Anda di halaman 1dari 36

PROSES KELOMPOK

(PEER GROUP, SELF HELP GROUP, SUPPORT GROUP,)

Disusun oleh :

Kelompok 4/Kelas A/Semester 6

1. Mita Sari Yulianti ( 201601002 )


2. Melisa Oktiani ( 201601006 )
3. Vera Sulistyowati ( 201601010 )
4. Adelia Intan Permata S ( 201601012 )
5. Nadya Maulidinda P. ( 201601014 )
6. Mei Fauzia ( 201601015 )
7. Thad Qirotul M. ( 201601020 )
8. Muzaqi Aden Sagara ( 201601021 )
9. Ridu Sandika Wahyudi ( 201601026 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO

TAHUN AKADEMIK 2019


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para ahli mendefenisikan komunitas atau masyarakat dari berbagai
sudut pandang, WHO (1974) mendefenisikan sebagai kelompok sosial
yang ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat
yang sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antara anggota
masyarakat yang satu dengan yang lainnya, sedangkan Saunders (1991)
mendefenisikan komunitas sebagai tempat atau kumpulan orang-orang
atau sistem sosial. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunitas
berarti sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu, yang
memiliki nilai-nilai keyakinan minta relatif sama serta ada interaksi satu
sama lain untuk mencapai tujuan. Spradley (1985) juga mendefenisikan
komunitas sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar pengalaman
penting dalam hidupnya..
Selain itu komunitas juga dipandang sebagai target pelayanan
kesehatan, yang bertujuan mencapai kesehatan komunitas sebagai suatu
peningkatan kesehatan dan kerjasama sebagai suatu mekanisme untuk
mempermudah pencapaian tujuan yang berarti masyarakat/komunitas
tersebut dilibatkan secara aktif untuk mencapai tujuan tersebut.
Dalam suatu komunitas pasti kita temui masalah, sehingga dalam
komunitas sering kita temui kelompok-kelompok tertentu yang dibuat
berdasarkan kesamaan yang ada pada mereka dan saling membantu untuk
menyelesaikan masalah atau dengan kata lain, kelompok adalah
sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu
sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya,
dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut.
Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok
pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk
mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga
melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori
komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok
Menurut DeVito (1997) kelompok merupakan sekumpulan
individu yang cukup kecil bagi semua anggota untuk berkomunikasi
secara relatif mudah. Para anggota saling berhubungan satu sama lain
dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki semacam organisasi atau
struktur diantara mereka. Kelompok mengembangkan norma-norma, atau
peraturan yang mengidentifikasi tentang apa yang dianggap sebagai
perilaku yang diinginkan bagi semua anggotanya.
Menurut Joseph S. Roucek Suatu kelompok meliputi dua atau lebih
manusia yang diantara mereka terdapat beberapa pola interasi yang dapat
dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan.
Dengan demikiaan di dalam keperawatan komunitas penggunaan
teknologi tepat guna, tumbuh kembang pada balita di wilayah binaannya,
seyogyanya ia bisa memilih alat permainan edukatif sederhana yang
tersedia di wilayah tersebut.Bantuan yang diberikan karena
ketidakmampuan, ketidaktahuan dan ketidakmauan dengan menggunakan
potensi lingkungan untuk mendirikan masyarakat, sehingga
pengembangan wilayah setempat (Locality Development) merupakan
bentukpengorganisasian yang tepat digunakan.

1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas komunitas 4 agar mahasiswa mampu
memahami tentang proses kelompok.
B. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendefinisikan tentang proses kelompok
(support group, self help group, peer group)
b. Mahasiswa dapat mengelompokkan mana yang termasuk
suport group, self help group dan peer group.
c. Untuk mengetahui fungsi, ciri, dan perkembangan dari peer
group
d. Untuk mengetahui tujuan dari suport group dan self help group
1.3 Manfaat
A. Memberikan pengetahuan dan pemahaman berdasarkan kajian
teoritik.
B. Memberikan gambaran dan perbandingan dari beberapa teori
tentang proses kelompok.
C. Mengembangkan wawasan para mahasiswa tentang proses
kelompok.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PEER GROUP


