Anda di halaman 1dari 21

Step 6-7

Learning Objective
1. Diagnosis pada skenario
2. Pemeriksaan penunjang
3. Tatalaksana venom dan non-venom
4. komplikasi
1. Cara diagnosis
• Gejala umum meliputi syok, muntah dan sakit
kepala. Periksa jejas gigitan untuk melihat
adanya nekrosis lokal, perdarahan atau
pembesaran kelenjar limfe setempat yang
lunak.
• Tanda spesifik bergantung pada jenis racun dan
reaksinya, meliputi:
– Syok
– Pembengkakan lokal yang perlahan meluas dari tempat
gigitan
– Perdarahan: eksternal: gusi, luka; internal: intrakranial
– Tanda neurotoksisitas: kesulitan bernapas atau paralisis
otot pernapasan, ptosis, palsi bulbar (kesulitan
menelan dan berbicara), kelemahan ekstremitas
– Tanda kerusakan otot: nyeri otot dan urin menghitam.
Derajat manifestasi gigitan ular berbisa

• Famili Crotalidae
No Derajat Tanda
1 Minor Terdapat tanda bekas gigitan/ taring, tidak ada edema, tidak
ada gejala sistemik, tidak ada koagulopati
2 Moderate Terdapat tanda bekas gigitan/ taring, edema lokal, tidak ada
gejala sistemik, tidak ada koagulopati
3 Severe Terdapat tanda bekas gigitan/ taring, edema regional (2
segmen dari ekstremitas), nyeri tidak teratasi dengan analgesik,
tidak ada tanda sistemik, terdapat koagulopati
4 Major Terdapat tanda bekas gigitan/ taring, edema yang luas,
terdapat gejala sistemik (muntah, nyeri kepala, nyeri perut dan
dada, syok), trombosis sistemik
Derajat manifestasi gigitan ular
berbisa
• Famili Elaptidae
No Derajat Tanda
1 0-none Riwayat gigitan ular, pembengkakan lokal dengan tanda
guratan, tidak ada gangguan neurologis
2 1-Moderate Derajat 0 ditambah gejala neurologis atau disertai efosia,
mual, muntah, parestesia, ptosis, kelemahan otot, paralisis,
sesak
3 2-Severe Gejala pada derajat 1 ditambah paralisis otot pernafasan
dalam 36 jam pertama
• Dalam mendiagnosis, anamnesis sangat penting
untuk mengidentifikasi lokasi gigitan, lama kejadian,
jenis ular, serta keluhan yang dirasakan saat
pemeriksaan.

• Penentuan jenis ular sangat penting untuk


memprediksi derajat kegawatdaruratan pasca gigitan
ular
2. Pemeriksaan penunjang d-dimer
• D-dimer  adalah suatu fragmen degradasi fibrin
yang dihasilkan setelah berlangsungnya fibrinolisis
• Kadar D-dimer digunakan untuk membantu
mendiagnosis trombosis
• Pengukuran D-dimer dapat memberitahu bahwa
telah terjadi proses yang abnormal pada mekanisme
pembekuan darah.
• Nilai rujukan negatif atau kurang dari 300 ng/ml
Indikasi, bila ada dugaan:
• Trombosis vena dalam (Deep Vein Trombosis,
DVT)
• Emboli paru
• Pembekuan intravaskuler menyeluruh (DIC)
• Arterial Thromboemboli
• Infark Miokard, dll
Spesimen
• Plasma citrat, darah vena dalam tabung
tertutup biru
• Campur spesimen dengan lembut dengan
membolak-balikkan tabung secra perlahan,
tabung jangan dikocok
• Spesimen diputar selama 15 menit pada 4000
rpm, pisahkan plasmanya
3. Tatalaksana
Pertolongan pertama
• Lakukan pembebatan pada ekstremitas proksimal jejas gigitan
untuk mengurangi penjalaran dan penyerapan bisa. Jika
gigitan kemungkinan berasal dari ular dengan bisa
neurotoksik, balut dengan ketat pada ekstremitas yang
tergigit dari jari-jari atau ibu jari hingga proksimal tempat
gigitan.
• Bersihkan luka
• Jika terdapat salah satu tanda di atas, bawa anak segera ke
rumah sakit yang memiliki antibisa ular. Jika ular telah
dimatikan, bawa bangkai ular tersebut bersama anak ke
rumah sakit tersebut
• Hindari membuat irisan pada luka atau menggunakan
torniket.
Perawatan rumah sakit
Pengobatan syok/gagal napas

• Atasi syok jika timbul.


