“MULTI TRAUMA”
DISUSUN OLEH :
SRI NURMAYATRI
(B300220002)
(B200218016)
FATIMAH USMAN
(B200218003)
PRODI KEPERAWATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
karuniaNya. sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT I. Pada makalah ini saya akan membahas tentang “MULTI
TRAUMA”
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari berbagai sumber yang berkaitan dengan fraktur. Tak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah KMB III atas bimbingan dan arahan
dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis. Memang
makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I...........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................6
TINJAUN TEORI......................................................................................................................6
A. Definisi.............................................................................................................................6
B. Etiologi.............................................................................................................................6
C. Patofisilogi.......................................................................................................................6
D. Manifestasi klinis.............................................................................................................7
E. Klasifikasi........................................................................................................................7
F. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................................................8
G. Pemeriksaan Radiologi...................................................................................................11
H. Pemeriksaan Laboratorium.............................................................................................11
I. Penilaian Pasien Trauma................................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................32
ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................................32
A. Pengkajian.........................................................................................................................32
B. Diagnosa............................................................................................................................34
C. Rencana Asuhan Keperawatan..........................................................................................35
BAB III......................................................................................................................................43
PENUTUP..................................................................................................................................43
2.1 KESIMPULAN................................................................................................................43
2.2 SARAN............................................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................44
BAB I
PENDAHULUAN
Selain itu faktor yang tidak boleh ditinggalkan yaitu penanganan dan
pengangkutan korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat untuk diberikan perawatan
lebih lanjut. Sehingga pelayanan ambulance yang baik juga akan berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup korban kecelakaan lalu lintas.
B : Breathing (Pernapasan)
Munculnya masalah pernapasan pada pasien trauma sering terjadi kegagalan
pertukaran udara, perfusi, atau sebagai akibat dari kondisi serius pada status
neurologis pasien. Untuk menilai pernapasan, perhatikan proses respirasi spontan
dan catat kecepatan, kedalaman, serta usaha melakukannya. Periksa dada untuk
mengetahui penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan naik turunnya dinding
dada secara simetris saat respirasi.
Selain itu, periksa juga toraks. Pada kasus cedera tertentu misalnya luka
terbuka, flail chest dapat dilihat dengan mudah. Lakukan auskultasi suara
pernapasan bila didapatkan adanya kondisi serius dari pasien. Selalu diasumsikan
bahwa pasien yang tidak tenang atau tidak dapat bekerja sama berada dalam kondisi
hipoksia sampai terbukti sebaliknya.
Intervensi selama proses perawatan meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Oksigen tambahan untuk semua pasien. Bagi pasien dengan volume tidal
yang cukup, gunakan non-rebreather mask dengan reservoir 10-12 l/menit.
2. Persiapkan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan. Gunakan bag-
valve-mask untuk mendorong tekanan positif oksigen pada pasien saat kondisi
respirasi tidak efektif. Pertahankan jalan napas efektif dengan intubasi trakea jika
diperlukan dan siapkan ventilator mekanis.
3. Pertahankan posisi pipa trakea. Begitu pasien terintubasi, pastikan posisi
pipa benar; verifikasi ulang bila dibutuhkan. Perhatikan gerakan simetris naik
turunnya dinding dada, auskultasi daerah perut kemudian paru-paru dan perhatikan
saturasi oksigen melalui pulseoximeter.
4. Bila didapatkan trauma toraks, maka perlu tindakan yang serius. Tutup
luka dada selama proses pengisapan, turunkan tekanan pneumotoraks, stabilisasi
bagian-bagian yang flail, dan masukkan pipa dada.
5. Perlu dilakukan penilaian ulang status pernapasan pasien yang meliputi
pengukuran saturasi oksigen dan udara dalam darah (arterial blood gase).
C : Circulation (Sirkulasi)
Penilaian primer mengenai status sirkulasi pasien trauma mencakup evaluasi
adanya pendarahan, denyut nadi, dan perfusi.
1. Pendarahan
Lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang masif dan tekan langsung
daerah tersebut. Jika memungkinkan, naikkan daerah yang mengalami pendarahan
sampai di atas ketinggian jantung. Kehilangan darah dalam jumlah besar dapat
terjadi di dalam tubuh.
