IDENTITAS PASIEN
Tn. K, jenis kelamin laki-laki, usia 31 tahun, pendidikan terakhir SMA,
agama Islam, status belum menikah, bekerja sebagai penjual ikan hias
selama satu tahun terakhir, beralamat di Way kandis, dilakukan pemeriksaan
pada tanggal 4 November 2020 di ruang Kutilang, Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Lampung.
A. Keluhan Utama
Pasien marah marah tanpa sebab pada hari SMRS.
1
di keluarga. Pada hari masuk rumah sakit, pasien marah marah
mengamuk dan pasien memiliki masalah dengan keluarga.
2
pendamping ASI. Selama balita, pasien tidak pernah mengalami
gangguan tumbuh kembang ataupun kejang.
5. Periode Dewasa
Menurut keluarga pasien hubungan bersama teman, keluarga,
tetangga dan lingkungan sekitar baik.
E. Riwayat Pendidikan
Pasien menyelesaikan pendidikan hingga lulus STM. Pasien
sebelumnya tidak pernah tinggal kelas.
F. Riwayat Pekerjaan
Selama satu tahun terakhir pasien bekerja sebagai penjual ikan hias.
Namun sebelumnya pasien bekerja serabutan.
G. Riwayat Perkawinan
Pasien belum menikah.
3
I. Riwayat Psikoseksual
Pasien memiliki cukup pengetahuan tentang seks. Pasien tertarik
kepada lawan jenis dan pernah mempunyai kekasih. Pasien tidak
pernah terlibat dalam pelecehan seksual, melakukan seks di luar nikah
maupun memiliki penyakit menular seksual.
J. Riwayat Militer
Pasien tidak memiliki riwayat tinggal di daerah yang terdapat konflik
wilayah.
K. Riwayat Hukum
Menurut pasien dan keluarga, pasien tidak pernah terkait atau
bermasalah dengan hukum.
4
III STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
Kesadaran : compos mentis
Penampilan : pasien laki-laki, berpakaian seragam
RSJ tampak rapih dan sesuai usia, self-
hygiene baik, perawakan sedang
Perilaku dan aktivitas : pasien tampak tenang, menghindari
psikomotor kontak mata, tidak ada gerakan
involunteer lain
Sikap terhadap : Kooperatif
pemeriksa
B. Pembicaraan
5
Pembicaraan spontan, relevan, artikulasi baik, intonasi sedang,
volume kuat, kualitas baik, kuantitas cukup.
C. Keadaan Afektif
Mood : disforik
Afek : terbatas
Keserasian : tidak serasi
D. Persepsi
Halusinasi : Riwayat halusinasi auditorik
Ilusi : Riwayat ilusi
Depersonalisasi : tidak ada depersonalisasi
Derealisasi : tidak ada derealisasi
E. Proses pikir:
Bentuk pikir : Non realistik
Arus pikir : lancar
Proses pikir : koheren
Isi pikir : Riwayat waham rujukan
F. Kognisi
Kesadaran : Compos mentis
Orientasi : Situasi baik
Waktu baik
Tempat baik
Orang baik
Daya Ingat : Jangka panjang baik
Jangka sedang baik
Jangka pendek baik
Jangka segera baik
Kemampuan : baik
Membaca dan
Menulis
Konsentrasi dan : cukup
Perhatian
Kemampuan : baik
6
Visuospasial
Kemampuan : cukup
Kalkulasi
Abstraksi : cukup
Intelegensi dan : baik
Kemampuan
Informasi
G. Pengendalian Impuls
Pasien dapat mengendalikan emosi selama wawancara. Pasien
berusaha mengendalikan impuls untuk tetap kooperatif saat
wawancara.
H. Daya Nilai
Daya nilai sosial : buruk
Uji daya nilai : buruk
RTA : terganggu
J. Tilikan
Tilikan derajat 1; pasien tidak sadar pasien sakit dan membutuhkan
bantuan, tapi dalam waktu yang bersamaan menyangkal penyakitnya.
7
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Generalis
Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, status
gizi terkesan normal. Tanda-tanda vital: tekanan darah 110/80 mmHg,
nadi 76 x/menit, RR 18x/menit, suhu 36,5°C.
B. Status Internus
8
Pada pemeriksaan kepala, mata, THT, leher, paru, jantung, abdomen,
dan ekstremitas kesan dalam batas normal.