• Paralisis otot pernapasan dapat berlangsung beberapa hari
dan hal ini memerlukan intubasi (lihat buku panduan
pelatihan APRC/APLS dari UKK PGD-IDAI)
• ventilasi mekanik (lihat buku panduan pelatihan Ventilasi
Mekanik pada Anak dari UKK PGD-IDAI) hingga fungsi
pernapasan normal kembali
• Perhatikan keamanan fiksasi pipa endotrakeal. Sebagai
alternatif lain adalah trakeostomi elektif.
Antibisa

• Jika didapatkan gejala sistemik atau lokal yang


hebat (pembengkakan pada lebih dari
setengah ekstremitas atau nekrosis berat)
berikan antibisa jika tersedia.
• Siapkan epinefrin SK atau IM bila syok dan
difenhidramin IM untuk mengatasi reaksi
alergi yang terjadi setelah pemberian antibisa
ular.
• Larutkan antibisa 2-3 kali volume garam
normal berikan secara intravena selama 1 jam.
Berikan lebih perlahan pada awalnya dan
awasi kemung-kinan terjadi reaksi anafilaksis
atau efek samping yang serius
Jika gatal atau timbul urtikaria, gelisah, demam,
batuk atau kesulitan bernapas, hentikan
pemberian antibisa dan berikan:
• epinefrin 0.01 ml/kg larutan 1/1000 atau 0.1
ml/kg 1/10.000 SK.
• Difenhidramin 1.25 mg/kgBB/kali IM, bisa
diberikan sampai 4 kali perhari (maksimal 50
mg/kali atau 300 mg/hari).
• Bila anak stabil, mulai kembali berikan antibisa
perlahan melalui infus.
• Tambahan antibisa harus diberikan setelah 6
jam jika terjadi gangguan pembekuan darah
berulang, atau setelah 1-2 jam,
• jika pasien terus mengalami perdarahan atau
menunjukkan tanda yang memburuk dari efek
neurotoksik atau kardiovaskular.
Pengobatan lain
• Pembedahan
Mintalah pendapat/pertimbangan bedah jika terjadi
pembengkakan pada ekstremitas, denyut nadi
melemah/tidak teraba atau terjadi nekrosis lokal. Tindakan
bedah meliputi:
1. Eksisi jaringan nekrosis
2. Insisi selaput otot (fascia) untuk menghilangkan limb
compartments, jika perlu
3. Skin grafting, jika terjadi nekrosis yang luas
4. Trakeostomi (atau intubasi endotrakeal) jika terjadi
paralisis otot pernapasan dan kesulitan menelan.
Perawatan penunjang
• Berikan cairan secara oral atau dengan NGT sesuai dengan
kebutuhan per hari. Buat catatan cairan masuk dan keluar
• Berikan obat pereda rasa sakit
• Elevasi ekstremitas jika bengkak
• Berikan profilaksis antitetanus
• Pengobatan antibiotik tidak diperlukan kecuali terdapat
nekrosis
• Hindari pemberian suntikan intramuskular
• Pantau ketat segera setelah tiba di rumah sakit, kemudian
tiap jam selama 24 jam karena racun dapat berkembang
dengan cepat.
4. komplikasi
• Komplikasi jangka panjang:
- Dislokasi gigitan: hilangnya jaringan bekas
gigitan, ulserasi kronik, infeksi, osteomyelitis,
dll
- sistemik: gagal nafas kronik setelah terjadi
kortikal bilateral nekrosis
- neurologi: paralisis otot respirasi  hipoksia
Daftar pustaka
• Eimed PAPDI. 2015. Kegawatdaruratan
Penyakit Dalam (Emergency in Internal
Medicine). Jakarta: PAPDI
• Latief, abdul. 2016. Buku Saku Pelayanan anak
di Rumah Sakit (ichre.org)
• Tanto, chris. 2015. Kapita Selekta Kedokteran.
Jakarta: FK UI

Anda mungkin juga menyukai