Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMATIC BRAIN INJURY (TBI)

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Gawat darurat dan kritis

Disusun oleh :

MARYO FRANS MAKUALAINA

A1C121021

CI INSTITUSI CI LAHAN

(…….........……..) (………......…..)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2021
BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Traumatic brain injury (TBI) adalah bentuk cedera kepala yang mengkhusus kepada
otak yang disebabkan oleh kerusakan mendadak pada otak. Sifatnya nondegenerative dan
non congenital. TBI merupakan akibat dari adanya kekuatan mekanik eksternal mungkin
dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual,
emosional, gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi
otak.

TBI terbagi menjadi 2, yaitu Open Head Injuries dan Closed Head Injuries.

 Open Head Injuries: disebut juga dengan penetrating Injuries, cedera ini terjadi

ketika suatu objek masuk ke otak dan menyebabkan kerusakan pada bagian otak

tertentu. Gejala bervariasi tergantung pada bagian otak yang rusak.

 Closed Head Injuries: Cedera ini akibat dari benturan dikepaladan tidak

menimbulkan luka pada bagian luar kepala.

B. KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIK


Klasifikasi trauma kepala berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale (GCS) :
1. Minor
 GCS 13-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur
 Cerebral, hematoma.
2. Sedang
 GCS 9-12
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
 GCS 3-8
 Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Klasifikasi berdasarkan morfologinya:
a. Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak
dan melukai durameter, saraf otak, jaringan otak dan terdapat tanda dan gejala dari
fraktur basis trauma kepala terbuka yaitu :
 Battle sign (warna biru dibelakang telinga di atas os mastoid)
 Hemotimpanum (perdahan didaerah gendang telinga).
 Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung).
 Rinhorrhoe (liquor keluar dari hidung).
 Othorrhoe (liquor keluar dari telinga).
b. Trauma kepala tertutup.
a. Komosio
 Cedera kepala ringan.
 Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
 Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit.
 Tanpa kerusakan otak permanen.
 Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
 Disorientasi sementara.
 Tidak ada gejala sisa
b. Konkusio.
 Ada memar otak.
 Perdarahan kecil lokal/difusi.
 Perdarahan
Gejalanya :
 Gangguan kesadaran lebih lama.
 Kelainan neurologis positif, reflek patologik positif, lumpuh, konvulsiv.
 Gejala TIK meningkat.
 Amnesia lebih nyata
c. Hematoma epidural
 Pedarahan antara tulang-tulang tengkorak dan durameter.
 Lokasi tersering temporal dan frontale.
 Pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus
Gejalanya :
 Adanya desak ruang.
 Penurunan kesadaran ringan saat kejadian.
 Penurunan kesadaran hebat.
 Koma.
 Nyeri kepala hebat.
 Reflek patologik positif
d. Hematoma subdural
 Perdarahan antara durameter dan arachnoid.
 Biasanya pecah vena, akut, subakut, dan kronis.
 Akut = gejala 24-48 jam, sering berhubungan dengan cedera otak dan
medula oblongata, tekanan intrakranial meningkat, sakit kepala, mengantuk,
reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
 Subakut = berkembang 7-10 hari, konkusio agak lambat, adanya gejala TIK
meningkat, kesadaran menurun.
 Kronis = perdarahan kecil terkumpul dan meluas, sakit kepala, lethargi,
kacau mental, kejang, disfagia
e. Hematoma intrakranial.
 Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
 Selalu diikuti oleh konkusio

