Anda di halaman 1dari 10

WASPADA ALIRAN SESAT!!!

PERKEMBANGAN DAN PEMIKIRAN ALIRAN QODARIYYAH

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Ilmu Kalam

pada STAI AL-FATAH Cileungsi

OLEH :

Imam Fahroji

NIM: A1801334

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

STAI AL-FATAH CILEUNGSI

2019
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Dimasa ini kita banyak menemukan berbagai macam paham-paham yang sendiri tapi
beragamnya pengertian Islam dari berbagai penganutnya.
Setiap pemikiran akan berdampak pada pemeluknya sehingga menyebabkan fanatisme
yang berlebih untuk membela apa yang mereka yakini. Oleh sebab itu sering terjadi perselisihan
antara pengikut paham tertentu dengan pengikut paham lainnya.
Pengetahuan tentang paham-paham yang beredar di Indonesia umumnya ataupun sekeliling
kita. Khususnya, haruslah kita mampu mengetahuinya bukan untuk mengendorkan iman kita tapi
untuk menambah iman kita.
Perlahan tapi pasti hanya keimanan dan kataqwaan yang mampu menyelamatkan kita dan
mampu membawa kita bertemu dengan Dzat yang selalu kita harapkan untuk bertemu
dengannya.

2.    Rumusan Masalah
1)        Apakah yang dinamakan Aliran Qodariyah ?
2)        Kapan munculnya aliran Qodariyah ?
3)        Siapa pemimpin Aliran Qadariyah ?
4)        Bagaimana  Ajaran dan Pengembangan aliran Qodariyah?
BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian aliran Qodariyah


Qodariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari qadara yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, Qodariyah adalah satu aliran yang percaya
bahwa segala tindakan manusia tidak diintrevensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat tiap-tiap
orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, dia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya
atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa Qodariyah
dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia
dalam mewujudkan perbuatannya.
Aliran Qodariyah pada hakikatnya adalah sebagian dari paham Mu’tazilah, karena imam-
imamnya terdiri dari orang-orang Mu’tazilah. Akan tetapi paham ini dibicarakan dalam suatu
pasal tersendiri, karena sepanjang sejarah persoalan Qodariyah ini suatu soal yang besar juga,
yang harus diperhatikan.
Paham Qodariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyadarkan segala
perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan.
Bayak ayat al Qur’an yang mendukung pendapat ini, Misalnya dalam surat Al-Kahfi : 29 :

):‫فَ َم ْن َشا َءفَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َءفَ ْليَ ْكفُرْ (الكهف‬

Artinya: Katakan kebenaran dari tuhanmu, barang siapa yang mau, berimanlah dia. Dan barang
siapa yang ingin kafir,biarlah ia kafir.[1]
Misalnya lagi dalam surat Ar-ra’d: 11:

‫وم َحتَّىي يُ َغيِّرُوا َمابِا َء ْنفُ ِس ِه ْم‬


ٍ َ‫ءاِ َّن هللاَ الَ يُ َغيِّ ُر َمابِق‬
Artinya: “Sesungguhnya alloh tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka.
Berdasarkan beberapa ayat al-Qur’an ini, mungkin kita berkesimpulan bahwa pemikiran
kodariah berasal dari Internal agama islam sendiri,yakni buah dari pemahaman yang keliru
terhadap ayat-ayat tersebut. Asumsi ini bisa jadi benar. Tapi, beberapa bukti menguatkan bahwa
gagasan itu bukan berasal dari Tuhan[2].
B.  Firqoh Qadariyah
1)   Sejarah Timbulnya
Qadariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70 H/689M, dipimpin oleh Ma’bad al juhni al-
Bisri dan Ja’had bin Dirham, pada masa pemerintahan Kholifah Abdul Malik bin Marwan(685-
705M).
Latar belakang timbulnya Qodariyah ini sebagai isyarat kebijaksanaan politik Bani
Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila firqah Jabariah berpendapat bahwa Kholifah Bani
umayah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan oleh Allah. Hal ini berarti
murupakan topeng kekejamannya, maka firqoh Qadariah mau membatasi qadar tersebut. Mereka
mengatakan bahwa Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan
memberi pahala kepada orang yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas menentukan
nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik atau yang buruk. Jika Allah telah
menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu dhalim. Karena itu manusia harus
merdeka atau ikthiar atas perbuatannya.
Manusia harus mempunyai kebebasan berkehendak. Orang-orang yang berpendapat bahwa
amal perbuatan manusia itu hanyalah bergantung pada Qadar Allah saja, selamat atau celaka
seseorang itu telah ditentukan oleh Allah sebelumnya, pendapat itu adalah sesat. Sebab pendapat
tersebut berarti menentang keutamaan Allah. Dan berarti menganggap-Nya yang menjadi sebab
terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah Swt melakukan kejahatan.[3]
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada baiknya jika meninjau
kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya. Para peniti
sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak
sekali. Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan
Al-Bashri.
Pendapat ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama
tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah masuk islam pendapatnya itu
diambil oleh Ma’bad dan Ghallian . sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di
Damaskus. Diduga disebabkan oleh orang-orang yang banyak dipekerjakan diistana-istana.
C.  Tantangan Untuk Faham Qodariyah
Faham Qadariyah mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu, ada beberapa hal
yang mengakibatkan terjadinya reaksi keras ini. Pertama, seperti pendapat Harun Nasution,
karena masyarakat arab sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham fatalis. Kehidupan
bangsa arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan.
Mereka selalu terpaksa mengalah kepada keganasan alam. Panas yang menyengat, serta
tanah dan gunung yang gundul. Mereka merasa dirinya lemah dan tak mampu menghadapi
kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya.faham itu terus dianut kedatipun
mereka telah beragama islam, karena itu , ketika faham Qadariyah di kembangkan , mereka tidak
dapat menerimanya, faham Qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin islam.
Kedua tantangan dari pemerintah ketika itu. Tantangan itu sangat mungkin terjadi
karena para pejabat pemerintahan menganut faham Jabariyah. Ada kemungkinan juga pejabat
pemerintah menganggap gerakan faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham
dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan
mereka yang dianggap tidak sesuai, dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta
kerajaan.

