Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN INTOKSIKASI : IFO (BAYGON)

MATA KULIAH : Keperawatan Medikal Bedah III


DOSEN : Muh. Rusiqa Arif S.Kep.,Ns

Oleh :

SRI NURMAYATRI
(B300220002)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
BARAMULI PINRANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUN PUSTAKA.............................................................................................5
A. Definisi......................................................................................................5
B. Patofisiologis.............................................................................................6
C. Cara kerja racun.........................................................................................7
D. Manifestasi Klinis......................................................................................8
E. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................9
F. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan..........................................................9
G. Prognosis.................................................................................................13
H. Komplikasi..............................................................................................13
I. Asuhan Keperawatan...............................................................................14
BAB III..................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

1
4
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena


berkat Rahmat-Nya lah kami di berikan nikmat dan kesehatan, sehingga dapat
menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan intoksikasi : IFO (baygon)“.
Dalam penulisan dan penyususnan kalimat dalam tugas ini mungkin masih banyak
kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pembaca demi terwujudnya kesempurnaan makalah di
masa yang akan datang, untuk itu lah pada kesempatan ini kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada dosen kami atas bimbingan yang telah diberikan
kepada kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi kami dan pembaca.

Pinrang , 27 Januari 2021

Sri Nurmayatri

1
4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah
dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Pertolongan yang salah atau secara
berlebihan justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi racun merupakan usaha
untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai penyebab terjadi
keracunan, sehingga tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan tepat
dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita berhadapan dengan
keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta memerlukan
kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga mengamai efek dan gejala
keracunan yang timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan
dengan pangan atau bahan kimia.
Baygon adalah golongan insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang
berada dalam golongan propuxur. Contoh golongan karbamat lain adalah carbaryl
(sevin), primicarb (rapid, aphox), dan timethacarb (landrin).

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari intoksikasi IFO (baygon) ?
2. Bagaimana patofisiologis dari intoksikasi IFO (baygon) ?
3. Bagaimana cara kerja racun dari intoksikasi IFO (baygon) ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari intoksikasi IFO (baygon) ?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari intoksikasi IFO (baygon) ?
6. Bagaimana cara penatalaksanaan kegawatdaruratan dari intoksikasi IFO
(baygon) ?
7. Apa saja prognosis dari intoksikasi IFO (baygon) ?
8. Apa saja komplikasi dari intoksikasi IFO (baygon) ?
1
4
9. Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien intoksikasi IFO
(baygon) ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien intoksikasi IFO (baygon).
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Agar mahasiswa mampu memahami definisi dari intoksikasi IFO (baygon).
2. Agar mahasiswa mampu memahami patofisiologis dari intoksikasi IFO
(baygon).
3. Agar mahasiswa mampu memahami cara kerja racun dari intoksikasi IFO
(baygon).
4. Agar mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis dari intoksikasi IFO
(baygon).
5. Agar mahasiswa mampu memahami pemeriksaan diagnostik dari intoksikasi
IFO (baygon).
6. Agar mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan kegawatdaruratan dari
intoksikasi IFO (baygon).
7. Agar mahasiswa mampu memahami prognosis dari intoksikasi IFO (baygon).
8. Agar mahasiswa mampu memahami komplikasi dari intoksikasi IFO
(baygon).
9. Agar mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan yang diberikan pada
pasien intoksikasi IFO (baygon). 1
4
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