C. ETIOLOGI
Adapun etiologi dari traumatic brain injury adalah sebagai berikut:
 Trauma akibat benda tajam
 Trauma akibat benda tumpul
 Kecelakaan motor/mobil
 Jatuh
 Cedera akibat kekerasan
 Kecelakaan pada saat berolahraga
D. KOMPLIKASI
Komplikasi dari traumatic brain injury meliputi:
1) Meningkatnya tekanan intrakranial (TIK).
2) Perdarahan.
3) Kejang.
4) Pasien dengan fraktur tengkorak, khususnya pada dasarnya tengkorak beresiko
terhadap bocornya cairan serebrospinal (CSS) dari hidung (rinorea) dan dari telinga
(otorea).
5) Bocor CSS kemungkinan terjadi meningitis
6) Kematian.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikel dan perubahan
jaringan otak.
2. MRI (magnetig resonan imaging)
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Serebral angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
5. CSF, lumbal fungsi
Jika diduga perdarahan sub arachnoid
6. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intracranial.
7. Scree toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
8. AGDA (analisa gas darah arteri)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan
tekanan intracranial.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita cedera kepala ditentukan atas dasar beratnya cedera dan
dilakukan menurut urutan prioritas. Yang ideal dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri
dari paramedis terlatih, dokter ahli saraf, bedah asraf, radiologi, anestesi dan rehabilitasi
medik. Pasien dengan cedera kepala harus ditangani dan dipantau terus sejak tempat
kecelakaan, selama perjalanan dari tempat kejadian sampai rumah sakit, diruang gawat
darurat, kamar radiologi, sampai ke ruang operasi, ruang perawatan atau ICU, sebab
sewaktu-waktu bisa memburuk akibat aspirasi, hipotensi, kejang dan sebagainya. Macam
dan urutan prioritas tindakan cedera kepala ditentukan atas dalamnya penurunan
kesadaran pada saat diperiksa:
1. Pasien dalam keadaan sadar (GCS=15)
Pasien yang sadar pada saat diperiksa bisa dibagi dalam 2 jenis:
a. Simple head injury (SHI) Pasien mengalami cedera kepala tanpa diikuti gangguan
kesadaran, dari anamnesa maupun gejala serebral lain. Pasien ini hanya dilakukan
perawatan luka. Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi. Keluarga dilibatkan
untuk mengobservasi kesadaran.
b. Kesadaran terganggu sesaat Pasien mengalami penurunan kesadaran sesaat setelah
cedera kepala dan pada saat diperiksa sudah sadar kembali. Pemeriksaan
radiologik dibuat dan penatalaksanaan selanjutnya seperti SHI.
2. Pasien dengan kesadaran menurun
a. Cedera kepala ringan / minor head injury (GCS=13-15) Kesadaran disoriented
atau not obey command, tanpa disertai defisit fokal serebral. Setelah pemeriksaan
fisik dilakukan perawatanluka, dibuat foto kepala. CT Scan kepala, jika curiga
adanya hematom intrakranial, misalnya ada riwayat lucid interval, pada follow up
kesadaran semakinmenurun atau timbul lateralisasi. Observasi kesadaran, pupil,
gejala fokal serebral disamping tanda-tanda vital.
b. Cedera kepala sedang (GCS=9-12) Pasien dalam kategori ini bisa mengalami
gangguan kardiopulmoner, oleh karena itu urutan tindakannya sebagai berikut:
1) Periksa dan atasi gangguan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi
2) Periksa singkat atas kesadaran, pupil, tanda fokal serebral dan cedera organ
lain. Fiksasi leher dan patah tulang ekstrimitas
3) Foto kepala dan bila perlu bagiann tubuh lain
4) CT Scan kepala bila curiga adanya hematom intracranial
5) Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, defisit fokal serebral
c. Cedera kepala berat (CGS=3-8)
Penderita ini biasanya disertai oleh cedera yang multiple, oleh karena itu
disamping kelainan serebral juga disertai kelainan sistemik.
Urutan tindakan menurut prioritas adalah sebagai berikut:
1) Resusitasi jantung paru (airway, breathing, circulation=ABC)
Pasien dengan cedera kepala berat ini sering terjadi hipoksia, hipotensi
dan hiperkapnia akibat gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu tindakan
pertama adalah:
a) Jalan nafas (Air way). Jalan nafas dibebaskan dari lidah yang turun ke
belakang dengan posisi kepala ekstensi,kalau perlu dipasang pipa
orofaring atau pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir
atau gigi palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasograstrik untuk
menghindarkan aspirasi muntahan.
b) Pernafasan (Breathing). Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh
kelainan sentral atau perifer. Kelainan sentral adalah depresi pernafasan
pada lesi medula oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central
neurogenik hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma
dada, edema paru, DIC, emboli paru, infeksi. Akibat dari gangguan
pernafasan dapat terjadi hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan
pemberian oksigen kemudian cari danatasi faktor penyebab dan kalau
perlu memakai ventilator.
c) Sirkulasi (Circulation). Hipotensi menimbulkan iskemik yang dapat
mengakibatkan kerusakan sekunder. Jarang hipotensi disebabkan oleh
kelainan intrakranial, kebanyakan oleh faktor ekstrakranial yakni berupa
hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada
disertai tamponade jantung atau peumotoraks dan syok septik.
Tindakannya adalah menghentikan sumber perdarahan, perbaikan fungsi
jantung danmengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl
starch atau darah
2) Pemeriksaan fisik Setalah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi
kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil
pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti,
setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai
adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi
penyebabnya.
3) Pemeriksaan radiologi
Dibuat foto kepala dan leher, sedangkan foto anggota gerak, dada danabdomen
dibuat atas indikasi. Tekanan tinggi intrakranial (TTIK) Peninggian TIK
terjadi akibat edema serebri, vasodilatasi, hematom intrakranial atau
hidrosefalus. Untuk mengukur turun naiknya TIK sebaiknya dipasang monitor
TIK. TIK yang normal adalah berkisar 0-15 mmHg, diatas 20 mmHg sudah
harus diturunkan dengan urutan sebagai berikut:
a) Hiperventilasi Setelah resusitas ABC, dilakukan hiperventilasi dengan
ventilasi yang terkontrol, dengan sasaran tekanan CO2 (pCO2) 27-30
mmHg dimana terjadi vasokontriksi yang diikuti berkurangnya aliran
darah serebral. Hiperventilasi dengan pCO2 sekitar 30 mmHg
dipertahankan selama 48-72 jam, lalu dicoba dilepas dgnmengurangi
hiperventilasi, bila TIK naik lagi hiperventilasi diteruskan lagi selama 24-
48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah
dan lakukan CT scan ulang untuk menyingkirkan hematom.
b) Drainase. Tindakan ini dilakukan bil ahiperventilasi tidak berhasil. Untuk
jangka pendek dilakukan drainase ventrikular, sedangkan untuk jangka
panjang dipasang ventrikulo peritoneal shunt, misalnya bila terjadi
hidrosefalus.
c) Terapi diuretic
 Diuretik osmotik (manitol 20%). Cairan ini menurunkan TIK dengan
menarik air dari jaringan otak normal melalui sawar otak yang masih
utuh kedalam ruang intravaskuler. Bila tidak terjadi diuresis
pemberiannya harus dihentikan.
 Loop diuretik (Furosemid). Frosemid dapat menurunkan TIK melalui
efek menghambat pembentukan cairan cerebrospinal dan menarik
cairan interstitial pada edema sebri. Pemberiannya bersamaan manitol
mempunyai efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum
oleh manitol. Dosis 40 mg/hari/iv
d) Terapi barbiturat (Fenobarbital). Terapi ini diberikan pada kasus-ksus yang
tidak responsif terhadap semua jenis terapi yang tersebut diatas.
e) Steroid. Berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor otak. Akan
tetapi menfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh karena itu
sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala.
f) Posisi Tidur. Penderita cedera kepala berat dimana TIK tinggi posisi
tidurnya ditinggikan bagian kepala sekitar 20-30, dengan kepala dan dada
pada satu bidang, jangan posisi fleksi atau leterofleksi, supaya pembuluh
vena daerah leher tidak terjepit sehingga drainase vena otak menjadi
lancar.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengumpulan data klien baik subyektif maupun obyektif pada gangguan sistem
persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya
2. Identitas klien dan keluarga ( penanngungjawab ) : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, status perkawinan, alamat golongan darah, penghasilan, hubungan klien
dengan penanggungjawab.
3. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran / GCS < 15, convulsi, muntah, takipnea, sakit kepala, wajah
simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran
pernapasan, adanya liquor dari hidung dan telinga serta kejang.Riwayat penyakit
dahulu barulah diketahui dengan baik yang berhubungan dengan sistem persyarafan
maupun penyakit sistem – sistem lainnya, demikian pula riwayat penyakit keluarga
yang mempunyai penyakit menular.
4. Pemeriksaan Fisisk
a. Airway
 Kaji adanya benda asing, sekret, sputum, cairan pada saluran pernapasan.
 Kaji apakah lidah jatuh ke belakang sehubungan dengan penurunan kesadaran.
b. Breathing
 Kaji frekuensi pernapasan.
 Kaji suara nafas. Apakah ada suara nafas tambahan seperti wheezing, ronchi,
atau ralez.
 Kaji gerakan dada. Apakah simetris atau tidak.
 Kaji irama pernafasan. Apakah teratur atau tidak, dangkal atau dalam.
 Lakukan perkusi bila memungkinkan.
 Auskultasi suara nafas.
c. Circulation
 Kaji TTV (suhu, nadi, tekanan darah)
 Kaji apakah ada sianosis.
 Kaji apakah ada perdarahan pada daerah cedera. Kaji jumlah perdarahan.
 Kaji apakah ada mual dan muntah
d. Disability