A. Defenisi
Kelompok bermain (peer group) merupakan agen sosialisasi lain di
luar keluarga, seperti teman sepermainan, kerabat, tetangga, dan teman
sekolah. Bila dalam keluarga, kebanyakan interaksi dilakukan dengan
melibatkan hubungan yang tidak sederajat(seperti paman, kakek, ibu,
tante, kakak, dan lain-lain), sedangkan dalam kelompok bermain mereka
bisa melakukan interaksi dengan orang-orang yang sebaya
Menurut Sunarto, Peer group merupakan teman bermain yang
terdiri atas kerabat maupun tetangga dan teman sekolah dimana seorang
anak mulai belajar nilai-nilai keadilan. Sedangkan menurut Riyanti, Peer
group  adalah salah satu cirri yang dibentuk dalam perilaku social dimana
perilaku kelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai
individu-individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut
akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai yang baru yang pada
gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang
dipelajari di rumah.
Peer group bagaimanapun juga terbentuk mulai dari kelompok
informal ke organisasi. Semula individu yang bukan anggota kelompok
sekarang menjadi anggota kelompok teman sebayanya. Anak-anak sebaya
akan berinteraksi dengan anggota teman sebayanya, sehingga ia
bertumbuh di dalamnya.
Peer group mempunyai aturan-aturan tersendiri baik ke dalam
maupun ke luar. Hal ini juga dimiliki oleh organisasi sosial lainnya dan
merupakan harapan bagi anggota kelompoknya. Aturan-aturan itu,
misalnya bagaimana menolong teman sekelompoknya atau bagaimana
memanggil teman bila bertemu di jalan.
Peer group menyatakan tradisi-tradisi mereka, kebiasaan-
kebiasaan, nilai-nilai, bahkan bahasa mereka. Karena dalam peer group
mempunyai aturan-aturan tersendiri maka mereka juga ingin menunjukkan
ciri khas kelompoknya dengan tradisi atau kebiasaan mereka. Dalam
kelompok itu ada standar tertentu dalam berpakaian, berbicara antar
anggota kelompok dan dalam bertingkah laku.
Situasi daripada harapan peer group, sepenuhnya disetujui oleh
harapan-harapan orang dewasa. Pembentukan kelompok sebaya seperti
kelompok bermain di sekitar anak secara tidak langsung disetujui oleh
orang tua, karena orang tua mudah mengawasinya. Atau kelompok teman
di sekolahnya disetujui oleh guru, karena memenuhi harapan guru agar
anak berkembang hubungan sosialnya.
Pada kenyataannya peer group diketahui dan diterima oleh
sebagian besar orang tua dan guru. Kepentingan dalam hubungan sosial
individu sering tidak dikenal oleh anak. Sebagai perbandingan dengan
lembaga sosial lainnya seperti keluarga atau sekolah, maka peer group
anak belajar tentang hubungan sosialnya dari yang sempit sampai
hubungan sosialnya yang semakin luas, dari teman sebaya di rumah
sampai teman sekolahnya dan hal ini dapat diketahui dan diterima oleh
orang tua dan guru.
Secara kronologis, peer group adalah lembaga kedua yang utama
untuk sosialisasi. Biasanya antara usia 4-7 tahun dunia sosial anak berubah
secara radikal dari dunia sempit dalam keluarga menuju dunia yang lebih
luas dalam peer group. Jadi anak berkembang dari lembaga pertama yaitu
keluarga menuju lembaga kedua dalam peer groupnya.
Agen ini baru didapatkan setelah seorang anak dapat bepergian ke
luar rumah. Disinilah mereka mempelajari berbagai kemampuan baru
dengan memasuki tahap game stage (mempelajari aturan-aturan yang
mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat)sehingga
memperoleh nilai-nilai keadilan. Pada tahap ini, sikap egosentris seorang
anak masih sangat menonjol. Keadaan ini tentu akan banyak menimbulkan
konflik dengan teman-temannya. Meski demikian, dengan adanya konflik
tersebut akan membuat individu dipaksa untuk memperbaiki sifat
egosentrisnya. Tujuan perbaikan diri tersebut adalah agar dia dapat
diterima kembali oleh teman-temannya sebagai anggota kelompok.
Melalui kelompok bermain, mereka juga bisa membentuk sebuah
kelompok belajar ketika mereka duduk di bangku sekolah. Hal ini
menunjukkan bahwa kelompok bermain merupakan titik pergaulan
pertama terhadap sesama/sebaya bagi anak yang belum sekolah. Dari
kelompok belajar, anak akan belajar untuk bekerja sama menyelesaikan
tugas rumah yang sulit, belajar untuk saling mengajari bila ada yang tidak
mengerti, dan sebagainya. Dengan begitu, mereka akhirnya belajar
bagaimana bersosialisasi disekolah. Agen sosialisasi kelompok bermain
sangatlah berpengaruh dalam pembentukan kepribadian masing-masing
individu, karena pergaulan merupakan hal yang pasti dilakukan mulai dari
anak kecil sampai tingkat remaja. Apa yang dilakukan temannya, pasti
juga dipraktekkan dalam kehidupan individu tersebut sebagai akibat
adanya rasa setia kawan antar sesama. Maka dari itu, dari sinilah para
remaja harus berhati-hati dalam bergaul karena mereka sangatlah rentan
terhadap perubahan yang didasari oleh rasa ingin tahu yang sangat besar.
Interaksi yang dilakukan oleh manusia
mengakibatkan sosialisasi. Menurut Berger (dalam Sunarto, 2004),
sosialisasi merupakan proses di mana seorang anak belajar menjadi
seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Durkin (dalam
Komalasari dan Helmi, 2009) mengatakan bahwa sosialisasi merupakan
suatu proses transmisi nilai-nilai, system belief, sikap, ataupun perilaku-
perilaku dari generasi sebelumnya kepada generasi berikutnya dengan
tujuan agar generasi berikutnya mempunyai sistem nilai yang sesuai
dengan tuntutan norma yang diinginkan oleh kelompok, sehingga individu
dapat diterima dalam suatu kelompok.
Dan berdasarkan pada pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa sosialisasi peer group adalah suatu proses transmisi nilai-nilai,
sistem belief, sikap-sikap kultural, ataupun perilaku-perilaku dalam
kelompok sosial remaja di mana perilaku berkelompok tersebut akan
mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi
anggotanya sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan
nilai-nilai baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta
pola perilaku yang dipelajari di rumah.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan
hubungan yang tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman dan peranan),
sosialisasi dalam kelompok sebaya dilakukan dengan cara mempelajari
pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Karena
itulah dalam kelompok sebaya, anak dapat mempelajari peraturan yang
mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga
mempelajari nilai-nilai keadilan.
a. Pada masa anak-anak awal
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan
social dengan teman sebaya memiiki arti yang sangat penting bagi
perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok peer group yang
paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan
perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak menerima umpan
balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman
sebaya. Anak-anak mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik,
sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anak-anak lain. Mereka
menggunakan orang lain sebagai tolak ukur untuk membandingkan
dirinya. Proses pembandingan social ini merupakan dasar bagi
pembentukan rasa harga diri dan gambaran diri anak (Hetherington &
Parke, 1981)[3]
b. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak
Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan
teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita waktu anak
selama masa pertengahan dan akhir-anak. Barker dan Wright (dalam
Santrock, 1995) mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan
10% dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Pada
usia 4 tahun, waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi dengan teman
sebaya meningkat menjadi 20%. Sedangkan anak usia 7 hingga11
meluangkan lebih dari 40% waktunya untuk berinteraksi dengan teman
sebaya.[4]
c. Pada masa remaja
Seorang remaja yang telah mantap dengan keberadaan dirinya akan
lebih percaya diri memulai hubungan dengan orang lain. Ketika menjalin
relasi dengan orang lain ia tidak akan berorientasi pada dirinya sendiri
melainkan akan menaruh keberadaan di luar dirinya. Hal ini tampak pada
remaja yang memberikan rasa kepedulian kepada temannya yang dikenal,
remaja akan lebih aman bila membagikan permasalahan, ide-ide, pkiran-
pikiran yang dimiliki untuk dibagikan pada orang lain yang dikatakan
teman atau sahabat (Mappiare, 1982).[5]
Sekali terbangun suatu hubungan akrab, dibandingkan dengan
hubungan biasa akan mengakibatkan dua individu atau lebih
menghabiskan banyak waktu yang lebih bervariasi menjadi self-disclosing,
saling memberikan dukungan emosional dan membedakan antara sahabat
dan teman lainnya. Teman biasa adalah seseorang yang menyenangkan
untuk bersama, sementara sahabat dihargai karena ia murah hati, sensitive,
dan jujur. Seseorang yang dapat diajak bersantai dan menjadi diri kita
sendiri.[6]
Kuatnya pengaruh teman sebaya tidak terlepas dari adanya ikatan
yang terjalin kuat dalam kelompok teman sebayanya tersebut (peer group),
sedemikian kuatnya sehingga mengarah ke fanatisme. Sehingga tiap-tiap
anggota kelompok menyadari bahwa mereka adalah satu kesatuan yang
terkait dan saling mendukung. Di mana kelompok teman sebaya (peer
group) merupakan kelompok yang terdiri dari teman seusianya dan mereka
dapat mengasosiasikan dirinya (Chaplin, 2001). Dan juga menurut
Santrock (2003), pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh
teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka.
Bahkan remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai
anggota. Untuk mereka, yang tidak kohesi atau mengikuti aturan
kelompoknya akan dikucilkan dan berarti stres, frustasi, dan kesedihan.
Dalam Peer group, individu merasakan adanya kesamaan satu
dengan yang lainnya seperti bidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat
memperkuat kelompok itu. Di dalamPeer group tidak dipentingkan
adanya struktur organisasi, namun diantara anggota kelompok merasakan
adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya.
Dalam Peer group, individu merasa menemukan dirinya serta dapat
menegmbangkan rasa sosialnya sejalan dengan perkembangan
kepribadiannya.

