Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

DI

OLEH.

NAMA : NORMAINI

NIM : 12420326

SEMESTER : II (DUA ) ESKSEKUTIF

PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

UNIVERSITAS ISLAM LABUHANBATU ( UNISLA )

FALKUTAS EKONOMI

T.A. 2013
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI (DIKTAT)
BAB I

Aspek Hukum bisnis berlaku di dunia dan regional.


Pelaksanaan Aspek Hukum bisnis baik itu regional, sektoral maupun internasional
mempunyai beberapa persamaan yang pada umumnya merupakan suatu dasar dari
pengertian hukum itu sendiri. Hukum menurut J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono
Sastropranoto, SH. Adalah “Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang
menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh
badan-badan resmi yang wajib, pelanggaran mana terhadap peraturan – peraturan tadi
berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu”.
Randy E. Barnet dan Lawrence M, Fredman dalam bukunya American Law memberikan
suatu dasar dalam Pelaksanaan Aspek Hukum Bisnis Dunia sbb :
a. Tujuan Hukum.
1. Ketertiban
2. Ketentraman
3. Kesejahteraan
4. Kemakmuran
Ketertiban dan ketentraman merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam
menjalankan suatu negara, karena dengan kedua hal tersebut akan terjadi stabilitas
keamanan yang dapat menunjang jalannya roda pemerintahan dan sekaligus roda
ekonomi. Ketertiban dan ketentraman pada jaman penjajahan merupakan suatu alat untuk
mengontrol daerah yang dijajah (Tujuan hukum negara penjajah = Kolot).
Tetapi dalam jaman sekarang tujuan dari hukum itu bukanlah hanya untuk memberikan
rasa aman, tetapi juga harus memberikan kesejahteraan pada masyarakat dalam
menghadapi kehidupannya , tanpa kesejahteraan, maka tujuan dari hukum tersebut tidak
tercapai. Prinsip dasar dengan tiga hal tersebut (Ketertiban Ketentraman, Kejehateraan)
merupakan dasar dari negara-negara yang berkembang. Sedangkan untuk negara maju
seperti Jepang, Amerika, Jerman, Prancis dan lain-lain memasuki point ke empat (4)
Kemakmuran dalam tujuan hukum pada setiap pembuatan peraturan-peraturannya.
b. Fungsi Hukum
Stabilitas Negara merupakan satu-satunya fungsi hukum yang sangat penting , karena
tanpa ada stabilitas negara, maka segala kegiatan ekonomi tidak akan berjalan dengan
baik /lancar. Oleh karena itu dalam membuat suatu peraturan negara harus memahami
dari fungsi peraturan tersebut.
c. Aspek Hukum
1. Aspek yuridis
2. Aspek Ekonomis
3. Aspek Politis
4. Aspek Sosiologis
5. Aspek Historis
6. Aspek Cultural/kebiasaan
7. Aspek Agama/Kepercayaan.
8. Aspek Phylosofis.
Dalam pembuatan suatu peraturan harus mengandung minimal 5 aspek hukum yang
tersirat dalam peraturan tersebut (Yuridis, Ekonomis, Politis, Sosiologis, Historis).
Yuridis
Merupakan aspek hukum bahwa yang mempunyai kewenangan membuat peraturan dan
tata cara membuatnya adalah badan-badan yang resmi, seperti DPR, DPRD, Pemerintah.
Apabila yang membuat dan tata cara membuat peraturan tersebut tidak benar (ilegal),
maka peraturan tersebut akan menjadi cacat. Karena yang membuat bukanlah badan yang
berwenang..
Ekonomis
Merupakan gambaran apakah peraturan tersebut mempunyai nilai ekonomis, dalam arti
tidak merugikan masyarakat luas seperti peraturan-peraturan yang bersifat birokrasi
sehingga menimbulkan ekonomi tinggi akibat peraturan tersebut.
Politis
Dalam pembuatan peraturan tersebut sudahkan melihat dari beberapa sudut pandang
polits, jangan sampai peraturan yang dibuat hanyalah untuk membuat sekelompok
golongan mendapatkan keuntungan, sedangkan golongan/kelompok lain mendapat
kesulitan/kerugian seperti Peraturan tentang Tata Niaga Cengkeh, Kepres Jalan Tol dll.

Sosiologis dan historis


juga merupakan suatu aspek yang tidak boleh diabaikan, karena dalam membuat suatu
peraturan, aspek tersebut seperti latar belakang pendidikan, ekonomi dan apakah
peraturan tersebut sudah pernah dibuat dan merugikan masyarakat haruslah menjadi
perhatian agar tidak terulang kembali hal-hal yang negatif dari peraturan tersebut.
Oleh karena itu dalam pembuatan suatu peraturan harus mengandung minimal 5 aspek
hukum yang tersirat dalam peraturan tersebut (Yuridis, Ekonomis, Politis, Sosiologis,
Historis). Apabila dalam peraturan tersebut tidak ada atau kurang memperhatikan 5 aspek
tersebut. Peraturan tersebut dapat dilakukan sbb:
Ditunda
Dibatalkan
Dicabut.

Sistem Hukum Dunia.

Dalam sistem hukum di dunia hanya ada 4 bentuk yaitu :


a Civil Law (kontinental) yang dianut oleh negara-negara eropah kontinental seperti
Jerman, Perancis, belanda. Dalam sistem hukum Civil Law ini kekurangannya adalah
tidak cepat mengikuti perkembangan keadaan.
b Common Law (anglo Saxon) yang dianut oleh negara-negara yang mempergunakan
bahasa inggris sebagai bahasa sehari-hari seperti Inggris, Amerika, Kanada. Dalam
sistem Common Law ini sangat memperhatikan perkembangan keadaan, kekurangannya
adalah membahas persoalan yang perlu saja (tidak konprehensif).
c Islamic Law, yang dianut oleh negara –negara Timur tengah
d. Natural Law, merupakan hukum adat/kebiasaan seperti konsilasi, mediasi, arbitrasi
yang berasal dari negaraa yang sangat menghargai hukum adat negaranya seperti Jepang ,
China .
Dari pembahasan di atas maka, kata-kata yang sering diucapkan oleh ahli hukum seperti
(Das Sain, Das Sollen, Das Sullen) yang berarti :
Das Sain= sebab/hukum kemarin
Das Sollen= akibat/hukum sekarang
Das Sullen= Cita-cita hukum/hukum yang akan datang
yang mempunyai arti dalam membuat suatu peraturan segala aspek hukum haruslah
dicermati dengan seksama
BAB II
SISTEM HUKUM KUHPerdata/BW.

KUHPerdata atau biasa di sebut juga dengan BW (Burgerlijk Wetboek) adalah suatu
Kitab Undang-undang yang berisi ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara
orang (person) atau Badan Hukum (rechtspersoon) dengan orang atau Badan Hukum
lainnya .
Dalam hal ini hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang terjadi itu pada umumnya
berkaitan dengan suatu kepentingan perseorangan (privtas/sipil). Sehungga
KUHPerdata/BW merupakan undang-undang yang mengatur tentang hubungan hukum
perseorangan, berbeda dengan KUHPidana yang bersifat Publik (KepentinganUmum).
Sistematika KUHPerdata/BW terdiri dari 4 Buku yaitu :
Buku : I Mengatur tentang Orang dan keluarga (Van Persoon)
a. Subyek Hukum atau Hukum Orang
b. Perkawinan dan Hak Suami Istri
c. Kekayaan Perkawinan
d. Kekuasaan Orang Tua
e. Perwalian dan pengampuan
II Mengatur tentang Perihal Benda (Van Zaken)
a. Berit (Hak Punya)
b. Eigendom (Hak Milik Mutlak)
c. Opstal (Hak Pemilikan benda tidak bergerak)
d. Erfpacht (Hak mengusahakan tanah pertanian, perkebunan)
e. Hipotik (Pengalihan Benda Tidak Bergerak)
f. Gadai (Pengalihan Benda Bergerak)
III Mengatur tentang “Perikatan (Van Verbintenissen)
a. Jual Beli
b. Tukar menukar
c. Sewa menyewa
d. Perjanjian perburuhan
e. Badan Usaha
f. Borgtoch (perjanjian terikat pihak ketiga)
g. Perbuatan melanggar Hukum
IV. Mengatur tentang “Pembuktian dan Kadaluarsa” (Van Bewijs en Verjaring).
a. Macam-macam pembuktian seperti
- Surat;
- Saksi;
- Persangkaan;
- Pengakuan;
- Sumpah.
b. Lewat waktu (Daluarsa).
Sehubungan dengan KUHPerdata adalah merupakan hukum yang mengatur tentang
hubungan orang atau badan, maka sudah pasti akan terjadi suatu perjanjian atau
perikatan, maka dalam hal ini sesuai dengan Buku III KUHPerdata.

Pengertian Perikatan
adalah Hubungan hukum antara dua oargn atau lebih yang menimbulkan hak pada satu
pihak dan kewajiban pada pihak lainnya.
Pengertian perjanjian /persetujuan sesuai dengan Pasal 1313 KUHPerdata :
Perbuatan Hukum yang dilakukan oleh 2 orang atau lebih yang saling mengikatkan diri.

Dalam sistem KUHPerdata Buku III adalah dengan sistem Terbuka dan mempunyai azas-
azas yang dikenal dalam Buku III yaitu :
Azas Konsensual (Pasal 1332)
Azas Kebebasan berkontrak (Pasal 1338 (1))
Azas Itikad Baik (Pasal 1338 (3))

Syarat-syarat syahnya suatu perjanjian/ perikatan adalah :


Dasar Hukumnya adalah
Pasal 1338 KUHPerdata
- Setiap perjanjian yang dilakukan dua belah pihak, maka merupakan UU bagi mereka.
- Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.
Pasal 1320 (KUHPerdata) yaitu
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (KESEPAKATAN)
2. Cakap untuk membuat Perjanjian (KECAKAPAN)
3. Mengenai suatu Hal-hal tertentu (OBJEK TERTENTU/MAKSUD
TERTENTU/TUJUAN TERTENTU)
4. Suatu Sebab yang Halal
- Point 1 & 2 merupakan syarat Subyektif
- Point 3 & 4 merupakan syarat Obyektif.
Syarat Kesepakatan dianggap tidak terpenuhi bila terdapat adanya
- Paksaan
- Kekhilapan/kekeliruan
- Penipuan
Syarat Kecapakan dilakukan oleh subyek yang
- Anak di bawah Umur
- Di bawah pengampuan/ Curatele
- Wanita Bersuami

Syarat syah obyek tertentu


- Obyeknya harus dapat ditentukan dengan jelas, untuk dapat mengukur apakah para
pihak dapat mencapai ketentuan tersebut.
Syarat Causa yang Halal.
- Tidak bertenttangan dengan UU
- Kesusilaan
- Ketertiban Umum

Causa dimaksud adalah isi perjanjian/ tujuan diperjanjian Dalam perjanjian tersebut.

Maka bila dalam perjanjian/perikatan ada komponen dalam pasal 1320 KUHPerdata
tersebut tidak terpenuhi atau kurang, maka perjanjian tersebut tidak syah.