 Pada pasien dengan trauma kepala sedang sampai berat dapat mengalami
penurunan kesadaran. Namun pada pasien dengan cedera kepala sedang
mengalami penurunan kesadaran kurang dari 24 jam (GCS 9-12), sedangkan
pada pasien cedera kepala berat dapat mengalami koma (GCS 3- 8).
 Dilatasi pupil dapat terjadi akibat peningkatan tekanan atau menyebarnya
bekuan darah pada otak sehingga mendesak otak tepatnya di korteks serebri
pada lobus oksipital.
 Kejang dapat terjadi akibat kerusakan lobus frontalis dan juga akibat dari
manifestasi klinis peningkatan TIK.

e. Exposure

 Kaji adanya luka atau jejas pada daerah cedera.


 Kaji tanda-tanda infeksi pada daerah cedera terutama cedera terbuka

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas bd gangguan neurologis
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd adanya jalan nafas buatan
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak bd kurang pengetahuan ttg faktor pemberat
(trauma)
4. Nyeri akut bd agens cedera fisik
5. Kerusakan integritas kulit bd faktor mekanik
C. Rencana atau Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan  Posisikan pasien untuk


bd gangguan neurologis tindakan keperawatan memaksimalkan ventilasi
selama ………..pasien  Pasang mayo bila perlu
menunjukkan keefektifan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
DS: pola nafas, dibuktikan  Keluarkan sekret dengan batuk atau
dengan kriteria hasil: suction
- Dyspnea
 Auskultasi suara nafas, catat adanya
- Nafas pendek  Mendemonstrasikan
suara tambahan
DO: batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak  Berikan bronkodilator :
- Penurunan tekanan ada sianosis dan  -…………………..
inspirasi/ekspirasi dyspneu (mampu  …………………….
- Penurunan mengeluarkan sputum,  Berikan pelembab udara Kassa basah
pertukaran udara per mampu bernafas dg NaCl Lembab
menit mudah, tidakada pursed  Atur intake untuk cairan
- Menggunakan otot lips) mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan tambahan  Menunjukkan jalan  Monitor respirasi dan status O2
- Orthopnea nafas yang paten (klien  Bersihkan mulut, hidung dan secret
- Pernafasan pursed- tidak merasa tercekik, trakea
lip irama nafas, frekuensi  Pertahankan jalan nafas yang paten
- Tahap ekspirasi pernafasan dalam  Observasi adanya tanda tanda
berlangsung sangat rentang normal, tidak hipoventilasi
lama ada suara nafas  Monitor adanya kecemasan pasien
- Penurunan kapasitas abnormal) terhadap oksigenasi
vital  Tanda Tanda vital  Monitor vital sign
- Respirasi: < 11 – 24 dalam rentang normal  Informasikan pada pasien dan
x /mnt (tekanan darah, nadi, keluarga tentang tehnik relaksasi
pernafasan) untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas
Ketidakefektifan bersihan  Setelah dilakukan  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
jalan nafas bd adanya jalan tindakan keperawatan suctioning.
nafas buatan selama  Berikan O2 ……l/mnt,
…………..pasien metode………
DS:
menunjukkan  Anjurkan pasien untuk istirahat dan
- Dispneu keefektifan jalan nafas napas dalam
DO: dibuktikan dengan  Posisikan pasien untuk
kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
- Penurunan suara nafas  Mendemonstrasikan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Orthopneu batuk efektif dan suara  Keluarkan sekret dengan batuk atau
- Cyanosis nafas yang bersih, tidak suction
- Kelainan suara nafas ada sianosis dan  Auskultasi suara nafas, catat adanya
(rales, wheezing) dyspneu (mampu suara tambahan
- Kesulitan berbicara mengeluarkan sputum,  Berikan bronkodilator :
- Batuk, tidak efekotif atau bernafas dengan
tidak ada  ………………………
mudah, tidak ada
- Produksi sputum  ……………………….
pursed lips)
- Gelisah  ………………………
 Menunjukkan jalan
- Perubahan frekuensi dan  Monitor status hemodinamik
nafas yang paten (klien
irama nafas  Berikan pelembab udara Kassa basah
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi NaCl Lembab
pernafasan dalam  Berikan antibiotik :
rentang normal, tidak  …………………….
ada suara nafas  …………………….
abnormal)  Atur intake untuk cairan
 Mampu mengoptimalkan keseimbangan.
mengidentifikasikan  Monitor respirasi dan status O2
dan mencegah faktor  Pertahankan hidrasi yang adekuat
yang penyebab. untuk mengencerkan sekret
 Saturasi O2 dalam  Jelaskan pada pasien dan keluarga
batas normal tentang penggunaan peralatan : O2,
 Foto thorak dalam Suction, Inhalasi.
batas normal
Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan asuhan  Monitor TTV
jaringan otak bd kurang selama………  Monitor AGD, ukuran pupil,
pengetahuan ttg faktor ketidakefektifan perfusi ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
pemberat (trauma) jaringan cerebral teratasi  Monitor adanya diplopia, pandangan
dengan kriteria hasil: kabur, nyeri kepala
DO
 Monitor level kebingungan dan
 Tekanan systole dan
 Gangguan status mental diastole dalam rentang
orientasi
 Perubahan perilaku  Monitor tonus otot pergerakan
yang diharapkan
 Perubahan respon  Monitor tekanan intrkranial dan respon
 Tidak ada
motorik ortostatikhipertensi nerologis
 Perubahan reaksi pupil  Komunikasi jelas  Catat perubahan pasien dalam
 Kesulitan menelan  Menunjukkan merespon stimulus
 Kelemahan atau konsentrasi dan  Monitor status cairan
paralisis ekstrermitas orientasi  Pertahankan parameter hemodinamik
 Abnormalitas bicara  Pupil seimbang dan  Tinggikan kepala 0-45o tergantung
reaktif pada konsisi pasien dan order medis
 Bebas dari aktivitas
kejang
 Tidak mengalami nyeri
kepala