e. Latar Belakang Timbulnya Peer group


Dalam kehidupan sehari-hari, individu hidup dalam tiga
lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Havinghurs,
anak tumbuh dan berinteraksi dalam dua dunia sosial yaitu: Dunia orang
dewasa. Misalnya: orang-tuanya, gurunya, tetangganya. Dunia peer
group (sebayanya). Misalnya: kelompok permainan, kelompok teman di
sekolah, teman-temannya.

Dalam dua dunia sosial tersebut terdapat perbedaan-perbedaan


yang menimbulkan latar belakang Peer group, perbedaan tersebut adalah :
1. Perbedaan dasar.
Dalam dunia orang dewasa, anak selalu dalam posisi subordinat
status (status bawahan) dengan kata lain status dunia dewasa selalu di atas
anak. Sedangkan dalam dunia sebayanya, anak mempunyai status yang
sama di antara yang lain. Jadi peer group selalu berada di bawah orang
dewasa, maka kemudian anak-anak peer ini biasanya membutuhkan
kelompok sendiri, karena ada kesamaan dalam pembicaraan di segala
bidang.
2. Perbedaan pengaruh
Perbedaan peer group ini makin lama makin penting fungsinya,
sehingga membuat pengaruh keluarga makin kecil.
Dari uraian di atas, timbullah latar belakang dari peer group yaitu :
a. Adanya perkembangan proses sosialisasi
Pada usia remaja (usia anak SMP dan SMA), individu mengalami
proses sosialisasi, di mana mereka itu sedang belajar memperoleh
kemantapan sosial dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang dewasa
yang baru. Sehingga individu mencari kelompok yang sesuai dengan
keinginannya, di mana individu bisa saling berinteraksi satu sama lain dan
merasa diterima dalam kelompok.
b. Kebutuhan untuk menerima penghargaan.
Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain, agar
mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu
individu bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan
psikologis yang sama yaitu ingin dihargai. Sehingga individu merasakan
kebersamaan atau kekompakan dalam kelompok teman sebayanya.
c. Perlu perhatian dari orang lain.
Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa
senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemukan dalam kelompok
sebayanya, di mana individu merasa sama satu dengan yang lainnya,
mereka tidak merasakan adanya perbedaan status, seperti jika mereka
bergabung dengan dunia orang dewasa.
d. Ingin menemukan dunianya.
Di dalam peer group individu dapat menemukan dunianya, di
mana berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan
pembicaraan di segala bidang. Misalnya: pembicaraan tentang hobi dan
hal-hal menarik lainnya