2. Denyut nadi
Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada tidaknya nadi, kualitas, laju, dan
ritme. Denyut nadi mungkin tidak dapat dilihat secara langsung sesudah trauma,
hipotermia, hipovolemia, dan vasokonstriksi pembuluh darah yang disebabkan
respons sistem saraf simpatik yang sangat intens. Raba denyut nadi karotid, radialis,
dan femolar. Sirkulasi dievaluasi melalui auskultasi apikal. Cari suara degupan
jantung yang menandakan adanya penyumbatan perikardial. Mulai dari tindakan
pertolongan dasar sampai dengan lanjut untuk pasien yang tidak teraba denyut
nadinya. Pasien yang mengalami trauma cardiopulmonary memiliki prognosis yang
jelek, terutama setelah terjadi trauma tumpul. Pada populasi pasien trauma, selalu
pertimbangkan tekanan pneumotoraks dan adanya sumbatan pada jantung sebagai
penyebab hilangnya denyut nadi. Kondisi ini dapat kembali normal apabila
dilakukan needle thoracentesis dan pericardiocentesis.
3. Perfusi kulit
Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit basah, pucat,
sianosis, atau bintik-bintik mungkin menandakan keadaan syok hipovolemik. Cek
warna, suhu kulit, adanya keringat, dan capillary refill. Waktu capillary refill
adalah ukuran perfusi yang cocok pada anak-anak, tapi kegunaanya berkurang
seiring dengan usia pasien dan menurunnya kondisi kesehatan. Namun demikian,
semua tanda-tanda syok tersebut belum tentu akurat dan tergantung pada
pengkajian. Selain kulit, tanda-tanda hipoperfusi juga tampak pada orang lain,
misalnya oliguria, perubahan tingkat kesadaran, takikardi, dan disritmia. Selain itu,
perlu diperhatikan juga adanya penggelembungan atau pengempisan pembuluh
darah di leher yang tidak normal. Mengembalikan volume sirkulasi darah
merupakan tindakan yang penting untuk dilakukan dengan segera. Pasang IV line
dua jalur dan infus dengan cairan hangat. Gunakan blood set dan bukan infuse set
karena blood set mempunyai diameter yang lebih lebar dari infuse set sehingga
memungkinkan tetesannya lebih cepat dan apabila ingin memberikan transfusi
darah, maka bisa langsung digunakan tanpa harus diganti.
Berikan 1-2 l cairan isotonic crystalloid solution (0,9% normal saline atau
Ringer’s lactate). Pada anak-anak, pemberiannya berdasarkan berat badan yaitu 20
ml/kgBB. Dalam pemberian cairan perlu diperhatikan respons pasien dan setiap 1
ml darah yang hilang dibutuhkan 3 ml cairan crystalloids.
Muka (Face)
Periksa dan perhatikan apakah terdapat luka paada wajah pasien dan kondisi
wajah yang tidak simetris. Perhatikan adanya cairan yang keluar dari telinga, mata,
hidung, dan mulut. Cairan jernih yang berasal dari hidung dan telinga diasumsikan
sebagai cairan serebrospinal sampai diketahui sebaliknya. Evaluasi kembali pupil
yang meliputi kesimetrisan, respons cahaya, dan akomodasi mata, serta periksa juga
fungsi ketajaman penglihatan. Minta pasien untuk membuka dan menutup mulut
untuk mengetahui adanya malocclusion, laserasi, gigi hilang atau goyah, dan/atau
benda asing.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai
berikut :
1. Scan noncontrast computerized axial tomographic.
2. Panoramic radiographic views of the jaw.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan perawatan luka.
Leher (Neck)
Periksa kondisi leher pasien dan pastikan pada saat melakukan pengkajian
posisi leher tidak bergerak. Lakukan palpasi dan inspeksi terhadap adanya luka,
jejas, ekimosis, distensi pembuluh darah leher, udara di bawah kulit, dan deviasi
trakea. Arteri karotid juga dapat diauskultasi untuk mencari suara abnormal.
Lakukan palpasi untuk mengetahui perubahan bentuk, kerusakan, lebam, jejas di
tulang belakang. Trauma penetratif pada leher jarang mengakibatkan cedera tulang
belakang. Meski begitu, kerusakan tulang belakang sebaiknya dipertimbangkan
sampai dibuktikan sebaliknya dengan penilaian klinis atau radiografis.
Empat pengamatan radiorafis yang dibutuhkan untuk mendapatkan
gambaran tulang belakang secara utuh adalah sebagai berikut :
1. Cross-table lateral (harus tampak C1-T1).
2. Anterior-posterior.
3. Lateral.
4. Open-mouth odontoid.
Dada (Chest)
Periksa dada untuk mengetahui adanya ketidaksimetrisan, perubahan
bentuk, trauma penetrasi atau luka lain, lakukan auskultasi jantung dan paru-paru.
Palpasi dada untuk mencari perubahan bentuk, udara di bawah kulit dan area
lebam/jejas.
Diagnosis yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :
1. Ambil portable chest radiograph jika pasien tidak dapat duduk tegak
untuk sudut posterior-anterior dan lateral.
2. Lakukan perekaman ECG 12-lead pada pasien yang diduga atau
memiliki trauma tumpul pada dada.
3. Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan BGA jika pasien
menunjukkan distress napas atau telah memakai ventilator mekanik.
Abdomen (Perut)
Periksa peruit untuk mengetahui adanya memar, massa, pulsasi, atau onjek
yang menancap. Perhatikan adanya pengeluaran isi perut, auskultasi suara perut di
semua empat kuadran, dan secara lembut palpasi dinding perut untuk memeriksa
adanya kekakuan, nyeri, rebound pain atau guarding.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah sebagai
berikut :
1. Periksa FAST (focused abdominal sonography for trauma) yaitu proses
pemeriksaan sonografi pada empat wilayah perut (perikardial, perihepatik,
perisplenik, dan pelvis) digunakan untuk mengidentifikasi cairan intraperitoneal
pada pasien dengan trauma tumpul pada perut.
2. Diagnosis peritoneal lavage (jarang digunakan karena sudah tersedia
CT-scan).
3. CT scan bagian perut (dilakukan dengan tingakat kontras medium).
4. Urutan pemeriksaan radiografis perut atau ginjal-uretra-kandung kemih.
Pelvis (Panggul)
Periksa panggul untuk mengetahui adanya pendarahan, lebam, jejas,
perubahan bentuk, atau trauma penetrasi. Pada laki-laki, periksa adanya priapism,
sedangkan pada wanita periksa adanya pendarahan. Inspeksi daerah perineum
terhadap adanya darah, feses, atau cedera lain. Pemeriksaan rektum dilakukan
untuk mengukur sphincter tone, adanya darah, dan untuk mengetahui posisi prostat.
Letak prostat pada posisi high-riding, darah pada urinary meatus, atau adanya
scrotal hematoma adalah kontraindikasi untuk dilakukannya kateter sampai
uretrogram retrograde dapat dilakukan. Untuk mengetahui stabilitas panggul
lakukan penekanan secara halus ke arah dalam (menuju midline) pada iliac crests.
Lakukan palpasi pada daerah simfisis pubis jika pasien mengeluh nyeri atau
terdengar adanya gerakan, hentikan pemeriksaan dan lakukan pemeriksaan X-rays.
Ekstremitas (Extremity)
Periksa keempat tungkai untuk mengetahui adanya perubahan bentuk,
dislokasi, ekimosis, pembengkakan, atau adanya luka lain. Periksa sensorik-motorik
dan kondisi neurovaskular pada masing-masing ekstremitas. Lakukan palpasi untuk
mengetahui adanya jejas, lebam, krepitasi, dan ketidaknormalan suhu. Jika
ditemukan adanya cedera, periksa ulang status neurovaskular distal secara teratur
dan sistematis.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah
pemeriksaan X-rays pada ekstremitas yang mengalami gangguan.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Balut bidai.
2. Perawatan luka.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Aryway (jalan nafas)
Pemeriksaan jalan napas pada pasien multi trauma merupakan prioritas
utama.
Usaha untuk kelancaran jalan nafas harus di lakukan dengan cara clin lift
atau jaw thrust secara manual untuk membuka jalan nafas.
b. Breathing (dan ventilasi)
Semua penderita trauma harus mendapat suplai oksigen yang tinggi kecuali
jika terdapat kontrindikasi terhadap tindakkan ini. Bantuan ventilasi harus
dimulai jika usaha pernapasan inadekuat.
c. Circrulation (sirkulasi)
jika ada gangguan sirkulasi segera tanggani dengan pemasangan IV line.
Dan tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi,mencatat Irma dan
ritmenya.
d. Disability (evaluasi neurologis)
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan
GCS,dan ukur reaksi pupil serta tanda-tanda vital.
2. Pengkajian sekunder
a. Kepala
1) Inpeksi dan palpasi keseluruhan kulit kepala ;hal ini penting karna kulit
kepala biasanya tidak terlihat karna tertup rambut
2) Catat adanya pendarahan,laserasi memar,atau hematom
3) Catat adanya darah atau drainase dari telinga. Inpeksi adnya memar di
belakang telinga
4) Kaji respond an orientasi pasien akan waktu,tempat,dan diri . observasi
bagaimana pasien merespons pertanyaan dan berinteraksi dengan
lingkungan
5) Catat adanya tremor atau kejang
b. Wajah
1) Inpeksi dan palpasi tulang wajah
2) Kaji ukuran pupil dan reaksinya terhadap cahaya.catat apakah lensa kontak
terpasang ;jika ya lepaskan
3) Catat adanya darah atau drainage dari telinga,mata,hidung,atau mulut.