Dengan melihat hubungan KUHPerdata dan KUHDagang, maka kita dapat


menyimpulkan bahwa secara yuridis formil, kedudukan KUHPerdata dan KUHDagang
tetap sebagai undang-undang karena KUHPerdata tidak pernah dicabut dari bumi
Indonesia artinya KUHPerdata tetap berlaku sebagai suatu UU, namun pada hakikatnya
KUHPerdata tidak lagi menjadi suatu UU yang Bulat dan Utuh seperti keadaan semula
saat dikodifikasikan . Beberapa bagian dari aturan yang ada sudah tidak berlaku lagi, baik
itu akibat ada perundangan yang baru dalam lapangan perdata (menggantikannya)
maupun disingkirkan oleh putusan-putusan hakim yang merupakan yurisprudensi baru ,
karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman saat itu.
Contoh KUHperdata mengenai pasal-pasal yang tidak berlaku lagi :
- Buku II KUPerdata mengenai Bumi, Air dan Kekayaan Alam tidak berlaku lagi dengan
adanya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria Tgl 24/-9-1960
- UU No. I Tahun 1974 mengenai perkawinan dan akibatnya
BAB III
Pranata hukum bisnis berlaku di dunia

Dalam kehidupan masyarakat modern diperlukan suatu pembangunan yang terencana,


kebiasaan pembentukan hukum, sehingga masyarakat Indonesia yang membangun secara
berencana maka hukumlah yang harus membentuk kebiasan tsb. Dalam pembentukan
hukum yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat, maka hukum tersebut menurut
Prof. Dr. Sunaryati Hartono, SH haruslah mempunyai empat (4) fungsi sebagai berikut :
1. Hukum sebagai pemeliharaan ketertiban & keamanan.
Peranan pemelihara ketertiban dan keamanan memanglah tepat, karena hukum
merupakan suatu hal yang bersifat memaksa agar setiap orang mematuhi aturan-aturan
hukum, hal ini dalam rangka menciptakan kondisi yang stabil, agar dalam pelaksanaan
perekonomian berjalan dengan lancar tanpa hambatan/gangguan.
Menurut ROSCOE POUND dalam bukunya “ An Introduction to the Philosophy of Law”
bahwa hukum sebagai 1) Social Interest dan 2) social enginering mempunyai 3
persamaan yaitu :
a. Sesuatu ciptaan adalah kehendak Ilahi, atau Hans Kelsen menyebut Grundnorn yaitu
seperti Al-Quran dll.
b. Suatu cara tertentu diikuti secara mutlak, untuk mengkonkretkan Grundnorm yang
telah dibentk ke dalam norma-norma yang mengatur tindak tanduk manusia.
c. Suatu sistem kaedah-kaedah yang mengatur tindak tanduk hubungan antara manusia
melalui proses tradisi, pemikiran logika, aparat politis, sistem ilmiah dianggap paling
tepat oleh masyarakat hukum

Menurut Prof. Dr. Muchtar Kusumaatmadja, SH.LLM, bahwa anggapan bahwa hukum
bersifat statis yaitu menganggap hukum itu tidak dapat memainkan suatu peranan yang
berarti dalam proses pembaharuan itu sangatlah “SALAH” bahwa hukum itu sangat
mempunyai peranan dalam pembaharuan itu dapat kita lihat pada Amerika Serikat (1930)
dimana AS mempergunakan hukum sebagai dasar/alat untuk mewujudkan perubahan-
perubahan dibidang sosial. Jadi adigum bahwa “hukum tidak dapat mengkaper perubahan
sosial berkaitan dengan perubahan yang sangat cepat dimayarakat” tidaklah terbukti,
malah hukum memberikan motivasi terjadinya perubahan-perubahan dalam tatanan
kehidupan sosial.

2. Hukum sebagai sarana pembangunan.


Dalam GBHN menyebutkan bahwa pembinaan bidang hukum harus mampu
mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum yang disesuaikan menurut
tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang, sehingga tercipta ketertiban dan
kepastian hukum sebagai sarana yang mengarah peningkatan pembinaan bangsa
(kesatuan bangsa), sekaligus berfungsi sebagai sarana pembangunan yang menyeluruh
baik itu dalam bidang hukum itu sendiri maupun dalam menciptakan suatu sistem hukum
pembangunan nasional, sesuai dengan perkembangan hukum ekonomi yang diarahkan
mampu terus meningkatkan taraf hidup setiap warga negara untuk mencerdaskan bangsa
dan memajukan kesejahteraan keadilan bagi setiap warga negara Indonesia.
3. Hukum sebagai sarana penegakan keadilan.
Tujuan pembangunan secara berencana adalah untuk secara bertahap mengubah dan
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat , maka perubahan masyarakat
secara terarah itu akan mengakibatkan perubahan-perubahan hubungan antar manusia
yang mungkin kurang dikehendaki, atau disadari oleh fihak-fihak yang akan
mengakibatkan ketegangan-ketegangan sesuai dengan semakin meningkatnya
pembangunan.
Hukum sebagai sarana penegakan keadilan harus mempunyai ciri-ciri :
· Aturan yang sangat bagus
· Ketegasan aparat
· Sarana lengkap
· Ketaatan masyarakat pada hukum tsb.
Apabila hal tersebut terpenuhi, maka segala aktivitas akan berjalan dengan baik, hal ini
akibat dari rasa adanya kepastian akan penegakan keadilan.
4. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat.
Dalam setiap pembentukan hukum haruslah bersifat mendidik bagi seluruh masyarakat,
tanpa kecuali. Hal ini karena pembangunan yang berencana pada hakikatnya tidak hanya
akan membawa serta tetapi bahkan memerlukan sebagai syarat terjadinya perubahan-
perubahan nilai sosial dan norma-norma hukum yang mencakup 3 bidang yaitu :
a. Perubahan nilai-nilai kehidupan sosial, yang tradisional menjadi nilai-nilai sosial yang
modern.
b. Perubahan nilai-nilai sosial Politik, yang berlandaskan hidup kesukuan (jawa, sunda,
bugis, Bali dll) yang kedaerahan itu menjadi nilai sosial indonesia sesuai PANCASILA
DAN UUD 1945.
c. Perubahan nilai sosial ekonomi, yang berlaku bagi suatu masyarakat heterogen agraria,
menjadi nilai-nilai sosial ekonomis yang cocok bagi suatu masyarakat heterogen-
industrial
BAB IV

ukum Perusahaan Swasta

Berbicara masalah bisnis seringkali orang akan mengatakan “Dagang”, memang kata
bisnis itu sendiri berasal dari Bahasa Inggris “Business” yaitu kegiatan usaha, tetapi
pengertian bisnis itu sendiri diartikan “sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang
dijalankan oleh orang atau badan secara teratur dan terus menerus, yaitu berupa kegiatan
mengadakan barang-barang atau jasa-jasa maupun fasilitas-fasilitas untuk diperjual
belikan, dipertukarkan atau disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan

Tetapi dalam kegiatan bisnis itu sendiri dapat kita klasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu :
1. Bisnis dalam arti kegiatan perdagangan (Commerce)Yaitu “keseluruhan kegiatan jual
beli yang dilakukan oleh orang-orang dan badan-badan hukum , baik di dalam negeri
maupun di luar negeri dalam rangka mendapatkan keuntungan” Contoh : Produsen,
Dealer, agen, grosir toko dll.
2. Bisnis dalam arti kegiatan industri (Industry) yaitu : “kegiatan memproduksi atau
menghasilkan barang-barang yang nilainya lebih berguna dari asalnya”contoh Industri
pertambambangan, perhutanan, perkebunan dll.
3. Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa (Service) yaitu “kegiatan yang menyediakan jasa-
jasa yang dilakukan oleh orang maupun badan” contoh jasa perhotelan, konsultan,
asuransi Pengacara, dll.

Arti Hukum Perusahaan

Dalam bisnis yang dilakukan lazimnya bisa dilakukan oleh perseorangan dan juga dengan
suatu perkumpulan dalam arti perkumpulan yang berbentuk badan hukum, maupun yang
tidak berbadan hukum. Sedangkan dasar Hukum Badan Hukum adalah:
a. BW (Burgeljk Wet Book) KUHPerdata Pasal 1818 – 1952
b. KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Pasal 16 – 19
c. UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan terbatas (PT)
(*)Semua UU di atas masih Sistem PT. Klasik

Dalam mempelajari PT kita Harus Memahami sbb:


(1) Vis Perseroan tersebut
(2) Misi PT
(3) Politik Hukum yang berkembang
(4) Budaya Politik
(5) Teori
(6) Azas-azas
(7) Peraturan-peraturan (Normatif

Menurut Undang-undang nomor I/1995 tentang PT yang mulai berlaku pada tanggal 7
Maret 1995, disebutkan dengan jelas definisi PT yaitu :Badan Hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang
serta peraturan pelaksanaannya. Dengan keluarnya UU No. 1 Tahun 1995, maka otomatis
Pasal 26 s/d 56 KUHDagang tentang PT tidak berlaku lagi.

Jenis Perusahaan

Dalam Usaha yang bukan berbadan hukum adalah sbb:


a. Yayasan, dimana merupakan suatu usaha yang bersifat sosial
b. CV (Comanditaier Vennootschap) , suatu usaha yang dibentuk oleh beberapa orang
dan mencari laba (Pasal 20 – 21 KUHD)
c. UD (Usaha Dagang)
d. Firma (Pasal 1618, 1320 BW & 16 , 19 KUHD KUHD)
e. Koperasi
Sedangkan Perseroan terbatas adalah suatu usaha yang Berbadan Hukum, dalam arti
proses pendiriannya tercatat di Departemen kehakiman. Sesuai dengan UU No. 1/1995
pendirian PT adalah sbb:
a. Didirikan oleh 2 orang atau lebih dan dibuatkan dengan suatu Akta Notaris.
b. Didaftarkan di Deperatemen Kehakiman (sekarang menkunham)

Perseroan Terbatas Negara dalam bentuk :

a. Perusahaan Negara (BUMN) berbentuk :


Perjan (Perusahaan Jawatan), dimana modal berasal dari Daerah atau Pusat.
Perum (Perusahaan Umum), dimana modal berasal dari Daerah /atau Pusat 50 %
Perseroan, dimana modal berasal dari Negara 100 %
b. Perusahaan Daerah (Pemda)
c. PMDN (Pnanaman Modal dalam negeri) , modal bisa dari Individu/kolktif, swasta.
d. PMA (Penanaman Modal Asing) berbentuk :
(a) Joint Fentura adalah dimana modal , manajemen, kerjasama dilakukan oleh asing dan
RI, tergantung kesepakatan.
(b) Joint Intervrais, adalah modal , manajemen diatur asing 100 %, RI hanya menerima
pajak saja.

Macam – macam PT :
(a) Perseroan dengan sistem tertutup
(b) Perseroan dengan sistem terbuka (TBK)
(c) Perseroan dengan sistem Umum
(d) Perseroan dengan sistem perseorangan

Bentuk / atau sistem PT tersebut merupakan suatu sistem yang baku yang berlaku di
dunia baik itu RI dengan dasar hukum KUHP, KUD, UU No.1/95, atau Asean +
Yuridiksi (Wilayah kekuasaann hukumnya) maupun Dunia dengan WTO (isu
perdagangan dunia = HAM, Lingkungan, Buruh, dan Upah). Ini semua merupakan sistem
Perseroan terbatas yang Modern

Sistem PT Klasik

Sistem PT Modern

Karakteristik PT

Dalam PT modal dapat sejumlah orang atau satu orang . Dalam hal ini Asosiasi Modal =
menghimpun modal yang sangat besar dari sejumlah orang yang banyak (lebih dari 1
orang), tetapi perkembangan selanjutnya PT dapat saja didirikan oleh satu orang /satu
kelompok.
Maksudnya : Mengambil manfaat dari karakteristik PT di belanda
- Bescaten Venndorbach (BV)
- Naarloze Vennoatschap (NV)
¨ Tanggung jawab terbatas
¨ Modal dapat dialihkan
¨ Keperluan Join Venture
¨ Delication of Autrority

Dengan berlakunya UU No.1/1995 yang diberlakukan pada tanggal 7-3-1996 maka


dinyatakan tidak berlaku bagi pasal 36-55 KUHD yang berkaitan dengan PT.