B. Fungsi Peer group


Sebagaimana kelompok sosial yang lain, maka peer group juga
mempunyai fungsi. Perlu diketahui lebih dahulu tentang pengertian peer
group yaitu kelompok anak sebaya yang sukses di mana ia dapat
berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh anak-anak tersebut adalah hal-hal
yang menyenangkan saja.
Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mengajarkan kebudayaan. Dalam peer group ini diajarkan
kebudayaan yang berada di tempat itu. Misalnya: orang luar
negeri masuk ke Indonesia, maka teman sebayanya di Indonesia
mengajarkan kebudayaan Indonesia.
b. Mengajarkan mobilitas sosial. Mobillitas sosial adalah
perubahan status yang lain. Misalnya ada kelas menengah dan
kelas rendah (tingkat sosial). Dengan adanya kelas rendah
pindah ke kelas menengah dinamakan mobilitas sosial. Dalam
hal ini Neugarten mengadakan penyelidikan pada kelas V dan
VI, mendapatkan data bahwa apabila mereka ditanya siapa
teman mereka yang paling baik, kebanyakan mereka menunjuk
anak yang berasal di atas sosial mereka, baru kemudian anak
dari kelas mereka sendiri.
c. Membantu peranan sosial yang baru. Peer group memberi
kesempatan bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang
baru. Misalnya: anak yang belajar bagaimana menjadi pemimpin
yang baik, dan sebagainya.
d. Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru
bahkan untuk masayarakat. Kelompok teman sebaya di sekolah
bisa sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua tentang
hubungan sosial individu dan seorang yang berprestasi baik
dapat dibandingkan dalam kelompoknya. Peer group di
masyarakat sebagai sumber informasi, kalau salah satu
anggotanya berhasil, maka di mata masyarakat peer group itu
berhasil. Atau sebaliknya, bila suatu kelompok sebaya itu sukses
maka anggota-anggotanya juga baik.
e. Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu
sama lain. Karena dalam peer group ini mereka dapat
merasakan kebersamaan dalam kelompok, mereka saling
tergantung satu sama lainnya.
f. Peer group mengajar moral orang dewasa. Anggota peer group
bersikap dan bertingkah laku seperti orang dewasa, untuk
mempersiapkan diri menjadi orang dewasa mereka memperoleh
kemantapan sosial. Tingkah laku mereka seperti orang dewasa,
tapi mereka tidak mau disebut dewasa. Mereka ingin melakukan
segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang dewasa, mereka ingin
menunjukkan bahwa mereka juga bisa berbuat seperti orang
dewasa.
g. Di dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan
sendiri. Kebebasan di sini diartikan sebagai kebebasan untuk
berpendapat, bertindak atau untuk menemukan identitas diri.
Karena dalam kelompok itu, anggota-anggota yang lain juga
mempunyai tujuan dan keinginan yang sama. Berbeda dengan
kalau anak bergabung dengan orang dewasa, maka anak akan
sulit untuk mengutarakan pendapat atau untuk bertindak, karena
status orang dewasa selalu berada di atas dunia anak sebaya.
h. Di dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial
yang baru. Anak belajar tentang tingkah laku yang baru, yang
tidak terdapat dalam keluarga. Dalam keluarga yang strukturnya
lebih sempit, anak belajar bagaimana menjadi anak dan saudara.
Sekarang dalam peer group mereka belajar tentang bagaimana
menjadi teman, bagaimana mereka berorganisasi, bagaimana
berhubungan dengan anggota kelompok yang lain, dan
bagaimana menjadi seorang pemimpin dan pengikut. Peer
group menyediakan peranan yang cocok bagi anggotanya untuk
mengisi peranan sosial yang baru.
C. Ciri-Ciri Peer group
Adapun ciri-ciri daripada peer group adalah sebagai berikut:
a. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Peer group
terbentuk secara spontan. Di antara anggota kelompok
mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu di antara
anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin. Di mana
semua anggota beranggapan bahwa dia memang pantas
dijadikan sebagai pemimpin, biasanya anak yang disegani dalam
kelompok itu. Semua anggota merasa sama kedudukan dan
fungsinya.
b. Bersifat sementara. Karena tidak ada struktur organisasi yang
jelas, maka kelompok ini kemungkinan tidak bisa bertahan
lama, lebih-lebih jika yang menjadi keinginan masing-masing
anggota kelompok tidak tercapai, atau karena keadaan yang
memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah. Yang
terpenting dalam peer group adalah mutu hubungan yang
bersifat sementara.
c. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang
luas. Misalnya teman sebaya di sekolah, mereka pada umumnya
terdiri dari individu yang berbeda-beda lingkungannya, di mana
mempunyai aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan yang
berbeda-beda pula. Lalu mereka memasukkannya dalam peer
group, sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung
tentang kebiasan-kebiasaan itu dan dipilih yang sesuai dengan
kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok.
d. Anggotanya adalah individu yang sebaya. Contoh konkritnya
pada anak-anak usia SMP atau SMA, di mana mereka
mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.

D. Pengaruh Perkembangan Peer group


Pada dasarnya individu di samping sebagai makhluk sosial juga
sebagai makhluk individu/pribadi. Di mana dalam perkembangan
sosialnya, anak juga dipengaruhi oleh perkembangan kepribadiannya.
Peer group juga berpengaruh baik dalam kehidupan pribadi maupun
dalam kehidupan kelompok.
Menurut Havinghurst pengaruh perkembangan peer group ini
mengakibatkan adanya:
a. Kelas-kelas sosial. Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan
tingkat status sosial ekonomi individu, sehingga dapat digolongkan
atas kelompok kaya dan kelompok miskin.
b. ‘In’ dan ‘Out’ group. ‘In’ group adalah teman sebaya dalam
kelompok. ‘Out’ group adalah teman sebaya di luar kelompok.
Contoh yang mudah mengenai ‘in’ dan ‘Out’ group ini dapat kita
rasakan dalam kelas, di mana kita mempunyai teman akrab dan
teman tidak akrab (biasa). Teman yang akrab tersebut dinamakan
‘in’ group dan teman yang lainnya kita sebut ‘Out’ group.
c. Pengaruh lain dalam peer group ini ada yang positif dan ada yang
negatif.
d. Pengaruh positif dari peer group adalah:
a. Apabila individu di dalam kehidupannya memiliki peer group maka
mereka akan lebih siap menghadapi kehidupan yang akan datang.
b. Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar kawan.
c. Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap anggota akan
dapat membentuk masyarakat yang akan direncanakan sesuai dengan
kebudayaan yang mereka anggap baik (menyeleksi kebudayaan dari
beberapa temannya).
d. Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan, kecakapan
dan melatih bakatnya.
e. Mendorong individu untuk bersikap mandiri.
f. Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan kelompok.
e. Pengaruh negatif dari peer group adalah;
a. Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai kesamaan.
b. Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota.
c. Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota yang lain
yang tidak memiliki kesamaan dengan dirinya.
d. Timbulnya persaingan antar anggota kelompok.
e. Timbulnya pertentangan/gap-gap antar kelompok sebaya, misalnya:
antara kelompok kaya dengan kelompok miskin.
D. Bentuk-Bentuk Peer Group

Kelompok dalam peer group mengalami penggolongan lagi dan


kelompok ini bisa beranggotakan besar maupun kecil sesuai dengan interaksi
antar anggotanya. Hurlock pun menggolongkannya sebagai berikut :
1. Teman Dekat
Terdiri dari dua atau tiga orang yang mempunyai jeis kelamin,
minat dan kemampuan yang hampir sama. Jarang sekali orang yang
berbeda kelamin bisa berteman dekat. Relative sedikit penelitian yang
dilakukan pada hubungan semacam ini, tetapi baru-baru ini dilaporkan
bahwa laki-laki dan perempuan berbeda dalam harapan mereka mengenai
pertemanan awan jenis (Bleske-Rechek & Brush, 2011). Contohnya laki-
laki cenderung memulai pertemanan semacam itu jika perempuannya
menarik, dan mereka mengharapkan tumbuhnya hubungan yang
mengandung unsure seksual. Jika keintiman secara fisik tidak ada, laki-
laki mempersepsikan hal ini sebagai alsan untuk menghentikan hubungan
tersebut. Perempuan sebaliknya, cenderung memulai hubungan
semacamini untuk memperoleh perlindungan fisik, dan tanpa adanya
perlindungan semacam ini, meeka merasa berhak menghentikan
hubungan tersebut
2. Kelompok kecil
Terdiri dari beberapa kelompok teman dekat, pada mulanya
mereka terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi kemudian meliputi
jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
3. Kelompok besar
Terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat,
lalu berkembang dengan meningkatnya minat dan interaksi antar mereka.
Karena kelompok ini besar, maka penyesuaian minat antar anggotanya
berkurang sehingga terdapat jarak social yang lebih besar di antara
mereka.
4. Kelompok yang terorganisir
Kelompok ini mempunyai struktur organisasi atau susunan
kepengurusan yang jelas dan terwujud dalam organisasi sekolah atau
masyarakat yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan social para remaja
yang masih berada dibawah bimbingan dan pengawasan orang dewasa
sehingga remaja yang mengikuti kelompok ini sering bosan karena selau
diatur dan dibatasi ruang geraknya.
5. Kelompok geng
Kelompok ini biasanya terbentuk karena adanya penolakan atau
perasaan tidak puas dengan kelompok terorganisir. Terdiri dari anak-anak
berjenis kelamin sama dan minat terhadap penolakan melalui perilaku
anti social.

