Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius dalam
kehidupan modern saat ini. Menuru World Health Organization (WHO)
menjelaskan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama secara global.
Diperkirakan 17.7 juta orang meninggal karena stroke pada tahun 2015 mewakili
31% dari semua kematian global (Rahayu, E. S., Nuraini, N. 2020) .

World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa stroke merupakan


penyebab kematian utama secara global. Diperkirakan 17.7 juta orang meninggal
karena stroke pada tahun 2015 mewakili 31% dari semua kematian global. Lebih
dari tiga perempat kematian akibat stroke terjadi di Negara dengan penghasilan
rendah dan menengah (WHO, 2015 dalam Nugroho; 2018)

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018,


prevalensi penyakit stroke di Indonesia semakin meningkat disetiap tahunnya.
Prevalensi kasus stroke di Indonesia sudah mencapai 10,9% per mil, dibandingkan
pada tahun 2013 angka kejadian stroke di Indonesia mencapai 7,0%. Kasus stroke
tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas yaitu
50,2 % dan terendah pada kelompok usia > 55 tahun yaitu sebesar 32,4 %.
Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak pada laki-laki 11,0 %
dibandingkan dengan perempuan 10,9% (Riskesdas, 2018).Dan jumlah kasus
stroke yang di rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia pada provinsi Sumatra
Selatan yaitu 2.520 kasus (Kemenkes RI,2019). Menurut pencatatan data Dinas
Kesehatan Kabupaten Lahat penderita stroke pada tahun 2019 mencapai 473
kasus (Dinkes Kabupaten Lahat,2019)

Dampak yang di timbulkan oleh stroke, berupa hemiparase (kelemahan)


dan hemiplegia (kelumpuhan) merupakan salah satu bentuk defisit motorik. Hal
ini di sebabkan oleh gangguan motorik neuron dengan karakteristik kehilangan
kontrol gerakan volunteer (gerakan sadar) gangguan gerakan, keterbatasan tonus
otot, dan keterbatasan reflek ( Winstein et al.,2016). Masalah yang sering muncul
pada pasien stroke adalah gangguan gerak, pasien mengalami gangguan atau
kesulitan saat berjalan karena mengalami gangguan pada kekuatan otot dan
keseimbangan tubuh atau bisa dikatakan dengan imobilisasi (Rahayu, 2015).

Imobilisasi merupakan suatu gangguan gerak dimana pasien mengalami


ketidakmampuan berpindah posisi selama tiga hari atau lebih, dengan gerak
anatomi tubuh menghilang akibat perubahan fungsi fisiologik. Seseorang yang
mengalami gangguan gerak atau gangguan pada kekuatan ototnya akan
berdampak pada aktivitas sehari-harinya. Salah satu bentuk latihan rehabilitasi
yang dinilai cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien
stroke adalah latihan range of motion (ROM). Secara konsep, latihan ROM dapat
mencegah terjadinya penurunan fleksibilitas sendi dan kekakuan sendi (Rahayu,
2015).

Menurut Rahayu, E. S., Nuraini, N. (2020) dalam penelitiannya yang


berjudul Pengaruh Latihan Range Of Motion (Rom) Pasif Terhadap Peningkatkan
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Non Hemoragik. Membuktikan bahwa
penerapan latihan ROM pasif berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan otot
responden di Ruang Rawat Inap Di RSUD Kota Tangerang. Latihan Range Of
Motion ini dilakukan selama 1 minggu dalam 7 hari dilakukan 2 kali latihan pagi
dan sore selama 15 menit. Berdasarkan uji Paried Test terdapat pengaruh Latihan
Range Of Motion (ROM) Pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien
stroke non hemoragik dengan didapatkan p value = 0.01< α 0,05.

Setelah diberikan asuhan keperawatan dengan tindakan mandiri


keperawatan latihan ROM pasif selama 6 hari masalah hambatan mobilitas fisik
dapat teratasi dengan kriteria hasil kekuatan otot pada kedua ekstremitas
meningkat yaitu pada ekstremitas kanan atas/bawah dari skala 2 menjadi 3 dan
ekstremitas kiri atas/bawah dari skala 0 menjadi 1.Sesudah diberikan latihan
ROM pasif pasien stroke mengalami peningkatan kekuatan otot pada kedua
ekstremitas (Agusrianto dan Nirva Rantesigi. 2020).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh yang dilakukan oleh


Anggriani,dkk (2018) bahwa ROM berpengaruh dalam meningkatkan kekuatan
otot tangan dan kaki responden. Rumah sakit sebaiknya menetapkan standar
operasional prosedur untuk penanganan khusus menggunakan ROM agar hasil
yang diperoleh dapat maksimal dan seragam untuk semua masalah kekuatan otot.
Pengaruh ROM terhadap peningkatan kekutan otot pada pasien stroke
membuktikan bahwa latihan ROM efektif untuk meningkatkan kekuatan otot,
latihan range of motion di berikan dua kali sehari setiap pagi dan sore serta di
lakukan secara berkelanjutan

Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk


mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus. Latihan ROM biasanya dilakukan pada pasien semikoma dan tidak
sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa
atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau
pasien dengan paralisis ekstermitas total. Latihan ini bertujuan mempertahankan
atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang
sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk (Derison et al, 2016).

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dengan tugas mandiri dan


kolaborasi diharapkan dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat pada pasien
stroke terutama dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas fisik. Proses keperawatan
yang biasanya digunakan dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu mulai dari
pengkajian, merumuskan diagnosa, menetapkan intervensi, melakukan
implemintasi dan evaluasi. Berdasarkan latar belakang diatas, dan mengingat
pentingnya asuhan keperawatan pada pasien stroke, maka penulis tertarik untuk
melakukan studi kasus dengan judul ’’Implementasi Keperawatan Range Of
Motion (ROM) Pasif Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Dengan Masalah
Gangguan Mobilitas Fisik.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada studi kasus ini bagaimana Implementasikan


Keperawatan Range Of Motion (ROM) Pasif pada pasien Stroke Non Hemoragik
dengan Masalah Gangguan Mobilitas Fisik Di RS Muhammadiyah Palembang ?

1.3 Tujuan Studi Kasus

1.3.1 Tujuan Umum

Dapat melaksanakan Implementasikan Keperawatan Range Of Motion


(ROM) Pasif pada pasien Stroke Non Hemoragik dengan Masalah
Gangguan Mobilitas Fisik Di RS Muhammadiyah Palembang

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mampu melaksanakan Implementasikan Keperawatan Range Of Motion


(ROM) Pasif pada pasien Stroke Non Hemarogik dengan Masalah
Gangguan Mobilitas Fisik

2. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan dalam pemberian


kolaborasi terapi obat pada pasien stroke non hemoragik dengan masalah
gangguan mobilitas fisik

1.4 Manfaat Studi Kasus

Secara praktis hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi manfaat:

1. Manfat Bagi Rumah Sakit


Studi literarure review ini diharapkan dapat menambah sumber informasi
bagi fasilitas pelayanan kesehatan dalam memberikan penatalaksanaan
pada pasien stroke dengan masalah gangguan mobilitas fisik
2. Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai masukkan dalam rangka pengembangan ilmu dan sebagai bahan
referensi yang berguna bagi institusi pendidikan , dosen dan mahasiswa
khususnya dalam kajian masalah studi literatur serupa lebih lanjut.

3. Manfaat bagi penulis


Dengan Laporan Tugas Akhir Studi Kasus ini dapat menambah
pengetahuan penulis tentang pengaruh implementasi keperawatan pada
pasien stroke sebagai manajemen gangguan mobilitas fisik

Anda mungkin juga menyukai