Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TERAPI BERMAIN

Oleh :
MOHAMAD RAFLI S.Kep
A1C119093

CI LAHAN CI INSTITUSI

(………..…………….) (…………………)

Program Studi Pendidikan Profesi Ners


Universitas Mega Rezky
Makassar
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan proposal
mengenai ” ini guna menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Demikian proposal ini dibuat. Semoga bermanfaat bagi kita serta para
pembaca. Kami juga berharap kritik dan saran atas ketidaksempurnaannya
makalah ini, agar kami lebih baik lagi untuk proses kedepannya.
Kiranya proposal ini dapat menjadi sumber pembelajaran kita semua
dalam menambah ilmu pengetahuan.

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i
Daftar Isi...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Bermain.........................................................................4
B. Konsep Dasar Anak Usia Sekolah........................................................10
BAB III KEGIATAN BERMAIN
A. Rancangan Bermain........................................................................11
B. Media dan Alat................................................................................11
C. Sasaran............................................................................................11
D. Waktu Pelaksanaan.........................................................................11
E. Pengorganisasian.............................................................................12
F. Susunan Kegiatan Evaluasi.............................................................14
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada


lingkungan rumah sakit untukm mendapatkan pertolongan dalam peawatan atau
pengobatan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau
meringankan penyakitnya. Tetapi pada umumnya hospitalisasi dapat
menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan ketegangan dan
ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emos atau tingkah laku yang
mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat dirumah
sakit. Hospitalisasi pada anak akan memberikan dampak negatif seperti trauma,
cemas dan ketakutan.

Bermain adalah bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik
untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, ketrampilan komunikasi,
perkembangan emosi, ketrampilan sosial, ketrampilan pengambilan keputusan,
dan perkembangan kognitif pada anak-anak (Landreth, 2001). Bermain juga
dikatakan sebagai media untuk eksplorasi dan penemuan hubu ngan interpersonal,
eksperimen dalam peran orang dewasa, dan memahami perasaannya sendiri.
Bermain adalah bentuk ekspresi diri yang paling lengkap yang pernah
dikembangkan manusia. Erikson (Landreth, 2001) mendefinisikan bermain
sebagai suatu situasi dimana ego dapat bertransaksi dengan pengalaman dengan
menciptakan situasi model dan juga dapat menguasai realitas melalui percobaan
dan perencanaan.

Sementara Landreth (2001) mendefinisikan terapi bermain sebagai


hubungan interpersonal yang dinamis antara anak dengan terapis yang terlatih
dalam prosedur terapi bermain yang menyediakan materi permainan yang dipilih
dan memfasilitasi perkembangan suatu hubungan yang aman bagi anak untuk
sepenuhnya mengekspresikan dan eksplorasi dirinya (perasaan, pikiran,
pengalaman, dan perilakunya) melalui media bermain. International Association
for Play Therapy (APT), sebuah asosiasi terapi bermain yang berpusat di
Amerika, dalam situsnya di internet mendefinisikan terapi bermain sebagai

1
penggunaan secara sistematik dari model teoritis untuk memantapkan proses
interpersonal dimana terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik
permainan untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-
kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
(www.a4pt.org). Beberapa definisi terapi bermain tersebut mengarah pada
beberapa hal penting, yaitu: (a) tipe dan jumlah permainan yang digunakan; (b)
konteks permainan; (c) partisipan yang terlibat; (d) urutan permainan; (e) ruang
yang digunakan; (f) gaya bermain; (g) tingkat usaha yang dicurahkan dalam
permainan. Terapi bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang
efektif oleh terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan
kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri.

Melihat pentingnya bermain bagi seorang anak terutama anak yang


mengalami hospitalisasi, maka kami akan mengadakan terapi bermain dengan
sasaran usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun) yang berada di ruang Anak
Lantai Dasar. Kami berharap dengan diadakannya terapi bermain ini, anak yang
dirawat tetap dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai tahap tumbuh
kembangnya.

