Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR PELVIS

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan Gerontik

DISUSUN OLEH:
IRDIANY SANDIKA TUHAREA
A1C121002

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PELVIS

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan Gerontik

DISUSUN OLEH:
Christanti Indriani Pontoh
A1C121009

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PELVIS
A. Pengertian

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang. Fraktur dapat


berbentuk transversa, oblik, atau spiral. Fraktur adalah
terputusnya tulang dan tulang rawan yang disebabkan oleh trauma
fisik. Untuk memperbaiki posisi fragen tulang pada fraktur terbuka
yang tidak dapat direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk
memberikan hasil yang lebih baik maka perlu diperlukan tindakan
operasi ORIF (Open Reduction with Internal Fixation).

Fraktur pelvis secara potensial merupakan cidera yang paling


berbahaya, karena dapat menimbulkan perdarahan eksanguinasi.
Sumber perdarahan biasanya pleksus vascular yang melekat pada
dinding pelvis, tetapi dapat juga dari cidera pembuluh darah iliaka,
iliolumbal, atau femoral. Bila terdapat tanda  –   tanda renjatan
hipovolemik, maka harus dilakukan transfuse darah dini. Selain itu,
pasien dapat juga diberikan aplikasi pakaian anti renjatan
pneumatik. Reduksi dari fraktur yang tidak stabil juga dapat
mengurangi perdarahan. Pada fraktur pelvis, fraktur dimana
perdarahan paling sering terjadi adalah sacrum atau ilium, ramus
pubis bilateral, separasi dari simfisis pubis, dan dislokasi dari
artikulasio sakroiliaka.

B. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Kehilangan fungsi

3. Deformitas, nyeri tekan, dan bengkak 4.  Perubahan warna dan


memar
4. Krepitasi

C. Patofisiologi
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang
keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan
tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau
terjadi diskontinuitas di tulang tersebut. Pada fraktur tibia dan
fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang
lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada
daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini
mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka
sering ditemukan adanya fraktur terbuka.

D. Etiologi
Fraktur tersering disebabkan karena tekanan yang kuat yang
diberikan pada tulang normal atau tekanan yang sedang pada
tulang yang terkena penyakit, misalnya osteoporosis.
Menurut Oswari E, (2011) ; Penyebab Fraktur adalah :
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah
tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering
bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung
menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3. Kekerasan akibat tari kan otot:   Patah tulang akibat tarikan otot
sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan
E. Pathway

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma (2015)


F. Komplikasi

Komplikasi cidera traktus urinarius kira  –   kira 10% pada fraktur
pelvis. Biasanya terdapat hematuria. Kemudian, cidera uretra pada
laki  –  laki biasanya terjadi pada tingkat pars prostatika apeks.
Darah dapat terlihat pada meatus urethtra. Fraktur pubis dapat
teraba pada pemeriksaan rectal dan prostat dapat mengalami
disposisi ke superior dan dikelilingi oleh suatu hematoma yang
empuk. Insersi dari kateter uretra pada pasien- pasien dengan
fraktur pubis ini dengan perdarahan meatus merupakan indikasi
kontra. Diagnosis harus ditegakkan dengan uretrografi retrograde
dan suatu kateter sistotomi suprapubik dipasang jika perlu
drainase kandung kemih.
1. Dini

a. Kehilangan darah

1) Pada fraktur pelvis, ekstremitas, vertebra, dan femur,


dapat terjadi shock hipovolemi yang diawali dengan
perdarahan kehilangan cairan ekstrasel ke

2) jaringan yang rusak. Sementara syok hipovolemi itu


sendiri merupakan kondisi darurat dimana terjadi
perdarahan parah dan hilangnya cairan yang membuat

3) jantung tidak mampu memompa cukup darah ke tubuh.


Syok ini, dapat memyebabkan banyak organ berhenti
bekerja.
c. Infeksi

1) Infeksi yang terjadi pada fraktur terbuka biasanya dapat


terjadi kontaminasi infeksi dan terapi antibiotik
d. Emboli paru
e. DVT dan emboli paru
f. Gagal ginjal
g. Sindrom kompartemen II lanjut
h. Non - union
i. Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi
pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fibrous union atau
pseudoarthrosis.
j. Delayed union

Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang


diharapkan yaitu biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini
berhubungan dengan proses infeksi. Diatraksi atau tarikan
bagian fragmen tulang.

k. Mal union

Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada


perubahan bentuk atau pertumbuhan terhambat

l. Arthritis

m. Distrofi simpatik (refleks) pascatrauma

G. Pemeriksaan Penunjang

1.   Radiografi pada dua bidang (cari lusensi dan diskontinuitas


pada korteks tulang) 2.  Tomografi, CT scan, MRI (jarang)

2. Ultrasonografi dan scan tulang dengan radioisotop. (Scan


tulang terutama berguna ketika radiografi/ CT scan
memberikan hasil negative pada kecurigaan fraktur secara
klinis)
H. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian
yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau
trjadi secara sekunder, dari pembengkakan
 jaringan, nyeri)
b. Sirkulasi
Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terliha sebagai
responterhadap nyeri/ansietas), atau hipotensi (kehingan
darah).
c. Neurosensori
Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot Kebas/kesemutan
(parestesis) Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal,
pemendakan,ratotasi,krepitasi (bunyi berderit, spasme otot,
terlihat kelemahan atau hilang fungsi).
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin
terlokalisasi pada arah jaringan/kerusakan tulang dapat
berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan
saraf.
e. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Lingkungan cidera
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat :
femur 7-8 hari, panggul/pelvis 6-7 hari, lain-lainya 4 hari
bila memerlukan perawatan dirumah sakit. Doengoes, ME
(2000) dalam Daryadi, Muhammad (2011)
I. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d. pergeseran fragmen tulang sekunder fraktur

b. Gangguan mobilitas fisik b.d. deformitas sekunder kerusakan


rangka tulang c. 