Perandingan antara KUHD dengan UU No. 1/1995 adalah


KUHDagang
- Pengertian tentang PT secara tegas todak diketemukan dalam KUHD, tetapi PT
disimpulkan dalam pasal-pasalnya yaitu 36, 40, 42, 45 KUHD
- Pasal 36 (1) PT tidak mempunyai Firma

(2) Menghendaki agar naskah PT dimintakan pengesahan dari Menkeh


- Tidak secara tegas menyebutkan jumlah pendirinya berapa
- Tidak menyebutkan dengan tegas harus dengan akte notaris, tetapi dengan akte otentik
UU No. 1 Tahun 1995
- Pasal 1 meyebutkan dengan tegas pengertian PT yaitu Peseroan terbatas yang
selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memnuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU ini serta peraturan pelaksanaannya
- Secara tegas menyebutkan pendirinya (Pasal 7) didirikan oleh 2 orang atau lebih.
- Dengan akte Notaris
- Dibuat Dalam Bhs. Indonesia
- Didaftarkan di Menkuham

PT adalah Perseroan Terbatas yang berarti


Persekutuan yang berbentuk badan hukum yang modalnya terdiri dari sero-sero atau
saham-saham untuk itu tidak disebut persekutuan tetapi disebut perseroan.
Terbatas pada pt menunjukkan bahwa tanggungjawab pesero atau pemgang saham adalah
terbatas pada nilai nominal semua saham yang dimiliki.

Tugas Pengurus menurut UU No.1/95 tentang PT sbb.

Pasal 79 (1) UU No.1/95


Menerima /mengolah kegiatan mengurus kekayaan (saham) mewakili PT dalam dan di
luar pengadailan (Pasal 82)
Pasal 47 Kuh dagang & Pasal 86 UU No.1/95
Pengurus mengumumkan bila perseroan menderita kerugian sampai 50 % dari modal
perseroan , pendaftarannya pada pengadilan negeri dan bila 75 % kerugiannya dilakukan
penghentian kegiatan PT tsb.
Pasal 55 Kuh dagang
Pemberitahuan kepada pesero laba – rugi perseroan dalam tahun yang lampau.
Pasal 105 (2) UU No.1/95
Mengumumkan di 2 surat kabar, bila perseroan melakukan peleburan, pengambilalihan
RUPS.
Pasal 44 Kuh Dagang
Perseroan diurus oleh pengurus “ Anggota perseroan dan orang lain”
Pasal 8, 12 UU No.1/95
- Batas Tugas dan wewenang pengurus.
Pengurus mewakili perseroan di luar perseroaan (dalam pengadilan/ di luar pengadilan),
baik mengenai kepengurusan (daden van beheron) maupun mengenai kepemilikan
( daden van Eigendom/Beschikkingen).
Harus lebih dahulu mendapat persetujuan atau ikut serta satu/dua/tiga/ sekalian semua
anggota dewan komisaris
Pasal 94 UU No. 1/95
- Tugas Komisaris
BAB V
pa itu Hukum :

Dalam mempelajari Hukum, kita harus mengetahui apa itu 5 W


Hukum dibagi dalam tiga bagian yaitu :
a. Secara Normatif, yaitu terdiri dari
· Teori
· Azas
· Peraturan :
ü Konstitusi (UUDD)
ü Undang-undang
ü Peraturan Pemerintah YURIDIS
ü Keppres
ü Kepmen
ü Perda
ü dll
· Hasil Penelitian
· Norma/kaidah baik itu yang bersifat tertulis, maupun yang tidak tertulis

b. Secara Empiris
· Kenyataan Lapangan (Hasil baru)
· Kebiasaan
· Tuntutan: Luar Negeri,Dlm.Negeri. Perkembangan
c. Hukum sbg. Alat penyelesaian masalah / kasus, dimana pada biasanya saat timbulnya
perjanjian bisnis, orang hukum tidaklah dilibatkan, tetapi bila dalam bisnis tersebut
timbul masalah, baru ahli hukum dilibatkan untuk menyelesaikan masalah tersebut
seperti : Arbitrase, Pengadilan. dll

Untuk apa perlu Hukum

Untuk memberikan perlindungan dan jaminan dalam pergaulan baik dalam masyarakat
/internasional dan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat, dan hukum itu
harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu azas keadilan dari masyarakat itu.
Pengertian Hukum itu sendiri bermacam-macam, walaupun pada intinya berbentuk
perintah maupun larangan. Dalam hal ini kedua hal tersebut mempunyai makna sbb:
· Perintah adalah yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh
karena akibat-akibatnya dipandang baik.
· Larangan yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu oleh
karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik

Oleh karena itu walaupun para pakar hukum memberikan beberapa definis yang belum
memuaskan semua pihak, akan tetapi tidaklah salah bila kita mengetahui beberapa
definisi para pakar hukum yaitu :

J.C.T. Simorangkir, SH da Woerjono Sastrropranoto, SH.


Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah
laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan –peraturan tadi berakibatkan diambilnya
tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
Prof. Mr. Dr. J. van Apeldoen.
Tidak mungkin memberi satu definisi untuk hukum, karena hubungan-hubungan anggota
masyarakat yang diatur oleh hukum ada 1001 macam.
Prof. Dr. E. Utrech, SH.
Himpunan petunjuk hidup (perintah) , larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu
masyarakat dan seharusnya ditaati oleh masyarakat bersangkutan . Pelanggaran terhadap
aturan tersebut akan menimbulkan tindakan dari perintah.
Prof. Sudirman K, SH.
Pikiran atau anggapan orang adil / tidak adil mengenai hubungan antara manusia
Prof. Dr. Muchtar K, SH.LLM.
Keseluruhan kaedah-kaedah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup manusia
dalam masyarakat, yang bertujuan memelihara ketertiban yang meliputi lembaga-
lembaga dan proses guna berlakunya kaedah itu sebagai kenyataan dalam masyarakat.
Van Vollen Hoven
Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergerak terus menerus dalam keadaan bentur
membentu tanpa henti-hentinya dengan gejala lain.

Kesimpulan dari definisi di atas adalah :

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.


2. Peraturan tersebut dibuat oleh badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas :
· Hukuman penjara (hukuman badan)
· Hukuman kerugian (hukuman denda)

Ciri-ciri Hukum
· Adanya perintah dan / atau larangan
· Perintah dan/atau larangan itu harus patuh ditaati setiap orang.
Sifat Hukum
· Memaksa dan mengatur.
Sumber –sumber Hukum formil adalah :
· Undang-undang
· Kebiasaan
· Keputusan2 Hakim (Yurisprudensi= Hukum baru)
· Tratktat (perjanjian)

Hukum Positip Indonesia terdiri dari 2 macam yaitu :


· Hukum Tertulis yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan perundangan
· Hukum Tak tetulis yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi
tidak tertulis (hukum kebiasaan)
Bagaimana Operasional suatu Hukum
Operasional hukum di negara kita dibagi dalam tiga bagian yaitu :
· Legislatif (DPR) merupakan suatu badan perwakilan rakyat yang menggodok /
membuat Undang-undang.
· Eksekutif (Presiden) yang menjalankan roda pemerintahan hasil kerja MPR/DPR yaitu
menerapkan GBHN . dalam bidang ini Presiden dibantu oleh Menteri, Aparat (Polisi)
Jaksa, Hakim dan pemda.
· Yudikatif, yaitu badan peradilan, alternatif penyelesaian kasus, arbitrase, dimana
pengadilan terdiri dari Pengadilan Militer, Pengadilan Agama dan Pengadilan Umum
(PN, PT dan MA).

Cara apakah pelaksanaan Hukum


· Tujuan Hukum.
Ø Ketertiban
Ø Ketentraman
Ø Kesejahteraan
Ø Kemakmuran

· Fungsi Hukum
Ø Stabilitas Negara merupakan satu-satunya fungsi hukum yang sangat penting , karena
tanpa ada stabilitas negara, maka segala kegiatan ekonomi tidak akan berjalan dengan
baik /lancar
· Aspek Hukum
Ø Aspek yuridis
Ø Aspek Ekonomis
Ø Aspek Politis
Ø Aspek Sosiologis
Ø Aspek Historis
Ø Aspek Cultural/kebiasaan
Ø Aspek Agama/Kepercayaan.
Ø Aspek Phylosofis
Sejauhmana aktualitas suatu hukum
· Sistem Hukum :
Dalam sistem hukum di dunia hanya ada 4 bentuk yaitu :
ü Civil Law
ü Common Law Islamic Law,
ü Natural Law (Hukum kebiasaan),
· Jangka Waktu (merupakan keberlakuan suatu UU, bila ditentukan waktunya)
· Tingkat kebutuhan (sejauh mana suatu uu diperlukan oleh suatu masayarakat)
· Tuntutan dari WTO (LN), Regional atau Dalam negeri
BAB VI

UKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN

a. Perkembangan sejarah ketenagakerjaan


Sistem Hukum perburuhan atau yang saat sekarang lebih dikenal dengan istilah
ketenagakerjaan (untuk memperhalus istilah), sebenarnya sejak tahun 1819 sudah ada
perdagangan bebas (WTO), hal ini dapat dilihat dengan adanya aksi mogok buruh di AS
yang menuntut tiga hal :
- Perbaikan upah kerja
- Jam terbang kerja yang wajar (8 jam/perhari)
- Kebebasan mengikuti kegiatan organisasi (SPSI)
Oleh karena itu perdagangan bebas bukanlah merupakan hal yang baru, seperti banyak
para pakar baik itu pakar hukum, ekonomi, atau sebagainya menyebutkan bahwa dunia
baru memasuki masa perdagangan bebas (era globalisasi) dengan indikasi banyaknya
organisasi dunia yang muncul seperti ILO, AFTA, GATT dan lain-lain, maka pada
tanggal 1 Mei merupakan hari buruh sedunia yang biasa dirayakan dengan aksi-aksi
mogok kerja atau lain sebagainya di seluruh dunia.
Dalam bidang tenaga kerja, pembangunan nasional ditujukan pada terwujudnya kosntitusi
indonesia yang di atur dalam pasal 27 (2) UUD 1945 “ Tiap-tiap warganegara berhak atas
pekerjaan danpenghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

Dalam pasal ini menghendaki agar tiap orang yang ingin bekerja dapat memperoleh
penghasilan yang cukup dan layak bagi diri dan keluarganya. Oleh karena itu kata kerja
mempunyai makna menurut hukum Islam adalah bekerja mencari nafkah yang halal
adalah kewajiban pokok manusia setelah kewajiban beribadah sholat lima waktu.