A. Definisi
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh
obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik. Keracunan juga
merupakan kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu zat,dalam jumlah
relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan tubuh, termakan, terinjeksi,
terisap atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh, tergantung sifatnya
pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan menghasilkan efek yang
tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya akan menyebabkan
kerusakan struktur/gangguan fungsi tubuh.
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut,
hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap
organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau
mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ tubuh atau jaringan (Mc.
Graw Hill Nursing Dictionary).
Menurut Taylor racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif
kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan
menyebabkan penyakit atau kematian . Baygon termasuk kedalam salah satu jenis
racun, yaitu racun serangga (insektisida).
Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi :
1. Insektisida golongan fospat organic (IFO), seperti : Malathoin, Parathion,
Paraoxan , diazinon, dan TEP.
2. Insektisida golongan karbamat, seperti : carboryl dan baygon
3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan, seperti : DDT endrin,
chlordane, dieldrin dan lindane.
Keracunan akibat insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan
percobaan bunuh diri , jarang sekali akibat pembunuhan .
1
4
B. Patofisiologis
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang
dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf
parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat
tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post
sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi
adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di
sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah,
Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor
muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu
bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan
transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa
Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan
tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier.
Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan
waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan
organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan
mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung
pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia.
1
4
C. Cara kerja racun
Bila dilihat dari cara kerjanya, maka insektisida golongan fospat organik dan
golongan karbamat dapat dikategorikan dalam antikolinesterase (Cholynesterase
inhibitor insektisida), sehingga keduanya mempunyai persamaan dalam hal cara
kerjanya , yaitu merupakan inhibitor yang langsung dan tidak langsung terhadap
enzim kholinesterase.
Racun jenis ini dapat diabsorbsi melalui oral, inhalasi, dan kulit. Masuk ke
dalam tubuh dan akan mengikat enzim asetilkholinesterase ( AChE ) sehingga
AChE menjadi inaktif maka akan terjadi akumulasi dari asetilkholin. Dalam
keadaan normal enzim AChE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH )
dengan jalan mengikat Akh –AChE yang bersifat inaktif. Bila konsentrasi racun
lebih tinggi akibatnya akan terjadi penumpukan AKH ditempat-tempat tertentu,
sehingga timbul gejala gejala berupa ransangan AKH yang berlebihan yang akan
menimbulkan efek muscarinik, nikotinik dan SSP (menimbulkan stimulasi
kemudian depresi SSP).
Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO – AChE bersifat menetap
(ireversibel), sedangkan keracunan carbamate ikatannya bersifat sementara
(reversible ). Secara farmakologis efek AKH dapat dibagi 3 golongan :
1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat,
pupil, bronkus dan jantung.
2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata
dan otot pernafasan.
3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (konvulsi)
sampai koma
Kita dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika :
1. Gejala–gejala timbul cepat, bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan
insektisida golongan ini.
2. Gejala–gejala progresif, makin lama makin hebat, sehingga jika tidak segera
mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal, terjadi depresi pernafasan dan
blok jantung.
1
4
3. Gejala–gejala tidak dapat dimasukkan kedalam suatu sindroma penyakit
apapun, gejala dapat seperti gastroenteritis, ensephalitis, pneumonia, Dan
lain-lain.
4. Dengan terapi yang lazim tidak menolong.
5. Pada pemeriksaan anamnesa ada kontak dengan keracunan golongan ini.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan adalah
gangguan penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif gastrointestinal.
Untuk jenis keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan gejala yang berbeda-
beda, seperti yang dijelaskan di bawah ini :
1. Keracunan Akut
Tanda dan gejala timbul dalam waktu 30–60 menit dan mencapai maksimum
dalam 2–8 jam. Berikut adalah kategori keracunan :
a. Keracunan ringan : Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas,
tremor lidah dan kelopak mata, miosis, penglihatan kabur.
b. Keracunan Sedang : Nausia, Salivasi, lakrimasi, kram perut, muntah–
muntah, keringatan, nadi lambat dan fasikulasi otot.
c. Keracunan Berat : Diare, pin point, pupil tidak bereaksi, sukar bernafas,
edema paru, sianons, kontrol spirgter hilang, kejang – kejang, koma, dan
blok jantung.
2. Keracunan Kronis
Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 2-6 minggu
(organofospat). Untuk karbamat ikatan dengan AchE hanya bersifat sementara
dan akan lepas kembali setelah beberapa jam (reversibel ) . Keracunan kronis
untuk karbomat tidak ada.
Gejala-gejala bila ada dapat menyerupai keracunan akut yang ringan, tetapi
bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejala-gejala
yang berat. Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan, dan pada
penelitian menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan
perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan
medulla ( Bajgor dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi
1
4
karena adanya kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema
pulmonum.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong
2. Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah
merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut
maupun kronik.
a. Keracunan akut :
1) Ringan 40 – 70 % N
2) Sedang 20 % N
3) Berat < 20 % N
b. Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %,
setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE
telah meningkat > 75 % N.
3. Pemeriksaan PA
Pada keracunan acut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas.
Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru,otak
dan organ-oragan lainnya.

F. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Hal yang pertama kali harus dilakukan dalam kegawatdaruratan dalam
keracunan adalah melakukan survey primer dan sekunder, yaitu meliputi :
1. Survey Primer
a. Resusitasi (ABCD).
1) Airway
Periksa klancaran jalan napas, gangguan jalan napas sering terjadi
pada klien dengan keracunan baygon, botulisme karena klien sering
mengalami depresi pernapasan seperti pada klien keracunan baygon,
botulinun. Usaha untuk kelancaran jalan napas dapat dilakukan
1
4
dengan head tilt chin lift/jaw trust/nasopharyngeal airway/
pemasangan guedal.
Cegah aspirasi isi lambung dengan posisi kepala pasien diturunkan,
menggunakan jalan napas orofaring dan pengisap. Jika ada gangguan
jalan napas maka dilakukan penanganan sesuai BHD (bantuan hidup
dasar). Bebaskan jalan napas dari sumbatan bahan muntahan, lender,
gigi palsu, pangkal lidah dan lain-lain. Kalau perlu dengan
“Oropharyngealairway”, alat penghisap lendir. Posisi kepala
ditengadahkan (ekstensi), bila perlu lakukan pemasangan pipa ETT.
2) Breathing
Kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi usaha ventilasi melalui
analisa gas darah atau spirometri. Siapkan untuk ventilasi mekanik
jika terjadi depresi pernpasan. Tekanan ekspirasi positif diberikan
pada jalan napas, masker kantong dapat membantu menjaga alveoli
tetap mengembang. Berikan oksigen pada klien yang mengalami
depresi pernapasan, tidak sadar dan syock. Jaga agar pernapasan
tetap dapat berlangsung dengan baik.
3) Circulation
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang
tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan
kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran
vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah,
sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV,
kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena
sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
4) Disability
Pantau status neurologis secara cepat meliputi tingkat kesadaran dan
GCS, ukuran dan reaksi pupil serta tanda-tanda vital. Penurunan
kesadaran dapat terjadi pada klien keracunan alcohol dan obat-
obatan. Penurunan kesadaran dapat juga disebabkan karena
penurunan oksigenasi, akibat depresi pernapasan seperti pada klien
keracunan baygon, botulinum
1
4
2. Survey Sekunder
Kaji adanya bau baygon dari mulut dan muntahan, sakit kepala, sukar
bicara, sesak nafas, tekanan darah menurun, kejang-kejang, gangguan
penglihatan, hypersekresi hidung, spasme laringks, brongko kontriksi, aritmia
jantung dan syhock.
Langkah selanjutnya setelah survey primer (resusitasi) dan survey
skunder adalah sebagai berikut :
a. Dekontaminasi
Merupakan terapi intervensi yang bertujuan untuk menurunkan
pemaparan terhadap racun, mengurangi absorpsi dan mencegah
kerusakan. Ada beberapa dekontaminasi yang perlu dilakukan yaitu:
b. Dekontaminasi pulmonal
Dekontaminasi pulmonal berupa tindakan menjauhkan korban dari
pemaparan inhalasi zat racun, monitor kemungkinan gawat napas dan
berikan oksigen 100% dan jika perlu beri ventilator.
c. Dekontaminasi mata
Dekontaminasi mata berupa tindakan untuk membersihkan mata dari
racun yaitu dengan memposisikan kepala pasien ditengadahkan dan
miring ke posisi mata yang terburuk kondisinya. Buka kelopak matanya
perlahan dan irigasi larutan aquades atau NaCL 0,9% perlahan sampai zat
racunnya diperkirakan sudah hilang.
d. Dekontaminasi kulit (rambut dan kuku)
Tindakan dekontaminasi paling awal adalah melepaskan pakaian, arloji,
sepatu dan aksesoris lainnnya dan masukkan dalam wadah plastik yang
kedap air kemudian tutup rapat, cuci bagian kulit yang terkena dengan air
mengalir dan disabun minimal 10 menit selanjutnya keringkan dengan
handuk kering dan lembut.
e. Dekontaminasi gastrointestinal
Penelanan merupakan rute pemaparan yang tersering, sehingga tindakan
pemberian bahan pengikat (karbon aktif), pengenceran atau
mengeluarkan isi lambung dengan cara induksi muntah atau aspirasi dan
kumbah lambung dapat mengurangi jumlah paparan bahan toksik.
1
4
3. Eliminasi
Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran
racun yang sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastrointestinal
setelah lebih dari 4 jam. Langkah-langkahnya meliputi :
a. Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar
atau dengan pemberian sirup ipecac 15 – 30 ml. Dapat diulang setelah 20
menit bila tidak berhasil.
b. Katarsis, (intestinal lavage), dengan pemberian laksan bila diduga racun
telah sampai diusus halus dan besar.
c. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya
menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasilnya paling
efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah keracunan.
Emesis, katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila
keracunan terjadi kurang dari 4-6 jam. pada koma derajat sedang hingga
berat tindakan kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan
pemasangan pipa endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4. Antidotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada
obat antidotumnya dan sediaan obat antidot yang tersedia secara komersial
sangat sedikit jumlahnya. Salah satu antidotum yang bisa digunakan adalah
Atropin sulfat (SA) yang bekerja menghambat efek akumulasi AKH pada
tempat penumpukannya.
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Pengobatan Pada pasien yang sadar :
1) Kumbah lambung
2) Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
3) 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30
menit sampai terjadi artropinisasi.
4) Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap
4 jam selama 24 jam .
b. Pada pasien yang tidak sadar
1) Injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
1
4
2) 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30
menit sampai klien sadar.
3) Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai
atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering,
takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
4) Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4
jam selama 24 jam.
c. Pada Pasien Anak
1) Lakukan tindakan cuci lambung atau membuat klien muntah.
2) Berikan nafas buatan bila terjadi depresi pernafasan dan bebaskan
jalan nafas dari sumbatan– sumbatan.
3) Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata, bersihkan dengan air.
4) Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 – 0,05 mg / Kg BB secara
intra vena dan dapat diulangi setiap 5 – 10 menit sampai timbul gejala
atropinisasi. Kemudian berikan dosis rumat untuk mempertahankan
atropinisasi ringan selama 24 jam.
5) Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 gram secara
intra vena sangat perlahan – lahan atau melalui IVFD
6) Pengobatan simtomatik dan suportif.