4) Observasi bibir ,daun telinga,dan ujung kuku terhadap sianosis
5) Cek adanya gigi yang tanggal
6) Cek adanya gigi palsu.jika ada pasien mengalami penurunan tingkat
kesadaran atau gigi palsu mempengaruhi jalan nafas,lepaskan;lalu di beri
nama dan simpan di tempat yang aman (lebih baik berikan pada
keluarganya )
7) Inpeksi lidah dan mukosa oral terhadap trauma
c. Leher
1) Observasi adanya bengkak atau deformitas di leher
2) Cek spinal servikal utuk devormitas dan nyeri pada palpasi.perhatikan
jangan menggerakkan leher atau kepala pasien dengan kemungkinan
trauma leher sampai fraktur servikal sudah di pastikan
3) Observasi adanya deviasi trakea
4) Observasi adanya distensi vena jugularis
d. Dada
1) Inpeksi dinding dada untuk kualitas dan kedalaman pernafasan ,dan untuk
kesimetriasan pergerakan .catat adanya segmen flailchest
2) Cek adanya fraktur iga padengan melakukan penekanan pada tulang iga
pada posisi lateral,lalu anterior dan posterior;manufer ini menyebabkan
nyeri pada pasien dengan fraktur iga
3) Catat keluhan pasien akan nyeri,dispnea,atau sensasi dada terasa berat
4) Catat memar,pendarahan ,luka atau emfisema subkutaneus
5) Auskultasi paru utuk kualitas dan kesemettriasan bunyi napas
e. Abdomen
1) Catat adanya distensi ,perdarahan , memar, atau abrasi , khususnya di
sekitar organ vital seperti limpa atau hati
2) Auskultasi abdomen utuk bising usus sebelum mempalpasi mengkaji
secara benar
f. Genetalia dan pelvis
1) Oservasi untuk abrasi,perdarahan,hematoma,edema,atau discharge
2) Observasi adnya gangguan kemih
g. Tulang belakang
1) Mulai tempatkan satu tangan di bawah leher pasien.dengan lembut palpasi
vertebrata.rasakan adanya deformitas,dan catat lokasinya jika terdapat
respon nyeri pada pasien
2) Perhatian : jangan pernah membalik pasien untuk memeriksa tulang
belakang sampai trauma spinal sudah di pastikan !jika anda harus
membalik pasien (misalnya luka terbuka) gunakan tehnik log-roll
3) Catat adanya keluhan nyeri dari pasien ketika mempalpasi sudut
costovertebral melewati ginjal
h. Ekstremitas
1) Cek adanya pendarahan ,edema ,pallornyeri ,atau asimetris tulang atau
sendi mulai pada segmen proksimal pada setiap ekstremitas dan palpasi
pada bagian distal
B. Diagnosa
1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi, spasium ketiga.
2. Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan trauma pulmonal,
komplikasi pernapasan (mis, ARDS), nyeri.
3. Kerusakan integritas jaringan ; yang berhubungan dengan trauma, pembedahahn,
prusedur-prosedur invasif, imobilitas.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan; yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung, penurunan oksigenasi, penurunan pertukaran gas.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan dengan trauma, prosedur
invasif.
6. Resiko tinggi terhadap ansietas : yang berhubungan dengan penyakit kritis,
ketakutan akan kematian atau kecacatan, perubahan peran dalam lingkungan
sosial, ketidakmampuan yang permanen.
BAB III
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Kecelakaan adalah serangkaian peristiwa dari kejadian-kejadian yang tidak
terduga sebelumnya, dan selalu mengakibatkan kerusakan pada benda, luka, atau
kematian. Secara umum ada tiga faktor utama penyebab kecelakaan; Faktor
Pengemudi (Road User), Faktor Kendaraan (Vehicle), Faktor Lingkungan Jalan
(Road Environment). Kecelakaan yang terjadi pada umumnya tidak hanya
disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan hasil interaksi antar faktor lain.
Tindakan kedaruratan yang dapat dilakukan ketika terjadi kecelakaan yaitu
melakukan pengecekan ABC (Airway, Breathing, Circulation). Selain melakukan
ABC hal penting lainnya yaitumengevakuasi korban ke rumah sakit terdekat untuk
dilakukan tindakan lebih lanjut.
2.2 SARAN
Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih terampil ketika menemukan
pasien yang mengalami kecelakaan dan dapat melakukan pertolongan segera.
Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency untuk melakukan
pertolongan segera kepada pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas.
DAFTAR PUSTAKA