewasa

Gagal jantung (+) Gagal jantung (-) Hipertensi Hipertensi


Pulmonal (-) Pulmonal (+)

Prematur Cukup bulan


L R R L
Ibuprofen/ anti failure
Indometacin
+ anti failure Hiperoksia

Gagal Berhasil
Berhasil Gagal Reaktif Non
Reaktif
Umur > 12 minggu
Berat > 4-6Kg
Menutup
Operasi lagi
spontan
Transcatheter closure
Konservatif

Alogoritme tatalaksana duktus arteriosus persisten,2.

17
PENUTUP

Kesimpulan :

1. Duktus arterious persisten masih menjadi masalah kesehatan pada bayi baru lahir dengan
penyakit jantung bawaan non sianotik.
2. Diagnosis duktus arteriosus persisten ditegakan berdasarkan gambaran klinis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3. Terapi yang di berikan ada yang secara medikamentosa, bedah, dan penutupan dengan
kateter.
4. Prognosis pada duktus arteriosus persisten jika DAP kecil dapat menutup spontan, pasien
dengan pirau besar yang tidak dapat di operasi akan menyebabkan hipertensi pulmonal.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Lily SL. Patophysiology of Heart Disease fifth edition. North America: Lippincott
Williams & Wilkins, November 2010
2. Incidental Discovery of a Patent Ductus Arteriosus in Adult. Available from :
http;//www.jabfm.org/content/22/2/214.full
3. Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC
4. Sadler. T.W., 2000. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke-7, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
5. Moore JW & Schneider JD. Patent Ductus Arteriosus. AHA journal Circulation
2006;114: 1873-1882
6. Dice JE & Bhatia J. Patent Ductus Arteriosus: An Overview. J Pediatr Pharmacol Ther
2007;12:141-142
7. Abdulmajid M, Almawazini, Hamdi K. Effectiveness of the critical congenital heart
disease screening program for early diagnosis of cardiac abnormalities in newborn
infants. Saudi Med J. 2017;38(10):1019-1024.
8. Evans N, Malcolm G, Osborn D, et al. Diagnosis of Patent Ductus Arteriosus in Preterm
Infants. NeoReviews 2004:5:86-93
9. Arlettaz R, Bauschatz AS, Esser B. The contribution of pulse oxymetry to the early
detection of congenital heart disease in newborns. Eur J Pediatr. 2006;165:94-98.
10. Thangaratinam S, Brown K, Zamora J, Khan KS, Ewer AK. Pulse oxymetry screening
for critical congenital heart defects in asymptomatic newborn babies: a systematic review
and meta-analysis. Lancet. 2012;379:2459-2464.

19

Anda mungkin juga menyukai