Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK


NEONATUS, BAYI BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH
TANGGAL 01-24 NOVEMBER 2021

OLEH : KELOMPOK XVI

1. Ni Kadek Riva Cahya Pratiwi P07124321012


2. Ni Putu Tya Pramesti Iswari P07124321023
3. Kadek Mutiara Santika Dewi P07124321024
4. Ni Made Wahyu Mahendradani P07124321054
5. Nanik Mujayati P07124321073
6. I Gusti Ayu Putu Suwandewi P07124321095
7. Ida Ayu Mirah Astuti P07124321114
8. Ni Komang Kartika Ningsih P07124321125
9. Ni Wayan Ekawati P07124321154
10. Putu Ayu Eka Martini P07124321155
11. Ni Luh Made Puspa P07124321182

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEBIDANAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Neonatus adalah bayi baru lahir sampai usia 28 hari (0 – 28 hari). Periode
neonatal adalah periode yang paling rentan untuk bayi yang sedang
menyempurnakan penyesuaian fisiologis yang dibutuhkan pada kehidupan
ekstrauterin. Tingkat morbiditas dan mortalitas neonatus yang tinggi
membuktikan kerentanan hidup selama periode ini. Transisi kehidupan bayi dari
intrauterin ke ekstrauterin memerlukan banyak perubahan biokimia dan fisiologis.
Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan kegagalan
penyesuaian yang disebabkan asfiksia, prematuritas, kelainan kongenital yang
serius, infeksi penyakit, atau pengaruh dari persalinan (Handayani dan Wulandari,
2019).
Ditinjau dari perkembangan dan pertumbuhan bayi, periode neonatal
merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan asfiksia, menjaga suhu tubuh
bayi, terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah, pemberian air susu ibu
(ASI) dalam rangka menurunkan angka kematian oleh karena diare. Pencegahan
terhadap infeksi, pemantauan kenaikan berat badan dan stimulasi psikologis
merupakan tugas pokok bagi pemantau kesehatan bayi dan neonatus pada minggu
pertama oleh kondisi ibu waktu hamil dan melahirkan. Mengingat masa neonatus
adalah masa penentu. Perkembangan dan pertumbuhan bayi diperlukan perhatian
dan penangann yang terpadu dan berkesinambungan. Mulai dari anamnesa,
pemeriksaan vital sign, pemeriksaan fisik, pencegahan infeksi, dan pemenuhan
kebutuhan dasar bayi (asah, asih, asuh) (Harmiyanur, 2016).

Tujuan Praktik
1. Tujuan Umum
Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik Neonatus, Bayi, dan Balita bertujuan
untuk memberikan pengalaman kepada mahasiswa supaya mampu memberikan
asuhan kebidanan sesuai evidence based dengan pendekatan holistik di pelayanan
sekunder secara kelompok maupun individu dengan mengacu pada peran bidan di

2
pelayanan sekunder, yang memungkinkan mahasiswa mengintegrasikan seluruh
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sudah diperoleh pada semester
sebelumnya.

2. Tujuan Khusus
Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik Neonatus, Bayi, dan Balita bertujuan
agar mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan kebidanan secara holistik sesuai
evidence based dengan memanfaatkan IPTEKS, meliputi:
a. Melakukan pengkajian pada neonatus dengan pendekatan holistik pada
neonatus.
b. Melakukan analisa data pada neonatus dengan pendekatan holistik pada
neonatus.
c. Melakukan perencanaan asuhan neonatus dengan pendekatan holistik pada
neonatus.
d. Melakukan implementasi asuhan neonatus dengan pendekatan holistik pada
neonatus.
e. Melakukan evaluasi asuhan neonatus dengan pendekatan holistik pada
neonatus.
f. Melakukan pendokumentasian asuhan neonatus dengan pendekatan holistik.
g. Melakukan kajian kasus-kasus neonatus fisiologis.
h. Melakukan reflektif praktik.

B. Manfaat Penulisan Laporan


1. Bagi Mahasiswa
Dapat menerapkan ilmu yang diperoleh serta mendapatkan pengalamandalam
melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung pada neonatus sehingga dapat
digunakan sebagai berkas penulis didalam melaksanakan tugas sebagai bidan.

2 Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai tambahan sumber kepustakaan dan perbandingan pada asuhan
fisiologi holistik neonatus.

3
3. Bagi Lahan Praktik
Sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

4
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pencegahan Infeksi
1. Tidakan Pencegahan Infeksi Pada Bayi Secara Umum
Cara mengurangi resiko infeksi pada bayi sesudah lahir, petugas kesehatan harus
melakukan tindakan sebagai berikut:
a. Gunakan sarung tangan dan celemek plastik atau karet waktu memegang
bayi baru lahir sampai dengan kulit bayi bersih dari darah, mekonium dan
cairan.
b. Bersihkan darah dan cairan tubuh bayi lainnya menggunakan kapas
yangdirendam dalam air hangat kemudian keringkan.
c. Bersihkan pantat dan daerah sekitar anus bayi setiap kali ganti popok.
d. Gunakan sarung tangan waktu merawat tali pusat.
e. Ajari ibu merawat payudara dan bagaimana cara mengurangi trauma
padapayudara dan puting agar tidak terjadi mastisis.
2. Pencegahan Infeksi Pada Mata
Pencegahan infeksi dengan menggunakan salep tetrasiklin 1%. Salep
antibiotik tersebut harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah kelahiran. Upaya
profilaksis ini tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran.
Berikan salep mata dalam 1 garis lurus dari bangian mata yang paling dekat
dengan hidung bayi menuju keluar mata. Pada saat pemberian ujung salep mata
tidak boleh menyentuh mata bayi dan menghapus salep mata dari bayi.

B. Rawat Gabung
Satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak
dipisahkan, melainkan disatukan dalam satu ruangan akamr atau tempat
bersama- sama selama 24 jam penuh dalam seharinya.

Tujuan rawat gabung antara lain:


1. Agar ibu dpaat menyusui bayinya sedini mungkin, kapan saja dibutuhkan
2. Agar ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar
seperti yang dilakukan oleh petugas

5
3. Agar ibu mempunyai pengalaman dan keterampilan dalam merawat bayinya
4. Suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk mendukung dan
membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar
5. Ibu dan bayi mendapatkan kehangatan emosional Manfaat rawat gabung
diantaranya;
a. Fisik, bila ibu dekat dekat dengan bayinya, maka ibu dengan mudah
melakukan perawatan sendiri. Perawatan sendiri dan menyusui sedini
mungkin akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari
pasien lain ataupetugas kesehatan.
b. Fisiologis, bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui
dengan frekuensinya lebih sering. Proses ini merupakan proses fisiologis
yang alami, dimana bayi mendapatkan nutrisi alami yang paling sesuai dan
baik, untuk ibu dengan menyusui akan timbul refleks oksitoksin yang akan
membantu proses involusi rahim.
c. Psikologis, diantara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat akibat
sentuhan badan antara ibu dan bayi yang memengaruhi besar terhadap
pertumbuhan psikologis bayi, selanjutnya karena kehangatan tubuh ibu
merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi.
d. Edukatif, ibu akan mempunyai pengalaman yang berguna, sehingga mampu
menyusui serta merawat bayinya bila pulang dari rumah sakit.
e. Ekonomi, pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin, hal tersebut
merupakan suatu penghematan terhadap anggaran pengeluaran untuk
pembelian susu formula, botol susu formula, botol susu, dot serta peralatan
lainnya yang dibutuhkan.
f. Medis, menurunkan terjadinya infeksi nosokomial pada bayi serta
menurunkan anga mordibitas ibu maupun bayinya.

C. Asuhan Pada Neonatus, Bayi dan Balita


1. Pemenuhan Nutrisi
Dengan dilakukannya pemberian ASI secara eksklusif segera setelah
lahir, secar langsung bayi akan mengalami kontak kulit dengan ibunya. Hal ini
menjadikan ibu merasa bangga dan diperlukan.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi. ASI
6
merupakan nutrisi yang paling lengkap untuk pertumbuhan dan perkembangan
bayi. ASI mengandung zat gizi yang sangat lengkap, antara lain karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, mineral, hormon, enzim, dan zat kekebalan.
ASI dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, diantaranya;
a. Kolostrum
Setelah bayi lahir, cairan encer kekuningan atau berwarna kekuningan
dan kenal yang disebut kolostrum mengalir dari putting ibu sebelum ASI di
produksi. ASI yang mengandung kolostrum ini berlamgsung selama 1 sampai 4
atau 7 hari pasca persalinan. Bayi baru lahir akan diberi ASI sesuai dengan
kapasitas lambung antara 30 – 90 ml.
b. Air Susu Transisi atau Peralihan

Air susu transisi atau peralihan merupakan ASI peralihan dari kolostrum
sampai menjadi ASI yang matur. ASI transisi diproduksi hari 7 – 10 sampai hari
ke 14 pasca persalinan. Kadar protein pada ASI ini makin merendah, sedangkan
kadar karbohidrat, lemak dan volumenya makin meningkat.
c. Air Susu Matur
Air susu matur merupakan ASI yang dikeluarkan pada hari ke sepuluh
dan seterusnya, yang memiliki komposisi relatif konstan. Pada ibu yang sehat
dengan ASI yang cukup, maka ASI ini dianggap sebagai satu – satunya makanan
yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai berusia 6 bulan.
Kebutuhan minum pada neonatus yaitu:

Hari ke 1 50 – 60 cc/kg BB/ hari

Hari ke 2 90 cc/kg BB/ hari

Hari ke 3 120 cc/kg BB / hari

Hari ke 4 150 cc/kg BB/ hari

Untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg BB/ hari

7
Frekuensi pemberian cairan tergantung pada berat badan bayi.

BB <1.250 gr 24 x/ hari tiap 1 jam

BB 1.250 gr - 12 x/ hari tiap 2 jam

<2000 gr
BB>2.000 gr 8 x/ hari tiap 3 jam

Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya energi
dan protein. Kebutuhan energi sehari anak untuk tahun pertama kurang lebih
100- 120 kkal/ kg berat badan. Untuk tiap 3 bulan pertambahan umur, kebutuhan
energi turun kurang lebih 10 kkal/ kg berat badan. Usia balita dapat kita bedakan
menjadi2 (dua) golongan, yaitu sebagai berikut.
a. Balita usia 1-3 tahun. Jenis makanan yang paling disukai anak balita di
usia ini biasanya adalah makanan yang manis-manis, seperti cokelat, permen, es
krim, dll. Pada anak usia ini sebaiknya makanan yang banyak mengandung gula
dibatasi, agar gigi susunya tidak rusak atau berlubang (caries). Pada usia ini,
biasanya anak sangat rentan terhadap gangguan gizi, seperti kekurangan vitamin
A, zat besi, kalori dan protein. Kekurangan vitamin A dapat mengakibatkan
gangguan fungsi pada mata, sedangkan kekurangan kalori dan protein dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan kecerdasan anak.
b. Anak usia 4-6 tahun. Pada usia ini, anak-anak masih rentan terhadap
gangguan penyakit gizi dan infeksi. Sehingga pemberian makanan yang bergizi
tetap menjadi perhatian orang tua, para pembimbing dan pendidik di sekolah.
Dan ini saat yang tepat untuk menganjurkan yang baik-baik pada anak, karena
periode ini anak sudah dapat mengingat sesuatu yang dilihat dan didengar dari
orang tua dan lingkungan sekitarnya. Sehingga akhirnya anak dapat memilih
menyukai makanan yang bergizi.
2. Perawatan Tali Pusat
Perawatan tali pusat adalah tindakan untuk menjaga kebersihan tali pusat.
Prinsip perawatan tali pusat adalah kering dan bersih. Perawatan tali pusat yang
benar bermakna mengurangi insiden infeksi pada neonatus. Perawatan tali pusat
dilakukan dengan membersihkan tali pusat dengan air dan sabun saat
8
mandi. Setelah dibersihkan, tali pusat dapat dibungkus dengan gaas steril.
Tujuannya untuk menjaga kebersihan pada tali pusat dan mencegah infeksi pada
tali pusat.

3. Perawatan Mata
Perawatan mata bayi bertujuan untuk merawat kebersihan dan mencegah
infeksi pada mata. Perawatan mata bayi sehari-hari dapat dilakukan sebelum
memandikan bayi. Perawatan mata bayi dilakukan dengan membersihkan mata
bayi menggunakan kapas yang telah direndam dengan air DTT.
4. Perawatan Anus dan Genetalia
Perawatan anus dilakukan dengan membersihkan anus dengan
menggunakan gulungan kapas yang telah direndam air DTT. Perawatan anus
bertujuan untuk menjaga kebersihan pada anus, anus dibersihkan dari arah depan
ke belakang. Perawatan anus dapat dilakukan sebelum memandikan bayi.
5. Membedong Bayi
Membedong bayi merupakan tindakan membungkus bayi dengan kain.
Membedong bayi dapat dilakukan sampai bayi berumur 3 bulan. Manfaatnya
adalah untuk membantu bayi tetap hangat dan membantu menenangkan bayi.
6. Mempertahankan Suhu Tubuh
Bayi harus tetap berpakaian atau di selimuti setiap saat, agar tetap hangat
walau dalam keadaan dilakukan tindakan. Caranya :
a. Memakai pakaian dan mengenakan topi.
b. Membungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut lalu diselimuti.
c. Membuka hanya bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan dan
tindakan.
d. Merawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang dari 25 derajat
celciusdan bebas dari aliran angin).

e. Jangan meletakkan bayi di dekat benda yang dingin (misal dinding


dingin atau jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau dibawah pemancar
panas.

9
7. Pemantauan BAB dan BAK
Eliminasi BAB, BAK akan keluar dalam 24 jam pertama mekonium
berwarna hitam kecoklatan. Bayi BAK minimal 5-6 kali dalam sehari.
8. Pemenuhan Kebutuhan Tidur
Dalam 2 minggu pertama setelah lahir, bayi normalnya sering tidur.
Neonatus sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16 jam sehari. Pada
umumnya bayi mengenal malam hari pada usia 3 bulan. Sediakan selimut dan
ruangan yang hangat, pastikan bayi tidak terlalu panas atau terlalu dingin.
Jumlah total tidur bayi akan berkurang seiring bertambahnya usia bayi, pola ini
dapat terlihat pada tabel berikut:
USIA LAMA TIDUR

1 minggu 16, 5 jam

1 tahun 14 jam

2 tahun 13 jam

5 tahun 11 jam

9 tahun 10 jam

Pola tidur normal minimal 14 jam sehari. BBL biasanya lebih banyak
tidur hal ini adalah proses adaptasi dari intra ke ekstra uteri. Bayi di bawah 1
bulan sering terbangun pada malam hari, ini berarti ia berusaha memenuhi nutrisi
bagi tubuhnya. Jadi siklus tidur tergantung dari rasa lapar dan rasa puasnya.
9. Pemeriksaan Neurologik

Refleks yang dapat dilihat adalah:


a. Berkedip
Cara : sorotkan cahaya ke mata bayi
Hasil : jika refleks ini tidak dijumpai menunjukkan kebutaan
b. Babinski
Jari kaki mengembang dan ibu jari kaki dorsofleksi
Cara : gores telapak kaki sepanjang tepi terluar dimulai dari
tumit Note : setelah 2 tahun Lesi Ekstrapiramidal
10
c. Moro
Lengan ekstensi, jari mengembang, kepala terlempar keluar dan tungkai
sedikit ekstensi. Lebih kuat selama 2 bulan dan menghilang setelah 3 – 4 bulan.
Cara : ubah posisi bayi dengan tiba – tiba atau tepuk keras di dekat
bayi
Hasil : refleks yang menetap > 4 bulan menunjukkan kerusakan otak
d. Palmar Grasp
Jari – jari bayi melengkung disekitar jari pemeriksa yang diletakkan
ditelapak tangan bayi pada sisi ulnar
Hasil : Fleksi yang tidak simetris menunjukkan paralisis
e. Rooting
Bayi memutar kearah pipi yang disentuh. Jika refleks ini tidak ada
menunjukkan gangguan neurologis yang berat.
f. Menghisap
Bayi menghisap kuat dan merespons terhadap stimulasi. Refleks yang
lemah menandakan kelambatan perkembangan neurologi.
g. Tonic Neck

Telungkupkan bayi dan bayi akan mengangkat kepalanya.

D. Imunisasi
1. Imunisasi Hepatitis B
a. Vaksin berisi HbsAg murni.
b. Diberikan sedini mungkin setelah lahir, mengingat paling tidak 3,9% hamil
merupakan pengidap hepatitis dengan resiko transmisi maternal kurang lebih
sebesar 45%.
c. Suntikan secara Intra Muskular di daerah deltoid, dosis 0,5 ml.
d. Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C.
e. Bayi lahir dari ibu HBsAg (+) diberikan imunoglobulin hepatitis B 12 jam
setelah lahir + imunisasi Hepatitis B. Dosis kedua 1 bulan berikutnya. Dosis
ketiga 5 bulan berikutnya (usia 6 bulan).
f. Bayi lahir dari ibu HBsAg (-) diberikan vaksin rekombinan atau vaksin
plasma derived secara IM, pada umur 2-6 bulan. Dosis kedua diberikan 1-2

11
bulan kemudian dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama.
g. Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui. Diberikan
vaksin rekombinan (HB Vax-II 5 mcgatau Engerix B 10 mcg) atau vaksin
plasma derived 10 mcg, IM dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua
diberikan umur 1-2 bulan dan dosis ketiga umur 6 bulan.
h. Kadar pencegahan anti HBsAg > 10mg/ml.
i. Apabila sampai 5 tahun anak belum pernah mendapatkan imunisasi hepatitis
B, maka secepatnya diberikan
j. Ulangan pemberian imunisasi hepatitis B dapat dipertimbangkan pada umur
10-12 tahun.
2. Imunisasi Polio
a. Vaksin dari virus polio (tipe 1,2 dan 3) yang dilemahkan, dibuat dlm biakan
sel-vero : asam amino, antibiotik, calf serum dalam magnesium klorida dan fenol
merah
b. Vaksin berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
c. Diberikan sesegera mungkin saat bayi akan dipulangkan dari rumah sakit
ataurumah bersalin.
d. Pemberian secara oral sebanyak 2 tetes (0,1 ml). Vaksin polio diberikan
4 kali, interval 4 minggu dan imunisasi ulangan, 1 tahun berikutnya, SD kelas I,
VI
e. Penyimpanan vaksin pada suhu 2-8°C.
Kontraindikasi imunisasi polio diantaranya;
a. Mengalami peyakit akut atau demam (> 38,5 oC), imunisasi harus ditunda
b. Muntah atau diare, imunisasi harus ditunda
c. Dalam masa pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif oral maupun
suntikan juga pengobatan radiasi umum
d. Keganasan, dan anak dengan mekanisme imunolohis yang terganggu
e. Menderita infeksi HIV
f. Pemberian bersamaan dengan vaksin tifoid oral

12
3. Imunisasi Campak
Vaksin dari virus hidup (CAM 70- chick chorioallantonik membrane)
yang dilemahkan + kanamisin sulfat dan eritromisin Berbentuk beku kering,
dilarutkan dalam 5 cc pelarut aquades.Diberikan pada bayi umur 9 bulan oleh
karena masih ada antibodi yang diperoleh dari ibu.Dosis 0,5 ml diberikan sub
kutan di lengan kiri.Disimpan pada suhu 2-8°C, bisa sampai – 20 derajat
celsiusVaksin yang telah dilarutkan hanya tahan 8 jam pada suhu 2-8°CJika ada
wabah, imunisasi bisa diberikan pada usia 6 bulan, diulang 6 bulan kemudian.
Efek samping: demam, diare, konjungtivitis, ruam setelah 7 –12 hari
pasca imunisasi. Kejadian encefalitis lebih jarang. Reaksi KIPI campak banyak
dijumpai pada imunisasi ulang dengan vaksin campak dari virus yang dimatikan.
Sedangkan untuk vaksin dengan virus yang dilemahkan kejadian KIPI telah
menurun. Gejala KIPI campak berupa demam tinggi lebih dari 39,5 oC yang
terjadi 5-15 % kasus yang mulai dijumpai pada hari ke-5 dan ke-6 sesudah
imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien
pada hari ke-7 dan ke-10 sesudah imunisasi selama 2-4 hari. Reaksi KIPI berat
terjadi juka diteukan gangguan fungsi system saraf pusat seperti ensefalitis dan
ensefalopati pasca imunisasi.
Dianjurkan pemberian campak ulangan pada saat masuk sekolah dasar
(5- 6 tahun) guna mempertinggi serokonversi. Atau dalam situasi seperti berikut:
apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak maka anak SD,
SMP, SMA dapat diberikan imunisasi ulang; setiap orang yang sudah imunisasi
campak yang virusnya dimatikan; setiap orang yang sudah pernah mendapatkan
immunoglobulin; setiap orang yang tidak dapat menunjukkan catatan
imunisasinya.Kontraindikasi campak berlaku bagi mereka yang sedang
menderita demam tinggi, memperoleh pengobatan immunoglobulin atau kontak
dengan darah, hamil, memiliki riwayat alergi, dan sedang memperoleh
pengobatan imunosupresan.

4. Imunisasi Hib
Untuk mencegah infeksi SSP oleh karena Haemofilus influenza tipe
B.Diberikan MULAI umur 2-4 bulan, pada anak > 1 tahun diberikan 1
kali.Vaksindalam bentuk beku kering dan 0,5 ml pelarut dalam semprit.Dosis 0,5
13
ml diberikan IM.Disimpan pada suhu 2-8°C.Ulangan vaksin diberikan pada
umur 18 bulan.Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, vaksin Hib hanya
diberikan sekali.

5. Imunisasi Pentabio
Pentabio adalah Vaksin DTP-HB-Hib (Vaksin Jerap Difteri, Tetanus,
Pertusis, Hepatitis B Rekombinan, Haemophilus influenzae tipe b) berupa
suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difter-i murni, bakter-i
pertusis (batuk rejan) inaktif,antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) murni yang
tidak infeksius, dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul
polisakarida Haemophilus influenzae tipe b tidak infeksius yang dikonjugasikan
kepada protein toksoid tetanus. HBsAg diproduksi melalui teknologi DNA
rekombinan pada sel ragi. Vaksin dijerap pada aluminium fosfat. Thimerosal
digunakan sebagai pengawet. Polisakarida berasal dari bakteri Hib yang
ditumbuhkan pada media tertentu, dan kemudian dimurnikan melalui
serangkaian tahap ultrafiltrasi. Potensi vaksin per dosis tidak kurang dari 4 IU
untuk pertusis, 30 IU untuk difteri, 60 IU untuk tetanus (ditentukan pada mencit)
atau 40 IU (ditentukan pada guinea pig), 10 mcg _HBsAg dan 10 mcg Hib.
Vaksin pentabio merupakan gabungan dari 5 jenis vaksin dalam satu
sediaan. Kelima vaksin tersebut meliputi :

a. Difteri: Kuman yang menyebabkan penyakit difteri, menyerang saluran


pernapasan, menimbulkan lapisan putih di tenggorokan dengan efek dapat
menyumbat saluran nafas, dan toksinnya dapat mengganggu kerja jantung.

b. Pertusis: kuman penyebab penyakit batuk rejan atau batuk 100 hari dengan
ciri khas batuk beruntun

c. Tetanus: kuman penyebab penyakit tetanus, yaitu kekakuan seluruh tubuh


termasuk otot pernapasan sehingga menyebabka kematian akibat gagal nafas

d. Hepatitis B: virus penyabab peradangan pada hati dimana keadaan kronis


dapat menyebabkan kerusakan hati (sirosis hepatis) dan kanker hati (hepatoma).

e. Haemophilus influenza tipe B: kuman penyebab radang paru-paru


(pneumonia) dan radang otak (meningitis) terbanyak pada anak-anak
14
E. Kelas Balita
Pelaksanaan kelas ibu balita dilakukan dengan mendata semua sasaran
balita 0-5 tahun dan mengelompokkannya menjadi kelompok usia 0-1 tahun, 1-2
tahun, 2-5 tahun. mempersiapkan tempat dan sarana belajar sebaiknya tidak jauh
dari rumah warga dan ada sarana antara lain : kursi, tikar, karpet, alat peraga,
alat- alat praktik atau demo, APE, alat tulis menulis, buku KIA, dan lembar balik
ibu balita.
Mempersiapkan materi seperti kelompok A (5 modul) yang berisi tentang
pemberian ASI secara eksklusif, pemberian, imunisasi pada bayi, pemberian
MP/ASI usia 6-12 bulan, tumbuh kembang bayi dan penyakit terbanyak pada
bayi. Kelompok B (5 modul) yang terdiri dari perawatan gizi anak, tumbuh
kembang anak, pemberian MP/ASI, penyakit pada anak dan
permainan.
Kelompok C (6 modul) yang terdiri dari tumbuh kembang,
pencegahan kecelakaan, gizi seimbang, penyakit pada anak, obat pertolongan
pertama, perilaku hidup bersih dan sehat.
Tim pengajar kelas ibu balita mengundang ibu yang mempunyai anak
berusia antara 0-5 tahu. Mempersiapkan tim fasilitator dan narasumber dan
menyusun rencana anggaran. Jarak pertemuan kelompok A (usia 0-1 tahun)
dilakukan 2 kali pertemuan dengan jarak pertemuan 1-3 bulan. Kelompok B
(usia 1-2 tahun) dilakukan 2 kali pertemuan dengan jarak 3-6 bulan dan
kelompok C (usia 2-5 tahun) dilakukan dan dilakukan 2 kali pertemuan dengan
jarak 6 bulan -1 tahun.
Uraian Penatalaksanaan Kelas Ibu Balita:
1. Memakai buku KIA sebagai alat (acuan) utama pembelajaran.
2. Metode belajar memakai pendekatan cara belajar orang dewasa, yaitu
partisipatif interaktif, ceramah, tanya jawab, peragaan/praktek, curah pendapat,
penugasan dan simulasi.
3. Materi: buku KIA, modul yang berkaitan (misal: buku modul tumbuh
kembang anak) dan alat-alat bantu lain.
4. Kurikulum: disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi/masalah kesehatan

15
di tempat tersebut. Agar efektif, Kelas Ibu Balita dapat diintegrasikan dengan
kegiatan terkait yang ada di masyarakat, misalnya Bina Keluarga Balita
(BKB)dan Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) atau kegiatan Desa lainnya.
5. Dari, oleh dan untuk masyarakat: seluruh masyarakat termasuk tokoh-tokoh
agama dan masyarakat berperan dalam pelaksanaan Kelas Ibu Balita.

6. Peserta: Ibu-ibu yang mempunyai anak berusia antara 0-5 tahun. Tiap kelas
dibagi berdasarkan kelompok umur balita: 0-1 tahun, 1-2 tahun, dan 2-5 tahun.
Jumlah peserta idealnya maksimal 15 orang/kelas.
7. Fasilitator/pengajar: Bidan atau petugas kesehatan yang telah dilatih
menjadi fasilitator Kelas Ibu Balita atau yang telah menjalani on the job training
Kelas IbuBalita.
8. Narasumber: Narasumber diperlukan untuk memberi input tentang topik
tertentu. Narasumber merupakan tenaga kesehatan dalam bidang spesifik tertentu
seperti: ahli gizi, dokter, bidan, perawat, perawat gigi, Kader PAUD, dll.
9. Waktu: disesuaikan dengan kesiapan ibu/bapak/keluarga, bisa pagi atau sore
hari. Lama kegiatan 20-60 menit atau disesuaikan dengan kondisi setempat.
10. Frekuensi pertemuan: 3 kali pertemuan atau sesuai hasil kesepakatan antara
fasilitator dengan peserta.
11. Tempat fleksibel: bisa di Balai Desa, Dusun, memakai salah satu rumah
warga, Posyandu, Puskesmas, RB, RS, dll.

F. Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak


Tujuan skrining/pemeriksaan perkembangan anak menggunakan KPSP
adalah untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada
penyimpangan Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah pada umur 3, 6,
9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66 dan 72 bulan. Jika anak belum
mencapai umur skrining tersebut, minta ibu datang kembali pada umur skrining
yang terdekat untuk pemeriksaan rutin. Misalnya bayi umur 7 bulan, diminta
kembali untuk skrining KPSP pada umur 9 bulan. Apabila orang tua datang
dengan keluhan anaknya mempunyai masalah tumbuh kembang, sedangkan
umur anak bukan umur skring maka pemeriksaan menggunakan KPSP untuk
umur skrining terdekat yang lebih muda. Skrining/ pemeriksaan dilakukan oleh
16
tenaga kesehatan, guru TK dan petugas PADU terlatih.

17
DAFTAR PUSTAKA
Armini, Ni Wayan, dkk. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: ANDI

Direktorat Departemen Kesehatan R.I. 2012. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,


Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat
Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta

Jitowijoyo, S & Kristiyanasari, W. (2010). Asuhan Keperawatan Neonatus dan


Anak. Cetakan I. Yogyakarta: Muha Medika.

Maryunani, Anik. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak


Prasekolah.
Tajurhalang: IN MEDIA

Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita.


Yogyakarta:Fitramay

Sudarti, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Anak


Balita.
Yogyakarta: NUHA MEDIKA

Sukamti, Sri, dkk. 2009. Bahan Ajar Pemeriksaan Fisik Pada Bayi
dan Anak.
Jakarta: Trans Info Media

Yulianti, Lia, dkk. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: CV.
Trans Info Media

18

Anda mungkin juga menyukai