Nyeri akut bd agens cedera Setelah dilakukan  Lakukan pengkajian


fisik tinfakan keperawatan nyeri secara komprehensif termasuk
selama …. Pasien tidak lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
DS: mengalami nyeri, dengan kualitas dan faktor presipitasi
- Laporan secara verbal kriteria hasil:  Observasi reaksi
DO: nonverbal dari ketidaknyamanan
 Mampu mengontrol
 Bantu pasien dan
- Posisi untuk menahan nyeri (tahu penyebab
keluarga untuk mencari dan
nyeri nyeri, mampu
menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati menggunakan tehnik
 Kontrol lingkungan yang
- Gangguan tidur (mata nonfarmakologi untuk
dapat mempengaruhi nyeri seperti
sayu, tampak capek, sulit mengurangi nyeri,
suhu ruangan, pencahayaan dan
atau gerakan kacau, mencari bantuan)
kebisingan
menyeringai)  Melaporkan bahwa
 Kurangi faktor
- Terfokus pada diri sendiri nyeri berkurang dengan
presipitasi nyeri
- Fokus menyempit menggunakan
 Kaji tipe dan sumber
(penurunan persepsi manajemen nyeri
nyeri untuk menentukan intervensi
waktu, kerusakan proses  Mampu mengenali nyeri
 Ajarkan tentang teknik
berpikir, penurunan (skala, intensitas,
non farmakologi: napas dala, relaksasi,
interaksi dengan orang frekuensi dan tanda
distraksi, kompres hangat/ dingin
dan lingkungan) nyeri)
 Berikan analgetik untuk
- Tingkah laku distraksi,  Menyatakan rasa
mengurangi nyeri: ……...
contoh : jalan-jalan, nyaman setelah nyeri
berkurang  Tingkatkan istirahat
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,  Tanda vital dalam  Berikan informasi
aktivitas berulang-ulang) rentang normal tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan berkurang dan
- Respon autonom (seperti  Tidak mengalami
diaphoresis, perubahan antisipasi ketidaknyamanan dari
gangguan tidur
tekanan darah, perubahan prosedur
nafas, nadi dan dilatasi  Monitor vital sign
pupil) sebelum dan sesudah pemberian
- Perubahan autonomic analgesik pertama kali
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan  Anjurkan pasien untuk menggunakan
bd faktor mekanik tindakan keperawatan pakaian yang longgar
selama….. kerusakan  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
DO : integritas kulit pasien dan kering
Kerusakan jaringan teratasi dengan kriteria  Mobilisasi klien (ubah posisi klien)
(membran mukosa, hasil:
integumen, subkutan
 Integritas kulit yang  Monitor aktivitas dan mobilisasi klien
baik bisa dipertahankan  Kaji lingkungan dan peralatan yang
(sensasi, elastisitas, menyebabkan tekanan
temperatur, hidrasi,  Observasi luka : lokasi, tanda-tanda
pigmentasi) infeksi lokal
 Tidak ada luka/lesi  Ajarkan pada keluarga tentang luka
pada kulit dan perawatan luka
 Perfusi jaringan baik  Lakukan tehnik perawatan luka
 Menunjukkan dengan steril
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya sedera
berulang
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
 Menunjukkan
terjadinya proses
penyembuhan luka
Diagnosa
No Tujuan/ Sasaran (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan asuhan  Monitor TTV
jaringan otak bd trauma ketidakefektifan perfusi jaringan  Monitor adanya diplopia,
cerebral teratasi dengan kriteria hasil: pandangan kabur, nyeri kepala
 Tekanan systole dan diastole  Monitor tonus otot pergerakan
dalam rentang yang diharapkan  Catat perubahan pasien dalam
merespon stimulus
 Komunikasi jelas
 Tinggikan kepala 0-45 derajat
 Bebas dari aktivitas kejang tergantung pada kondisi pasien
 Tidak mengalami nyeri kepala dan order medis
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan  Pastikan kebutuhan oral /
bersihan jalan nafas bd keperawatan selama pasien tracheal suctioning.
sekresi yang tertahan menunjukkan keefektifan jalan nafas  Berikan O2
dibuktikan dengan kriteria hasil :
 Suara nafas yang bersih, tidak ada  Posisikan pasien untuk
sianosis dan dyspneu (mampu memaksimalkan ventilasi
mengeluarkan sputum, bernafas  Lakukan fisioterapi dada jika
dengan mudah, tidak ada pursed perlu
lips)  Keluarkan sekret dengan batuk
 Menunjukkan jalan nafas yang atau suction
paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan  Auskultasi suara nafas, catat
dalam rentang normal, tidak ada adanya suara tambahan
suara nafas abnormal)  Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk mengencerkan
sekret