D.  Ajaran dan perkembanganya


Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran-ajaran
qodariyah itu bukan ma’bad al-juhni. Ada seseorang penduduk negri irak , yang mula-mula
beragama kristen kemudian masuk islam namun akhirnya kembali kekristen lagi.Dari orang
inilh, ma’bad al juhni dan gailan al damasqi memanggil pemikirannya.[4]
Di Damaskus, ajaran Qadariyah dikembangkan pula oleh Ja’ad Dirham yang sekaligus
juga sabagai penyebar paham Qadariyah. Akan tetapi, akhirnya dia terbunuh pada tahun 105 H.
Ajaran pokok Qadariyah, sebagaimana dikemukakan Gailan adalah bahwa manusia
mempunyai kekuasaan atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan
perbuatan baik atau jelek atas kemauan serta kekuasaan serta daya yang ada pada dirinya. Jadi,
menurut paham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya.
Dari prinsip-prinsip ini, paham Qadariyah menolak paham yang menyatakan bahwa manusia
dalam perbutan-perbuatannya hanya bertindak menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak
azali.
Untuk mendukung pendapat-pendapatnya , kaum Qadariyah mencari ayat-ayat Al-Qur’an
yang menggambarkan tentang kebebasan manusia, antara lain sebagai berikut.
Tentang kebebasan menentukan iman atau kufur terdapat dalam Surat Al-Kahfi Ayat 29 :

‫ق ِم ْن َربِّ ُك ْم فَ َم ْن َشا َءفَ ْلي ُْؤ ِم ْن َو َم ْن َشا َءفَ ْليَ ْكفُرْ اِنَااَ ْعتَ ْدنَالِلظّلِ ِم ْينَ نَا َرا‬
ُّ ‫َوقُ ُل ْال َح‬

Artinya; Katakanlah, “kebenaran datang dari Tuhan kalian; barang siapa suka beriman,
berimanlah, barang siapa suka ingkar ( kufur ) maka ingkarlah”. Kami telah siapkan neraka bagi
yang zalim……[5]
Tentang kebebasan untuk memperoleh bimbingan arau penyesatan tergambar dalam firman
Allah Q.S Yunus; 108

َ ‫قُلْ يَاَيُّهَاالنَّاسُ قَ ْد َجا َء ُك ُم ْال َح ْق ِم ْن َربّ ُك ْم فَ َم ِن ا ْهتَدَى فَاِنَّ َمايَ ْهتَ ِدى لِنَ ْف ِس{ ِه َو َم ْن‬
ِ َ‫ض{ َّل فَاِنَّ َماي‬
ُّ‫ض{ل‬
.‫َعلَ ْيهَا َو َمااَنَابِ َو ِك ْي ٍل‬

Artinya:
Katakanlah, wahai manusia! Telah datang kebenaran dari Tuhanmu. Sesungguhnya ( bimbingan
itu ) untuk dirinya sendiri dan barang siapa sesat maka ia menyesatkan dirinya sendiri sendiri dan
Aku bukanlh pengatur urusanmu.
Kebebasan melakukan dosa atau taat tampak dalam Q.S An-Nisa’ :111

َ ‫َو َم ْن يَّ ْك ِسب اِ ْث ًمافَاِنَّماَيَ ْك ِسبُهُ َعلَى نَ ْف ِس ِه َو َكانَاهللاُ َعلِ ْي ًم‬


.‫اح ِك ْي ًما‬
Artinya:
Barang siapa berbuat dosa maka sesungguhnya ia mengrjakan atas tanggung jawabnya sendiri.
Allah Maha tahu dan Maha bijaksana.
Kebebasan untuk bersyukur atau kufur setelah mendapat petunjuk sesuai firman Allah
Surat Al-Insan Ayat 3-4.

