OLEH
REZA ERLINA CRISTY (202115019)
B. Anatomi Fisiologi
4. Uretra
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung
kemih sampai ke luar tubuh. Panjang uretra pada wanita 1,5 inci dan pada laki-
laki sekitar 8 inci.
5. Meatus urinarius (Muara uretra)
Fungsi Utama Ginjal Adalah :
1. Fungsi Ekskresi
1) Mempertahankna osmolalitas plasma (285 m Osmol) dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar elektrolit plasma.
3) Mempertahankan pH plasma (7,4) dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembali HCO3.
4) Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (urea,
asam urat dan kreatinin)
2. Fungsi Non Ekskresi
1) Menghasilkan renin untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoietin untuk stimulasi produksi sel darah merah
oleh sumsum tulang.
3) Metabolisme vitamin D.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
C. Epidemiologi
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering terjadi.
Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma
organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa
perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat
trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas.
D. Etiologi
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal yaitu :
1. Trauma Tumpul
Trauma tumpul sering menyebabkan luka pada ginjal, misalnya karena
kecelakaan kendaraan bermotor, terjatuh atau trauma pada saat berolahraga. Luka
tusuk pada ginjal dapat karena tembakan atau tikaman.
Trauma tumpul dibedakan menjadi :
1) Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah
raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma
berat yang juga mengenai organ organ lain.
2) Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang menyebabkan
pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum. Kejadian
ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima
arteri renalis yang menimbulkan trombosis.
2. Trauma Iatrogenik
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy
3. Trauma Tajam
Trauma tajam adalah trauma yang disebabkan oleh tusukan benda tajam misalnya
tusukan pisau.
Luka karena senjata api dan pisau merupakan luka tembus terbanyak yang
mengenai ginjal sehingga bila terdapat luka pada pinggang harus dipikirkan
trauma ginjal sampai terbukti sebaliknya. Pada luka tembus ginjal, 80%
berhubungan dengan trauma viscera abdomen.
Hambatan
Resiko perdarahan mobilitas fisik di
tempat tidur
G. Klasifikasi
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh
Federle :
1. Grade I
Lesi meliputi :
1) Kontusio ginjal
2) Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada
sistem pelviocalices
3) Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)
4) 75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal
2. Grade II
Lesi meliputi :
1) Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus sehingga
terjadi extravasasi urine
2) Sering terjadi hematom perinefron
3) Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla
4) 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
3. Grade III
Lesi meliputi :
1) Ginjal yang hancur
2) Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
3) 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
4. Grade IV
Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu
1) Avulsi pada ureteropelvic junction
2) Laserasi dari pelvis renal
H. Komplikasi
1. Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera
1) Urinoma
2) Delayed bleeding
3) Urinary fistula
4) Abses
5) Hipertensi
2. Komplikasi Lanjut
1) Hidronefrosis
2) Arteriovenous fistula
3) Pielonefritis
I. Pemeriksaan Penunjang/diagnostic
1. Laboratorium
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah urinalisis. Pada pemeriksaan ini
diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein, glukosa dan sel-sel.
Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi mengenai
pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus
dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan
pemeriksaan mikroskopik. Meskipun secara umum terdapat derajat
hematuria yang dihubungkan dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah
dilaporkan juga kalau pada trauma (ruptur) ginjal dapat juga tidak disertai
hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau kepercayaan dari pemeriksaan
urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis trauma ginjal masih
didapatkan kesulitan.
2. Plain photo
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukan hematoma retroperitoneal atau
ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak
fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur iga.
3. CT Scan
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana ct scan.
Teknik non invasive ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan
ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui
ukuran dan lokasi hematoma retroperitoneal serta cedera terhadap organ
sekitar seperti lien.hepar, pancreas dan kolon.
4. Ultra Sonography (USG)
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi adanya laserasi ginjal maupun
hematoma, melalui usg doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat
didiagnosis.
J. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh), kemungkinan
adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran lingkar perut,
penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin pada pemeriksaan
urin. Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan berhenti dan sembuh
secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri berhenti.
2. Eksplorasi
a. Indikasi Absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang ditandai oleh
adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan
berdenyut. Tanda lain adalah adanya avulsi vasa renalis utama pada
pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
b. Indikasi Relatif
1) Jaringan Nonviable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif untuk
dilakukan eksplorasi.
2) Ekstravasasi Urin
Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila
ekstravasasi menetap maka membutuhkan intervensi bedah.
3) Trombosis Arteri
Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter
dibutuhkan eksplorasi segera dan revaskularisasi.
4) Trauma Tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah
perdarahan arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal dilakukan
tindakan bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa adanya penetrasi
peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah posterior linea aksilaris
posterior relatif tidak melibatkan cedera organ lain.
3. Teknik Operasi
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status, alamat, tanggal masuk, no regeister, dan diagnosis medis.
Identitas keluarga klien (yg bertanggung jawab pada klien)
Identitas keluarga klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama nyeri pinggang sebelah kiri
b. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST)
Klien mengeluh nyeri pada pinggang kiri sejak 1 hari yang lalu dan kencing di
sertai darah,
1) Provoking incident, nyeri saat bergerak dan tidak berkurang dengan
istirahat.
2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien, sifat keluhan nyeri seperti tertusuk jarum
3) Region, radiation, relief lokasi nyeri di daerah pinggang kiri.
4) Severity (scale) of pain: klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-
10 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Nyeri
dirasakan skala 5/4
5) Time : waktu mulanya muncul (onset) gejala timbul akibat trauma. Lama
timbulnya (durasi) nyeri dirasakan menetap.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri abdomen sebelumnya,
tanyakan obat-obatan yang biasa diminum pada masa lalu yang masih relevan.
Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit seperti yang
di alami klien, keluarga klien juga tidak mengalami penyakit hipertensi, jantung,
ginjal, DM dan penyakit menular atau penyakit menurun lainnya.
e. Riwayat Alergi
Klien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan, makanan maupun
binatang.
B. 11 Pola Gordon
1. Pola persepsi kesehatan
Biasanya klien dengan trauma akan langsung memeriksakan keadaannya ke dokter
berhubungan dengan keadaan yang di rasakan setelah trauma.
2. Pola Nutrisi Metabolik
Biasanya klien mengalami kurang napsu makan, mual dan muntah, BB menurun, hanya
mampu menghabiskan ½ porsi makanan yang diberikan
3. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine, hematuri dan pada pola defekasi yang menurun.
4. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien tidak mengalami gangguan penglihatan dan pendengaran. Pada
pola kognitif daya ingat klien masih baik, klien umumnya bertanya mengenai kondisinya.
5. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, ADL dibantu keluarga.
6. Pola tidur dan istirahat
Klien umumnya sering terjaga karena nyeri yang dialami
7. Pola persepsi dan konsep diri
Klien menerima keadaan fisiknya saat ini karena adanya dukungan besar dari keluarga dan
orang sekitar
8. Pola hubungan dan peran
Mengkaji bagaimana interaksi pasien dengan orang lain dan perannya dalam keluarga dan
masyarakat.
9. Pola Intoleransi dan Stres
Klien merasa cemas dan khawatir dengan kondisi klien saat ini.
10. Pola kesehatan reproduksi
Umumnya tidak ada perubahan dalam melakukan aktivitas seksual.
a. Keadaan umum : ditemukan jejas dan nyeri pada abdomen bagian atas, nyeri abdomen
yang bervariasi
b. Suara bicara : tidak mengalami gangguan
c. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala normochepal, tidak ada lesi, penyebaran rambut merata, tidak
ada pendarahan
Palpasi : Tidak ada benjolan dan nyeri tekan
e. Rambut
Inspeksi : rambut berwarna hitam dan pendek, tidak ada kutu, ketombe, penyebaran
rambut merata dan tidak ada lesi.
Palpasi : Rambut teraba halus dan tidak rontok
f. Mata
Inspeksi : Bentuk simetris, sclera berwarna putih, konjungtiva tidak anemis, tidak buta
warna, lapang pandang (+), pergerakan bola mata (+), visusu 6/6, tidak ada kantung mata
Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan, dan tekanan bola mata (+)
g. Hidung
Inspeksi : Warna kulit hidunh merata, hiperpigmentasi (-).tidak ada secret, tidak ada
perdarahan, tidak ada penyumbatan, tidak terdapat pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan di sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis, tidak ada
nyeri tekan septum
h. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada hiperpigmentasi, tidak ada lesi dan
tidak ada massa.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, uji pendengara test rinne (+) tes weber (+)
i. Mulut dan gigi
Inspeksi : warna bibir kehitaman, tidak terdapat bibir sumbing, tidak ada lesi, tidak ada
massa, tidak terdapat bau mulut, warna gigi putih, tidak terdapat karies gigi, posisi gigi
simetris, warna lidah merah, tidak ada tumor, tidak ada peradangan, tidak terdapat
perdarahan, tidah terdapat stomatitis.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan di pipi, tidak ada palatum
j. Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris, warna kulit merata, tidak ada hiperpigmentasi, tidak
terdapat pembengkakan, tidak ada jaringan parut dan tidak ada massa.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan kelenjar limfe, tidak ada nyeri tekan pada kelenjar
tiroid dan tidak ada nyeri tekan pada trakea.
k. Thorax
1) Paru-paru
Inspeksi : Bnetuk simetris, warna kulit merata, tidak ada hiperpigmentasi, tidak
terdapat retraksi dada dan tidak ada lesi
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa, kesimetrisan ekspansi
dada (+), taktil fremitus (+)
Perkusi : suara resonan
Auskultasi : suara vesikuler
2) Kardiovaskuler
Inspeksi : tidak ada sianosis, tidak terlihat edema, palpitasi (+) dan tidak ada lesi
Palpasi : tidak terdapat benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Suara pekak, tidak ada kardiomegali
Auskultasi : S1S2 Tunggal regular, tidak terdengar mur-mur
l. Abdomen
Inspeksi : tidak terlihat hiperpigmentasi, adanya hematoma, lesi atau jejas disekitar
abdomen, peristaltic usus normal, tampak adanya penumpukan cairan pada abdomen.
Perkusi : terdapat suara tymphani
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen kiri
Auskultasi : suara bising usus 12x/menit
m. Genetalia
Inspeksi: terlihat genetalia dan anus normal, tampak bersih
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
n. Kulit
Inspeksi : warna kulit sawo matang , tidak ada lesi, tidak ada jarigan parut dan tidak ada
hiperpigmentasi
Palpasi : Suhu kulit teraba hangat, tidak ada nyeri tekan, turgor tidak elastis dan tidak
ada edema.
o. Ekstremitas
• Kekuatan otot :
• ROM : penuh
• Hemiplegic/parse : Tidak
• Akral : hangat
• Capillary refil time : <3 detik
• Edema : tidak ada
• Lain-lain : -
p. Data pemeriksaan tambahan : -
q. Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium :
• Rontgen
r. Terapi Medik
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pada Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul dalam kasus trauma ginjal
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (trauma) di tandai dengan klien
mengatakan nyeri pada daerah pinggang kiri sejak 1 hari yang lalu, vital sign
meningkat, terdapat jejas dan hematoma di daerah abdomen
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai
dengan muntah, turgor kulit tidak elastis, adanya penumpukan cairan pada abdomen.
3. Nausea berhubungan dengan nyeri yang dialami ditandai dengan kurang nafsu
makan, mual dan muntah, hanya mampu menghabiskan ½ porsi makanan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilisasi, tirah baring ditandai dengan
kesukaran melakukan aktivitas, ADL dibantu
5. Hambatan mobitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri dirasakan
saat bergerak, takut bergerak karena nyeri
6. Resiko perdarahan ditandai dengan hematuria,adanya hematoma pada abdomen, hasil
Hb pada pemeriksaan laboratorium
7. Resiko infeksi ditandai dengan adanya lesi atau jejas disekitar abdomen
8. Ansietas berhubungan dengan kebutuhan yang tidak dapat terpenuhi ditandai dengan
Klien merasa cemas dan khawatir dengan kondisi klien saat ini.
9. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan
klien bertanya mengenai kondisinya
C. RENCANA KEPERAWATAN/ INTERVENSI
1 Nyeri Akut NOC NIC
Definisi : Pengalaman sensori dan * Pain Level, Pain Management
emosional yang tidak menyenangkan * Pain control, - Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
yang muncul akibat kerusakan jaringan * Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
yang aktual atau potensial atau Kriteria Hasil : kualitas, dan faktor presipitasi
digambarkan dalam hal kerusakan * Mampu mengontrol nyeri (tahu - Observasi reaksi nonverbal dari
sedemikian rupa (International penyebab nyeri, mampu menggunakan ketidaknyamanan
Association for the study of Pain): awitan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi - Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas nyeri, mencari bantuan) mengetahui pengalaman nyeri pasien
ringan hingga berat dengan akhir yang * Melaporkan bahwa nyeri berkurang - Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
dapat diantisipasi atau diprediksi dan dengan menggunakan manajemen nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
berlangsung <6 bulan. * Mampu mengenali nyeri (skala, - Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
Batasan karakteristik : intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
* Perubahan selera makan * Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri lampau
* Perubahan tekanan darah berkurang - Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
* Perubahan frekwensi jantung menemukan dukungan
* Perubahan frekwensi pernapasan - Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
* Laporan isyarat nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan
* Diaforesis kebisingan
* Prilaku distraksi (mis., berjalan mondar- - Kurangi faktor presipitasi nyeri
mandir mencari orang lain dan atau - Pilih dan lakukan penanganan nyeri
aktivitas lain, aktivitas yang berulang) (farmatologi, non farmatologi dan inter pesonal)
* Mengekpresikan perilaku (mis., gelisah, - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
merengek, menangis) intervensi
* Masker wajah (mis., mata kurang - Ajarkan tentang teknik non farmatologi
bercahaya, tampak kacau, gerakan mata - Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
berpencar atau tetap pada satu fokus - Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
meringis) - Tingkatkan istirahat
* Sikap melindungi area nyeri - Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
* Fokus menyempit (mis., gangguan dan tindakan nyeri tidak berhasil
persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, - Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
penurunan interaksi dengan orang dan nyeri
lingkungan) Analgesic Administration
* Indikasi nyeri yang dapat diamati - Tentukan lokasi, karakteristik kualitas, dan
* Perubahan posisi untuk menghindari derajat nyeri sebelum pemberian obat
nyeri - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
* Sikap tubuh melindungi dan frekuensi
* Dilatasi pupil - Cek riwayat alergi
* Melaporkan nyeri secara verbal - Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
* Gangguan tidur dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
Faktor yang berhubungan : - Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
* Agen cedera (mis., biologis, zat kimia, beratnya nyeri
fisik, psikologis) - Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
E. EVALUASI
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan.
Adapun tahapannya yaitu :
1. Membandingkan respon klien dengan kriteria
2. Menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi
3. Memodifikasi rencana asuhan
4. Syarat dokumentasi keperawatan