Para Ulama Fiqh membuat tertib Urutan kewajiban ini :


Kewajiban kepada Allah, diri sendiri, istri, anak dan kepada kerabat serta kepada
masyarakat.
Sesuai dengan Sabda Rosullah SAW sbb:
Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah ibadah (HR. Tabrani dan
Baihaqi) Makna dan adab Kerja dalam pemanfaatan waktu hal. 152,153

Hubungan perburuhan mempunyai banyak paham/aliran tentang seperti :


Paham Liberalisme :
Lebih menitik beratkan pada kebebasan individu, lebih tinggi meletakkan kepentingan
individu dari pada masyarakat. Campur tangan pemerintah tidak dibenarkan, diupayakan
peranan pemerintah sekecil mungkin/tidak dominan. Penggunaan hak-hak
buruh/penguasaha dapat digunakan secara bebas dalam paham ini terjadi “BARGAIN
POWER / KEKUASAAN TAWAR MENAWAR”

Paham Marxisme
menempatkan kepentingan masyarakat dari pada individu tidak mempunyai kebebasan
mutlak individu, pertentangan kelas buruh/pengusaha sangat tajam oleh karena itu
doktrinini selalu mempersoalkan konflik buruh dengan pengusaha. Buruh menganggap
pengusaha adalah orang yang menekan dan buruh orang yang ditekan. Kadang kala unjuk
rasa dan pemogokan merupakan senjata untuk menekan pengusaha.
Dari kedua paham tersebut Indonesia mempunyai paham sendiri tentang perburuhan yaitu
Hubungan Industrial Pancasil, dimana Dalam Hubungan kerja, sangat erat hubungan
perburuhan yang di dalamnya ada 3 partied yaitu :
1. Buruh
2. Pengusaha
3. Pemerintah
Dalam hubungan industrial pancasila 3 azas yang mempengaruhi yaitu ;
1. Mintra dalam berproduksi/partner in production , buruh,pengusaha mempunyai
kepentingan sama yaitu mensejahterakan buruh.
2. Mitra dalam mencapai keuntungan/partner in profit. Hasil yang dicapai dari produksi
semata-mata tidak untuk pengusaha, buruh juga menikmati keuntungan.
3. Mitra dalam tanggung jawab / Partner in responsibility, tanggung jawab tidak untuk
kepentingan pengusaha dan buruh saja, tapi juga masyarakat sekeliling dalam penyerapan
tenaga kerja.
b. Pengertian buruh/ tenaga kerja :
Pengertian buruh/ tenaga kerja oleh banyak pakar didefinisikan sebagai berikut :
Molennar :
Adalah bagian dari hukum yang berlaku pada pokoknya mengatur hubungan buruh
dengan majikan, atau buruh dengan buruh, buruh dengan penguasa.
Mr. Neh Van Esveld
Suatu pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan yang meliputi pula pekerjaan yang
dilakukan oleh Swa pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko
sendiri
Mr. MG. Levenbach
Suatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah
pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkutan paut dengan
hubungan kerja.
Mr. S. Mok
Hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain
dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bergandengan dengan pekerjaan itu.
Prof. Imam Soepomo, SH.
Himpunan peraturan baik tertulis/ tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana
seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.
“Kejadian atau kenyataan dimana seseorang biasanya disebut buruh, bekerja pada orang
lain, biasanya disebut majikan dengan memberi upah dengan mengeyampingkan
pekerjaan bebas (diluar hubungan kerja) dan pekerjaan yang dilakukan di bawah
pimpinan (bekerja pada orang lain yang mengeyampingkan pula persoalan antara
pekerjaan (arbeit) dan pekerja (arbrider).

Inti dari pengertian definis di atas adalah :


- Harus ada peraturan yang mengatur hal tsb.
- Ada majikan
- Kebebasan melakukan pekerjaan sepanjang sesuai dengan peraturannya.
- Upah yang cukup

Bagi seorang tenaga kerja (buruh), yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk
mendapatkan upah, agar dapat meneruskan kehidupan baik untuk dirinya maupun untuk
keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, maka sering kali permasalahan upah menjadi
hal yang rumit (seperti upah minimum di daerah bekasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah /UMR, sangatlah tidak mencukupi untuk membiayai kehidupannya, hal ini
berkaitan dengan tingginya biaya hidup di daerah bekasi yang sudah menjadi daerah
berkembang). Maka dalam hal ini para pakar memberikan beberapa definisi tentang upah
yaitu :
Oleh karena itu yang tidak termasuk dalam ruang lingkup Hukum Perburuhan adalah :
1. Melakukan pekerjaan atas dasar resiko sendiri tanpa ada yang perintah (atasan)
2. Melakukan pekerjaan atas sukarela untuk kepentingan orang lain atau masyarakat
3. Melakukan pekerjaan karena melakukan suatu kewajiban atau sanksi (kerja paksa).

Teori Upah sbb:


Teori Sewa wajib :
Penyelesaian antara tenaga kerja dengan penguasa yang harus diberitahukan dengan surat
ditujukan kepada pegawai depnaker untuk memberi peraturan dalam penyelesaian ini.
Teori upah hukum alam ( Imam Soepomo, SH).
Upah ditetapkan atas dasar bekerja yang perlukan untuk memelihara, memulihkan tenaga
kerja yang habis dipakai, agar tetap dapat dipakai terus menerus.
Teori Upah Hukum Besi ( Ricardo)
Suatu pendekatan upah dipakai untuk menerima babakan kaum tenaga kerja.
Persediaan upah ( Stewart will Senior)
Suatu pembayaran upah sudah tersedia sejumlah tertentu, yang bersifat uang muka dari
pihak majikan.
Upah Etika
Upah harus menjamin penghidupan yang baik tenaga kerja sendiri, keluarganya, yang
menetapkan kedudukan berdasarkan jumlah keluarganya.
Upah Sosial
Upah dibayar sesuai kecakapan dan kebutuhan tenaga kerja itu sendiri.
Landasan Peraturan Perburuhan
Dalam sistem hukum perburuhan sudah sewajarnya harus ada aturan-aturan yang dapat
melandasi semua hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, agar tidak ada
permasalahan (dieleminir seminimal mungkin permasalahan yang timbul). Oleh karena
itu dalam hal ini ada beberapa landasan hukumnya sbb:
Secara Normatif (I)
ü Pancasila
ü Ketentuan/peraturan seperti (Konstitusi, GBHN, UU, PP, Perpu, Keppres, Kepmen,
Perda.)
ü Azas
ü Kebiasaan
ü Teori
ü Traktat/Perjanjian
ü Hasil penelitian
Secara Normatif (II)
Yaitu hal yang dilakukan di Amerika pada setiap perusahaan yang beroperasi di Amerika,
yang belum atau tidak dilakukan oleh Indonesia, yaitu : mewajibkan kepada Perusahaan
untuk menyerahkan keuntungan perusahaan kepada negara sebesar + 65 % untuk
digunakan kegiatan sosial, pendidikan, pemeliharaan lingkungan dll, dan sisanya 35 %
diambil oleh perusahaan itu sendiri, maka dalam hal ini banyak perusahaan asing yang
lari dari AS dan mencari daerah berkembang yang belum/tidak menerapkan sistem
tersebut, tetapi ada juga perusahaan yang dapat laba memanfaatkan labanya untuk
memberikan bantuan beasiswa, atau olah raga, pemerhati lingkungan.
Secara Empiris
Berdasarkan hasil penelitian/ kenyataan yang ada baik itu di Dalam negeri yang
berdasarkan ( Tuntutan hidup, Pemerataan, Kemiskinan, Lapangan kerja, dll). Mupun
yang berasal dari Luar Negeri (ILO, WTO, AFTA, GATT) yang masih memberikan
perhatian terhadap masalah : (Buruh, HAM, Kemiskinan, Pemerataan, aturan normatif)
Dari kedua hal (Normatif dan empiris), maka akan menghasilkan politik hukum dan
budaya hukum buruh yang dikehendaki/ yang akan dilakukan (Politik will).
Undang-undang yang melandasi peraturan perburuhan sbb:
(a) UUD (Konstitusi)
(b) Pancasila
(c) UU No. 23/53 tentang Wajib lapor Perusahaan
(d) UU No. 21/54 tentang perjanjian perburuhan
(e) UU No. 80/57 tentang pengupahan
(f) UU No. 12/64 tentang Pemutusan Hub. Kerja.
(g) UU No. 5/86 tentang PTUN
(h) UU No. 3/96 tentang Jamsostek
(i) UU No. 21/96 tentang Keselamatan Kerja.
(j) UU No.25/97 tentang Ketentuan Pokok T.K.

d. Penyelesaian Kasus
Dalam penyelesaian kasus-kasus perburuhan , sudah ada lembaganya yaitu :
Dalam Negeri :
¨ P-4/PD = Panitia Penyelesaian perselisihan perburuhan (daerah atau Pusat (D,P).
¨ Damai
¨ Bani (badan khusus di luar peradilan yang ada)
¨ Peradilan (Umum (UU No.14/70 Jo UU No. 30/98, Tinggi, PTUN (UU No. 5/85), MA)
Luar Negeri :Damai (Mediasi, negoisasi, Konsiliasi)Lembaga Arbitrase (UU No. 30/99)
BAB VIII
ISTEM HUKUM PAJAK

Dalam pembahasan masalah pajak ini, kita bukanlah mempelajari bagaimana cara
menghitung pajak, tetapi kita mempelajari tentang bagaimana sistem hukum pajak itu dan
untuk apa diambil pajak oleh negara dan apakah ada dasar hukumnya.
Oleh karena itu dalam sistem hukum pajak Indonesia mengenal dua landasan hukumnya
yaitu secara :

Normatif yang berisikan :


- Politik Hukum
- Budaya Hukum
- Konstitusi
- GBHN
- Teori
- Azas
- Peraturan /Perundang-undangan :
UU No. 22/99 tentang Otonomi daerah
UU No. 25/99 tentang Perimbangan keuangan daerah
UU No. 18/99 tentang Pajak Daerah & Restitusi Daerah
UU No. 6/82 Yo UU No. 6/92 Ketentuan Pokok Pajak
UU No. 7/82 Yo UU No.7/92 Ketentuan Pokok Pajak
UU No. 8/82 Yo UU No.12/92 Ketentuan Pokok Pajak
UU No. 12/82 Yo UU No. 12/92 Pajak Bumi Bangunan
Empirik :
- Tuntutan
- Luar Negeri Seperti Investor, Globalisasi, GAAT, WTO, Apec
Dalam Negeri Seperti UU No. 22/99 tentang Otonomi daerah
UU No. 25/99 tentang Perimbangan keuangan daerah
UU No. 18/99 tentang Pajak Daerah & Restitusi Daerah
- Kebutuhan Negara. Sesuai dengan kondisi
Pengertian Hukum Pajak dari beberapa pakar adalah sbb:
Dr. Soeparman Soemahamidjaya :
Iuran wajib berupa uang/barang yang dipungut oleh pengusaha berdasarkan norma-norma
hukum guna menutup biaya barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
Leroy Beanliev
Bantuan baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan dari
penduduk/ dari barang untuk menutup belanja negara.
Prof. Dr. H. Rachmat Soemitro, SH.
Iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan
tidak mendapat jasa tambah (kontra prestasi) yang langsung dapat ditujukan dan
dipergunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Prof. R. Santosa Brotodihardjo, SH.
Peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin
dan surplusnya digunakan untuk publik yang merupakan sumber utama untuk membiayai
publik invesment.

Pajak pertama kali dilakukan berdasarkan undang-undang yaitu mulai tahun 1982,
dimana unsur pajak yaitu :
- Undang-undang
- Lembaga negara (Budget-anggaran)
- Pengeluaran negara
Sedangkan dalam penyelesaian kasus pajak dapat dilakukan dengan didasari oleh UU
sbb;
- Pasal 23 (2) UUD 1945
- UU No. 14/70 Yo UU No. 33/99 tentang ketentuan pokok kehakiman ( PA, PM, PTUN,
PU)
- UU No. 5/86 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
- UU No. 17/99 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).
(Yang perlu diperhatikan bahwa dana yang masuk (pajak) tidak boleh dipergunakan
untuk hal-hal lain seperti di Depositokan dan mendapatkan bunganya.)