{.‫اِنَّااَ ْعتَ ْدنَالِ ْل َكفِ ِر ْينَ َسلَ ِساَل َواَل اَ ْغلَاَل َّو َس ِع ْيرًا‬.‫ًاواِ َّما َكفُوْ رًا‬
َ ‫اِنَّاهَ َد ْينَاهُ ال َّسبِي َْل اِ َّما َشا ِك ْير‬
Artinya: Sesungguhnya kami telah menumjukinya ( manusia ) jalan yang lurus, namun ada yang
bersyukur dan ada yang kufur. Sesungguhnya Kami telah menyadiakan bagi orang-orang kafir
rantai yang membelenggu dan neraka yang menyala-nyala.[6]
Seperti telah disebut bahwa paham Qadariyah yang bertalian dengan soal qada’ dan qadar
pada mulanya datang dari luar islam, kemudian berkembang dikalangan kaum muslim.[7]
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal , pembahasan masalah Qadariyah disatukan dengan
pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini
kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh
kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah akibatnya,
orang menamakan Qadariyah dengan Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan
tuhan.
      Manusia Mempunyai Qudroh
Ali Mushthafa Al Gurobi antara menyatakan “bahwa sesungguhnya Allah telah
menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat melaksanakan apa yang
dibebankan oleh Tuhan kepadanya, karena jika Allah memberi beban kepada manusia, maka
beban itu adalah sia-sia, sedangkan kesia-siaan itu bagi Allah itu adalah suatu hal yang tidak
boleh terjadi”.
Pemahaman yang dimiliki Qodariyah ditujukan kepada qudrat yang dimiliki manusia.
Namun terdapat perbedaan antara qudrat manusia dengan qudrat Tuhan. Qudrat Tuhan bersifat
abadi, kekal, berada pada zat Allah, tunggal, tidak berbilang. Sedangkan qudrat manusia adalah
sementara, berproses, bertambah dan berkurang, dapat hilang.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula melakukan atau menjauhi
perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain ,
An-Nazzam , mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas
segala perbuatannya.[8]
Dari beberapa penjelasan diatas ,dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakun segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga
berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
      Pendapat Aliran Qodariyah Tentang Taqdir
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu,yaitu faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di
tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya,manusia hanya bertindak menurut nasib
yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya.
Dalam faham Qadariyah,takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam
semesta beserta seluruh isinya,sejak azali,yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah
sunatullah. Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi
ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu berdasarkan pilihan pribadinya
sendiri ,bukan akhir Tuhan.Sungguh tidak pantas,manusia menerima siksaan atau tindakan salah
yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.[9]

Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak dapat diubah.
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam.
Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu
berenang dilautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang
mampu membawa barang beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya
pikir yang kreatif, demikian pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat
tampil membuat sesuatu ,dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih
terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut
lepas.
Demikian juga manusia juga dapat membuat benda lain yang dapat membantunya
membawa barang seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah terlihat
semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak
sanggup diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia ? siapa yang membatasi
daya imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan lain, dimana batas akhir kreativitas manusia?
Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan
yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan tuhan. Doktrin-
doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. [10]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Paham Qadariyah adalah nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang memberikan
penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-
perbuatannya. Tokoh pemikirnya adalah Ma'bad al-Jauhani.
Dalam ajarannya, aliran Qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat
menentukan dalam gerak laku dan perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak melaksankan kehendaknya itu.

Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan agar Mahasiswa dapat lebih mengenal paham-
paham yang ada dalam ajaran Islam. Dan bahwasanya setiap paham itu memiliki dalil tersendiri
dari al-Qur'an. Sehingga diharapkan nantinya kita tidak mudah mengkafirkan paham yang lain.
Perbedaan paham itu semata-mata hanyalah karena perbedaan pemahaman dalam mentafsirkan
al-Qur'an.
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abudin. 2001. Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawwuf. Jakarta: Rajawali Pers
Abdul Razak, DR. M.Ag, Rosihon Anwar, DR. M.Ag. 2007.Ilmu Kalam. Bandung. Pustaka
Setia
Nashruddin dkk, Prof. Dr. 2003. Teologi Islam Tarapan. Solo. Pustaka Mandiri
Kaisar, Tim Karya Ilmiah, 2008. Aliran-aliran Teologi Islam.  Kediri
Harun Nasution. 1986. Teologi Islam. Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan. UI-Press
Sahilun A.Nasir, Prof. DR. 2010. Pemikiran Kalam. Jakarta. Rajawali Pers

[1] Rozak dan Rosihon. Ilmu Kalam. 161


[2] Kaisar, Aliran-aliran Teologi Islam. 147
[3] Nasir, Pemikiran Kalam ( Teologi Islam ). 139
[4] Nasir, Pemikiran Kalam ( teologi islam ). 141
[5] Nasrudin dkk, Teologi Islam Terapan. 130
[6] Ibid. 131
[7] Ibid. 132
[8] Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan, (Jakarta:UI-Press,1986), 33.
9 Anwar, Ilmu Kalam, 73

Anda mungkin juga menyukai