Anda di halaman 1dari 18

I.

IDENTITAS PASIEN
Tn. K, jenis kelamin laki-laki, usia 31 tahun, pendidikan terakhir SMA,
agama Islam, status belum menikah, bekerja sebagai penjual ikan hias
selama satu tahun terakhir, beralamat di Way kandis, dilakukan pemeriksaan
pada tanggal 4 November 2020 di ruang Kutilang, Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Lampung.

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 7 November 2020 dan
alloanamnesis pada tanggal 8 November 2020 dari Ny.S yang merupakan
kakak kandung pasien.

A. Keluhan Utama
Pasien marah marah tanpa sebab pada hari SMRS.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung
pada tanggal 17 oktober 2020 dibawa oleh kakak pasien karena
pasien mengamuk dan marah marah pada hari SMRS.

Menurut penuturan pasien, 1 minggu SMRS pasien sering mendengar


suara orang seperti memanggil meminta tolong dan suara tertawaan,
namun pasien tidak melihat orangnya secara langsung. Suara terus
didengar terutama di malam hari yang membuat pasien terganggu.
Semenjak itu, pasien berhenti dari pekerjaannya dan tidak pernah
keluar dari rumah. Pasien mengatakan bahwa saat itu pasien juga sulit
tidur karena terganggu dengan suara bisikan. Nafsu makan pasien
baik, pasien dapat mandi, makan, dan sholat sendiri tanpa disuruh,
namun saat suara orang yang mencarinya muncul pasien langsung
meninggalkan aktivitasnya. Pasien mengaku bahwa pasien kurang
percaya diri, serta pasien juga merasa bahwa dirinya tidak dianggap

1
di keluarga. Pada hari masuk rumah sakit, pasien marah marah
mengamuk dan pasien memiliki masalah dengan keluarga.

Menurut keluarga pasien, pasien sudah mengalami gejala sejak 10


tahun terakhir yang mengakibatkan pasien berhenti bekerja dan lebih
sering di rumah. Pasien sering bercerita kepada keluarganya bahwa
ada bisikan yang menyebabkan pasien terganggu. Saat ini pasien
diurus oleh kakak kandungnya dikarenakan pasien belum menikah.
Pasien beberapa kali tampak seperti orang bingung dan sering sekali
marah marah tanpa sebab. Karena hal tersebut, akhirnya keluarga
membawa pasien ke Rumah Sakit Jiwa.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Tahun 2010 pasien mulai memiliki gangguan psikiatri.

2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif


Pasien merokok sejak remaja sebanyak 1 bungkus sehari

3. Riwayat Penyakit Medis Umum


Riwayat kecelakaan (-) Riwayat kejang (-), riwayat hipertensi
(-), riwayat diabetes melitus (-), riwayat trauma kepala (-) dan
riwayat alergi obat (-).

D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


1. Periode Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak ke-8 dari 8 bersaudara. Pasien lahir
cukup bulan dengan persalinan normal dan ditolong oleh bidan.

2. Periode Bayi dan Balita


Pasien diasuh langsung oleh kedua orang tuanya. Pasien diberi
ASI oleh ibu kandungnya dan mendapatkan makanan

2
pendamping ASI. Selama balita, pasien tidak pernah mengalami
gangguan tumbuh kembang ataupun kejang.

3. Periode Masa Kanak-Kanak (6-12 tahun)


Pasien tinggal bersama kedua orang tua kandung. Pasien
memiliki banyak teman. Selama masa pendidikan di usia ini,
pasien mampu mengikuti kegiatan sekolah dengan baik.

4. Periode Remaja ( 12-18 tahun)


Menurut keluarga pasien hubungan interaksi eksternal (teman-
teman) dan internal (keluarga) pasien terkesan baik. Pasien
memiliki teman di lingkungan rumah dan lingkungan kerja.

5. Periode Dewasa
Menurut keluarga pasien hubungan bersama teman, keluarga,
tetangga dan lingkungan sekitar baik.

E. Riwayat Pendidikan
Pasien menyelesaikan pendidikan hingga lulus STM. Pasien
sebelumnya tidak pernah tinggal kelas.

F. Riwayat Pekerjaan
Selama satu tahun terakhir pasien bekerja sebagai penjual ikan hias.
Namun sebelumnya pasien bekerja serabutan.

G. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah.

