MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Ilmu Kalam
OLEH :
Imam Fahroji
NIM: A1801334
FAKULTAS DAKWAH
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dimasa ini kita banyak menemukan berbagai macam paham-paham yang sendiri tapi
beragamnya pengertian Islam dari berbagai penganutnya.
Setiap pemikiran akan berdampak pada pemeluknya sehingga menyebabkan fanatisme
yang berlebih untuk membela apa yang mereka yakini. Oleh sebab itu sering terjadi perselisihan
antara pengikut paham tertentu dengan pengikut paham lainnya.
Pengetahuan tentang paham-paham yang beredar di Indonesia umumnya ataupun sekeliling
kita. Khususnya, haruslah kita mampu mengetahuinya bukan untuk mengendorkan iman kita tapi
untuk menambah iman kita.
Perlahan tapi pasti hanya keimanan dan kataqwaan yang mampu menyelamatkan kita dan
mampu membawa kita bertemu dengan Dzat yang selalu kita harapkan untuk bertemu
dengannya.
2. Rumusan Masalah
1) Apakah yang dinamakan Aliran Qodariyah ?
2) Kapan munculnya aliran Qodariyah ?
3) Siapa pemimpin Aliran Qadariyah ?
4) Bagaimana Ajaran dan Pengembangan aliran Qodariyah?
BAB II
PEMBAHASAN
):فَ َم ْن َشا َءفَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َءفَ ْليَ ْكفُرْ (الكهف
Artinya: Katakan kebenaran dari tuhanmu, barang siapa yang mau, berimanlah dia. Dan barang
siapa yang ingin kafir,biarlah ia kafir.[1]
Misalnya lagi dalam surat Ar-ra’d: 11:
ق ِم ْن َربِّ ُك ْم فَ َم ْن َشا َءفَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َءفَ ْليَ ْكفُرْ اِنَااَ ْعتَ ْدنَالِلظّلِ ِم ْينَ نَا َرا
ُّ َوقُ ُل ْال َح
Artinya; Katakanlah, “kebenaran datang dari Tuhan kalian; barang siapa suka beriman,
berimanlah, barang siapa suka ingkar ( kufur ) maka ingkarlah”. Kami telah siapkan neraka bagi
yang zalim……[5]
Tentang kebebasan untuk memperoleh bimbingan arau penyesatan tergambar dalam firman
Allah Q.S Yunus; 108
َ قُلْ يَاَيُّهَاالنَّاسُ قَ ْد َجا َء ُك ُم ْال َح ْق ِم ْن َربّ ُك ْم فَ َم ِن ا ْهتَدَى فَاِنَّ َمايَ ْهتَ ِدى لِنَ ْف ِس{ ِه َو َم ْن
ِ َض{ َّل فَاِنَّ َماي
ُّض{ل
.َعلَ ْيهَا َو َمااَنَابِ َو ِك ْي ٍل
Artinya:
Katakanlah, wahai manusia! Telah datang kebenaran dari Tuhanmu. Sesungguhnya ( bimbingan
itu ) untuk dirinya sendiri dan barang siapa sesat maka ia menyesatkan dirinya sendiri sendiri dan
Aku bukanlh pengatur urusanmu.
Kebebasan melakukan dosa atau taat tampak dalam Q.S An-Nisa’ :111
{.اِنَّااَ ْعتَ ْدنَالِ ْل َكفِ ِر ْينَ َسلَ ِساَل َواَل اَ ْغلَاَل َّو َس ِع ْيرًا.ًاواِ َّما َكفُوْ رًا
َ اِنَّاهَ َد ْينَاهُ ال َّسبِي َْل اِ َّما َشا ِك ْير
Artinya: Sesungguhnya kami telah menumjukinya ( manusia ) jalan yang lurus, namun ada yang
bersyukur dan ada yang kufur. Sesungguhnya Kami telah menyadiakan bagi orang-orang kafir
rantai yang membelenggu dan neraka yang menyala-nyala.[6]
Seperti telah disebut bahwa paham Qadariyah yang bertalian dengan soal qada’ dan qadar
pada mulanya datang dari luar islam, kemudian berkembang dikalangan kaum muslim.[7]
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan
pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini
kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh
kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya,
orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan
tuhan.
Manusia Mempunyai Qudroh
Ali Mushthafa Al Gurobi antara menyatakan “bahwa sesungguhnya Allah telah
menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat melaksanakan apa yang
dibebankan oleh Tuhan kepadanya, karena jika Allah memberi beban kepada manusia, maka
beban itu adalah sia-sia, sedangkan kesia-siaan itu bagi Allah itu adalah suatu hal yang tidak
boleh terjadi”.
Pemahaman yang dimiliki Qodariyah ditujukan kepada qudrat yang dimiliki manusia.
Namun terdapat perbedaan antara qudrat manusia dengan qudrat Tuhan. Qudrat Tuhan bersifat
abadi, kekal, berada pada zat Allah, tunggal, tidak berbilang. Sedangkan qudrat manusia adalah
sementara, berproses, bertambah dan berkurang, dapat hilang.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula melakukan atau menjauhi
perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain ,
An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas
segala perbuatannya.[8]
Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakun segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga
berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Pendapat Aliran Qodariyah Tentang Taqdir
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di
tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib
yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.
Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam
semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah
sunatullah. Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi
ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya
sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah
yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.[9]
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam.
Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu
berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang
mampu membawa barang beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya
pikir yang kreatif, demikian pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat
tampil membuat sesuatu ,dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih
terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut
lepas.
Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat membantunya
membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah terlihat
semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak
sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia ? siapa yang membatasi
daya imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan lain, dimana batas akhir kreativitas manusia?
Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan
yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Doktrin-
doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. [10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Paham Qadariyah adalah nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang memberikan
penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-
perbuatannya. Tokoh pemikirnya adalah Ma'bad al-Jauhani.
Dalam ajarannya, aliran Qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat
menentukan dalam gerak laku dan perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak melaksankan kehendaknya itu.
Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan agar Mahasiswa dapat lebih mengenal paham-
paham yang ada dalam ajaran Islam. Dan bahwasanya setiap paham itu memiliki dalil tersendiri
dari al-Qur'an. Sehingga diharapkan nantinya kita tidak mudah mengkafirkan paham yang lain.
Perbedaan paham itu semata-mata hanyalah karena perbedaan pemahaman dalam mentafsirkan
al-Qur'an.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin. 2001. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf. Jakarta: Rajawali Pers
Abdul Razak, DR. M.Ag, Rosihon Anwar, DR. M.Ag. 2007.Ilmu Kalam. Bandung. Pustaka
Setia
Nashruddin dkk, Prof. Dr. 2003. Teologi Islam Tarapan. Solo. Pustaka Mandiri
Kaisar, Tim Karya Ilmiah, 2008. Aliran-aliran Teologi Islam. Kediri
Harun Nasution. 1986. Teologi Islam. Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan. UI-Press
Sahilun A.Nasir, Prof. DR. 2010. Pemikiran Kalam. Jakarta. Rajawali Pers