3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan pasien untuk


kulit faktor mekanik keperawatan selama 3 x 24 jam menggunakan pakaian yang
kerusakan integritas kulit pasien longgar
teratasi dengan kriteria hasil:  Hindari kerutan pada tempat
 Mampu melindungi kulit dan tidur
mempertahankan kelembaban  Jaga kebersihan kulit agar tetap
kulit dan perawatan alami bersih dan lembab
 Mobilisasi pasien (ubah posisi
pasien) setiap dua jam sekali
 Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada derah
yang tertekan dan kering
 Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
 Berikan posisi yang mengurangi
tekanan
4. Risiko Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya alergi makanan
ketidakseimbangan keperawatannutrisi kurang teratasi
nutrisi kurang dari dengan indikator:  Monitor mual dan muntah
kebutuhan  Dapat makan melalui mulut  Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan

5. Resiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan  Lakukan modifikasi lingkungan


keperawatan maka masalah jatuh agar lebih aman (memasang
tidak terjadi. pengaman tempat tidur, dll)
Kriteria Hasil:  Anjurkan keluarga untuk
 Klien terbebas dari jatuh menemani pasien
 Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., Butcher, H., & Dochterman, J. (2013). Nursing Intervention Classification
(NIC), Sixth Edition. Mosby: Elsevier.
Chanon.et.al, (2013). A Trial of Intracranial-Pressure Monitoring in Traumatic Brain Injury.
The New England Journal of Medichine, 2471-2481.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Doenges, moorhouse, geissler. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.

Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesulapius

Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
clasification (NOC) Measurement of Health Outcomes.Mosby: Elsevier.

Muttaqin A. & Sari K. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.Jakarta:


Salemba Medika.

Nanda International. (2015). Nanda International Inc. Nursing Diagnoses: Definitions &
Clasifications 2015-2017. Jakarta: EGC.

Nurarif A. H. & Kusuma H. 2015. Buku Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc.Jogjakarta: Mediaction.

Smeltzer, Suzanne C. & Brenda G. B. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah
Brunner & Suddarh Vol 2. Jakarta: EGC.

Swiftet.al,. (2012). A review of magnetic resonance imaging and diffusion tensor imaging
findings in mild traumatic brain injury. Spinger Science , 137-196.
Reekum, R. v., Cohen, T., & Wong, J. (2015). Can Traumatic Brain Injury Cause Psychiatric
Disorders. Journal of Neuropsychiatry, 316-327.

Anda mungkin juga menyukai