Fungsi Pajak adalah :


Disamping sebagai Budgeting (anggaran) dan Regulered (mengatur), tetapi fungsi budget
terletak pada sektor publik merupakan suatu alat/ sumber untuk memasukan uang
sebanyak-banyaknya pada kas negara dan dipergunakan untuk pembiayaan negara pada
umumnya dipergunakan untuk pengeluaran rutin
Sedangkan fungsi regulerend (mengatur), bahwa pajak digunakan sebagai suatu alat
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang berada di luar bidang ekonomi dan banyak
ditujukan pada sektor swasta.

Ciri-ciri pajak adalah sbb:


(1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
(2) Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh
pemerintah
(3) Pajak dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Teori Pemungutan Pajak ada bebarapa macam :


Teori asuransi :
Negara dalam hal ini melindungi orang dan segala kepentingannya menjaga keselamatan,
kententraman jiwa dan harta, maka itu diperlukan orang berupa suatu premi dalam pajak
inilah dianggap sebagai premi. :

Teori kepentingan:
Beban pembagian pajak yang harus dipungut dari penduduk yang harus di dasarkan atas
kepentingan orang masing-masing dalam tugas pemerintahan (bermanfaat) baginya,
termasuk perlindungan atas jiwa atas orang berseta harta bendanya.
Teori Gaya Pikul
Dasar pungutan pajak yang dirasa adil terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara
kepada warganya yaitu perlindungan atas jiwa dan harta benda wajib pajak.
Teori atas Gaya Beli
Penarikan pajak yang dilakukan para aparat pajak kepada wajib pajak dari segi efektifnya
dengan guna efektifnya inilah sebagai kunci dasar keadilannya.
Teori Kewajiban Pajak Mutlak (Bakti)
Hak negara untuk memungut pajak kepada masyarakat, terlebih memperhatikan syarat-
syarat keadilan bertugas, kepentingan umum, dan melakukan tindakan-tindakan dalam
perpajakan. Hal ini terletak dalam hubungan rakyat dengan negara yang memungut pajak
dari padanya.

Dari teori-teori di atas dapat kita simpulkan bahwa dalam pemungutan pajak harus
mempunyai beberapa aspek yaitu
Aspek Adil
Aspek Efektif
Aspek Kepentingan Pembangunan
Aspek Manfaat.

Asas Yuridis
Pasal 23 (2) UUD 1945 yang berpengaruh sangat dalam, yaitu syarat menentukan nasib
rakyat secara final harus dipungut berdasarkan UU.
Tercapainya keadilan seperti :
(1) Hak Fiksus (Dirjen Pajak) dalam pembuatan ketentuan perundang-undangan lancar
diketahui oleh umum, meyempurnakan UU Pajak lengkap dengan sanksi-sanksinya.
(2) Wajib pajak harus mendapat jaminan hukum supaya tidak diperlakukan sewenang-
wenang oleh fiskus dengan aparaturnya.
(3) Jaminan terhadap tersimpan rahasia menjalani kebenaran mengenai diti / atau
pemeriksaan wajib pajak yang telah ditentukan bagian institusi pajak dan tidak
sisalahgunakan oleh aparat pajak
Azas Financial
Sesuai dengan fungsinya budgeting, maka sudut tertentu biaya yang digunakan untuk
pemungutan pajak harus sekecil-kecilnya dari perbandingan pendapatannya.

Azas Pemungutan pajak :

(1) Azas tempat tinggal : didasarkan atas tempat tinggal para wajib pajak.
(2) Azas kebangsaan : dikenakan pada wni sebagai wajib pajak termasuk wajib pajak
asing yang melakukan usaha yang sudah berbadan hukum di Indonesia.
(3) Azas Sumber : penarikan pajak penghasilan, pendapatan berdasarkan atas sumber
objek pajak berasal dari wilayah Indonesia.

Azas Pembuatan UU Pajak

1. Falsafah Hukum, yaitu harus mengabdi kepada keadilan baik dalam UU dan
pelaksanaanya, Dalam Pembuatan harus memperhatikan teori-teori bakti, asuransi,
kepentingan, gaya pikul, gaya beli.
2. Yuridis, yaitu dapat memberikan jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan
keadilan bagi negara dan rakyatnya berdasarkan UU dan ada kepastian hukum
3. Ekonimis, yaitu Kebijakan pemungutan pajak harus diusahakan jangan sampai
menghambat lancarnya produksi dan perdagangan (dijaga keseimbangan roda ekonomi)
4. Finacial, yaitu Sesuai dengan Budgeter, maka biaya dalam pemungutan pajak harus
seminimal mungkin, dan hasil mencukupi untuk menutupi pengeluaran negara serta
pengenaan pajak harus sedekat mungkin dengan terjadinya perbuatan peristiwa, keadaan
yang menjadi dasar pengenaan pajak

Sistem Pemungutan Pajak


Dalam hal ini dikenal 2 cara yaitu :
Self Assesment
Sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang sesuai dengan ketentuan uu perpajakan. Dalam hal ini pemungutan pajak
diletakkan kepada aktivitas dari masyarakat sendiri.
Official Assessment
Sistem pemungutan pajak, dimana aparatur perpajakan menentukan jumlah pajak yang
terutang. Inisiatif dan kegiatan menghitung dan pemungutan pajak sepenuhnya ada pada
aparatur pajak. Sistem ini baik bila kualitas aparatur telah baik.

SEJARAH PERKEMBANGAN PAJAK

Bermula dengan ditetapkan Ordonansi Pajak Rumah Tangga tahun 1908, ordonansi
vervending 1923, ordonansi pajak jalan 1942 Ps. 14 huruf j, k dan UU darurat
No.11/1957 huruf 1 tentang Peraturan Umum Pajak daerah, IPEDA (Iuran pembangunan
Daerah)

Tahun 1980

Adanya Kebijakan politik Pemerintah dalam perpajakan setelah era kemerdekaan yaitu
pada tahun 1980, dengan pertimbangan :
1. Keseragaman penarikan potensi suatu daerah
2. Menghindari beragam objek pajak dan cukup satu pajak saja.
3. Ada kepastian hukum dibidang perpajakan
4. Ada kemudahan penarikan pajak
5. Demi untuk kepentingan anggaran negara dan pembiayaan pembangunan
Dengan adanya kebijakan tersebut, maka tidak ada lagi dualisme pengaturan Perpajakan.
Tetapi setelah Tahun 1982
terjadi ketidak konsistenan Pemerintah, maka terbukti mengeluarkan UU No. 12/1984 jo
UU no. 12/1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, UU No. 18/1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) dan masih banyak lagi pajak-pajak yang lain.

BAB VIII

STEM HUKUM AGRARIA (TANAH)


Sistem Hukum Agraria di Indonesia telah mempunyai Undang-undang-nya yang
merupakan landasan Hukum keagrariaan yaitu UU No. 5 /1960 tentang UUPA yang telah
di umumkan dalam lembaran negara (LN) No. 104 Tahun 1960. Oleh negara Repulik
Indonesia.

Ultrech berpendapat bahwa Hukum Agraria menguji hubungan hukum istimewa yang
diadakan akan memungkinkan para pejabat yang ditugaskan mengurus soal-soal agraria/
melakukan tugas mereka.

Sedangkan secara Hukum Pertanahan (1040-1959) melihat bahwa walaupun negara RI


sudah merdeka, tetapi masalah pertanahan masih dipegang oleh bangsa lain (belanda),
maka berdasarkan hal tersebut, maka motivasi pembuatan UUPA No. 5 tahun 1960
adalah :
(1) Politik Pertanahan RI
- Dilakukannya pengusiran Bangsa Asing (belanda) di Indonesia seperti di IRJA (Papua)
- Pemerintah Indonesia berkeinginan memiliki /menguasai Badan usaha milik Belanda
(asing).
- Banyaknya tanah terlantar yang ditinggalkan atau yang tidak jelas pemiliknya akibat
dahulu merupakan tanah kerajaan, dan kerajaan hapus, maka tanah tersebut tidak bertuan.
- Serta masih banyaknya para pejuang yang pada saat perjuanagan tidak memikirkan
kondisi perekonomiannya, tetapi setelah RI merdeka mereka tetap miskin.
(2) Operasional Pertanahan berdasarkan
- Kebijakan Pemerintah RI
- Tuntutan baik Dalam Negeri seperti H. Adat, kebutuhan Rakyat RI maupun Luar Negeri
seperti Hipotik UU No. 46/96 tentang kepemilikan tanah.
(3) Landasan Hukum Pertanahan Indonesia adalah. Pancasila, UUD 1945 (Pasal 33) ,
Teori, Azas, peraturan Lainnya seperti UU No. 5/60 tentang UUPA, UU No. 46/96
tentang Hopotik dan PP lainnya.
(4) Penyelesaian kasus/ sengketa. Dapat diselsaikan melalui PN (UU No.15/4/70 , UU
No. 35/97 ) PTUN (UU No.5/86 ) dan Ombusman (badan yang baru pada
sistempemerintahan Gusdur).

Dengan diterbitkannya Undang-undang pertanahan tersebut (UUPA), dimana UUPA


mempunyai sbb:
(a) Tujuan UUPA.
- Meletakkan dasar-dasar kesatuan dan kemerdekaan dalam sistem hukum pertanahan di
RI.
- Memeberi kepastian hukum tentang kepemilikan tanah di RI.
- Memberi dasar-dasar penyusunan Hukum Agraria di Indonesia.
(b) Azas UUPA. Terdiri dari :
(1) Azas Kebangsaan dan perlindungan.
- Pemerintah memberikan perlindungan hukum atas hak-hak tanah mereka (rakyat
Indonesia0 tercantum dalam (Pasal 9, 21 (1) dan Ps. 11 (2))
(2) Azas Legalitas. Yaitu Segalan tindakan dalam perbuatan pemerintah maupun warga
negara di bidang agraria harus berdasarkan hukum (Ps. 30 (2), Ps. 26 (2), Ps.46 (1), Ps 50
, 51)
(3) Azas Fungsi Sosial, semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial dari tanah (ps.6),
dimana apabila negara memerlukan tanah tersebut untuk kepentingan orang banyak
(umum) seperti ruang jalan atau lain sebagainya, maka pemerintah dapat mengambil
tanah tersebut dengan ada pergantian kerugian yang memadai (sesuai peraturan yang
ada).

Oleh karena itu dalam setiap peraturan-peraturan yang menyangkut pertanahan (agraria),
maka ketiga aspek ini harus termaktum di dalam peraturan tersebut.

Dalam sistem pertanahan (agraria) di Indonesia diatur beberapa hak yaitu seperti :
- Hak Milik (Pasal 20) yaitu pemilikan tanah oleh warga negara yang bersifat terkuat dan
terpenuhi dengan pengelolaan hak eigendom dengan fungsi sosial.
- Hak Guna Usaha (Ps. 28) yaitu Pemakian tanah bukan miliknya sendiri yang digunakan
dalam usaha pertanian, peternakan, dengan luas minimal 5 Hektar dan mempunyai batas
waktu dan dapat diperpanjang.
- Hak Guna Bangun (Pasal 35 ) yaitu Pemakaian tanah secara perorangan bebas
menetukan dan meletakkan bangunan di atas tanah dengan berstatus tanah milik.
- Hak Guna Pakai (Pasa. 41), yaitu Pemakaian tanah yang dilakukan oleh Warga negara
RI maupun Orang asing (WNA) dalam jangka waktu tertentu seperti Kedutaan, Join
venture dll.
- Hak Sewa (Pasal 16 jo. Psl 53) yaitu Pemakaian tanah kepada warga negara RI
manapun bukan warga negara Indonesia (WNA) yang ada hubungan dengan
perdagangan, hanya untuk hak sewa pertanian. Dalam hal ini negara tidak dapat
menyewakan tanah, karena negara bukan pemilik tanah.

Dalam pemilikan tanah, maka tanah negara menurut UUPA adalah :


- Tanah yang dikuasai oleh negara.
- Tanah yang dikuasai oleh negara ialah tanah yang sudah ada sesuatu hak di atasnya,
seperti Hak yang disebutkan sebelumnya.
Sedangkan Penguasaan negara (Pasal 4 UUPA) mengenai wewenang negara yaitu :
- Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan tanah.
- Menetukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum atara orang dengan tanah
- Menentukan dan mengatur hubungan hukum atanar orang-orang, perbuatan hukum
yang mengenai tanah.
BAB IX
SISTEM PENANAMAN MODAL

a. Politik Hukum Penanaman Modal.


Dalam hal ini Pemerintah melihat latar belakang sejarah perdagangan di Indonesia, maka
Indonesia melakukan terobosan agar sistem penanaman modal berjalan dengan baik.
b. Budaya Penanaman Modal (PM)
Budaya penanaman modal ini berangkat dari sejarahperdagangan bahwa pada tahun 1025
dan 1275 Portugis dan VOC mencari rempah-rempah dan berhasil menemukan daerah
penghasil rempah tersebut seperti di Tidore, malaka dll.
c. Operasional Penanaman Modal
Sejarah perdagangan di Indonesia
1816 Perdagangan rempah yang berakibat dengan Penjajahan fisik dan perbudakan .
1814 Pengaturan Belanda (BW)
1971- 1972 terjadi Relokasi usaha AS dan Eropah dinegar-negara berkembang yang
menghasilkan penjajahan bentuk baru yaitu penjajahan ekonomi.

Dalam Sistem penanaman modal di Indonesia di bagi dalam 2 bentuk yaitu Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal asing (PMA), dimana peraturan-
peraturan yang n\menjadi Landasan Hukumnya berbeda seperti tersebut di bawah ini :

Dasar Hukum Penanaman Modal Asing (PMA)


- UU No. 1/1967 kemudian diperbaiki dengan UU No. 11/1970 tentang PMA
- UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal (UUPM) pengganti UU No. 15/1952 tentang
Penetapan UU Darurat Bursa.
- PP No. 50/93 tentang Pemilikan Saham dalam rangka PMA dalam perusahaan Publik
- PP No. 20/1994 tentang Pemilikan Saham dalam Rangka PMA.

Pengertian PMA menurut Pasal 2 UU No. 1/1967 Jo. UU No.11/1970


(1) Sebagai alat pembayaran Luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan
devisa Indonesia dengan persetujuan pemerintah di gunakan untuk pembiayaan
perusahaan negara indonesia.
(2) Sebagai alat-alat perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing
dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia,
sepanjang alat-alat tersebut tidak dibiayai dari kekayaan bangsa Indonesia.
(3) Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan undang-undang diperkenankan di
transper tetapi digunakan pembiayaan perusahaan Indonesia.
UU No. 11/1970 tidak hanya berbentuk Valuta asing, tetapi meliputi pula alat-alat
perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia,
penemuan milik keuntungannya yang boleh ditransper ke luar negeri tetapi dipergunakan
kembali di Indonesia.

Dasar Hukum Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN).


- UU No. 6/1968 tentang PMDN , kemudian dirubah dengan UU No. 12/1970 tentang
PMDN
Pengertian PMDN adalah menurut UU No. 12/1970 :
- Kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hal-hal kebendaan yang dimiliki baik negara,
swasta nasional maupun swasta asing (PMA) (Ps. 1)
- Modal dalam negeri sebagai sumber produktif dari masyarakat Indonesia yang dapat
dipergunakan bagi pembangunan ekonomi pada umumnya
- Alat-alat pembayaran luar negeri yang dimiliki oleh negara dan swasta nasional yang
disahkan / disediakan untuk menjalankan usahanya di Indonesia termasuk pula sebagai
modal dalam negeri.

Hak dan kewajiban Penanaman Modal adalah sbb:


§ Perusahaan pemilik modal dari perusahaan nasional mengabarkan pada presentasi
modalnya adalah milik negara/ swasta nasional, dan wajib lapor kepada instansi yang
berwenang, bila tidak dilaporkan dalam waktu 3 bulan, maka izin perusahaan tersebut
dicabut (Ps.3 (1)).
§ PMA/PMDN, wajib memenuhi ketentuan perdagangan yang telah ditentukan/ berlaku.
§ Pendaptaran Perusahaan merupakan bahan penting bagi berbagai aktivitas pemerintah
antara lain untuk penyusunan rencana pembangunan, sehingga perlu kesiapan aparatur
negara yang ditugaskan untuk itu.
§ Perusahaan diperkenankan mengadakan usaha gabungan dengan modal asing (Ps. 23)
§ Modal dalam negeri yang dimiliki orang asing yang berdomisili di luar Indonesia,
berlaku ketentuan /peraturan yang ada sebelum UU ini.
Hak perusahaan Penanaman modal yang dulunya berstatus perusahaan asing berdasarkan
peraturan-peraturan berlaku diantaranya yang pernah dilunasi pemerintah (perusahaan
yang diambil alih pemerintah), tetap dijamin hak-hak khusus berdasarkan peraturan-
peraturan dan ketentuan yang berlaku bagi mereka..
Akibat negatif dari Pasar Modal adalah bisa berakibat pada nilai tukar rupiah dengan
mata uang asing, sehingga nilai tukar kita kemungkinan besar merosot bila dibandingkan
dengan Dolar ($) AS (kondisi negara yang terlihat tidak tertib, tentram dll), maka
Pengusaha Amerika bisa membeli saham di perusahaan yang ada di Indonesia, seperti
Perusahaan Astra yang sudah dimiliki saham terbesarnya oleh (Soros) Pengusaha dari
Amerika, sehingga keuntungan Astra yang Trilyunan otomatis akan lari keluar negeri dan
mrekalah yang menikmati keuntungan terbesar dari pada negara kita karena saham
terbesar dipegang oleh mereka dan dengan seenaknya mungkin ia akan mengganti para
Komisaris, Direksi yang tidak berkenan bagi diri Soros (Contoh kecil dampak negatif
dari sistem Pasar Modal di era Globalisasi ini)
Penanaman Modal (UU No.11, 12/ 1970 tentang PMA, PMDN). DalamPenanam Modal,
otomatis memrlukan Modal sebagai alat untuk berusaha, tetapi dalam hal ini kadangkala
kita mengalami kesulitan untuk mendapatkan atau bagaimana mencari informasi tersebut.
Oleh karena itu dalam penanaman modal perlu wadah yang mempermudah investor
bertransaksi yaitu suatu PASAR MODAL

Pengertian Pasar modal menurut Pasal 1 butir 13 UU No. 8/1995 adalah:


Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek
perusahaanpublik, yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga profesi
yang berkaitan dengan efek”
Sedangkan menurut Keputusan Menteri keuangan Republik Indonesia Nomor
1548/KMK/90. Pengertian pasar modal adalah :
Suatu pasar (tempat) pertemuan antara penawaran dan permintaan Surat Berharga (SB)
dengan memakai Jasa para Pedagang Efek.

Transaksi

Membeli Menjual
Tujuan dari Pendirian Pasar Modal adalah :
§ Menciptakan Fasilitas bagi keperluan industri dan keseluruhan perusahaan dalam
memenuhi permintaan dan penawaran modal.
Peranan Pasar Modal itu sendiri adalah :
§ Memberi Informasi secara lengkap tentang Surat berharga (SB).
§ Kemudahan untuk menentukan harga saham.
§ Memberi kesempatan kepada investor untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
§ Memberi kesempatan investor menjual kembali surat berharga yang dimilikinya.
§ Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam
pembangunan industri.

Sejarah Pasar Modal di Indonesia


Sejarah Pasar Modal di Indonesia terdiri dari 5 (lima ) Periode yaitu :
(I) Periode Penjajahan Belanda (1912),
Indonesia (Hindia Belanda) dalam cengkraman penjajah Belanda, dan Penguasa Belanda
pada saat itu mendirikan Bursa Efek (Vereniging Voor de Effect en handel)
§ Sebagai usaha penarikan modal untuk mendirikan perusahaan perkebunan di Hindia
Belanda.
§ Berkiblat pada Pasar Modal di Belanda
§ Efek yang diperdagangkan Saham dan Obligasi.
§ Tahun 1925 dibuka Bursa Efek Jakarta (11-01-1925)
§ Pada tahun yang sama di buka Bursa Efek di Semarang (01-08-1925)
§ Kegiatan Bursa Efek (Pasar Modal) terhenti karena terjadi perang dunia II.
(II) Periode Awal Kemerdekaan Indonesia
§ Tahun 1950 Pemerintah RI menerbitkan Obligasi Pemerintah
§ RI mengeluarkan UU Darurat No. 13 /1951 tentang Bursa dan disempurnakan dengan
UU No. 15/1952 “ BURSA”
§ Tahun 1966 Perdagangan Bursa mengalami kelesuan dan mati sendiri
(III) Periode Orde Baru
§ Pemerintah RI Pada Tahun 1976 mengeluarkan KEPPRES No. 52/1976
§ Tahun 1977 Presiden Soeharto memberi keringanan untuk Pasar Modal sbb:
§ Fasilitas perpajakan
§ Paket Keringanan Fiskal
§ Bebas Bea Materai
§ Bebas Pajak Perseroan
§ Dll.
§ Tahun 1983 Fasilitas Perpajakan dan Paket Keringanan Fiskal dihapuskan dengan
adanya UU perpajakan
§ Tahun 1984 dengan hilangnya Fasilitas perpajakan, maka perdagangan di bursa
menurun dan berakhir dengan MATI SURI
(IV) Periode Konsolidasi (1984-1988)
§ Paket 6 Mei 1986 pemberian status sama PMDN/PMA yang 51 % sahamnya dapat
dijual di Pasar Modal dapat dimiliki swasta nasional.
(V) Periode Perkembangan dan Pertumbuhan
§ Tahun 1989 merupakan tahun yang sangat menakjubkan, karena pada tahun tersebut
kondisi Pasar Modal mengalami “BOOMING”

PELAKU PASAR MODAL

Bila kita ingin mengetahui apa itu Pasar Modal, maka sudah sepatutnya kita juga harus
tahu institusi yang terlibat dalam Pasar Modal tersebut. Adapun hal tersebut adalah sbb:

1. Emiten adalah perusahaan emisi yang melakukan penawaran umum, dimana syarat
suatu perusahaan untuk dapat dijual sahamnya di pasar modal harus telah memenuhi
persyaratan UU No. 8 / 1995 sbb:
§ Berbadan Hukum (BH)
§ Berkedudukan di Indonesia
§ Modal dasar Rp. 100.000.000,- Modal disetor Rp. 25.000.000.
§ Laba bersih 10 % selama 2 tahun dari modal sendiri
§ Laporan keuangan diperiksa oleh Akuntan Publik dengan predikat WTS (Wajar Tanpa
Syarat)
§ Mendaftarkan Perusahaannya ke BAPEPAM
§ Membuat Profektus dengan benar dan jelas (jujur)
2. Investor adalah orang yang bertujuan untuk :
§ Memperoleh Deviden
§ Berdagang
§ Pemilikan Saham
§ Spekulasi (sekuritas Bursa)
§ Orang / Badan yang berkeinginan menanam modal di suatu perusahaan yang
melakukan Go Publik
3. Lembaga Penunjang seperti :
§ Penjamin Emisi (underwriter) Lembaga/perusahaan yang mengambil resiko untuk
menjual sekuritas dengan mendapat imbalan.
§ Penanggung /Guarantor adalah penengah antara yang memberikan kepercayaan dan
yang membutuhkannya mirip seperti Bank garansi, dimana berfungsi menjamin
pembayaran tepat waktu atas bunga, pengembalian pinjaman pokok
§ Wali Amanat (trusteq) adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang
bersifat hutang
§ Perantara Perdagangan Efek/Pialang/Broker adalah orang yang melakukan transaksi
jual beli di lantai Bursa atas nama pemodal. Perusahaan yang bergerak di bidang ini harus
dengan syarat Berbadan Hukum, Mempunyai tenaga Ahli dibidang tersebut, Modal
disetor Rp. 25 Juta serta Izin Menteri keuangan. Dengan Wewenang Membeli/menjual
diluar harga yang ditentukan asal lebih menguntungkan dan mendapat keuntungan 1%
dari nilai transaksi
§ Lembaga Kliring dan penjaminan yaitu pihak yang menyelenggarakan jasa kliring dan
penjaminan penyelesaian transaksi bursa.
§ Akuntan Publik, terdaftar di BAPEPAM yang mempunyai fungsi mengaudit keuangan
perusahaan yang akan go publik, dimana akuntan publik tersebut akan menyatakan
pendapat : Wajar Tanpa Syarat (Unqualified opinion), Wajar tetapi tidak sesuai dengan
akuntansi Indonesia (Qualified opinion),Pendapat tidak setuju (Adverse), Menolak
memberikan pendapat (Dicliner of Opinion)
§
§ Konsultan Hukum
§ Notaris untuk mencatat kejadian di bursa saham.
BAB X
ERLINDUNGAN ONSUMEN (UU No. 8 Tahun 1999).
Landasan Hukum
YURIDIS
- Pancasila
- UUD 1945
- GBHN
- UU No. 8/99, PP, Kepmen, DLL
NORMATIF
- Teori
- Azas
- Manfaat
- Keadilan
- Keseimbangan
- Keamanan
- Keselamatan Konsumen
- Kepastian Hukum

Operasional Perlindungan Konsumen


- Tuntutan dari Dalam Negeri dan kebutuhan seperti : Pelaksanaan
- Transportasi (Udara, Darat, Laut)
- Garmen (Tektil, Sepatu dll)
- Elektronik, Alat Rumah tangga
- Medis
- Makanan
- Minuman
- Perumahan
- Perbankan
- Pengawasan
- Pemerintah (BPSKN) Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Indonesia
- Swasta (YLKI) Yayasan lembaga Konsumen Indonesia
Penyelesaian Kasus
- Damai
- Musyawarah
- Mediasi
- Konsiliasi
- Lembaga
- Badan penyelesaian PK
- Arbitrase
- Perad. Umum
- Perad. Niaga, PTUN.

erlindungan Konsumen :
adalah segala usaha yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
Konsumen adalah :
Setiap orang yang memakai barang dan /atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain maupun mahluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.

Pelaku Usaha :
Setiap orang atau Badan Usaha, baik yang berbentuk Badan Hukum maupun bukan
Badan Hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum Negara RI, baik berdiri sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Barang
Setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak
bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan. Dapat untuk diperdagangkan,
dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh konsumen
Jasa
Setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat
untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Promosi
Kegiatan pengenalan/ penyebaran informasi suatu barang dan atau jasa untuk menarik
minat beli konsumen terhadap barang dan atau jasa yang akan atau sedang
diperdagangkan.

Azas Perlindungan konsumen


Manfaat, keadilan, keseimbangan, keamananan, keselamatan konsumen, kepastian
hukum.
Tujuan Perlindungan Konsumen
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi
diri.
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
dampak negatif pemakaian barang dan atau jasa.
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dan pemilihan untuk menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
- Menciptakan sistem perlidungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum
dan keterbukaan serta akses mendapatkan informasi.
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen,
sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
- Meningkatkan kualitas barang, jasa serta menjamin kelangsungan usaha barang,
keyamanan, keamanana dan keselamatan konsumen

Hak Konsumen

- Hak atas keyamanan, keamanan, keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa.
- Hak untuk memilih barang atau jasa serta mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan.
- Hak untuk informasi yang benar, jelas, jujur mengenai kondisi barang atau jasa.
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang yang digunakannnya.
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
- Hak untuk mendapatkan konpensasi, ganti rugi, penggantian apabila barang atau jasa
tidak sesuai perjanjian atau kesepakatan.

Kewajiban Konsumen

- Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
- Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
- Membayar sesuai dengan nilai yang disepakati.
- Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
(benar).

Ancaman Hukum Bagi Pelanggar UU No. 8/1999


- Perdata (UUPK Pasal 19 ayat 2)
- Pengembalian Uang, atau
- Penggantian Jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
- Perawatan kesehatan
- Pemberian Santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
- Hanya ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000 (juta)
- Bukan (tidak ada pasal) yang mengatur mencabut izin usaha.

- Pidana
- Penjara paling lama 5 tahun
- Pidana dengan denda paling banyak Rp. 500.000.000 (juta).

- Beban Pembuktian sesuai Pasal 19 UUPK merupakan Beban Pelaku Usaha untuk
membuktikan benar atau tidak

- Para Pihak yang dapat mengajukan gugatan ganti rugi adalah :


- Seorang konsumen yang mengalami kerugian atau yang meninggal dunia, maka ahli
warisnya .
- Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.
- LSM / YLKI yang mempunyai tujuan perlindungan konsumen yang tercantum dalam
AD/ART LSM tersebut.
- Pemerintah/instansi terkait apabila kerugian materi yang besar atau ada korban yang
tidak sedikit.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSKN )


BPSKN berkedudukan di ibukota negara RI.
- Bertanggung jawab langsung ke Presiden.
- Anggota BPSKN terdiri dari Pemerintah, akademisi, Pelaku Usaha, Lembaga PK
Swadaya Masyarakat (YLKI) dan Tenaga Ahli.
- Fungsi BPSKN memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah.
- Penyelesaian melalui BPSKN tidak menghilangkan tanggungjawab Pidana Pelaku
Usaha (Pasal 49 UUPK)
- Masa Kerja BPSKN 21 hari untuk mengeluarkan putusan setelah pengajuan gugatan
ganti rugi diterima.
- Mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi.
- Tindakan tertentu dari Pelaku Usaha untuk menjamin tidak akan terulang kembali

Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen dapat diselesaikan melalui :


- Musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi
- Peradilan UMUM, PTUN, Peradilan Niaga.

Esensi UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

§ Pasal 65 UUPK tersebut mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan yaitu
baru berlaku efektif tanggal 20-4-2000.
§ UU yang mengatur tentang Perlindungan Konsumen
§ Lebih banyak mengatur tentang prilaku Pelaku Usaha.
§ Sejarah manusia dalam kerugian yang dialami konsumen barang/ jasa acapkali
merupakan akibat dari prilaku Pelaku Usaha.

STRUKTUR MATERI UU No. 8/ 1999

§ Pertanggung jawaban kontrak (contractual Liability) yaitu tentang tanggungjawab


perdata atas dasar perjanjian/kontrak dari pelaku usaha baik barang/jasa. Pasal 18 UUPK
juga memberlakukan hukum perjanjian sebagaimana termuat dalam Buku III Kuhperdata.
§ Pertanggungjawaban produk (product liability) yaitu bahwa antara konsumen dengan
pelaku usaha tidak ada perjanjian langsung/hubungan perjanjian (no privity of contrac),
maka tanggungjawab pelaku usaha didasarkan pada Produk Liability bahwa setiap
barang/jasa akan aman dipergunakan konsumen (ada jaminan bahwa barang/jasa tidak
akan menimbulkan kerugian bagi pemakai/konsumen).

§ Pertanggungjawaban Profesional (Frofesional Liability). Dalam hal ini antara Pelaku


Usaha dengan konsumen ada perjanjian langsung (Privity of contrac), maka bila terjadi
maka mempergunakan pertanggungjawaban perdata secara langsung (Strict liability)
§ Pertanggungjawaban Pidana (Criminal Liabiliy) yaitu Hubungan Pelaku Usaha dengan
negara dalam memelihara keselamatan dan keamanan masyarakat umum (konsumen) ,
maka tanggungjawab Pelaku Usaha didasarkan pada Criminal Liability.
BAB XI

Penegakan Hukum dalam Aspek Hukum Bisnis Internasional, dapatberbentukyang


sederhana (s1) dan Modern (S-2 dan S3) hal ini dalam mencapai Law Invorcement.
Bentruk Kontrak/Perjanjian ada 2 macam yaitu Sederhana dan Modern.

Dalam Sistem Kontrak Modern/Internasiona isi dari kontrak/perjanjian bisnis


internasional mengandung 26 butir yang harus ada di dalam kontrak tersebut, yaitu sbb:

1. Pembentukan AD/ART.
2. Nama Perusahaan
3. Operasional dan objek perusahaan
4. Modal dasar/awal perusahaan
5. Posisi modal keseluruhan
6. Cara Transper
7. Posisi pimpinan Direktur
8. Eksistensi pemegang saham
9. Direksi penentu dalam setiap keputusan.
10. Keuntungan dan peran acounting
11. Bonafide para deviden
12. Cara-cara pertolongan kontrak
13. Siapa penguasa perusahaan
14. Siapa penjamin perusahan
15. Klausula – klausula dalamkotrak/perjanjian
16. Tingkat kepercayaan
17. Kemampuan menghadai goncangan/transisi
18. Penyelesaian perselisihan (arbitrase dagang)
19. Pemutus secara sepihak dalam kontrak
20. Penetapanpenyerahan barang
21. Analogi hukum (pengertian Hukum secara Universal)
22. Perubahan kontrak atas dasar kegentingan
23. Pembayaran Dolar AS (US $)
24. Peringatan/ pemberitahuan jatuh tempo kredit.
25. Tempat penyerahan kredit atas permintaan pimpinan penentu keputusan perusahaan.
26. Keseriusan/ ketaatan kesepakatan/ perjanjian/ persetujuan secara sah/legitimit.