2.2 SELF HELP GROUP (SHG)


A. Pengertian
Pengertian self help group merupakan sekumpulan orang yang
mempunyai keinginan untuk berbagi permasalahan, saling membantu
terhadap hal yang dialami atau yang menjadi fokus perhatian bertujuan
mengatasi masalah dan meningkatkan kemampuan kognitif dan emosional
sehingga tercapai perasaan sejahtera.
Mutual help group atau self help group adalah grup komunitas baru
dan supportif yang berhubungan satu sama lain dalam jaringan sosial,
memuaskan oranglain yang membutuhkan yang berada dalam suatu
lingkaran dan mereka belajar bagaimana menghadapi pengalaman baru
(Silverman, 1980 dalam Hunt, 2004).

Self help group bisanya berawal dan didirikan oleh orang-orang yang
mempunyai masalah yang sama, memberikan dukungan antar masing-
masing anggota dengan lingkungan yang saling mengerti dan aman.

B. Tujuan self help group

Tujuan self help group dalam kelompok adalah memberikan support


terhadap sesama anggota dan membuat penyelesaian masalah secara lebih
baik dengan cara berbagi perasaan dan pengalaman, belajar tentang
penyakit dan memberikan asuhan, memberikan kesempatan caregiver
untuk berbicara tentang permasalahan dan memilih apa yang akan
dilakukan, saling mendengarkan satu sama lain, membantu sesama
anggota kelompok untuk berbagi ide-ide dan informasi serta memberikan
support, meningkatkan kepedulian antar sesama anggota sehingga
tercapainya perasaan aman dan sejahtera, mengetahui bahwa mereka tidak
sendiri

C. Prinsip Self help group


Pembentukan self help group harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut :
1. Tiap anggota kelompok berperan secara aktif untuk berbagi
pengetahuan dan harapan terhadap pemecahan masalah serta
menemukan solusi melalui kelompok.
2. Sesama anggota saling memahami, mengetahui dan membantu
berdasarkan kesetaraan, respek antara satu dengan yang lain dan
hubungan timbal balik
3. Self help group merupakan kelompok informal dan dibimbing oleh
volunteer
4. Self help group adalah kelompok self supporting. anggota self help
group berbagi pengetahuan dan harapan terhadap pemecahan
masalah serta menemukan solusi melalui kelompok. Pembiayaan
untuk pelaksanaan kegiatan ditanggung bersama kelompok
5. Kelompok harus menghargai privacy dan kerahasiaan dari anggota
kelompoknya.
6. Pengambilan keputusan dengan melibatkan kelompok dan kelompok
harus bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan

D. Karakteristik self help group


Kelompok kecil berjumlah 10 -12 orang, homogen, berpartisipasi
penuh, mempunyai otonomi, kepemimpinan kolektif, keanggotaan
sukarela, non politik dan saling membantu. Anggota bisa membaca dan
menulis serta berpartisipasi penuh dalam kegiatan.
E. Aturan dalam self help group
Aturan dalam self help group adalah sebagai berikut :
1. Kooperatif,.
2. Menjaga keamanan dan keselamatan kelompok
3. Mengekspresikan perasaan dan keinginan berbagi pengalaman
4. Penggunaan waktu efektif dan efisien.
5. Menjaga kerahasiaan
6. Komitmen untuk berubah
7. Mempunyai rasa memiliki, berkontribusi,dapat menerima satu sama
lain, mendengarkan, saling ketergantungan, mempunyai kebebasan,
loyalitas, dan mempunyai kekuatan.
F. Pengorganisasian kelompok
1. Leader
Leader dipilih oleh anggota kelompok. Setiap anggota kelompok
bergantian menjadi leader. Tugas leader adalah :
a. Memimpin jalannya diskusi
b. Memilih topik pertemuan sesuai dengan daftar masalah bersama
dengan anggota kelompok
c. Menentukan lama pertemuan (60-120 menit)
d. Mempertahankan suasana yang bersahabat agar anggota dapat
kooperatif, produktif dan berpartisipasi.
e. Membimbing diskusi dan menstimulasi anggota kelompok
f. Memberikan kesempatan peserta untuk mengekspresikan
masalahnya, berpartisipasi dan mencegah monopoli saat diskusi
g. Memahami opini yang diberikan anggota kelompok.
2. Anggota kelompok
Anggota kelompok bertugas mengikuti jalannya proses pelaksanaan self
help group sesuai dengan yang kesepakatan kelompok dan leader.
Anggota kelompok juga harus berpartisipasi aktif selama proses kegiatan
berlangsung. Memberikan masukan, umpan balik selama proses diskusi,
dan melakukan simulasi.
3. Fasilitator
Fasilitator dalam kelompok ini adalah terapis. . Tugas fasilitator
mendampingi leader, memberikan motivasi peserta untuk mengungkapkan
pendapat dan pikirannya tentang berbagai macam informasi. Memberikan
penjelasan , masukan dan umpan balik positif jika diperlukan.
E. Waktu pelaksanaan self help group
Waktu pelaksanaan sesuai dengan kesepakatan kelompok. Pertemuan
dilaksanakan seminggu sekali, seminggu dua kali atau dua minggu sekali
disesuaikan dengan kebutuhan kelompok. Alokasi waktu yang diperlukan
selama kegiatan adalah 60-120 menit.
F. Tempat pelaksanaan self help group
Tempat pelaksaanaan terapi ini menggunakan setting komunitas dapat
dilakukan dirumah salah satu keluarga, balai pertemuan, ataupun sarana
lainnya yang tersedia dimasyarakat
G. Pelaksanaan self help group
Strategi pelaksanaan self help group terbagi menjadi dua tahap yaitu
H. Pembentukan self help group terdiri dari dua kali pertemuan : pertemuan
pertama menjelaskan tentang konsep self help group, pertemuan kedua
dan seterusnya melakukan role play lima langkah kegiatan self help
group.
Kelima langkah kegiatan tersebut adalah :
a. Langkah I : Memahami masalah
Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan masalah yang oleh
masing-masing peserta. Setiap peserta mengungkapkan masalah yang
dihadapinya. Pertemuan kedua dan seterusnya mendiskusikan kembali
apa ada masalah lain yang dialami oleh peserta. Hasil dari langkah
pertama adalah kelompok memiliki daftar masalah.

b. Langkah II : cara untuk menyelesaikan masalah.