c. Ansietas b.d. stress, ancaman kematian


d. Defisit perawatan diri b.d. gangguan mobilitas fisik
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Pengertian : Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Pengalaman sensorik Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik  Identifikasi skala nyeri
atau emosional yang Memburu Membaik  Identifikasi respons nyeri non verbal
berkaitan dengan k  Identifikasi faktor yang memperberat dan
kerusakan jaringan 1 Frekuensi nadi memperingan nyeri
aktual atau fungsional,   1 2 3 4 5  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
dengan onset mendadak 2 Pola nafas nyeri
atau lambat dan   1 2 3 4 5  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
berintensitas ringan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
hingga berat yang Meningka Menurun Terapeutik:
berlangsung kurang dari t
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk
3 bulan. 3 Keluhan nyeri
mengurangi rasa nyeri
  1 2 3 4 5  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
4 Meringis nyeri
  1 2 3 4 5  Fasilitasi istirahat dan tidur
5 Gelisah  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
1 2 3 4 5 pemilihan strategi meredakan nyeri
6 Kesulitan tidur Edukasi
1 2 3 4 5  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik Dukungan mobilisasi
D.0054 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan mobilitas fisik meningkat  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Keterbatasan dalam Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
gerakan fisik dari suatu Menurun Meningkat memulai mobilisasi
atau lebih ekstremitas 1 Pergerakan ekstremitas  Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
secara mandiri   1 2 3 4 5 Terapeutik:
2 Kekuatan otot  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
  1 2 3 4 5  Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
Meningkat Menurun meningkatkan pergerakan
3 Nyeri Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
  1 2 3 4 5
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
4 Kaku sendi
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
  1 2 3 4 5 dilakukan (mis. Duduk di tempat tidur)
5 Gerakan terbatas
1 2 3 4 5
6 Kelemahan fisik
1 2 3 4 5
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas
D.0080 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat ansietas menurun  Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
Kondisi emosi dan Memburuk Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor tanda-tanda ansietas
pengalaman subjektif Memburu Menurun Terapeutik:
individu terhadap objek k  Ciptakan suasana teraupetik untuk
yang tidak jelas dan 1 Konsentrasi menumbuhkan kepercayaan
spesifik akibat antisipasi   1 2 3 4 5  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
bahaya yang 2 Pola tidur jika memungkinkan
memungkinkan individu   1 2 3 4 5  Pahami situasi yang membuat ansietas
melakukan tindakan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Dengarkan dengan penuh perhatian
untuk menghadapi Meningka Menurun  Gunakan pendekatan yang tenang dan
ancaman t meyakinkan
3 Perilaku gelisah  Motivasi mengidentifikasi situasi yang
  1 2 3 4 5 memicu kecemasan
4 Verbalisasi kebingungan Edukasi
  1 2 3 4 5  Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
5 Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi mungkin dialami
1 2 3 4 5  Informasikan secara faktual mengenai
6 Perilaku tegang diagnosis, pengobatan, dan prognosis
1 2 3 4 5  Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
 Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
 Latih teknik relaksasi
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Defisit Perawatan Diri Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri
D.0109 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jamdiharapkan Observasi:
perawatan diri meningkat  Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai
Pengertian : Kriteria Hasil: usia
Tidak mampu melakukan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat  Monitor tingkat kemandirian
atau menyelesaikan Menurun Meningkat  Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
aktivitas perawatan diri 1 Kemampuan mandi berpakaian, berhias, dan makan
  1 2 3 4 5 Terapeutik:
2 Kemampuan mengenakan pakaian  Sediakan lingkungan yang teraupetik
  1 2 3 4 5  Siapkan keperluan pribadi
3 Kemampuan makan  Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai
mandiri
 Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
  1 2 3 4 5  Jadwalkan rutinitas perawatan diri
4 Kemampuan ke toilet (BAB/BAK)
  1 2 3 4 5
5 Verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri
1 2 3 4 5
6 Mempertahankan kebersihan mulut
1 2 3 4 5
J.  Implementas

Setelah rencana tindakan di susun maka untuk selanjutnya adalah pengolahan data dan
kemudian pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah di susun
tersebut. Dalam pelaksanaan implementasi maka perawat dapat melakukan observasi atau
dapat mendiskusikan dengan klien atau keluarga tentang tindakan yang akan kita lakukan.

K. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah terakhir dalam asuhan keperawatan, evaluasi dilakukan dengan
pendekatan SOAP ( data subjektif, data objektif, analisa dan planning ).

Dalam evaluasi ini dapat ditentukan sejauh mana keberhasilan rencana tindakan
keperawatan yang harus dimodifikasi sesui dengan hasil mulai dari awal pengkajian
Gambar

 
DAFTAR PUSTAKA

Michael, E. (2011). Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta:


EGC. Pierce A. (2009). At a Glance Ilmu Bedah.Jakarta: Erlangga.
Oswari, E (2011). Bedah dan Perawatannya. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma.(2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
(Nort American Nursing  Diagnosis Assosiation)NIC -
NOC. Jogjakarta:Mediaction.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai