Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Surakarta pada awalnya

merupakan Rumah Sakit Bersalin Banjarsari yang berdiri pada tahun 1962,

kemudian pada tahun 2001 berubah menjadi UPTD RSUD Kota Surakarta

yang berada di Jalan P. Lumban Tobing No. 10 Kota Surakarta. Di tahun 2009

berubah lagi menjadi Satuan Kerja Perangkat Daerah(SKPD) kemudian tahun

2013 bulan Oktober Rumah Sakit Umum Daerah Surakarta pindah alamat ke

Jl. Lettu Sumarto No.1 Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari Kota

Surakarta. Mulai tahun 2014 RSUD Kota Surakarta dipimpin oleh dr. Willy

Handoko Widjaja, MARS.

RSUD Kota Surakarta saat ini merupakan Rumah Sakit Umum Tipe C

yang memiliki kapasitas tempat tidur sejumlah 122 bed. Pengambilan data

penelitian ini dilakukan di Ruang Anggrek yang merupakan ruang rawat inap

anak yang memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 33 tempat tidur. Jumlah

Responden pada penelitian ini 33 responden.

B. Hasil Penelitian

1. Karaktersistik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri dari jenis kelamin dan

umur. Berikut katakteristik responden:

43
44

a. Jenis Kelamin

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat

pada tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1
Karakterisitik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)
1 Laki-laki 19 57,6
2 Perempuan 14 42,4
Total 33 100,0
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa karakteristik jenis

kelamin responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 19 orang (57,6%).

b. Umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel

4.2 berikut:

Tabel 4.2
Karakteristik responden berdasarkan Umur
Karakteristik N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Umur 33 1 5 3,21 1,409
Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukan bahwa karakteristik

responden berdasarkan umur rata-rata berumur 3,21 tahun. Umur

minimum 1 tahun dan umur maksimum 5 tahun.


45

c. Bersihan jalan nafas sebelum dilakukan fisioterapi dada

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi nilai bersihan jalan

nafas responden sebelum dilakukan fisioterapi dada dapat dilihat pada

tabel 4.3 berikut:

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Bersihan jalan nafas sebelum dilakukan fisioterapi
dada
Kategori Jumlah Presentase (%)
Bersih 8 24,2
Tidak Bersih 25 75,8
Total 33 100
Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukan bahwa distribusi frekuensi

responden berdasarkan bersihan jalan nafas sebelum dilakukan

fisioterapi dada, mayoritas bersihan jalan nafas responden tidak bersih

yaitu sebanyak 25 orang (75,8%) .

d. Bersihan jalan nafas setelah dilakukan fisioterapi dada

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi nilai bersihan jalan nafas

responden setelah dilakukan fisioterapi dada dapat dilihat pada tabel

4.4 berikut:

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Bersihan Jalan Nafas Setelah Dilakukan
Fisioterapi Dada
Kategori Jumlah Presentase (%)
Bersih 29 87,9
Tidak Bersih 4 12,1
Total 33 100
Sumber : Data Primer
46

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukan bahwa distribusi

frekuensi responden berdasarkan bersihan jalan nafas setelah

dilakukan fisioterapi dada, mayoritas bersihan jalan nafas

responden bersih yaitu sebanyak 29 orang (87,9 %) .

2. Pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada balita dengan

pneumonia.

Tabel 4.5
Pengaruh Fisioterapi Dada terhadap Bersihan Jalan Nafas pada
Balita dengan Pneumonia

P
Variabel Mean SD SE N
value
Bersihan jalan Sebelum 0,24 0,435 0.076 0.000 33
nafas Sesudah 0,88 0,331 0.058
Sumber : Data Primer

Hasil dari Tabel 4.5 uji komparasi diatas menunjukkan bahwa nilai

signifikansi 0,000 (value < α yaitu value =0,000 < α = 0,05), yang berarti

ada pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada balita

dengan pneumonia.

C. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian ini menunjukkan 19 responden (57,6%) memiliki jenis

kelamin Laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian (Yulia Efni.,

2014) yang berjudul “Faktor Risiko yang Berhubungan dengan


47

Kejadian Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air Tawar Barat

Padang“. penelitian ini menunjukkan bahwa bersihan jalan napas tidak

efektif banyak terjadi pada orang yang bejenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 20 balita (63%). Kemudian Penelitian Ummi kulsum (2019)

yang berjudul “Kejadian Pneumonia pada Balita dan Riwayat

Pemberian ASI di UPT kudus” yang menunjukkan bahwa sebagian

besar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 48 responden (56,5%).

Dari penjelasan penetilian yang dilakukan dapat disimpulkan banyak

responden yang berjenis kelamin laki-laki. Menurut Sumiyati (2015)

penderita pneumonia lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan

dikarenakan perkembangan sel-sel tubuh laki-laki lebih lambat

dibandingkan dengan perempuan ditambah dengan aktifitas laki-laki

lebih sering bermain dengan lingkungan. Selain itu ukuran saluran

pernafasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak

perempuan sehingga dapat meningkatkan frekuensi penyakit saluran

pernafasan.

b. Umur

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa karakteristik responden

berdasarkan Umur rata-rata berusia 3,21 tahun. Usia minimum 1 tahun

dan usia maksimum 5 tahun. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hueter

dan McCance (2017) yang menjelaskan salah satu faktor resiko

pneumonia pada balita yaitu faktor umur yang kurang dari 5 tahun,

karena pada usia ini sistem kekebalan anak belum matang secara
48

sempurna sehingga mudah terkena infeksi. Hal ini didukung oleh

penelitian Nurmaijah (2018) yang menjelaskan semakin kecil usia

anak-anak semakin rentan terkena infeksi dikarenakan sistem imun

satu tahun pertama hingga lima tahun masih belum matang. selain itu

menurut Midartati (2014) anak-anak usia dibawah 5 tahun belum

dapat melakukan batuk efektif secara mandiri.

3. Pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada balita dengan

pneumonia.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai signifikansi 0,000 (p

value < 0,05) yang artinya ada pengaruh fisioterapi Dada terhadap

Bersihan Jalan Nafas pada Balita dengan Pneumonia di RSUD Kota

Surakarta. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Hussein (2011) yang bertujuan mengetahui efek fisioterapi dada

terhadap bersihan jalan nafas anak yang mengalami pneumonia. Hasil

penelitian didapatkan bahwa fisioterapi dada efektif dalam meningkatkan

bersihan saluran udara dengan anak yang mengalami pneumonia. Hasil uji

statistik penilaian menunjukkan ada perbedaan bermakna dengan p =

0,000 ( p <0,05).

Fisioterapi dada adalah kelompok terapi yang digunakan untuk

memobilisasi sekresi pulmonal. Fisioterapi ini menggunakan teknik

postural drainage, perkusi, vibrasi dan batuk efektif. Fisioterapi dada

sangat berguna bagi penderita penyakit respirasi baik yang bersifat akut
49

maupun kronik, dari kombinasi teknik tersebut sangat bermanfaat

mengatasi gangguan bersihan jalan nafas terutama pada balita. Pada balita

gejala infeksi pernapasan bawah biasanya lebih parah dibanding dengan

penyakit pernapasan atas dan dapat mencakup gejala gangguan

respiratorik yaitu batuk disertai produksi sekret berlebih, sesak nafas,

retraksi dada, takinea,dll. Pada anak dan bayi mekanisme batuk belum

sempurna sehingga tidak dapat membersihkan bersihan jalan napas dengan

sempurna. Dengan demikian perlu diadakan tindakan aktif dan pasif untuk

membersihkan jalan napas anak dan bayi (Wong, 2012).

Menurut Wong (2012), prosedur tindakan fisioterapi dada yang

benar adalah salah satu faktor keberhasilan pengaruh fisioterapi dada

terhadap bersihan jalan napas. Pada penelitian ini, fisioterapi dada

dilakukan 1 kali pertemuan dengan waktu di masing-masing tempat 2

sampai 3 menit dengan durasi waktu 15-20 menit setiap sesi. Hal ini

sejalan dengan penelitian Maidartati (2014) yang berjudul “Pengaruh

Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Nafas pada Anak Usia 1-5

Tahun yang mengalami Gangguan Bersihan Jalan Nafas” yang melakukan

fisioterapi dada satu kali selama 2 menit dengan durasi satu kali sesi

pemberian selama 15-20 menit dan hasil penelitian menunujukkan terdapat

pengaruh yang bermakna antara fisioterapi dada terhadap bersihan jalan

napas.
50

D. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari bahwa masih terdapat beberapa keterbatasan

dalam penelitian ini, diantaranya:

1. Peneliti tidak meneliti apa saja faktor penggangu dari penelitian ini.

Misalkan: Penggunaan alat (Nebulizer, Oksigen) dan pemberian antibiotik

pada responden. Sehingga peneliti mengambil semua responden yang

sesuai dengan kriteria inklusi tanpa memperhatikan responden yang

diambil mendapat terapi yang menggunakan alat atau tidak seperti

nebulizer, oksigen dan pemberian antibiotik.

2. Penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding

karena hasil pre-test bersihan jalan nafas responden merupakan hasil

tindakan rumah sakit tanpa ada tindakan dari peneliti. jika peneliti

menggunakan kelompok kontol yang berbeda dengan kelompok interversi

peneliti akan kesulitan mendapatkan responden karena berdasarkan hasil

studi pendahuluan jumlah pasien di RSUD Kota Surakarta rata-rata 40

pasien.

3. Penelitian ini menggunakan responden yang berusia minimal 1 tahun

sehingga tidak dapat dilakukan tindakan fisioterapi dada secara lengkap

yaitu pada tahap pelaksanan batuk efektif tidak dapat dilakukan secara

optimal, sehingga pada items pengukuran pengeluaran sputum pada umur

1 tahun tidak ada perubahan yang signifikan.

Anda mungkin juga menyukai