H. Riwayat Kehidupan Beragama


Pasien beragama Islam. Menurut keluarga, pasien mengaji dan ibadah
sholat selalu dilaksanakan.

3
I. Riwayat Psikoseksual
Pasien memiliki cukup pengetahuan tentang seks. Pasien tertarik
kepada lawan jenis dan pernah mempunyai kekasih. Pasien tidak
pernah terlibat dalam pelecehan seksual, melakukan seks di luar nikah
maupun memiliki penyakit menular seksual.

J. Riwayat Militer
Pasien tidak memiliki riwayat tinggal di daerah yang terdapat konflik
wilayah.

K. Riwayat Hukum
Menurut pasien dan keluarga, pasien tidak pernah terkait atau
bermasalah dengan hukum.

L. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien merupakan anak ke-8 dari 8 bersaudara. Pasien belum
menikah. Saat ini pasien tinggal di rumah ibunya. Hubungan pasien
dengan keluarga kurang baik. Ayah pasien menderita penyakit
gangguan jiwa.

M. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Pemenuhan kebutuhan ekonomi pasien saat ini ditanggung oleh kakak
pasien.

N. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien saat ini tinggal bersama ibu dan kakak perempuannya. Menurut
keluarganya, pasien memiliki masalah ekonomi dikarenakan pasien
tidak memiliki pekerjaan yang tetap.

4
III STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
Kesadaran : compos mentis
Penampilan : pasien laki-laki, berpakaian seragam
RSJ tampak rapih dan sesuai usia, self-
hygiene baik, perawakan sedang
Perilaku dan aktivitas : pasien tampak tenang, menghindari
psikomotor kontak mata, tidak ada gerakan
involunteer lain
Sikap terhadap : Kooperatif
pemeriksa

B. Pembicaraan

5
Pembicaraan spontan, relevan, artikulasi baik, intonasi sedang,
volume kuat, kualitas baik, kuantitas cukup.

C. Keadaan Afektif
Mood : disforik
Afek : terbatas
Keserasian : tidak serasi

D. Persepsi
Halusinasi : Riwayat halusinasi auditorik
Ilusi : Riwayat ilusi
Depersonalisasi : tidak ada depersonalisasi
Derealisasi : tidak ada derealisasi

E. Proses pikir:
Bentuk pikir : Non realistik
Arus pikir : lancar
Proses pikir : koheren
Isi pikir : Riwayat waham rujukan

F. Kognisi
Kesadaran : Compos mentis
Orientasi : Situasi baik
Waktu baik
Tempat baik
Orang baik
Daya Ingat : Jangka panjang baik
Jangka sedang baik
Jangka pendek baik
Jangka segera baik
Kemampuan : baik
Membaca dan
Menulis
Konsentrasi dan : cukup
Perhatian
Kemampuan : baik

6
Visuospasial
Kemampuan : cukup
Kalkulasi
Abstraksi : cukup
Intelegensi dan : baik
Kemampuan
Informasi

G. Pengendalian Impuls
Pasien dapat mengendalikan emosi selama wawancara. Pasien
berusaha mengendalikan impuls untuk tetap kooperatif saat
wawancara.

H. Daya Nilai
Daya nilai sosial : buruk
Uji daya nilai : buruk
RTA : terganggu

I. Kemampuan menolong diri sendiri


Pasien dapat menolong diri sendiri tanpa bantuan orang lain.

J. Tilikan
Tilikan derajat 1; pasien tidak sadar pasien sakit dan membutuhkan
bantuan, tapi dalam waktu yang bersamaan menyangkal penyakitnya.

K. Taraf dapat dipercaya


Pasien dapat dipercaya.

7
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Generalis
Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, status
gizi terkesan normal. Tanda-tanda vital: tekanan darah 110/80 mmHg,
nadi 76 x/menit, RR 18x/menit, suhu 36,5°C.

