Anda di halaman 1dari 8

Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 1, B 061-068

https://doi.org/10.32315/sem.1.b061

Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa


Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah
I Made Suarya1, I Nyoman Widya Paramadhyaksa2, Ni Ketut Agusinta Dewi3, I Gusti Agung Bagus
Suryada4
1,4
Lab. Perancangan/Program Studi Arsitektur/Fakultas Teknik/Universitas Udayana.
2
Lab. Budaya/Program Studi Arsitektur/Fakultas Teknik/Universitas Udayana.
3
Lab. Permukiman/Program Studi Arsitektur/Fakultas Teknik/Universitas Udayana.
Korespondensi: mdsuarya@yahoo.com

Abstrak

Desa Singapadu Tengah adalah sebuah desa yang akan dijadikan sebagai desa wisata baru di
wilayah Kabupaten Gianyar. Hal ini disebabkan karena desa ini memang memiliki berbagai potensi
yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Salah satu objek potensial di desa ini yang
dapat dikembangkan sebagai suatu daya tarik wisata adalah berupa kompleks Pura Dalem Adat
Negari. Dalam kompleks pura ini terdapat banyak artifak tinggalan sejarah berwujud arca-arca kuno
yang masih disucikan hingga saat ini. Pada bagian belakang kompleks pura yang berbatasan
langsung dengan tepian Sungai Oos ini juga terdapat tinggalan arkeologis bernilai sejarah tinggi
yang berupa sumber mata air suci, gerbang petirtan, dan tinggalan candi tebing pasraman kuno
dalam kondisi yang sangat tidak terawat. Makalah ini berisikan ringkasan hasil studi kasus tentang
konsep penataan kompleks pura tersebut sebagai daya tarik wisata bersejarah di wilayah Desa
Wisata Singapadu Tengah. Penyusunan konsep desain dilakukan dengan mengakomodir beragam
gagasan dari pihak pemuka desa, pemuka agama, dan pemerintah daerah.

Kata-kunci : konsep, penataan, Pura Dalem Desa Pakraman Kutri, sejarah, wisata

Pendahuluan

Desa Singapadu Tengah adalah sebuah desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Sukawati,
Kabupaten Gianyar. Desa ini direncanakan akan dijadikan sebagai sebuah desa wisata baru oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar yang bernapaskan konsepsi Tri Hita Karana, yang memuat
hubungan harmonis antara manusia, lingkungan, dan Tuhan Tim Penyusun RPJM Desa Singapadu.
(2010). Singapadu Tengah juga dikenal memiliki banyak objek potensial yang dapat dikembangkan
dan dikemas sebagai objek wisata baru yang dapat mendongkrak angka kunjungan wisatawan di
daerah ini. Salah satu objek potensial yang akan dikembangkan tersebut adalah berupa kompleks
bangunan suci bernilai sejarah yang kaya tinggal artifak dan bangunan arkeologis. Kompleks
bangunan tersebut bernama Pura Dalem Desa Adat Negari yang berada di zona timur laut desa.
Kompleks pura ini memiliki tinggalan arkelogis berupa bangunan candi tebing dan goa petirtan yang
diperkirakan berasal dari abad ke-18. Pada saat ini kondisi bangunan-bangunan bersejarah ini sama
sekali belum terawat. Beberapa bagian masih banyak ditumbuhi alang-alang dan tanaman liar
lainnya. Material struktur bangunannya pun terliat sangat gampang rapuh dan sudah aus termakan
waktu. Melalui sebuah kajian, maka disusunlah suatu upaya penyelamatan dan penataan bangunan
tinggalan arkelogis tersebut dari kerusakan sekaligus sebagai upaya menjadikan bangunan
bersejarah tersebut sebagai objek wisata potensial yang dapat mendukung kegiatan desa wisata di
wilayah ini. Tulisan ini berisikan tentang ulasan studi kasus tentang konsep desain penataan
kompleks bangunan Pura Dalem Desa Adat Negari yang dapat segera diaplikasikan untuk menjawab
Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon, Universitas Indraprasta, Universitas Trisakti Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 061
ISBN 978-602-17090-6-1 E-ISBN 978-602-17090-4-7
Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah

semua masalah keruangan dan kebutuhan wisata dengan tanpa menurunkan tata nilai budaya dan
sejarah yang termuat di dalamnya.

Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini menerapkan metode pengumpulan data dan analisis sebagai berikut.

a. Metode Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data, tim peneliti menerapkan metode observasi lapangan, wawancara,
dan studi pustaka.

(1) Observasi lapangan


Observasi lapangan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran secara langsung
mengenai segala potensi dan permasalahan keruangan Pura Dalem Desa Pakraman Kutri.

(2) Wawancara
Wawancara yang akan dijalankan dalam penelitian ini memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran
deskriptif tentang: (a) segala ide maupun gagasan dari pihak PEMDA dan masyarakat setempat
tentang pengembangan objek; (b) gambaran sejarah dan karakteristik objek; serta (c) berbagai
permasalahan tentang aspek keruangan, kultur, sosial, dan ekonomi yang berpeluang terjadi apabila
rencana penataan pura ini sebagai objek wisata baru. Kegiatan wawancara ini juga dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh kesamaan visi, ide, dan konsep tata kelola Pura Dalem itu.

(3) Studi pustaka

Studi pustaka yang dijalankan bertujuan untuk mengumpulkan berbagai data yang berelasi dengan
kasus objek kajian ini, seperti: data tentang sejarah, aspek sosial budaya, ritual, pola aktivitas para
civitas dan wisatawan, data kondisi fisik bangunan, serta data artifak di objek studi.

b. Fokus kajian

Kajian terfokus pada ulasan tentang dasar-dasar penyusunan konsep desain penataan Pura Dalem
Desa Pakraman Kutri di Desa Singapadu Tengah sebagai objek wisata yang banyak
mempertimbangkan aspek kebutuhan real, konservasi, dan proteksi terhadap kesucian pura.

Kajian Pustaka

Pada masa sekarang, perkembangan wilayah desa di Bali sebagai satu daya tarik wisata baru
berkembang semakin pesat. Hal ini disebabkan karena wilayah desa dan masyarakatnya di Bali
memiliki potensi alam yang masih alami dan kebudayaan masyarakatnya yang unik. Kondisi ini
memunculkan wacana desa wisata sebagai alternatif pengembangan daya tarik wisata yang selama
ini masih didominasi oleh daya tarik wisata konvensional. Menurut Inskeep (1991), pariwisata di
wilayah perdesaan merupakan suatu bentuk kegiatan wisata yang menyajikan berbagai potensi
desa, sehingga wisatawan dapat terlibat langsung dalam aktivitas masyarakat dan mempelajari
tradisi dan budaya masyarakat setempat. Masyarakat desa secara aktif turut merencanakan,
mengelola, dan memperoleh manfaat dari kunjungan para wisatawan. Oleh karena itu desa wisata
diyakini merupakan terobosan untuk memberikan manfaat sektor pariwisata secara langsung
terhadap masyarakat, terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

Meskipun demikian menurut Pitana (1999), pengembangan desa wisata masih menjadi alternatif
yang sensitif, karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat apabila tidak

B 062 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


I Made Suarya

direncanakan dan dikelola secara benar. Dalam upaya meminimalisir dampak negatif tersebut, maka
pengembangan desa wisata harus melibatkan masyarakat desa dengan segala perangkatnya secara
aktif (Muljadi, 2009). Dengan demikian, desa wisata dapat meningkatkan kesejahteraan,
melestarikan alam, sosial dan budaya masyarakat. Kelestarian alam, sosial dan budaya masyarakat
menjadi penting bagi keberlanjutan desa wisata karena merupakan potensi utama yang dapat
menarik minat para wisatawan untuk berkunjung ke tempat tersebut. Ada suatu prinsip
pengembangan desa wisata yang harus diperhatikan adalah pengembangan tersebut harus sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat desa sehingga tidak dapat direncanakan dan dikelola
secara sepihak. Ada berbagai macam potensi suatu desa yang dapat dikembangkan sebagai daya
tarik wisata dalam suatu desa wisata. Beberapa di antaranya dapat berupa objek bangunan
bersejarah maupun daya tarik alam asri milik desa.

