Anda di halaman 1dari 5

Nomor : Jakarta,

Klasifikasi :
Lampiran : Kepada
Perihal : Petunjuk Pelaksanaan Pekerjaan
Yth. 1. Para Kepala Unit Pelaksana Teknis
Pembetonan
(UPT) di Lingkungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut selaku
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
2. Para Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) Belanja Modal Pembangunan
Fasilitas Pelabuhan Laut
di
TEMPAT

1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara


Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Peraturan Presiden
Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah beserta
perubahannya, salah satu tugas dan kewenangan KPA dan PPK adalah memberikan
supervisi, konsultasi, dan pengendalian pela ksanaan kegiatan dan anggaran, serta
menyusun laporan keuangan dan kinerja sesuai dengan peraturan dan ketentuan
yang berlaku.
2. Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan pembetonan yang meliputi bekisting,
pembesian dan pengecoran pada pembangunan fasilitas pelabuhan laut, Saudara
diminta untuk mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Berdasarkan SNI-03-2847-2013 tentang Persyaratan Beton Struktural Untuk
Bangunan Gedung, telah dipersyaratkan pembatasan mutu beton struktural
minimum untuk proteksi tulangan dari korosi pada beton yang terpapar
kelembaban dan sumber klorida eksternal dari bahan kimia, garam, air asin, air
payau, atau percikan dari sumber – sumber tersebut. Serta memperhatikan
aksesibilitas lokasi pekerjaan pada kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan
laut maka mutu beton struktural minimum yang dipersyaratkan adalah sebagai
berikut :
1) Untuk pembangunan di daerah dengan aksesibilitas baik sehingga
memungkinkan untuk pelaksanaan pekerjaan pengecoran dengan ready
mix, mutu beton struktural minimum yang dipersyaratkan adalah fc’ 35 MPa
≈ K-430;
2) Untuk pembangunan di daerah dengan aksesibilitas yang kurang baik
sehingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan pengecoran
dengan ready mix maka mutu beton struktural minimum yang dipersyaratkan
adalah sebesar fc’ 29 MPa ≈ K-350 ;
3) Untuk pembangunan di daerah dengan aksesibilitas yang kurang baik
sehingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan pengecoran
dengan ready mix dan memiliki keterbatasan material dengan kualitas baik
maka mutu beton struktural minimum yang dipersyaratkan adalah sebesar
fc’ 25 MPa ≈ K-300;
/b. Pengadaan ...
b. Pengadaan material untuk pekerjaan pembetonan wajib dilengkapi dengan uji
tarik baja tulangan, sertifikat baja tulangan dari pabrikan dan hasil uji laboratorium
batu split dari supplier dengan ketentuan :
1) Agregat Beton
a) Agregat halus atau pasir harus berbutir keras, bersih dari kotoran-
kotoran, zat-zat kimia organik dan anorganik yang dapat merugikan
mutu beton ataupun baja tulangan dan bersudut tajam;
b) Susunan pembagian butir halus harus memenuhi persyaratan
Prosentase berat fraksi butiran yang lebih halus dari 0,074 mm, kotoran
atau lumpur tidak boleh lebih dari 5 % terhadap berat keseluruhan,
kecuali ketentuan di atas. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat
halus untuk semua mutu beton;
c) Agregat kasar adalah batu pecah (Split) dengan ukuran maksimum 3 cm
yang mempunyai bidang pecah minimal 4 buah dan mempunyai bentuk
lebih kurang seperti kubus. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir
yang keras dan tidak berpori;
d) Batu pecah diperoleh dari batu yang keras, bersih serta bebas dari
kotoran yang dapat mempengaruhi kekuatan mutu beton maupun baja;
2) Baja Tulangan
a) Mutu tulangan yang digunakan agar mengikuti aturan sebagai berikut :
- Tulangan baja diameter ≥ D 13 mm menggunakan tulangan ulir BJTD
40;
- Tulangan baja diameter ≤ Ø 12 mm menggunakan tulangan polos
BJTP 24;
b) Penyimpanan atau penumpukkan harus sedemikian rupa sehingga baja
tulangan terhindar dari pengotoran minyak, udara lembab, lingkungan
yang menyebabkan baja berkarat dan lain-lain pengaruh luar yang
mempengaruhi mutunya, sebaiknya baja terlindung atau ditutup dengan
terpal-terpal sebelum dan sesudah pembengkokkan.
c) Baja tulangan ditumpuk di atas balok-balok kayu agar tidak langsung
berhubungan dengan tanah.