G. Prognosis
Prognosis dari kasus ini pada umumnya baik, bila pengobatan dilakukan
secepat mungkin, namun akan berdampak fatal hingga pada kematian jika terjadi
kesalahan dalam pengobatan. Beberapa kesalahan pengobatan yang sering terjadi,
berupa :
1. Resusitasi kurang baik dikerjakan.
2. Eliminasi racun kurang baik.
3. Dosis atropin kurang adekuat, atau terlalu cepat dihentikan.
1
4
H. Komplikasi
Komplikasi yang bisa muncul pada kasus ini diantaranya adalah :
1. Shock
2. Henti nafas
3. Henti jantung
4. Kejang
5. Koma

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Identitas Pasien : nama, usia (bisa terjadi pada semua usia), jenis
kelamin, alamat, agama, pekerjaan Pekerjaan yang berhubungan dengan
(sering terjadi pada orang renang, penyelam), pendidikan.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui
setelah keracunan,ada masalah lain sebagi pencetus keracunan dan
sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda vital
a) Distress pernapasan
b) Sianosis
c) Takipnoe, dispnea
d) Hipoksia
2) Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas lebih tinggi, efek-efeknya
termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
3) Sirkulasi
Tanda : Nadi lemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi (pada kasus
berat), aritmia jantung, pucat, sianosis, keringat banyak.
1
4
4) GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus,
mual dan muntah.
5) Kardiovaskuler
Disritmia.
d. Pada pemeriksaan ADL (Activity Daily Living) data yang mungkin
muncul adalah sebagai berikut :
1) Aktifitas dan istirahat
Keletihan,kelemahan,malaise, kelemahan, hiporefleksi
2) Makanan Cairan
Dehidrasi, mual , muntah, anoreksia, nyeri uluhati, perubahan turgor
kulit/kelembaban, berkeringat banyak.
3) Eliminasi
Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usus
menurun, kerusakan ginjal, perubahan warna urin contoh kuning
pekat, merah, coklat.
4) Nyaman/ nyeri
Nyeri tubuh, sakit kepala, perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah.
5) Keamanan
Penurunan tingkat kesadaran, koma, syok, asidemia.
e. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sebagai
berikut :
1) Eritrosit menurun
2) Proteinuria
3) Hematuria
4) Hipoplasi sumsum tulang
1
4
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pernapasan
akibat efek langsung dari intoksikasi baygon.
b. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat.
c. Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang
berlebihan.

3. Intervensi
a. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan depresi pernapasan
akibat efek langsung dari toksisitas baygon.
Tujuan : Mempertahankan keefektifan pola nafas.
Kriteria hasil : RR dalam batas normal, jalan nafas bersih, sputum tidak
ada.
Intervensi Rasional
Pantau tingkat, irama Efek insektisida mendepresi SSP yang
pernapasan & suara napas mungkin dapat mengakibatkan
serta pola pernapasan hilangnya kepatenan aliran udara atau
depresi pernapasan, pengkajian yang
berulang kali sangat penting karena
kadar toksisitas mungkin berubah-
ubah secara drastis.
Tinggikan kepala tempat Menurunkan kemungkinan aspirasi,
tidur diafragma bagian bawah untuk
menigkatkan inflasi paru.
Dorong untuk batuk/ nafas Memudahkan ekspansi paru &
dalam mobilisasi sekresi untuk mengurangi
resiko atelektasis/pneumonia.
Auskultasi suara napas Pasien beresiko atelektasis
dihubungkan dengan hipoventilasi &
pneumonia.
Berikan O2 jika dibutuhkan Hipoksia mungkin terjadi akibat
depresi pernapasan
Kolaborasi untuk sinar X Memantau kemungkinan munculnya
dada, Blood Gas Analysis komplikasi sekunder seperti
1
4
atelektasis/pneumonia, evaluasi
kefektifan dari usaha pernapasan.
b. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
Tujuan : Tingkat kesadaran klien dapat dipertahankan
Kriteria hasil :
1) Kesadaran composmentis (GCS : 15)
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi Rasional
Monitor vital sign tiap 15 Bila ada perubahan yang bermakna
menit merupakan indikasi penurunan
kesadaran
Observasi tingkat kesadaran Penurunan kesadaran sebagai indikasi
pasien penurunan aliran darah otak
Kaji adanya tanda-tanda Gejala tersebut merupakan manifestasi
distress pernapasan, nadi dari perubahan pada otak, ginjal,
cepat, sianosis dan kolapsnya jantung dan paru.
pembuluh darah
Monitor adanya perubahan Tindakan umum yang bertujuan untuk
tingkat kesadaran keselamatan hidup, meliputi
resusitasi : Airway, breathing,
sirkulasi
Kolaborasi dengan tim medis Anti dotum (penawar racun) dapat
dalam pemberian anti dotum membantu mengakumulasi
penumpukan racun
c. Resiko gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan output yang
berlebihan
Tujuan : Kekurangan cairan tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda vital stabil
2) Turgor kulit stabil
3) Membran mukosa lembab
4) Pengeluaran urine normal 1 – 2 cc/kg BB/jam
Intervensi Rasional
Monitor pemasukan dan Dokumentasi yang akurat dapat
1
4
pengeluaran cairan. membantu dalam mengidentifikasi
pengeluran dan penggantian cairan.
Monitor suhu kulit, palpasi Kulit dingain dan lembab, denyut yang
denyut perifer. lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk
pengantian cairan tambahan.
Observasi adanya mual, Mual, muntah dan perdarahan yang
muntah, perdarahan berlebihan dapat mengacu pada
hipordemia.
Pantau tanda-tanda vital Hipotensi, takikardia, peningkatan
pernapasan mengindikasikan
kekurangan cairan
(dehindrasi/hipovolemia).
Kolaborasi dengan tim medis Cairan parenteral dibutuhkan untuk
dalam pemberian cairan mendukung volume cairan /mencegah
parenteral hipotensi.
Kolaborasi dalam pemberian Antiemetik dapat menghilangkan
antiemetik mual/muntah yang dapat menyebabkan
ketidak seimbangan pemasukan.
Berikan kembali pemasukan Pemasukan peroral bergantung kepada
oral secara berangsur-angsur. pengembalian fungsi gastrointestinal.
Pantau studi laboratorium Sebagai indikator untuk menentukan
(Hb, Ht). volume sirkulasi dengan kehilanan
cairan.

BAB III

Penutup

A. Simpulan
Keracunan juga merupakan kondisi atau keadaan fisik yang terjadi jika suatu
zat,dalam jumlah relatif sedikit, terkena zat tersebut pada permukaan tubuh,
1
4
termakan, terinjeksi, terisap atau terserap serta terakumulasi dalam organ tubuh,
tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah atau organ lainnya sehingga akan
menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang yang selanjutnya
akan menyebabkan kerusakan struktur/gangguan fungsi tubuh.
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang
dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf
parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma
Life Support). Jakarta : EMS 119
Blantan, Kamanti Indriyani. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Keracunan Insektisida. (Online :
http://id.scribd.com/doc/94941402/ASKEP-Intoksikasi-Baygon) Diakses
tanggal 1 Desember 2016
1
4
https://www.scribd.com/doc/310135281/keracunan-baygon Diakses tanggal 1
Desember 2016

1
4

Anda mungkin juga menyukai