Format Transaksi Bisnis Internasional yang dipergunakan di Indonesia. Format


sederhana.
1. Nama Perusahaan (AD/ART, operasional ,pemegang saham , ini semua masih sesuai
dengan pola BW dan UU No./1995)
2. Legalitas
Nama pemilik/Pendiri
Umur Pemilik/Pendiri
Jenis Kelamin (Harus jelas, agar tidak saru)
Kewarganegaraan
Alamat Perusahaan tersebut berdomisili
3. Cara Transaksi (Hak dan kewajiban)
Jenis Barang
Jumlah Barang
Cara pembayaran
Jaminan
4. Penyerahan Kasus /perselisihan
Musyawarah / kekeluaragaan
Polisis / Jaksa
Pengadilan Negeri.
Lembaga Peradilan lainnya. (PTUN, Perad. Niaga)
BAB XII

Hukum Sederhana (S-1)


Menurut Prof. Soerjono Soekanto, SH.MA. adalah sbb:
1. Peraturan yang di buat harus baik/benar.
Memenuhi 5 aspek Hukum (Yuridis, Ekonomis, Politis, Sosiologi, dan Hostoris)
2. Kejujuran Aparat (Penegak Hukum)
Gaji Aparat harus menciptakan hidup sejahtera, sehingga terhindar dari godaan materi.
SDM, Aparat harus lebih baik dan terbina terus menerus
Profesional, dalam menangani segala permasalahan
Moral, yang baik akibat dari 3 komponen di atas tercukupi.
3. Kelengkapan Sarana
Kecanggihan Teknologi, agar setiap TP (tindak Pidana) dapat diidentivikasi sedini
mungkin.
Kelembagaan, yang jelas dan baik struktur organisasinya.
Dan dan Modal untuk menjalankan roda penegakan hukum harus ada dan cukup.
Prasaran pendukung lainnya, ketiga komponen di atas harus menjadi satu kesatuan yang
tidak terpisahkan
4. Ketaatan masyarakat atau komponen objeknya (jangan mencoba-coba untuk berkolusi
dll)

Penegakan Hukum Modern (S2 dan S3)


Menurut Prof. Lawrence M. Friedman, Ph.D dan Prof. Erman Rajagukguk,
SH.LLM.Ph.D
1. Subtansi
Undang-undang
Peraturan pendukung
Keputusan Pelengkap
2. Aparatur/ Struktur
Legislatif
Eksekutif
Yudikatif
3. Ketaatan dari Masyarakat
4. Peranan Hukum oleh Negara
5. Perhatian Penguasa terhadap Hukum.

Bila Penegak Hukum tidak terwujud/ berjalan dengan baik, Maka Menurut Prof. Dr.
Wirjono Prodjodikoro, SH dan Prof. Daniel S.Lev, Phil, maka yang dilakukan adalah
sbb:
1. Penguasa wajib ganti kerugian
2. Terjadi kekotoran dalam tubuh manusia, masyarakat
3. Terjadi kegoncangan stabilitas suatu negara
4. Terjadinya keganjilan neraca ekonomi negara termasuk sektor usaha lainnya.

Peraturan yang tidak memenuhi 5 aspek hukum di atas, maka akan menghadapi sbb:
1. Direvisi/disempurnakan
2. Di tunda berlakunya
3. Di batalkan
4. Tidak perlu ditaati bila tetap diberlakukan.
BAB XIII

Dengan terjadinya Repormasi yang digerakkan oleh para mahasiswa, maka jatuhlah
Pemerintahan Orde Baru menjadi Pemerintahan era Reformasi, dimana pada era tersebut
mendendangkan lagu Otonomi Daerah hampir sama dengan Orde Baru ( UU No. 5/1974
tentang Pemerintahan daerah dan UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa)
Landasan Hukum Pemda adalah
Yuridis Normatif yaitu
§ Pancasila (Pasal 3, 5 )
§ Konstitus (UUD 1945 Pasal 18)
§ TAP MPR/GBHN
§ Peraturan perundang-undangan
§ UU No. 5/1974 tentang Pemerintahan Daerah
§ UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa
§ Kedua UU tersebut direvisi dengan :
§ UU No. 22/1999 tentang PemDa (Otoda)
§ UU No. 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah
§ Yurisprudensi (Keputusan yang dilakukan oleh Hakim)
§ Keppres
§ Kepmen
§ Perda
§ SK.Gubernur
Yuridis Empirif
§ Teori
§ Azas Integralistik (Pemerintahan yang jujuhr),
§ Doktrin Trias Politika (Pemisahan kekuasaan)
Operarional
Sistem Kenegaraan Otoriter (Militer)
Monarchi (Jepang, Inggris)
Agama (Roma)
Sosialis (China, Kuba)
Demokrasi

Pemilu Proposional (Profinsi/ Tk.I)


Tidak Langsung
Distrik (Kabupaten/ Tk.II)
Langsung
Lebih Bagus 2 Partai seperti AS,Inggris,belanda, Canada, Eropah
Distrik Partai Banyak India

Sistem Pemerintahan Kerajaan


Presidentil
Parlemen
Penyelesaian Kasus Politik
Hukum

Beberapa Pemikiran Otonomi daerah dari Para Pendiri Negara RI.

Prof, Dr. Hazairin


Adanya pembagian wilayah negara dalam tiga tingkatan sebenarnya sudah terlampau
banyak dan memerlukan biaya banyak, yang seharusnya pemberian wilayah hanya pada
KABUPATEN DAN DESA.

Prof. Dr. Moh. Hatta (1946)

Untuk mendekati Demokrasi yang bertanggung jawab kepada rakyat, maka Pemerintahan
daerah bergerak di KABUPATEN.
Mr. Wongsoneoro (1948 Surabaya)
Menyetujui adanya satu macam pemerintahan daerah saja yaitu KABUPATEN yang
langsung di bawah pengawasan pusat.
Mr. Nasroen
Pembentukan daerah aturan yang dapat dikenal yaitu Kabupaten dan Desa karena
mempunyai kelebihan sbb:
1. Pemerintah lebih sanggup dan nyata memperhatikan kepentingan rakyat dan rakyat
lebih jelas merasakan adanya pemanfaatan pemerintahan.
2. Lebih sanggup nyata mengetahui, menyediakan dan kesiapan mengurus rumah
tangganya sendiri

Tingkat I Sentralistik
Gubernur Propsional
Kanwil
Menteri

Tk.II Otonomi Distrik

Kabupaten Bupati
Camat
Desa Kapung
Desa
Kodya Walikodya
Camat
Kelurahan RW.
RT
Kotif Walikotif
Camat
Desa Kampung
Dusun
BAB XIV

UU No. 14/1970 tentang Undang-Undang Pokok kehakiman dan direvisi dengan UU No.
38/1999 tentang hal yang sama. Dalam UU tersebut menyebutkan bahwa pada prinsipnya
TIDAK BOLEH setiap perkara/masalah diselesaikan di luar lembaga pengadilan resmi
(PN,PT,MA)
Pasal 3 (2) UU No. 14/1970 :
Hanya Badan peradilan Negara yang berwenang menetapkan dan menegakkan hukum
dan peradilan di Negara Indodnesia”
Tetapi penjelasan Pasal 3 UU No. 14/1970 memberikan kemungkinan dilakukan di luar
pengadilan seperti :
“ …Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit
(arbitrase0 tetap diperbolehkan”.

Maka melihat isi dari penjelasan Pasal 3 tersebut, maka merupakan jalan keluar hukum
untuk melakukan perjanjian arbitrase, tetapi dengan syarat :
Ada Kata Sepakat (Mutual Consent) /Kesepakatan Bersama (1320 KUHperdata).
Bersifat tertulis bila perjanjian Arbitrase bersifat lisan, maka dianggap tidak pernah ada
(never existed) Pasal 618 Rv.

Landasan Hukum Arbitrase adalah Pasal 377 HIR atau 705 RBG yang berbunyi :

“Jika orang Indonesia dan orang timur asing menghendaki perselisihan mereka
diputuskan oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan perkara
yang berlaku bagi bangsa eropah”

Perjanjian Arbitrase bersifat asesor (tambahan)

Perjanjian arbitrase bukan perjanjian “Bersyarat” (Voorwaardelijke Verbentenis). Dan


tidak termasuk pada pengertian Pasal 1253 (KUHPerdata/BW) “

“ Suatu perikatan adalah bersarat manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang
masih akan datang, dan yang belum tentu akan terjadi. Baik secara menangguhkan
perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan
perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa itu.”

Facus Arbitrase semata-mata ditujukan kepada Masalah Penyelesaian perselisihan yang


timbul dari perjanjian dan tidak digantungkan pada suatu kejadian tertentu dimasa yang
akan datang.
Para Pihak yang terikat dengan perikatan tersebut sepakat bahwa dalam menyelesaikan
sengketa yang timbul tidak diajukan kepada Badan-badan peradilan yang resmi, tetapi
melalui badan kuasa swasta yang bersifat netral yang lazim disebut wasit (Arbitrase)
Jadi Jelas bahwa arbitrase terletak pada PENYELESAIAN SENGKETA, bukan pada
pelaksanaan perjanjiannya.

Perjanjian arbitrase adalah merupakan tambahan yang diletakkan pada perjanjian pokok.
Cacat/batalnya perjanjian arbitrase tidak berakibat batal/cacatnya perjanjian pokok
tersebut.

Klausula Arbitrase pada prinsipnya tidak boleh melampau isi perjanjian Pokok. Dalam
hal ini haraus mengenai masalah penyelesaian perselisihan yang relevan dengan pokok
perjanjian.
(Bila perjanjian Pokoknya adalah mengatur tentang textil, maka perjanjian arbitrase
hanya mengatur tentang textil tidak lain.

Bentuk-bentuk Klausula Arbitrase

1. Secara Umum (Tidak terinci)


- Pasal 615 ayat 3 Rv,
- 618 (2) Rv,
- Pasal II Ayat 1 Konvensi New York 1958 “ Segala perselisihan yang timbul antara para
pihak, sepakat diselesaikan dan diputuskan oleh arbitrase”
2. Secara Terinci
Agar menghindari berbagai hambatan-hambatan dalam penerapan perjanjian arbitrase
sebaiknya klausula memuat syarat-syarat yang dirumuskan secara terinci dalam bentuk :
- Terinci secara menyeluruh
- Terinci mengenai pokok-pokok saja.
- Dengan terinci akan lebih menguntungkan, karena dua belah pihak lebih mudah
memantau atau menentukan apakah suatu keadaan salah satu pihak termasuk atau tidak
kedalam kerangka perjanjian arbitrase

3. Klausula Binding Opinion (Saran/pendapat)


Landasan Hukum Pasal 1 ayat 3 AD Bani
Kedua belah pihak setuju dengan lembaga arbitrase, tetapi bukan untuk meminta
pemeriksaan dan memutuskan perselisihan, tetapi hanya meminta
‘NASEHAT/PENDAPAT”
Klausula ini biasanya dimasukkan dalam perjanjian arbitrase untuk hal-hal yang bersifat
penafsiran-penafsiran yang berkembang ATAU TIMBULNYA KEADAAN –
KEADAAN BARU DILUAR DUGAAN PARA PIHAK.

1. Az. Nasution, SH. Konsumen dan Hukum, Penerbit Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,
1995.
2. C.S.T. Kansil, Drs, SH. Hukum Perusahaan Indonesia, Penerbit PT. Pradnya Paramita,
Jakarta, 1994.
3. Muhamad Djumhana, Drs, SH. Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1996.
4. Munir Fuady, SH.MH.LLM, Hukum Bisnis, Penerbit Alumni, Bandung, 1986
5. Sudargo Gautama, Prof. Mr. Dr. Arbitrase Dagang Internasional, Penerbit Alumni,
Bandung, 1986
6. __________________, Perdagangan, perjanjian Hukum Perdata Internasional dan Hak
Milik Intelektual, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
7. Yose Rizal Sidi Marajo, Aneka Konsep Surat perjanjian dan Kontrak, Penerbit Pustaka
Setia , Jakarta 1996.
8. Undang-undang Perseroan terbatas, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1998
9. R. Subekti, Prof. SH, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW),
Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta 1958
10. Rozali Abdullah, SH, Pancasila sebagai dasar negara dan Pandangan Hidup bangsa,
Penerbit PT. Raja Grafika Persada, Jakarta, 1993
11. M. Yahya Harahap, SH. Arbitrase, Penerbit Pustaka Kartini, Jakarta, 1991

Anda mungkin juga menyukai