3) Semen
a) Jenis Semen yang dipakai untuk beton dan adukan dalam pekerjaan ini
adalah semen portland type II atau V;
b) Penyimpanan semen harus dilakukan dalam gudang tertutup dan
terlindung dari pengaruh hujan lembab udara serta tanah, semen
ditumpuk di dalamnya diatas lantai panggung kayu minimal 30 cm di
atas tanah. Tinggi penumpukkan maksimum adalah 15 lapis, semen
yang kantongnya pecah tidak boleh dipakai dan harus disingkirkan
keluar proyek.
c) Semen yang dipakai selalu diperiksa oleh Konsultan Pengawas
sebelumnya. Semen yang mulai mengeras atau Semen yang umurnya
lebih dari tiga bulan sejak dikeluarkannya dari pabrik tidak
diperkenankan dipakai untuk pekerjaan yang bersifat struktural dan
harus segera dikeluarkan dari proyek.

/4) Air ...


4) Air Kerja
Air yang dipakai untuk adukan beton, dan adukan spesi harus bersih, bebas
zat organik atupun zat anorganik yang terkandung dalam air, yang dapat
mempengaruhi kekuatan dan keawetan dari beton. Mutu air tersebut sedapat
mungkin bermutu air minum.
5) Bekisting
a) Kayu yang dipakai untuk cetakan beton adalah kayu mutu kelas II;
b) Ukuran tebal papan bekisting minimal 7 cm dan toleransi perbedaan
minimal +2 mm. Bila untuk papan bekisting dipakai plywood tebal 12
mm. Papan bekisting harus kering udara agar tidak menyusut pada
waktu dipakai.
c) Untuk konstruksi gelagar/rusuk-rusuk penguat dipakai kayu sejenis atau
kayu yang lebih baik dengan ukuran yang memadai sesuai perhitungan;
d) Setelah umur beton dilewati, maka harus dilakukan pembongkaran
cetakan beton serta memotong stek tulangan yang muncul ke
permukaan beton dan menutupnya dengan adukan beton.

c. Pelaksanaan pekerjaan bekisting wajib memperhatikan ketentuan antara lain :


1) Bekisting harus dibuat dan dipelihara sedemikian rupa untuk menghasilkan
sambungan-sambungan kedap air dan permukaan licin merata. Bekisting
mempunyai kekakuan cukup dan kekuatan mencegah perubahan terhadap
tekanan dari beton dan beban-beban lain yang tiba-tiba terhadap kegiatan
pembangunan termasuk pengaruh gerakan-gerakan selama pengecoran
beton;
2) Bekisting untuk bagian-bagian pekerjaan yang tinggi harus mempunyai satu
sisi yang tetap terbuka dimana nantinya akan ditutup sesuai dengan
kemajuan pekerjaan pengecoran yang dicapai;
3) Bekisting harus dibuat sedemikian sehingga dapat dibongkar kembali tanpa
merusak beton;
4) Baut-baut dan kelengkapan lainnya yang dipakai dalam pekerjaan bekisting
harus dipasang sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk
pembongkarannya sampai suatu kedalaman paling sedikit 30 mm dari
bidang permukaan tanpa merusak beton dan juga setelah dicabut, bekas
lobang-lobang yang ditinggalkan berukuran sekecil mungkin, jika diperlukan
maka ditutup dengan pengecoran;
5) Bekisting dapat dibongkar apabila bagian konstruksi tersebut telah mencapai
kekuatan yang cukup untuk memikul berat sendiri dan beban-beban
pelaksanaan yang ada. Kekuatan ini harus dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan benda uji;
6) Apabila dalam hal ini ada jaminan bahwa setelah bekisting dibongkar, beban
yang bekerja pada bagian konstruksi itu tidak akan melampaui 50% dari
beban rencana total, maka pembongkaran bekisting dapat dilakukan :
a) Sisi balok : 3 hari
b) Penyangga pelat : 7 hari
c) Penyangga balok : 16 hari
d) Penyangga balok kantilever : 20 hari
e) Untuk pembongkaran bekisting vertikal yang dilakukan kurang dari 7 hari
setelah pengecoran maka harus diterapkan perawatan beton yang
sesuai dengan seketika.

/d. Pelaksanaan ...


d. Pelaksanaan pekerjaan pembesian wajib memperhatikan ketentuan antara lain :
1) Tulangan harus ditempatkan dengan posisi sesuai rencana dan dijaga jarak
antar tulangan dengan bekisting untuk mendapatkan selimut beton 5 cm
hingga 8 cm sesuai dengan gambar desain;
2) Sebelum melakukan pengecoran, semua tulangan harus terlebih dahulu
diperiksa untuk memastikan penempatannya, kebersihan dan perbaikan
bilamana perlu. Tulangan yang berkarat harus segera dibersihkan atau
diganti.
3) Khusus untuk selimut beton, dudukan harus cukup kuat dan jaraknya
sedemikian sehingga tulangan tidak melengkung dan penutup beton tidak
kurang dari yang diisyaratkan;
4) Toleransi pada pemasangan tulangan adalah sebagai berikut :
a) Terhadap kedudukan tulangan pelat : ± 50 mm;
b) Terhadap kedudukan sengkang, lilitan spiral dan ikatan lainnya : ± 25
mm;
c) Terhadap kedudukan ukuran konstruksi kurang dari 60 cm : ± 6 mm;
d) Terhadap kedudukan ukuran konstruksi lebihdari 60 cm : ± 12 mm;

e. Pelaksanaan pekerjaan pengecoran wajib memperhatikan ketentuan antara lain :


1) Wajib dilaksanakannya perencanaan mix design (rancang campur beton)
yang dilakukan paling lambat 28 hari sebelum mulai pengadukan beton
untuk yang pertama kali;
2) Jika diperlukan adanya modifikasi sifat dan karakteristik beton maka dalam
pekerjaan pembetonan dapat ditambahkan campuran additive dan
admixture seperti fly ash, silica fume, rice husk ash, dan lain-lain dengan
komposisi yang proporsional dan telah diperhitungkan sehingga tingkat
porositas beton dapat tetap terkontrol;
3) Wajib dilakukan dengan tes uji kuat tekan beton dan slump test pengecoran
beton;
4) Toleransi nilai slump beton disesuaikan dengan jenis kontruksi serta standar
yang diacu;
5) Adukan beton tidak boleh dijatuhkan melebihi tinggi 1,5 m dan tidak
diperkenankan menimbun beton dalam jumlah banyak disuatu tempat
dengan maksud untuk kemudian meratakannya sepanjang acuan;
6) Beton yang telah selesai dicor harus dilakukan perawatan (curing) yaitu
perlindungan beton terhadap hujan dan panas matahari serta kerusakan-
kerusakan lainnya yang disebabkan oleh gaya sentuhan sampai beton telah
menjadi keras.
7) Pelaksanaan perawatan (curing) beton antara lain dengan cara
menutupinya dengan karung basah, pasir basah atau menggenanginya
dengan air sampai basah atau cairan khusus curing.
8) Pelaksanaan perawatan (curing) beton diperlukan bila : beton yang
menggunakan semen biasa dan tidak memakai bahan-bahan pembantu
lainnya harus dilakukan perawatan/curing beton selama minimum 7 hari atau
sampai saat dimana kekuatan betonnya mencapai 70% dari kekuatan
minimum kubus test beton dari macam yang sama dan berumur 28 hari;
9) Untuk pekerjaan pengecoran yang mempunyai volume lebih dari 60 m 3,
harus dibuat 1 benda uji setiap 5 m 3, dengan minimum 1 benda uji berupa
silinder atau kubus beton setiap harinya dimana benda uji tersebut
mempunyai sifat-sifat sama dengan konstruksi beton yang diwakilinya.
Benda uji tersebut harus diberi keterangan lokasi dan tanggal pengecoran;

/10) Pelaksana ...


10) Saat umur beton telah mencapai 28 hari, wajib dilakukan pegujian beton
inti/core drill.

3. Pelaksana Kegiatan (KPA, PPK, Konsultan Supervisi, dan Kontraktor Pelaksana)


wajib bertanggung jawab terhadap keseluruhan pelaksanaan kegiatan pembetonan.
Untuk kondisi dimana hasil pekerjaan pembetonan tidak memenuhi persyaratan
akibat pelaksanaan yang tidak sesuai dengan ketentuan maka hasil pekerjaan
pembetonan tersebut wajib untuk dibongkar dan diganti dengan beton yang
memenuhi syarat tanpa ada penambahan pembayaran.

4. Selanjutnya KPA dan PPK diperintahkan menyampaikan Petunjuk Pelaksanaan


Pekerjaan Pembetonan ini kepada Konsultan Supervisi dan Kontraktor Pelaksana
pada kegiatannya masing-masing untuk dapat disepakati bersama serta dituangkan
pada Berita Acara.

5. Demikian disampaikan, untuk menjadi perhatian dan pelaksanaannya.

An. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT


DIREKTUR KEPELABUHANAN
Pelaksana Harian

Tembusan : Ir. WISNOE WIHANDANI


1. Menteri Perhubungan; Pembina TK. I (IV/b)
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan; NIP. 19631111 199103 2 001
3. Inspektorat Jenderal Kementerian Perhubungan;
4. Direktur Jenderal Perhubungan Laut;
5. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
6. Para Kepala Otoritas Pelabuhan Utama;
7. Para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I.

Anda mungkin juga menyukai