B. Status Internus

8
Pada pemeriksaan kepala, mata, THT, leher, paru, jantung, abdomen,
dan ekstremitas kesan dalam batas normal.

C. Status Neurologis
Sistem sensorik dan sistem motorik kesan dalam batas normal.

D. Laboratorium Darah
Hemoglobin : 15,1 g/dl
Eritrosit : 4,91 juta sel/mm3
Leukosit : 10.100 g/dl
Trombosit : 274.000 g/dl
Hematokrit : 42 %
Hitung jenis leukosit :
 Basofil : 0%
 Eosinofil : 0%
 Batang : 0%
 Segmen : 62%
 Limfosit : 32%
 Monosit : 8%
Kesan: Normal

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Tn. K, jenis kelamin laki-laki, usia 31 tahun, pendidikan terakhir STM,
agama Islam, status belum menikah, bekerja sebagai penjual ikan hias
selama satu tahun terakhir, beralamat di Waykandis, dilakukan
pemeriksaan pada tanggal 7 November 2020 di ruang Kutilang, Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Lampung.

9
Pasien di bawa ke RS tanggal 17 oktober 2020 dikarenakan melakukan
marah marah. Selama 3 minggu terakhir pasien sering mendengar bisikan
seseorang meminta pertolongan dan dirasakan terutama pada malam hari.
Pasien merasa orang lain memperhatikan dirinya. Pasien sering cekcok
dengan keluarga sejak 2 minggu terakhir.

Pemeriksaan psikiatri didapatkan perilaku pasien mood disforik, afek


terbatas, riwayat halusinasi auditorik dan riwayat waham rujukan. Daya
nilai sosial buruk, RTA terganggu. Tilikan 1.

VI. FORMULASI DIAGNOSIS


Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, pada pasien didapatkan
gangguan persepsi dan gangguan isi pikir yang bermakna serta
menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability (hendaya) dalam
pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien mengalami gangguan jiwa.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan data rekam medik, tidak


ditemukan riwayat trauma kepala, demam tinggi atau kejang sebelumnya
ataupun kelainan organik. Tidak ada riwayat penggunaan zat psikoaktif.
Hal ini dapat menjadi dasar untuk menyingkirkan diagnosis gangguan
mental organik (F.0) dan penggunaan zat psikoaktif (F.1).

Pada pasien didapatkan riwayat gangguan persepsi berupa halusinasi


auditorik, gangguan isi pikir berupa waham rujukan. Selama 3 minggu
terakhir, pasien merasa dan mendengar seperti ada orang yang meminta
tolong terhadap dirinya. Pasien merasa terganggu dan tidak percaya diri
bertemu orang lain karena merasa orang lain memperhatikan dirinya
seperti ada yang salah. Dari data tersebut didapatkan adanya gejala
skizofrenia paranoid. Hal tersebut menjadi dasar untuk mendiagnosis
bahwa pada pasien ini didapatkan Aksis I berupa Gangguan Skizofrenia
paranoid (F.20.0).

10
Pasien menyelesaikan pendidikan hingga STM. Pasien tidak pernah
tinggal kelas selama sekolah. Pasien tidak melanjutkan pendidikan karena
lebih memilih bekerja. Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda retardasi
mental. Hal ini menyingkirkan diagnosis retardasi mental (F.70). Selain itu
pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda gangguan kepribadian sehingga
sampai saat ini belum ada diagnosis pada Aksis II. Pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik tidak ditemukan riwayat penyakit fisik sejak pasien
kecil. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital, laboratorium darah, dan fungsi
hati tidak didapatkan adanya kelainan. Oleh karena itu Aksis III tidak ada
kelainan.

Pada anamnesis didapatkan informasi bahwa pasien memiliki masalah


dengan keluarga dan semenjak sakit pasien juga tidak memiliki pekerjaan
tetap sehingga tidak mempunyai uang untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya. Sehingga Aksis IV dituliskan pemahaman keluarga.

Penilaian terhadap kemampuan fungsi pasien dalam kehidupan


menggunakan skala GAF (Global Assesment of functioning). Pada pasien
ini didapatkan Aksis V skor GAF 61-50 beberapa gejala sedang dan
menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum baik.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL


Aksis I : F20.0 Skizofrenia paranoid
DD F25.1 Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif

Aksis II : Belum ada diagnosis


Aksis III : Tidak ada kelainan
Aksis IV : Pemahaman keluarga
Aksis V : GAF saat ini 61-50

11
VIII. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik: Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang
bermakna.
B. Psikologik: Ditemukan adanya mood disforik dengan afek terbatas
dan riwayat halusinasi auditorik serta riwayat gangguan isi pikir yaitu
waham rujukan
C. Sosiologik: Ditemukan hendaya dalam bersosial, sehingga keluarga
membutuhkan psikoedukasi.