B.  Tujuan

a.    Tujuan umum


Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan
beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.

b.    Tujuan Khusus


1. Gerakan motorik halusnya lebih terarah
2. Mampu mengembangkan imajinasi dan mengingat peraturan permainan
3. Mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman yang dirawat di
ruang yang sama
4. Mampu memiliki sikap sportif

2
5. Mampu belajar pramatematika yaitu saat menghitung langkah pada
permainan ular tangga dan menghitung titik-titik yang terlihat pada dadu
6. Mampu mengurangi kejenuhan selama dirawat di RS
7. Mampu beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat
dirumah sakit

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A.  Konsep Dasar Bermain


a.    Pengertian
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,
emosional, dan social dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar
karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat
dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2000).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi,
memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani
Sudono, 2000).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan
aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling
efektif untuk menurunkan stress pada anak, dan penting untuk kesejahteraan
mental dan emosional anak (Champbell dan Glaser, 1995).
Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan
anak seperti halnya makanan, perawatan dan cinta kasih. Dengan bermain
anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, cara
menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain (Soetjiningsih, 1995).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut. Walaupun
tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi,
memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak, dalam bermain

4
anak akan menemukan kekuatan serta kelemahannya sendiri, minatnya, serta
cara menyelesaikan tugas-tugas dalam bermain.

b.    Fungsi Bermain


Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan sosial, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain
sebagai terapi.
1. Perkembangan Sensoris-Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting
untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan
untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat
permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu
perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala
sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk,
ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan
melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-
mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia
telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan
untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan
eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar

5
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar
tentang nilai sosial yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada
anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan
prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan mewujudkannya
kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan
bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk merealisasikan ide-idenya.
Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu alat permainan akan
merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam mengatur
mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan
mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap
orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya sehingga
temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan diri bahwa
perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk
menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan
kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya
terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari
orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan
mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga
dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain
anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala
tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan

6
sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab
terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media
yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk
mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai
moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan
yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan
nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami
anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah
sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari
ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan
anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Dengan demikian,
permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk
dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji
perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan
selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak
dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.

c.    Klasifikasi Bermain


1. Berdasarkan Isi Permainan
a) Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan
mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang
menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain. Permainan yang
biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil tersenyum dan
tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan

7
tertawa. Bayi akan mencoba berespons terhadap tingkah laku orang tuanya
misalnya dengan tersenyum, tertawa, dan mengoceh.
b) Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang
pada anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan
pasir, anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja
yang dapat dibentuknya dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air
anak akan melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-
mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas permainan ini
adalah anak akan semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini
dan dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan
c) Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan meningkatkan ketrampilan
anak, khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil
memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke
tempat yang lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan
tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di
lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil.
d) Games
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa
dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang
modern.misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.
e) Unoccupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,
jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang
ada di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat
permainan tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang
digunakannya sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan
asyik dengan situasi serta lingkungannya tersebut.
f) Dramatic play

8
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran
sebagai orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil
berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya,
kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan
temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang
yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak
terhadap peran tertentu .
2. Berdasarkan Karakter Sosial
a) Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang
bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan.
Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap
permainan yang sedang dilakukan temannya.
b) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan,
tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan
alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan
temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan teman
sepermainannya.
c) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama
lain sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu
sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
d) Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak
lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin
permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini
adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan dan bermain masak-
masakan.
e) Cooperative play

9
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan
jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin
permainan mengatur dan mengarahkananggotanya untuk bertindak dalam
permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan
tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin
permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus
dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan
memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.

B.     Konsep Dasar Anak Usia Sekolah


a. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka
lebih mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali
pergaulan dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau
buruk. Dengan demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya
bermanfaat untuk meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi
juga dapat mengembangkan sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok
dan bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar norma kelompok
sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat bermain bagi
anak usia sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing
secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui
permainan yang ditunjukkannya.
Karakteristik permainan untuk anak usia sekolah dibedakan menurut
jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan jenis
mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam berkreasi
sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih
tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk
mengembangkan perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran
sebagai seorang perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.
b. Reaksi Hospitalisasi
1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan

10
2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga,
kehilangan kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik
3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal

11
BAB III
KEGIATAN BERMAIN

A.  Rancangan Bermain

Jenis permainan yang akan kami lakukan dalam bentuk games, yaitu ular
tangga. Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan
oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di
beberapa kotak digambar sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkannya
dengan kotak lain. Setiap pemain mulai dengan bidaknya di kotak pertama
(biasanya kotak di sudut kiri bawah) dan secara bergiliran melemparkan dadu.
Bidak dijalankan sesuai dengan jumlah mata dadu yang muncul. Bila pemain
mendarat di ujung bawah sebuah tangga, mereka dapat langsung pergi ke ujung
tangga yang lain. Bila mendarat di kotak dengan ular, mereka harus turun ke kotak
di ujung bawah ular. Pemenang adalah pemain pertama yang mencapai kotak
terakhir. Biasanya bila seorang pemain mendapatkan angka 6 dari dadu, mereka
mendapat giliran sekali lagi. Bila tidak, maka giliran jatuh ke pemain selanjutnya.

B.  Media dan Alat


Papan dan dadu permainan ular tangga

C.  Sasaran
a.    Kelompok usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
b.    Kriteria anak:
1. Anak usia sekolah (> 6 tahun sampai 12 tahun)
2. Anak kooperatif
3. Anak yang tidak ada kontra indikasi untuk bermain

D.  Waktu Pelaksanaan


a.    Hari / Tanggal : Kamis, 13 januari 2022
b.    Waktu : mulai s/d selesai
c.    Tempat : Ruang Anak Lantai Dasar RSUP Dr.wahidin sudirahusodo

12
Waktu yang dipilih untuk memberikan permainan ini pada anak, yaitu
pada saat anak tersebut sedang santai, atau tidak pada waktu makan dan tidur,
misalnya pada pagi hari sekitar pukul 10.00 atau pada sore hari sekitar pukul
15.00. Durasi atau lamanya bermain adalah sekitar 30 menit untuk menghindari
anak merasa bosan dengan permainan tersebut.

G. Susunan Kegiatan

No Waktu Terapis Anak Ket

1 5 menit Pembukaan :
- membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
- Memperkenalkan diri Mendengarkan
terapis
- Memperkenalkan Mendengarkan
pembimbing
- Memperkenalkan anak Mendengarkan dan
satu persatu dan anak saling berkenalan
saling berkenalan
- Kontrak waktu dengan Mendengarkan
anak Mendengarkan
- Mempersilahkan Leader

2 25 Kegiatan bermain :
menit - menjelaskan cara Mendengarkan
permainan
- Menanyakan pada anak, Menjawab pertanyaan
anak mau bermain atau
tidak
- Membagikan permainan Menerima permainan
- Leader ,co-leader, dan Bermain
Fasilitator memotivasi
anak Bermain
- Fasilitator mengobservasi
anak Mengungkapkan
- Menanyakan perasaan perasaan
anak

3 10 Penutup :
menit - Menghentikan permainan Selesai bermain
- Menanyakan perasaan
anak Mengungkapkan

13
perasaan
- Menyampaikan hasil Mendengarkan
permainan
- Membagikan Senang
souvenir/kenang-kenangan
pada semua anak yang
bermain
- Menanyakan perasaan Mengungkapkan
anak perasaan
Mendengarkan
- menutup acara Menjawab salam
- Mengucapkan salam

H. Evaluasi
a. Evaluasi struktur yang diharapkan :
1. Alat-alat yang digunakan lengkap
2. kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
b. Evaluasi proses yang diharapkan
1. Terapi dapat berjalan dengan lancar
2. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
4. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
c. Evaluasi hasil yang diharapkan
1. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
2. Anak merasa senang
3. Anak tidak takut lagi dengan perawat
4. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
5. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
bermain

14
DAFTAR PUSTAKA

Stuart, Gail and Laraia, Michele. (1998). Principles and practice of psychiatric
nursing. St. Louis: Mosby.
Internet. http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-
penyandang-autisme-1/. Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at
04.00 p.m.
Internet. http://konsultanmainan.multiply.com/journal/item/5/Terapi_Bermain.
Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.30 p.m.
Internet. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/pathology/1916947-terapi-
bermain/ Downloaded on Wednesday, 14th April 2010 at 03.45 p.m.
Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. (2003). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.

15

Anda mungkin juga menyukai