Kegiatan yang dilakukan adalah peserta saling berbagi informasi
bagaimana cara mengatasi permasalahan yang terjadi berdasarkan
daftar masalah yang sudah dibuat. Bila penyelesaian masalah tidak
ditemukan kelompok dapat meminta tenaga kesehatan atau orang yang
ditunjuk dan sepakati oleh kelompok untuk memberikan cara
penyelesaian masalah. Pertemuan kedua dan seterusnya kegiatan yang
dilakukan adalah mendiskusikan cara penyelesaian masalah yang lain,
apakah ada tambahan. Jika cara penyelesaian masalah tidak ditemukan
dapat konsul kepada ahlinya. Hasil dari langkah kedua adalah
kelompok memiliki daftar cara penyelesaian masalah

c. Langkah III: Memilih cara pemecahan masalah


Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan tiap-tiap cara
penyelesaian masalah yang ada dalam daftar penyelesaian masalah
dan memilih cara penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan
faktor pendukung dan penghambat dalam menyelesaikan masalah
tersebut. Pertemuan ke dua dan seterusnya adalah mendiskusikan
apakah ada cara lain yang dipilih dalam mengatasi masalah. Hasil dari
langkah ke tiga ini adalah daftar cara penyelesaian masalah yang
dipilih

d. Langkah IV : melakukan tindakan untuk penyelesaian masalah.


Kegiatan yang dilakukan adalah tiap peserta melakukan role play
(bermain peran) cara penyelesaian masalah yang telah dipilih.
Pertemuan ke dua dan selanjutnya melakukan role play cara lain yang
telah dipilih oleh kelompok. Hasil dari langkah ke empat adalah
kelompok memiliki daftar penyelesaian masalah yang sudah dilatih.

e. Langkah V : Pencegahan kekambuhan.


Kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan cara – cara mencegah
kekambuhan, tanda dan tanda kekambuhan dan tindakan yang
dilakukan saat kekambuhan terjadi. Pertemuan kedua dan selanjutkan
adalah mendiskusikan tentang cara lain untuk mencegah kekambuhan
dan tindakan yang dilakukan saat kekambuhan terjadi. Hasil dari
langkah kelima adalah daftar cara mencegah kekambuhan dan
tindakan yang dilakukan jika kekambuhan terjadi.
I. Implementasi
Implementasi adalah penerapan kegiatan self help group.
Implementasi dilakukan sebagai upaya menjaga keberlangsungan kegiatan
self help group agar dapat mencapai tujuan pelaksanaan self help group itu
sendiri. Kegiatan yang dilakukan adalah : menyusun jadual kegiatan self
help group, menyusun topik setiap pertemuan, menyusun leader setiap
pertemuan ( leader yang dipilih merupakan anggota kelompok itu sendiri,
dan setiap anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk menjadi
leader), melaksanakan lima langkah kegiatan self help group yang
dimulai dengan pembukaan, kerja dan penutup, mencatat kemampuan
yang dimiliki oleh kelompok, melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan
kelompok.
PERTEMUAN PERTAMA

Tujuan Umum: Memahami tentang self help group

Tujuan Khusus:

1. Memahami konsep self help group


2. Memahami langkah-langkah kegiatan self help group

Setting:
Terapis dan peserta duduk bersama setengah lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Alat:
Flipchart
Buku kerja dan pulpen

Metode:
1. Diskusi dan tanya jawab
2. Role Play

Langkah-langkah:
a. Orientasi
1. Salam
2. Doa
3. Memperkenalkan diri terapis dan peserta
4. Menanyakan perasaan peserta hari ini
5. Menjelaskan tujuan, waktu dan tempat
b. Kerja
1. Menjelaskan tentang konsep: pengertian, tujuan, prinsip, membuat
beberapa kesepakatan (nama kelompok, anggota kelompok) dan aturan
2. Menjelaskan 5 langkah kegiatan
a. Memahami masalah
b. Cara untuk menyelesaikan masalah
c. Memilih cara pemecahan masalah
d. Melakukan tindakan untuk penyelesaian masalah
e. Pencegahan kekambuhan

c. Terminasi
1. Express feeling dan evaluasi pemahaman anggota tentang SHG
2. Rencana Tindak lanjut
3. Kontrak untuk pertemuan berikutnya
4. Doa
5. Mengucap salam

Evaluasi: Format Evaluasi

Dokumentasi: Dokumentasi kemampuan yang dimiliki peserta ditulis pada buku


kerja masing-masing anggota
PERTEMUAN KEDUA DAN SETERUSNYA

Tujuan umum: Peserta melakukan 5 langkah self help group

Tujuan khusus:

a. Identifikasi masalah
b. Mengetahui cara penyelesaian maslah
c. Memilih cara penyelesaian masalah
d. Melakukan cara penyelesaian masalah
e. Mengetahui cara mencegah kambuh

Setting:
Terapis dan peserta duduk bersama setengah lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Alat / bahan:
Flipchart
Buku kerja dan pulpen
Spidol

Metode:
Curah pendapat
Diskusi
Tanya jawab
Role Play

Langkah-langkah:

a. Orientasi
1. Salam
2. Doa
3. Menanyakan perasaan anggota hari ini dan evaluasi rencana tindak lanjut
pertemuan sebelumnya.
4. Menyepakati topic permasalahan, tujuan, waktu dan tempat

b. Kerja
a. Memahami masalah
b. Cara untuk menyelesaikan masalah
c. Memilih cara pemecahan masalah
d. Melakukan tindakan untuk penyelesaian masalah
e. Pencegahan kekambuhan
f. Memberikan pujian

c. Terminasi
 Express feeling dan evaluasi tentang masalah yang dipilih
 Rencana tindak lanjut
 Kontrak pertemuan selanjutnya
 Doa
 Mengucap salam