C. Status Neurologis
Sistem sensorik dan sistem motorik kesan dalam batas normal.
D. Laboratorium Darah
Hemoglobin : 15,1 g/dl
Eritrosit : 4,91 juta sel/mm3
Leukosit : 10.100 g/dl
Trombosit : 274.000 g/dl
Hematokrit : 42 %
Hitung jenis leukosit :
Basofil : 0%
Eosinofil : 0%
Batang : 0%
Segmen : 62%
Limfosit : 32%
Monosit : 8%
Kesan: Normal
9
Pasien di bawa ke RS tanggal 17 oktober 2020 dikarenakan melakukan
marah marah. Selama 3 minggu terakhir pasien sering mendengar bisikan
seseorang meminta pertolongan dan dirasakan terutama pada malam hari.
Pasien merasa orang lain memperhatikan dirinya. Pasien sering cekcok
dengan keluarga sejak 2 minggu terakhir.
10
Pasien menyelesaikan pendidikan hingga STM. Pasien tidak pernah
tinggal kelas selama sekolah. Pasien tidak melanjutkan pendidikan karena
lebih memilih bekerja. Pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda retardasi
mental. Hal ini menyingkirkan diagnosis retardasi mental (F.70). Selain itu
pada pasien tidak ditemukan tanda-tanda gangguan kepribadian sehingga
sampai saat ini belum ada diagnosis pada Aksis II. Pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik tidak ditemukan riwayat penyakit fisik sejak pasien
kecil. Dari pemeriksaan tanda-tanda vital, laboratorium darah, dan fungsi
hati tidak didapatkan adanya kelainan. Oleh karena itu Aksis III tidak ada
kelainan.
11
VIII. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik: Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang
bermakna.
B. Psikologik: Ditemukan adanya mood disforik dengan afek terbatas
dan riwayat halusinasi auditorik serta riwayat gangguan isi pikir yaitu
waham rujukan
C. Sosiologik: Ditemukan hendaya dalam bersosial, sehingga keluarga
membutuhkan psikoedukasi.
B. Nonfarmakologi
Psikoedukasi
Psikoedukasi bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien
dan keluarga tentang perjalanan penyakit, pengenalan gejala,
pengelolaan gejala, pengobatan (tujuan pengobatan, manfaat dan
efek samping), peran orang dengan skizofrenia dan keluarga
dalam pengobatan.
Konseling
Memberikan pengertian kepada pasien tentang penyakitnya dan
memahami kondisinya lebih baik, menganjurkan untuk makan
dan minum obat secara teratur, menganjurkan pasien untuk
melaksanakan ibadah wajib, serta meyarankan pasien untuk
bersosialisasi dengan teman-teman untuk mengurangi perasaan
sedih.
X. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
12
2. Quo ad functionam : dubia ad malam
3. Quo ad sanationam : dubia ad malam
XI. DISKUSI
Gangguan skizofrenia paranoid adalah Kriteria umum diagnosis skizofrenia
harus dipenuhi. Sebagai tambahan, halusinasi dan waham harus menonjol,
sedangkan gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta
gejala katatonik secara relative tidak nyata. Halusinasi yang mengancam
atau memberi perintah halusinasi pembauan atau pengecapan rasa. Waham
dapat berupa hampir setiap jenis tetapi waham dikendalikan, di pengaruhi
atau keyakinan dikejar-kejar beraneka ragam adalah yang paling khas.
(Maslim, 2013).
Adapun kriteria diagnosis Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III sebagai berikut (Maslim, 2013).
Persyaratan yang normal untuk diagnosis skizofrenia ialah harus ada
sedikitnya satu gejala tersebut di bawah yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih apabila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas)
dari gejala yang termasuk salah satu dari kelompok gejala (a) sampai (d)
tersebut di bawah, atau paling sedikit dua gejala dari kelompok (e) sampai
(h), yang harus selalu ada secara jelas selama kurun waktu 1 bulan atau
lebih.
(a) ‘thought echo’, ‘thought insertion atau withdrawal’, dan ‘thought
broadcasting’
(b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi
(delusion of influence), atau passivity yang jelas merujuk kepada
pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan
atau perasaan (sensations) khusus : persepsi delusional
(c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka
sendiri, atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu
bagian tubuh
(d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap
tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai
identitas keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan diatas
13
manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain)
(e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah
berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide
berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap
hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus
(f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi)
yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau
neologisme
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap
tubuh tertentu (posturing), atu fleksibilitas serea, negativisme, mutisme
dan stupor
(h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodoh (apatis),
pembicaraan yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau
tidak wajar, biasanya mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika
(i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self
absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan persepsi dan isi pikir yang
bermakna serta menimbulkan suatu distress (penderitaan) dan disability
(hendaya) dalam pekerjaan dan kehidupan sosial pasien, sehingga dapat
dikatakan bahwa pasien ini mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan hasil
alloanamnesis dan autoanamnesis, pada pasien didapatkan riwayat
gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik, gangguan isi pikir berupa
waham rujukan. Gejala-gejala tersebut sudah dialami oleh pasien selama
kurang lebih 10 tahun. Data tersebut menjadi dasar untuk mendiagnosis
bahwa pasien menderita Gangguan Skizofrenia paranoid (F.20.0).
14
Terapi pada gangguan skizofrenia paranoid terdiri dari psikofarmaka dan
nonpsikofarmaka. Tujuan dari terapi farmakologi adalah untuk mencegah
bahaya pada pasien, mengontrol perilaku pasien dan mengurangi gejala
psikotik pada pasien. Rencana terapi yang diberikan saat ini yaitu,
antipsikotik risperidone 2x2 mg peroral.
Absorbsi risperidone oral cepat dan terserap dengan baik; makanan tidak
mempengaruhi tingkat atau luasnya. Risperidon dimetabolisme di hati dan
diekskresi di urin secara umum risperidon ditoleransi dengan baik.
Bioavailabilitas 70%. Waktu paruh eliminasi: bagian aktif (risperidon dan
metabolit aktifnya 9- hidroksirisperidon) rata-rata 20 jam. Waktu untuk
mencapai puncak, plasma dalam 1 jam (Aberg dkk, 2009).
15
Setiap regimen dosis harus dikalibrasi untuk mendapatkan efek
menguntungkan yang maksimal dan meminimalkan efek samping obat. Li
et al meninjau literatur untuk mengetahui kisaran dosis optimal risperidone
untuk skizofrenia. Para penulis ini meninjau data dari sebelas percobaan
yang melibatkan 2.498 (hasil primer) pasien dan mencatat bahwa ada
kekurangan data yang memadai untuk merekomendasikan penggunaan
kisaran dosis tertentu untuk praktik klinis. Namun, pasien psikosis episode
pertama merespon dengan baik dosis 2-4 mg / hari. Kisaran dosis 4-6 mg /
hari tampak optimal untuk respons klinis dan tolerabilitas pada sebagian
besar pasien skizofrenia. Selain itu, pasien yang menerima risperidone
kurang dari 4 mg / hari menghentikan penggunaan risperidone karena
respons yang tidak memadai, sementara pasien yang menerima> 10 mg /
hari berhenti meminumnya karena insiden efek samping yang lebih tinggi,
terutama gangguan pergerakan. Pada pasien ini, diberikan risperidon
dengan dosis 2x2 mg, maka dapat disimpulkan dosis dan indikasi
pemberian risperidon sudah sesuai (Li et al, 2009).
Prognosis Buruk
16
1. Awitan muda
2. Tidak ada faktor predisposisi
3. Awitan insidius
4. Riwayat sosial, seksual, pekerjaan premorbid buruk
5. Perilaku menarik diri dan autisktik
6. Tidak menikah, cerai, janda/duda
7. Riwayat keluarga dengan skizofrenia
8. Sistem pendukung yang buruk
9. Gejala negatif
10. Tanda dan gejala neurologis
11. Tidak ada remisi selama 3 tahun
12. Terjadi banyak relaps
13. Riwayat trauma perinatal
14. Riwayat melakukan tindakan penyerangan
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien masih dalam batas normal
sehingga prognosis ad vitam berupa dubia ad bonam. Pada pasien dengan
gejala yang sudah berulang/relaps, Riwayat keluarga dengan skizofrenia
disimpulkan bahwa prognosis pasien ini untuk ad functionam dan ad
sanationam mengarah ke dubia ad malam (Saddock, 2010).
17
ini setelah berbagai suasana hati dan keadaan psikotik. Keluarga
membutuhkan informasi mengenai mediasi pasien dan sifat dinamis
penyakit ini (Brannon, 2016).
18