IX. RENCANA TERAPI


A. Psikofarmaka:
Risperidon 2 x 2 mg

B. Nonfarmakologi
 Psikoedukasi
Psikoedukasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien
dan keluarga tentang perjalanan penyakit, pengenalan gejala,
pengelolaan gejala, pengobatan (tujuan pengobatan, manfaat dan
efek samping), peran orang dengan skizofrenia dan keluarga
dalam pengobatan.

 Konseling
Memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan
memahami kondisinya lebih baik, menganjurkan untuk makan
dan minum obat secara teratur, menganjurkan pasien untuk
melaksanakan ibadah wajib, serta meyarankan pasien untuk
bersosialisasi dengan teman-teman untuk mengurangi perasaan
sedih.

X. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam

12
2. Quo ad functionam : dubia ad malam
3. Quo ad sanationam : dubia ad malam

XI. DISKUSI
Gangguan skizofrenia paranoid adalah Kriteria umum diagnosis skizofrenia
harus dipenuhi. Sebagai tambahan, halusinasi dan waham harus menonjol,
sedangkan gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta
gejala katatonik secara relative tidak nyata. Halusinasi yang mengancam
atau memberi perintah halusinasi pembauan atau pengecapan rasa. Waham
dapat berupa hampir setiap jenis tetapi waham dikendalikan, di pengaruhi
atau keyakinan dikejar-kejar beraneka ragam adalah yang paling khas.
(Maslim, 2013).
Adapun kriteria diagnosis Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III sebagai berikut (Maslim, 2013).
Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada
sedikitnya satu gejala tersebut di bawah yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)
dari gejala yang termasuk salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d)
tersebut di bawah, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai
(h), yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu 1 bulan atau
lebih.
(a) ‘thought echo’, ‘thought insertion atau withdrawal’, dan ‘thought
broadcasting’
(b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi
(delusion of influence), atau passivity yang jelas merujuk kepada
pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan
atau perasaan (sensations) khusus : persepsi delusional
(c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh
(d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap
tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai
identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan diatas

13
manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)
(e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus
(f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi)
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap
tubuh tertentu (posturing), atu fleksibilitas serea, negativisme, mutisme
dan stupor
(h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodoh (apatis),
pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika
(i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self
absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability
(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat
dikatakan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan hasil
alloanamnesis dan autoanamnesis, pada pasien didapatkan riwayat
gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik, gangguan isi pikir berupa
waham rujukan. Gejala-gejala tersebut sudah dialami oleh pasien selama
kurang lebih 10 tahun. Data tersebut menjadi dasar untuk mendiagnosis
bahwa pasien menderita Gangguan Skizofrenia paranoid (F.20.0).

14
Terapi pada gangguan skizofrenia paranoid terdiri dari psikofarmaka dan
nonpsikofarmaka. Tujuan dari terapi farmakologi adalah untuk mencegah
bahaya pada pasien, mengontrol perilaku pasien dan mengurangi gejala
psikotik pada pasien. Rencana terapi yang diberikan saat ini yaitu,
antipsikotik risperidone 2x2 mg peroral.

Risperidone merupakan antipsikotik atipikal atau antipsikotik golongan II


(APG-II) yang lebih memiliki efek untuk mengurangi gejala negatif
maupun gejala positif dan memiliki insidensi lebih rendah untuk
menimbulkan sindrom ekstrapiramidal dibandingkan APG-I. Mekanisme
kerja risperidone adalah memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamine D2 receptor antagonists), mempunyai afinitas
tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menengah
terhadap reseptor dopamine (D2), α1 dan α2 adrenergik, serta histamin.
(Vasilyeva dkk, 2013).

Absorbsi risperidone oral cepat dan terserap dengan baik; makanan tidak
mempengaruhi tingkat atau luasnya. Risperidon dimetabolisme di hati dan
diekskresi di urin secara umum risperidon ditoleransi dengan baik.
Bioavailabilitas 70%. Waktu paruh eliminasi: bagian aktif (risperidon dan
metabolit aktifnya 9- hidroksirisperidon) rata-rata 20 jam. Waktu untuk
mencapai puncak, plasma dalam 1 jam (Aberg dkk, 2009).

Kekuatan antagonis D2 dari risperidone lebih rendah bila dibandingkan


dengan haloperidol, sehingga efek samping ekstrapiramidal nya juga lebih
rendah. Sediaan risperidone tersedia dalam bentuk tablet 1mg, 2 mg, 3 mg;
ada juga dalam bentuk depo (long acting) yang digunakan setiap 2 minggu
secara IM. Dengan rentang dosis 2-6 mg/hari. (Katzung, 2010).

15
Setiap regimen dosis harus dikalibrasi untuk mendapatkan efek
menguntungkan yang maksimal dan meminimalkan efek samping obat. Li
et al meninjau literatur untuk mengetahui kisaran dosis optimal risperidone
untuk skizofrenia. Para penulis ini meninjau data dari sebelas percobaan
yang melibatkan 2.498 (hasil primer) pasien dan mencatat bahwa ada
kekurangan data yang memadai untuk merekomendasikan penggunaan
kisaran dosis tertentu untuk praktik klinis. Namun, pasien psikosis episode
pertama merespon dengan baik dosis 2-4 mg / hari. Kisaran dosis 4-6 mg /
hari tampak optimal untuk respons klinis dan tolerabilitas pada sebagian
besar pasien skizofrenia. Selain itu, pasien yang menerima risperidone
kurang dari 4 mg / hari menghentikan penggunaan risperidone karena
respons yang tidak memadai, sementara pasien yang menerima> 10 mg /
hari berhenti meminumnya karena insiden efek samping yang lebih tinggi,
terutama gangguan pergerakan. Pada pasien ini, diberikan risperidon
dengan dosis 2x2 mg, maka dapat disimpulkan dosis dan indikasi
pemberian risperidon sudah sesuai (Li et al, 2009).

Penentuan prognosis pada pasien skizofrenia berdasarkan beberapa hal


brikut, antara lain:
 Prognosis Baik
1. Awitan lambat
2. Ada faktor presipitasi yang jelas
3. Awitan akut
4. Riwayat sosial, seksual, fungsi pekerjaan dan sosial premorbibid
(sebelum sakit) baik.
5. Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif)
6. Menikah
7. Riwayat keluarga dengan gangguan mood
8. Sistem pendukung baik
9. Gejala positif

 Prognosis Buruk

16
1. Awitan muda
2. Tidak ada faktor predisposisi
3. Awitan insidius
4. Riwayat sosial, seksual, pekerjaan premorbid buruk
5. Perilaku menarik diri dan autisktik
6. Tidak menikah, cerai, janda/duda
7. Riwayat keluarga dengan skizofrenia
8. Sistem pendukung yang buruk
9. Gejala negatif
10. Tanda dan gejala neurologis
11. Tidak ada remisi selama 3 tahun
12. Terjadi banyak relaps
13. Riwayat trauma perinatal
14. Riwayat melakukan tindakan penyerangan

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien masih dalam batas normal
sehingga prognosis ad vitam berupa dubia ad bonam. Pada pasien dengan
gejala yang sudah berulang/relaps, Riwayat keluarga dengan skizofrenia
disimpulkan bahwa prognosis pasien ini untuk ad functionam dan ad
sanationam mengarah ke dubia ad malam (Saddock, 2010).

Terapi nonpsikofarmaka yang diberikan berupa psikoterapi dan program


psikoedukasi. Mereka harus menerima terapi yang melibatkan keluarga
mereka, mengembangkan keterampilan sosial mereka, dan berfokus pada
rehabilitasi kognitif. Emosi yang diekspresikan harus dikurangi di semua
area kehidupan pasien, termasuk teknik pengurangan stres yang digunakan
untuk mencegah kekambuhan dan kemungkinan masuk rumah sakit
kembali. Psikoterapi harus mencakup terapi suportif dan terapi komunitas
asertif di samping bentuk terapi dan program rehabilitasi individu dan
kelompok. Perawatan termasuk pendidikan tentang gangguan dan
pengobatannya, bantuan keluarga sesuai dengan pengobatan dan janji temu,
dan pemeliharaan aktivitas harian terstruktur (misalnya, jadwal acara
harian) untuk pasien. Keterlibatan keluarga diperlukan dalam pengobatan
gangguan khusus ini. Pendidikan keluarga sangat penting dalam gangguan

17
ini setelah berbagai suasana hati dan keadaan psikotik. Keluarga
membutuhkan informasi mengenai mediasi pasien dan sifat dinamis
penyakit ini (Brannon, 2016).

18

Anda mungkin juga menyukai