Evaluasi: Format Evaluasi

Dokumentasi: Dokumentasi kemampuan yang dimiliki peserta ditulis pada buku


kerja masing-masing anggota
2.3 SUPPORTIF GROUP
2.3.1 Pengertian
Pengertian supportif group merupakan sekumpulan orang-orang yang
berencana, mengatur dan berespon secara langsung terhadap issue-isue dan
tekanan yang khusus maupun keadaan yang merugikan. Tujuan awal dari grup
ini didirikan adalah memberikan support dan menyelesaikan masalah (Grant-
Iramu, 1997 dalam Hunt, 2004).

Supportif group hampir mirip dengan self help group, pada support group
fasilitator kelompok merupakan orang professional yang terlatih dalam
pekerjaan sosial, psikologi, keperawatan dan lainnya yang dapat memberikan
arti dan aturan kepemimpinan yang benar dalam kelompok. Sedangkan self
help group bisanya berawal dan didirikan oleh orang-orang yang mempunyai
masalah yang sama, memberikan dukungan antar masing-masing anggota
dengan lingkungan yang saling mengerti dan aman.

Tabel 1. Perbedaan antara self help group dan support group serta orientasi
proses dalam kelompok (Striegel-Moore & Steiner-Adair, 1998 dalam Hunt,
2004).

Self help group Support group Orientasi proses


dalam kelompok

Self help group merupakan Suatu organisasi atau orang Keanggotaan


kumpulan satu atau lebih profesional yang memulai kelompok merupakan
orang dengan satu masalah group dan berespon faktor yang penting
utama yang sama (contoh: terhadap kenginan yang dalam perubahan
eating disorder) yang dibutuhkan teraupuetik
membuat suatu kelompok

Fasilitator atau pemimpin Orang yang memfasilitasi / Anggota berhati-hati


dalam group berrotasi dan memimpin merupakan dalam menjaga
berbagi dengan anggota profesional yang telah kekohesivan dari
group yang lain. terlatih kelompok

Semua anggota grup Fasilitator diluar dari Fokus penting adalah


mempertimbangkan pertemuan hubungan dan
kesamaan interaksi antara
anggota kelompok

Topik diputuskan oleh Fasilitator memutuskan Tujuan untuk


kelompok. topik dan kegiatan memulihkan isue
kelompok untuk yang teeridentifikasi
anggotanya pada individu
anggota kelompok

Anggota kelompok Aturan pemimpin adalah


mengidentifikasi memfasilitasi anggota
pengalaman yang biasa dan untuk berbagi,
melindungi keamanan dan mengidentifikasi
kontinuitasnya dalam pengalaman, melindungi
kelompok.. dan menjaga kontinuitas
kelompok

Rotasi ledaer/fasilitator Leader menggunakan


menunjukkan bahwa dirinya secara terang-
semua anggota kelompok terangan untuk menarik
sama perhatian dari anggota
kelompok

Kelompok terbuka,
keanggotaan dapat tidak
stabil dan kehadiran
sukarela..

Anggota mempunyai
keragaman keinginan,
hidup dan sejarahnya

Fokus utama adalah sejarah


hidup dan pengalaman
pribadi partisipan

Tujuannya untuk
memberikan support,
validasi dan informasi
2.3.2 Tujuan

Maksud didirikannya supporift group adalah untuk memberikan support, focus


untuk pemulihan, aksi social termasuk kebijakan organisasi. Tujuan dan
harapan dalam group adalah pengalaman kelompok yang positif. Tujuan
penting adalah resolusi permasalahan dengan segera, memberikan motivasi
dan perubahan prilaku individu

2.3.3 Indikasi
Memberikan dukungan pada pasien dengan :
Mental health, weight loss, addiction related recovery, bereavement, diabetes,
caregiver, elderly people, cancer dan chronic illness (Kyrouz & Humphreys,
2008). Dukungan dapat juga diberikan pada pasien dengan:
2.3.3.1 Potensial pertumbuhan dan perkembangan
2.3.3.2 Masalah keperawatan resiko
2.3.3.3 Masalah kesehatan fisik dan psikologis
2.3.4 Jumlah peserta
Grup kecil 5-8 anggota untuk grup yang berpengalaman
2.3.5 Waktu
Lama waktu yang digunakan dalam terapi disesuaikan dengan kesepakatan
anggota kelompok
2.3.6 Kegiatan
Kegiatan dipimpin oleh perawat, dapat terstruktur atau tidak struktur
bervariasi sesuai kebutuhan, seperti alternatif meeting dimana waktu dibagi
menjadi kegiatan yang terstruktur dan tidak terstuktur, atau semua pertemuan
memiliki alokasi waktu untuk sharing cerita atau setengah pertemuan untuk
pembicara tamu atau kegiatan lain.
Kegiatan dapat berupa:
2.3.6.1 Reading dalam tentang topic masalah kesehatan
a. Art dan drawing
b. Game dan latihan
c. Menulis
d. Mendatangkan pembicara / tamu yang berkompeten untuk memberikan
materi yang sesuai dengan topik yang disepakati
e. Role Play
f. Imaginatif tehnik
g. Sharing stories personal dan pengalaman
2.3.7 Aktivitas
Menurut Dombec & Moran (2000), aktivitas yang dapat dilakukan adalah
Sesi 1-4 analisa masalah
a. Memahami masalah, tiap anggota harus memahami isu, gejala atau
masalah yang dialami, langkah pertama ke self help, selanjutnya
memahami issue dan sifat masalah. Perhatikan kecenderungan yang
mungkin terjadi terhadap masalah. Pertanggungjawaban ketika membuat
atau mempertahankan suatu masalah
b. Memecahkan masalah kedalam bagian-bagian kecil ketika sudah
memahami masalah, kemungkinan masalah dirasakan terlalu besar untuk
digambarkan yang dapat dilakukan adalah mencoba menangkap semua
masalah, membagi kedalam bagian-bagian selanjutnya buat rencana
bagaimana memperbaiki bagian demi bagian
c. Menentukan tujuan, pada sesi ini setiap masalah sudah dibagi menjadi
bagian-bagian kecil, selanjutnya membuat tujuan, dimana, berapa lama
akan diselesaikan
d. Menentukan bagaimana mengukur pencapaian tujuan. Beberapa cara
untuk mengukur pencapaian tujuan adalah apa permasalahan utama yang
terlihat, berapa lama waktu untuk mencapai tujuan, apa yang telah
dilakukan untuk mencapai tujuan
Sesi 5-7 merencanakan suatu solusi