Pengembangan pariwisata juga dapat berperan positif terhadap upaya pelestarian suatu area
bersejarah yang dilestarikan, melalui beberapa cara: (a) penempatan jalur keluar masuk wisatawan
dalam area secara tepat; (b) pengadaan tourist information; (c) pengelolaan infrastruktur secara
terpadu; (d) pengaturan pola sirkulasi wisatawan; (e) sarana akomodasi pendukung; (f) penataan
kembali lanskap dan landmark; (g) pengaturan jaringan pendukung dan utilitas Andrei (2013).
Dalam hal pengelolaan dan keberlanjutannya, perlu dilakukan pengaturan (a) alur pengunjung; (b)
antisipasi jumlah pengunjung; dan (c) upaya terintegrasi dengan penduduk setempat Patin (2010).
Pada bagian lainnya, adanya kebijakan pengelolaan objek wisata yang tegas terhadap wisatawan
dapat ikut mengingatkan bahwa para wisatawan juga ikut berperan dan bertanggung jawab
terhadap pelestarian objek yang dikunjunginya itu Anagnostopoulos (1994).

Hasil dan Pembahasan

Pura Dalem Desa Adat Negari merupakan salah satu dari tiga Pura Kahyangan Tiga yang berada
dalam wilayah Desa Adat Negari, Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.
Kompleks bangunan pura ini diperkirakan merupakan sebuah kompleks bangunan pura
pengembangan dari kompleks bangunan pura kuno yang sudah ada sejak masa lalu. Diperkirakan
kompleks bangunan pura ini sudah ada sejak abad ke-18. Hal ini ditandai dengan ditemukannya
artifak-artifak arca kuno yang bercorak masa itu dalam wilayah pura ini. Selain dari pada itu, di zona
belakang kompleks pura yang berbatasan langsung dengan daerah tepian Sangai Oos terdapat
arsitektur tinggalan masa lalu berupa candi tebing dan goa pertirtaan. Cukup disayangkan, hingga
saat ini objek-objek yang kaya nilai sejarah tersebut belum banyak digali dan ditata kelola sebagai
objek-objek bersejarah yang dapat dikemas mendukung rencana pengembangan desa wisata di
wilayah ini.

Lokasi

Gambar 1. Lokasi Pura Dalem Negari

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| B 063


Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah

Kompleks Pura Dalem Desa Adat Negari ini berlokasi di tepi jalan Palguna yang menghubungkan
wilayah Singapadu Tengah dan Ubud. Di sebelah utara tapak pura terdapat area setra adat Desa
Adat Negari dan Pura Mrajapati. Pura Dalem Desa Adat Negari ini menerapkan konsepsi tata ruang
pura yang tersusun atas tiga halaman/mandala sesuai dengan Konsepsi Tri Mandala. Ketiga area
mandala pura tersebut adalah dikenal dengan nama (a) nista mandala yang merupakan halaman
terluar dari kompleks pura ini; (b) madya mandala sebagai halaman yang berada di bagian tengah
atau area transisi; serta area utama mandala yang berada di bagian yang paling utama kompleks
Pura Dalem Desa Adat Negari ini. Dalam area Nista mandala atau yang dikenal juga sebagai area
jaba sisi pura, terdapat area parkir dan bangunan wantilan. Area parkir ini sehari-harinya difungsikan
sebagai area memarkir kendaraan para pemedek atau umat yang akan bersembahyang ke Pura
Dalem ini. Bangunan wantilan yang ada di dekatnya, sehari-harinya difungsikan sebagai bangunan
untuk para pemedek duduk, berteduh, dan merapikan pakaian sembahyangnya sebelum memasuki
area utama pura untuk bersembahyang. Dalam beberapa kondisi, bangunan wantilan ini juga dapat
difungsikan sebagai tempat latihan menabuh, bale gong, dan tempat persiapan sesajen ritual pura.

Gambar 2. Eksisting Pura Dalem Negari

B 064 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


I Made Suarya

Gambar 3. Bangunan Gerbang, Patung Dwarapala, dan Relief Singa di Kompleks Pura Dalem Desa Adat Negari

Dalam area madya mandala atau area jaba tengah dapat dijumpai adanya bangunan bale gong, bale
pemasaran, dan bale perantenan yang masing-masing memang difungsikan sebagai bangunan
persiapan upacara pada saat adanya upakara yadnya di pura ini. Dalam area utama mandala atau
area jeroan pura terdapat bangunan-bangunan pelinggih pemujaan seperti bangunan padmasana,
bangunan meru tumpang telu, bangunan gedong sari, bangunan pelinggih bale panggungan,
bangunan pelinggih Sapta Patala, bangunan Bale Pepelik, bangunan Gedong Dalem, dan beberapa
bangunan pelinggih lainnya.

Area setra adat (kuburan) dan Pura Mrajapati yang terletak di sisi utara tapak pura berbatasan
langsung dengan kompleks pura. Area setra adat (pekuburan) juga berbatasan langsung dengan
ruas jalan Palguna dengan tanpa adanya elemen pembatas atau tembok penyengker sebagai elemen
dinding pembatasnya. Pada bagian utara area pura terdapat tinggalan arsitektural berwujud candi
tebing yang terdapat tepat di bagian dasar bangunan gedong penyimpenan. Pada area yang cukup
berdekatan dengan lokasi bangunan candi tebing ini, terdapat pula sebidang area terbuka yang
lazim digunakan sebagai tempat sambung ayam (metajen) untuk keperluan upacara adat tabuh rah
oleh masyarakat desa setempat.

Gambar 4. Bangunan-bangunan Suci dalam Kompleks Pura

Pura Dalem Desa Adat Negari juga cukup dikenal dengan adanya elemen arsitektural kuno berwujud
goa yang ada di bagian timur atau bagian belakang kompleks pura. Ada dugaan bahwa goa yang
ada ini merupakan jalur lintasan untuk sebuah prosesi ritual dari tepian sungai ke area kompleks
pura ini. Pada bagian lain di zona ini juga terdapat terdapat mata air suci yang juga lazimnya
dimanfaatkan sebagai sumber air suci (tirta) untuk keperluan pura saat adanya aktivitas
persembahyangan sejak zaman dahulu.

Pada beberapa bagian bangunan dalam kompleks Pura Dalem Desa Adat Negari termuat beragam
wujud bangunan dan ragam hias bercorak khusus dan bermotif-motif langka, seperti ini adanya
wujud bangunan Candi Bentar dari material bata merah yang dilengkapi dengan reliaf pepatran dan
kekarangan serta patung dwarapala yang terbuat dari material batu. Pada bagian lainnya, terdapat
sebentuk bangunan pintu masuk utama yang menjadi gerbang pembatas antara area madya
mandala dan area utama mandala. Bangunan ini mengambil wujud sebagai bangunan kori agung.
Ada hal yang cukup menarik dari wujud kori agung dalam kompleks bangunan pura ini. Pada area
depan kori agung ini terdapat sepasang sosok singa jantan sebagai pengapit tangga masuk ke area
utama pura. Agaknya figur kedua singa ini sengaja ditempatkan sedemikian rupa berkaitan dengan
konteks nama desa ini sendiri, yaitu Singapadu Tengah.

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| B 065


Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah

Gambar 5. Bangunan Candi Tebing Gambar 6. Goa Petirtan di Timur Kompleks Pura

Dalam area inti pura juga terdapat bangunan pelinggih Padma Agung yang menjadi bangunan untuk
menempatkan berbagai artifak arca kuno bernilai sejarah tinggi yang ditemukan dalam area
kompleks pura ini. Selain dari pada itu dalam kompleks pura juga dapat ditemukan adanya
bangunan pelinggih berwujud meru tumpang telu (‘meru beratap tingkat tiga’) dan sebuah pelinggih
untuk tokoh ancangan pura sebagai spirit penjaga kesucian kompleks pura ini.

Gambaran Konsep Penataan Area Pura Dalem Desa Adat Negari

Area kompleks Pura Dalem Desa Adat Negari ditata sedemikian rupa dengan beberapa macam
konsep penataan, yaitu: (a) optimalisasi pelestarian elemen bangunan bernilai sejarah, seperti
bangunan candi tebing, bangunan goa, dan mata air sakral; (b) penataan area ruang terbuka demi
kenyamanan beraktivitas para pemedek, para wisatawan, dan para pengelola pura itu sendiri,
seperti para pendeta; (c) penataan area parkir untuk kenyamanan sirkulasi kendaraan dalam area
tapak; dan (d) pemisahan alur sirkulasi pemedek dalam area pura dan wisatawan (lihat gambar 7).

Gambar 7. Gambaran Konsep Penataan Pura Dalem Negari

B 066 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


I Made Suarya

Lebih jelas mengenai gambaran konsep penataan area kompleks bangunan pura bersejarah ini dapat
dikemukakan sebagai berikut (cf. wawancara terhadap Rosman dan Suciarta, 2016).

1. Pada bagian barat area kompleks pura, tepatnya di area bagian barat Jalan Palguna, akan
ditata menjadi area parkir bus, parkir mobil, dan sepeda motor. Hal ini dilakukan dengan tujuan
untuk dapat meningkatkan kenyamanan para pengunjung pada saat pemedek memasuki area
inti kompleks bangunan Pura Dalem Desa Adat Negari ini, baik bagi para wisatawan atau pun
bagi mereka yang ingin melakukan kegiatan persembahyangan di pura ini. Area ini dimaknai
sebagai area pendukung pura.

2. Area jaba sisi pura yang berada di bagian pojok selatan kompleks pura akan dirancang sebuah
bangunan informasi dan juga penjualan tiket masuk untuk kegiatan pelayanan kepada para
pengunjung yang akan memasuki area kompleks Pura Dalem Desa Adat Negari ini.

3. Pada area timur bangunan wantilan pura akan dibangun sebuah bangunan toilet yang akan
difungsikan untuk dapat meningkatkan kenyamanan para pengunjung. Lokasi penempatannya
terdapat di area yang merupakan area nista mandala yang juga berdekatan dengan wantilan.
Seperti yang diketahui, bangunan wantilan memang sering digunakan sebagai tempat duduk-
duduk maupun juga tempat beristirahat bagi para pengunjung.
4. Pada area timur Pura Mrajapati akan dibangun sebuah plaza untuk bangunan Candi Tebing
yang bernilai sejarah itu sebagai tempat bersantai bagi para pengunjung kompleks pura ini.
5. Jalur pedestrian dari kompleks bangunan pura, menuju area mata air, dan area tepian sungai
yang melalui goa tepi sungai itu ditata dengan perkerasan dan material yang lebih solid akan
tetapi tetap menjaga gambaran karakter bangunan lama ini.
6. Area inti tata ruang dan tata bangunan dalam area inti pura tetap dipertahankan dan
dikonservasi. Apabila dilakukan renovasi bangunan, maka bangunan yang dibuat tidak
mengubah nilai estetika, posisi, material dari tata bangunan dan tata ruang semula. Elemen-
elemen tinggalan arkeologis dipertahankan sepenuhnya.

7. Adanya penerapan aturan radius kesucian area pura secara tradisional Bali sesuai Keputusan
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor: 11/Kep/I/PHDIP/1994 tentang Bhisama
Kesucian Pura. Radius kesucian Pura Dalem Negari adalah minimum berjarak apenimpug
(‘sejauh lemparan orang dewasa’) atau sejauh 25 meter dari bangunan lain di sekitarnya. Jarak
ini sesuai dengan kedudukan Pura Dalem Negari ini sebagai sebuah Pura Kahyangan Tiga.

8. Tapak kompleks pura sakral ini berbatasan langsung dengan sungai, sumber air, dan daerah
hijau penyangganya. Keberadaan kompleks bangunan suci ini berdampak positif bagi
pelestarian ekosistem tepian sungai itu. Hal semacam ini memang lazim berlaku pada hutan
atau area alam yang berdekatan dengan objek bersejarah yang disucikan Ishii, dkk. (2010).

9. Pada sisi tapak yang berbatasan langsung dengan kuburan adat (setra) akan dibangun tembok
penyengker. Tembok penyengker dalam budaya tradisional Bali memang dapat berperan
sebagai elemen pemisah antara area sakral (suci) dan profan (cemer) dalam wujud yang estetis
berpola tri angga; kepala, badan, dan kaki (Windhu, 1984).

Adapun konsep manajemen pengelolaan pura ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Adanya konsep pengaturan yang ketat berkenaan dengan pola sirkulasi dan tata cara para umat
dan wisatawan yang akan memasuki dan keluar area sakral untuk bersembahyang dan/atau
area wisata arkelogis.
2. Adanya tata tertib bagi umat atau wisatawan yang memasuki area pura wajib mengenakan
busana adat Bali. Bagi wisatawan, dapat menyewa pakaian adat di area entrance pura. Pada
area entrance akan ditempatkan berbagai informasi tentang pura dan tata aturan dalam
memasukinya.

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017| B 067


Konsep Penataan Pura Dalem Desa Adat Negari, Desa Singapadu Tengah sebagai Objek Baru Wisata Sejarah

3. Adanya sistem pengelolaan pura yang melibatkan pihak pemuka adat, pemuka desa,
agamawan, dan pengelola desa wisata secara terpadu yang mengutamakan kesucian pura.
4. Adanya pengaturan jadwal kegiatan ritual pura yang disosialisasikan bagi umat dan wisatawan.
5. Akan disusun pola pengaturan batas waktu kunjungan bagi wisatawan dalam area pura ini.

Konsep tata ruang dan manajemen pengelolaan pura ini disusun berdasarkan hasil masukan dan ide
dari pihak PEMDA selaku penyandang utama dana pembangunan, pihak PHDI, pihak pemuka desa,
pihak pengelola pura, dan masukan dari pihak pihak penata pura.

Simpulan

Pada dasarnya konsep penataan area kompleks Pura Dalem Desa Adat Negari adalah
mengedepankan upaya pelestarian bangunan bersejarah dan elemen tinggalan arkeologis lainnya
agar dapat mendukung upaya pengembangan desa wisata yang berlangsung di wilayah ini. Konsep
penataan yang dilakukan tetap sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan
wisatawan. Konsep penataan dan pengelolaan pura ini juga berupaya mempertahankan nilai-nilai
kearifan lokal tentang kesucian pura secara sekala (konkret) yang bersifat tangible dan niskala
(abstrak) yang bersifat intangible, estetika, dan pelestarian berbagai tinggalan arkelogis di pura ini
yang dijalankan dengan melibatkan masyarakat, pemerintah daerah, dan wisatawan secara aktif.

Daftar Pustaka

Anagnostopoulos, G.L. (1994). Tourism and Historic Landscape Management. Ekistics; Athens 61.368/369 (Sep-
Dec 1994). : 317-320.
Andrei, Ruxandra Daniela, dr. dkk. (2013). Ecological Tourism - a Form of Responsible Tourism. Romanian
Economic and Business Review, suppl. Special Issue 1; Brasov (Winter 2013): 373-388.
Inskeep, E. (1991). Tourism Planning. An Integrated and Sustainable Development Approach. New York: Van
Nostrand Reinhold.
Ishii, H.T. dkk. (2010). Integrating ecological and cultural values toward conservation and utilization of
shrine/temple forests as urban green space in Japanese cities. Landscape and Ecological Engineering;
Dordrecht6.2 (Jul 2010): 307-315.
Muljadi, A. J. (2009). Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat. (TT). Keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor:
11/Kep/I/PHDIP/1994 tentang Bhisama Kesucian Pura.
Patin, V. (2010). The Economy of Cultural Heritage, Tourism and Conservation. International Preservation News;
The Hague 52 (Dec 2010): 6-11.
Pitana, I G. (1999). Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Bali Post.
Tim Penyusun RPJM Desa Singapadu. (2010). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Singapadu
Tengah. Desa Singapadu Tengah.
Windhu, I.B.O. (1984). Bangunan Tradisional Bali Serta Fungsinya. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Daftar Informan

1. I Nyoman Rosman (49 tahun), Perbekel Desa Singapadu Tengah, Kec.Sukawati, Kab.Gianyar
2. I Nyoman Suciarta (43 tahun), Klian Banjar Abasan, Desa Singapadu Tengah, Kec.Sukawati, Kab.Gianyar

Kedua informan diwawancarai pada tanggal 10 Desember 2016.

B 068 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Anda mungkin juga menyukai