a. Membuat pendidikan tentang pemecahan masalah dengan belajar metode-


metode yang tersedia untuk mengelola issue-issue dan permasalahan sehingga
kita akan tahu apa yang akan dilakukan dalam memecahkan masalah yang
dialami. Bicarakan dengan anggota yang lain bagaimana tiap anggota atau
yang pernah mengalami permasalahan
b. Memilih solusi yang terbaik. Setelah mempelajari sebanyak mungkin tentang
cara memecahkan maslah. Pilih cara yang akan dipakai berdasarkan faktor
kekuatan dan kelemahan yang ada
c. Menulis rencana
Hal ini dilakukan setelah mengerti:

1. Apa permasalahan yang ingin diubah


2. Bagaimana cara merubahnya
3. Apa tujuan dan sasaran dari permasalahan
4. bagaimana cara mengukur kemajuan
5. Pemecahan masalah apa yang akan dipilih
6. Metode dan pilihan upaya yang terbaik sesuai dengan situasi dan
kondisi. Tulis rencana kedalam kertas, pilih metode, pendekatan dan
tehnik yang akan digunakan untuk menyelesaikan rencana dan batas
waktu
d. Melakukan tindakan sesuai rencana
Aktivitas pada sesi ini melakukan rencana yang disusun dan komitmen
untuk tetap berpegang pada rencana. Tanamkan dalam diri bahwa masalah
yang sedang diselesaikan akan membantu mengatasi masalah yang lebih
besar, tindakan yang dilakukan saat ini agar masalah tidak bertambah
buruk

e. Setia kepada rencana


Hindari kekambuhan (relaps). Bagian akhir dari supprt group adalah tetap
berpedoman pada rencana bila terjadi kekambuhan. Relaps terjadi ketika
seseorang gagal untuk melakukan sesuai rencana
PERTEMUAN PERTAMA

Tujuan Umum: Memahami tentang Supportif group

Tujuan Khusus:

1. Memahami konsep Supportif group


2. Memahami langkah-langkah kegiatan Supportif group

Setting:
Terapis dan peserta duduk bersama setengah lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Alat:
Flipchart
Buku kerja dan pulpen

Metode:
Diskusi dan tanya jawab
Role Play

Langkah-langkah:

a. Orientasi
1. Salam
2. Doa
3. Memperkenalkan diri terapis dan peserta
2. Menanyakan perasaan peserta hari ini
3. Menjelaskan tujuan, waktu dan tempat
b. Kerja
1. Menjelaskan tentang konsep: pengertian, tujuan, prinsip, membuat
beberapa kesepakatan (nama kelompok, anggota kelompok) dan aturan
2. Menjelaskan 7 langkah kegiatan
1) Identifikasi permasalahan yang ingin diubah
2) Mengetahui cara penyelesaian masalah
3) Menetapkan tujuan dan sasaran dari permasalahan
4) Menentukan cara mengukur kemajuan (kriteria standar, waktu)
5) Memilih pemecahan masalah
6) Menentukan metode yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi.
7) Melakukan tindakan sesuai rencana

c. Terminasi
1. Express feeling dan evaluasi pemahaman tentang permasalahan
2. Kontrak
3. Doa
4. Mengucap salam

Evaluasi: Format Evaluasi

Dokumentasi: Dokumentasi kemampuan yang dimiliki peserta ditulis pada buku


kerja masing-masing anggota
PERTEMUAN KEDUA DAN SETERUSNYA

Tujuan umum: Peserta melakukan 7 langkah supportif group

Tujuan khusus:

1. Identifikasi permasalahan yang ingin diubah


2. Mengetahui cara penyelesaian masalah
3. Menetapkan tujuan dan sasaran dari permasalahan
4. Menentukan cara mengukur kemajuan (kriteria standar, waktu)
5. Memilih pemecahan masalah
6. Menentukan metode yang terbaik sesuai dengan situasi dan
kondisi.
7. Melakukan tindakan sesuai rencana

Setting:
Terapis dan peserta duduk bersama setengah lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang

Alat / bahan:
Flipchart
Buku kerja dan pulpen
Spidol

Metode:
Curah pendapat
Diskusi
Tanya jawab
Role Play

Langkah-langkah:
a. Orientasi
1. Salam
2. Menanyakan perasaan peserta hari ini dan evaluasi rencana tindak lanjut
pertemuan sebelumnya
3. Menyepakati topic ( permasalahan ), tujuan, waktu dan tempat

b. Kerja
Melakukan role play:
1. Identifikasi permasalahan yang ingin diubah
2. Mengetahui cara penyelesaian masalah
3. Menetapkan tujuan dan sasaran dari permasalahan
4. Menentukan cara mengukur kemajuan (kriteria standar, waktu)
5. Memilih pemecahan masalah
6. Menentukan metode yang terbaik sesuai dengan situasi dan kondisi.
7. Melakukan tindakan sesuai rencana

c. Terminasi
 Express feeling dan evaluasi pemahaman anggota tentang topik yang
diangkat
 Rencana tindak lanjut
 Kontrak
 Doa
 Mengucap salam

Evaluasi: Format Evaluasi

Dokumentasi: Dokumentasi kemampuan yang dimiliki peserta ditulis pada buku


kerja masing-masing anggota
DAFTAR PUSTAKA

Baron, A. Robert.Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Sepuluh.Jakarta : Erlangga, 2003


hal 10
Baron, Robert A., & Byrne, Donn. Psikologi Sosial Edisi 10 Jilid 5.  Jakarta :
Erlangga, 2003. Hal 9
Desmita.Psikologi Perkembangan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2005 hal
145
Desmita.Psikologi Perkembangan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2005 hal
184
www.google.com/pengaruhkepercayaandiridenganpeergroup
www.google.com/peergroup/Santosa, Slamet. Drs., M.Pd.. 1999. Dinamika
Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai